• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL,

KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I

DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN AKUNTANSI

(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh :

NOVITA SARI

NIM: 081334030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Debata Jahowa Tuhanta Jesus K ristus

St . A. Nainggolan (+) / St . D. Br Siant ur i (alm. Amang dohot inang)

Kakak tersayang,

Regina br. Nainggolan, Mei br. Nainggolan, Aretha br. Nainggolan

Adikku ter sayang Ber kat Nainggolan

Keponakanku t ercint a

Hasianna, Mordekhai, Alm. Samuel, Christ ian, Sabrina, Cilla

(5)

v

MOTTO

“Hiduplah sebagai anak- anak yang taat dan jangan tur ut i hawa nafsu yang

menguasai kamu pada waktu kebodohanmu”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 November 2012

Penulis

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Novita Sari

NIM : 081334030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 13 November 2012

Yang menyatakan

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih yang telah

melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul, “hubungan antara kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan nilai

PPL I dengan Nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung memberikan kritik dan saran yang positif, sehingga

membantu memperlancar terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu dengan

segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Indra Darmawan, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta;

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen

Pembimbing yang dengan sabar telah banyak meluangkan waktu dalam

memberikan bimbingan, memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan

(9)

ix

5. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah

menguji penulis dalam saat ujian sarjana dan memberikan pengarahan serta

masukan positif bagi skripsi ini;

6. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Penguji yang

telah menguji penulis dalam saat ujian sarjana dan memberikan pengarahan

serta masukan positif bagi skripsi ini;

7. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan

tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;

8. Seluruh mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2008 yang juga telah

memberi masukan selama proses diskusi dalam mata kuliah Seminar

Penelitian dan kerjasama yang baik selama ini;

9. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah

membantu kelancaran proses belajar selama ini;

10. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2007 dan 2008

sebagai subjek penelitian;

11. Sahabat-sahabatku terkasih: Sharon, Septi, Vania, Tri, Nea, Siska, Riris,

Ogut, Nina, Elliya, Ubad, Ayit, Priska, Ester, Isah, Eyi, dan Windru terima

kasih atas dukungan dan doanya;

12. Ito, kakak, adik, dan pariban Nainggolan se-Yogyakarta, terima kasih atas

kebersamaan, dukungan, dan doanya;

13. Saudara-saudaraku tercinta: tante Poltak, bang Poltak, Retha, Butet, kak

Shara, eda Linda, ito Rhio, bang Hasian, bang Alex, terima kasih untuk

(10)

x

14. Orang tuaku, kakak-kakak, dan adikku yang tiada henti memberikan

dukungan serta doa selama proses pengerjaan skripsi ini.

15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang bersangkutan

dalam penyusunan skripsi ini;

Yogyakarta, November 2012

Penulis,

(11)

xi

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)

Novita Sari

Universitas Sanata Dharma 2012

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara: 1) kecerdasan emosional dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, 2) kecemasan berbicara dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, dan 3) nilai PPL I dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi.

Penelitian ini merupakan penelitian Ex-Post Facto. Subjek penelitian yaitu mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2007 dan 2008 yang masih aktif dan telah melaksanakan Program Pengalaman Lapangan II (PPL II) yang berjumlah 60 orang mahasiswa. Metode pengumpulan data dengan metode kuesioner dan dokumentasi. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan

Product Moment dari Pearson, sedangkan uji reliabilitas dengan menggunakan

Cronbach’s Alpha. Teknik analisis data dengan menggunakan Spearman Rank

dengan tingkat signifikansi hasilanalisis ditentukan sebesar 5%.

(12)

xii

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN THE EMOTIONAL INTELLIGENCE, THE ANXIETY OF SPEAKING, THE MICRO TEACHING SCORE, AND

THE TEACHING ACTIVITIES IN THE CLASSROOM SCORE OF ACCOUNTING EDUCATION PROGRAM STUDENTS

A Survey of the Teaching Activities in the Classroom at Accounting Education Program Students

Novita Sari

Sanata Dharma University 2012

The purposes of this research are to know the correlation between: 1) the emotional intelligence and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students, 2) the anxiety of speaking and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students, 3) the micro teaching score and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students.

This research is an Ex-Post Facto type. The subjects of this research were 60 students of Accounting Education Program, Majoring in Social Sciences, Sanata Dharma University Yogyakarta 2007 and 2008 batch who are active students and have already taken the teaching activities in the classroom of Accounting Education Program Students. The methods of collecting the data were questionnaire and documentation. To examine the validity of data applied Product Moment, and to examine the reliability some of data applied Cronbach’s Alpha. The technique of data analysis is Spearman Rank with the signification degrees about 5%.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

(14)

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Kecerdasan Emosional ... 9

2. Kecemasan Berbicara ... 12

3. Pengajaran Mikro/ PPL I ... 17

4. Program Pengalaman Lapangan II ... 20

B. Kerangka Berpikir ... 27

C. Hipotesis ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

C. Populasi Penelitian ... 31

D. Subyek dan Obyek Penelitian ... 31

E. Definisi Operasional Variabel ... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ... 36

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 48

A. Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ... 48

B. Visi dan Misi FKIP ... 50

C. Deskripsi Program Studi Pendidikan Akuntansi ... 50

D. Visi, Misi, dan Sasaran Program Studi Pendidikan Akuntansi .... 51

(15)

xv

F. Sarana dan Prasarana ... 54

G. Kemahasiswaan ... 54

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Deskripsi Data ... 56

B. Analisis Data ... 60

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan Penelitian ... 72

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 33

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kecemasan Berbicara ... 35

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 40

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kecemasan Berbicara ... 41

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 43

Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecemasan Berbicara ... 43

Tabel 5.1 Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosional ... 56

Tabel 5.2 Deskripsi Data Variabel Kecemasan Berbicara ... 57

Tabel 5.3 Deskripsi Data Variabel Nilai PPL I ... 58

Tabel 5.4 Deskripsi Data Variabel Nilai PPL II ... 59

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 79

Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 87

Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 94

Lampiran 4 Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 99

Lampiran 5 Uji Hipotesis ... 102

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, situasi dan

kondisi kehidupan manusia yang semakin kompleks, serta derasnya arus

informasi dan globalisasi merupakan tantangan pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia yang sedang berkembang dan

memacu pembangunan di segala bidang, tidak dapat menghindar dari

berbagai tantangan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan manusia-manusia

yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,

berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Manusia ini harus

dapat dikembangkan agar dapat menghadapi tantangan jaman. Salah satu

wadah yang berfungsi sebagai pengembangan sumber manusia yang bermutu

tinggi adalah pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun luar sekolah.

Sedangkan yang dikembangkan dalam proses pendidikan ini adalah

kemampuan untuk mengembangkan orang lain.

Orang yang tepat dan penting dalam usaha mengembangkan orang lain

adalah guru. Adimassana (2007: 6) mengemukakan guru adalah pendidik di

lingkungan sekolah. Jadi guru adalah orang yang mempunyai tugas bukan

hanya untuk mengajarkan ilmu, melainkan juga untuk membimbing atau

(19)

utuh atau manusia yang dewasa susila, yakni dewasa (matang/ mantap) dalam

semua aspek kepribadian dan aspek kesusilaan (moral). Maka, guru sangat

berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Sepanjang masa, guru

tetap merupakan seseorang yang memiliki andil besar dalam dunia

pendidikan. Sebagai guru tanggung jawab yang paling besar adalah mendidik

peserta didiknya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan. Tidak cukup

hanya belajar mengajar tapi harus mengembangkan potensi-potensi yang ada

supaya tahap-tahap perkembangan yang ada pada dirinya dapat atau mampu

mereka lewati dengan baik dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Pilihan pendidikan yang harus ditempuh untuk menjadi seorang guru

salah satunya adalah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Adimassana mengungkapkan bahwa mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (FKIP) adalah calon-calon guru/ pendidik, maka mereka

selayaknya mendapatkan bekal ilmu dan kompetensi yang memenuhi standar

bagi seorang guru/ pendidik (2007: 6).

Dalam membentuk seorang guru, ada dua program yang dilalui

mahasiswa FKIP saat menempuh pendidikan, yaitu mahasiswa FKIP harus

mengikuti Program Pengalaman Lapangan I (PPL I) atau pengajaran mikro

dan Program Pengalaman Lapangan II (PPL II). Mata kuliah PPL I atau

pengajaran mikro dan PPL II, mensyaratkan mahasiswa FKIP menuntaskan

beberapa mata kuliah sebagai prasyarat PPL I dan PPL II dengan nilai

minimal C. Mata kuliah tersebut diantaranya adalah mata kuliah pengantar

(20)

dan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan lain-lain. Program Pengalaman

Lapangan II (PPL II) menuntut seorang mahasiswa FKIP mempraktikkan

langsung kemampuan mengajarnya di depan peserta didik.

Dalam pelaksanaan PPL II yang berperan penting dalam penilaian PPL

II adalah guru pamong di sekolah dan dosen pembimbing. Sarkim (2007: 17)

menyatakan bahwa guru pamong sebagai penilai harus menilai beberapa

komponen diantaranya, komponen pembelajaran, komponen tugas-tugas lain,

serta penampilan personal dan sosial mahasiswa FKIP. Sedangkan dosen

pembimbing sebagai penilai harus menilai beberapa komponen diantaranya,

menilai komponen praktik pembelajaran di sekolah (minimal 1 kali), aspek

personal dan sosial mahasiswa, laporan akhir/ pertanggungjawaban, dan

menguji serta menentukan nilai final mahasiswa FKIP.

Dalam mencapai nilai PPL II juga tidak hanya dilihat dari kemampuan

kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri

sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain.

Kemampuan tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan emotional intelligence atau kecerdasan emosional.

Penguasaan kecerdasan emosi mahasiswa FKIP dapat mempengaruhi

kemampuan berbicara saat tampil di depan kelas. Apabila kemampuan

berbicaranya baik dan dapat membuat peserta didiknya paham atas materi

yang dibahas, maka pengelolaan emosi mahasiswa FKIP sudah tercapai

dengan baik. Sebaliknya, pengelolaan emosinya kurang baik maka akan

(21)

tidak berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, beberapa prasyarat mata

kuliah yang harus dituntaskan sebelum melaksanakan PPL II, seharusnya

dapat menjadi patokan apakah mahasiswa FKIP sudah layak melaksanakan

PPL II atau tidak.

Ketuntasan mata kuliah prasyarat dan nilai yang dicapai dalam kategori

baik seharusnya dapat menjamin pelaksanaan PPL juga baik, terutama untuk

mencapai nilai PPL II. Dalam pelaksanaan PPL II ini dapat ditemukan

masalah-masalah yang nyata dari sebuah sistem pembelajaran. Hasil PPL II

sangat menentukan apakah mahasiswa FKIP pantas menjadi seorang guru

atau tidak. Nilai dari mata kuliah prasyarat tersebut juga mempengaruhi

kesiapan mahasiswa FKIP untuk dapat terjun langsung ke lapangan.

Kemungkinan pertanyaan yang timbul adalah, ”Jika nilai yang diperoleh baik, apakah nilai PPL II juga baik?”.

Pada kenyataannya, mahasiswa FKIP yang lulus dari beberapa mata

kuliah prasyarat dengan nilai yang “baik”, saat tampil di depan kelas tidak

sebaik saat mempelajari teori dari mata kuliah prasyarat. Jadi teori dengan

praktiknya sangat jauh berbeda. Masalah yang timbul tersebut tentunya

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut misalnya, kurangnya

kesiapan diri (mental) maupun materi dari mahasiswa FKIP, adanya

ketakutan saat tampil di depan kelas, adanya rasa cemas hingga menimbulkan

rasa ketidaknyamanan dan tidak percaya diri, dan yang lebih kompleks adalah

(22)

Apabila mahasiswa FKIP memiliki kemampuan mengelola emosinya

dengan baik, maka faktor penghambat yang tingkatnya lebih rendah dapat

dikendalikan. Oleh karena itu, pengelolaan kecerdasan emosional sangat

berperan penting dalam pelaksanaan pembelajaran PPL II.

Dari faktor-faktor penghambat memperoleh nilai PPL II tersebut,

membuat orang mulai sadar bahwa saat ini tidak hanya kemampuan kerja

yang sempurna saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi

diperlukan sejenis keterampilan lain untuk menjadi yang terdepan yaitu

kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang dikelola dengan baik

dapat mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas serta menambah

kepercayaan diri dari mahasiswa FKIP saat melaksanakan PPL II.

Maka berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional,

Kecemasan Berbicara, dan Nilai PPL I dengan Nilai PPL II Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma”.

Penelitian ini akan dilaksanakan pada mahasiswa yang sudah melaksanakan

PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

(23)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini memfokuskan perhatian pada kecerdasan emosional, kecemasan

berbicara, dan nilai PPL I dengan pelaksanaan PPL II mahasiswa Program

Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan nilai

PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma?

2. Apakah ada hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan nilai

PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma?

3. Apakah ada hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II

mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata

Dharma?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan

nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma.

2. Untuk mengetahui hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan

nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas

(24)

3. Untuk mengetahui hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II

mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata

Dharma.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

terutama psikologi pendidikan.

b. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut terutama tentang variabel-variabel

yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan

nilai PPL I.

2. Manfaat Aplikatif

a. Dosen

Sebagai bahan informasi dalam upaya mempersiapkan psikis

mahasiswa saat pelaksanaan PPL II.

b. Orang Tua Mahasiswa

Diharapkan orang tua dapat lebih meningkatkan dukungan dan

(25)

c. Penulis Lain

Sebagai tambahan referensi lain serta tambahan pengetahuan tentang

hubungan kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan nilai PPL I

dengan nilai PPL II.

d. Bagi Universitas Sanata Dharma

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya literatur untuk

(26)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kecerdasan Emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Howard Gardner dalam Uji Utami (2009: 5)

menyatakan kecerdasan adalah suatu kemampuan memecahkan

masalah, kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk

dipecahkan dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau

menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan

masyarakat.

Menurut Goleman (2007: 411), emosi adalah suatu perasaan dan

pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan

serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Selain itu emosi dalam

kamus psikologi dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang

dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang didasari, yang

mendalami sifat-sifat dan perilaku.

Salovey dan Mayer dalam Goleman (2005: 30) mendefinisikan

kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan

perasaan sendiri dan orang lain, memilah-milahnya dan menggunakan

perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Jadi

(27)

mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk

membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan

mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu

perkembangan emosi dan intelektualnya.

b. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional memiliki beberapa komponen yang dapat

dijadikan pedoman dalam mencapai kesuksesan,

komponen-komponen tersebut adalah (Salovey dalam Goleman, 1999: 58):

1) Kesadaran Diri/ Mengenali Emosi Diri

Yaitu kemampuan untuk mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

2) Mengelola Emosi/ Pengaturan Diri

Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan merasa tidak cepat puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3) Motivasi

Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Perhatian yang larut ke dalam emosi, bereaksi secara berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Kesadaran diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi diri bahkan di tengah badai emosi.

4) Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati

Merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

5) Keterampilan Sosial/ Membina Hubungan

(28)

keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

c. Lima Langkah Penting untuk Melatih Emosi menurut Gottman dan

Joan Declaire (1997: 67-114):

1) Menyadari emosi-emosi anak

Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 73) memperlihatkan bahwa agar orang tua (guru/ pendidik) merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak (peserta didik) mereka, mereka harus menyadari emosi-emosi yang dimiliki dalam diri mereka sendiri dan kemudian dalam diri anak-anak (peserta didik) mereka.

Penelitian Gottman dan Joan Declaire (1997: 74) memperlihatkan bahwa orang dapat sadar secara emosional, dan dengan demikian siap menjadi pelatih emosi tanpa bersikap sangat ekspresif, tanpa merasa seolah-olah mereka kehilangan kendali.

Kesadaran emosional hanyalah berarti Anda mengenali kapan Anda merasakan suatu emosi, Anda dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan Anda, dan Anda peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri orang lain.

2) Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 94) pengalaman-pengalaman negatif yang dialami oleh seseorang dapat berguna bagi kita sebagai peluang yang baik sekali untuk berempati. Seorang anak paling membutuhkan orang tuanya ketika ia sedang sedih, marah, atau takut.

Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah merupakan sesuatu yang membuat kita “merasa paling jelas sebagai orang tua”. Dengan mengakui emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi mereka seumur hidup. 3) Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak

Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 95) mengungkapkan bahwa setelah kita melihat bahwa situasi merupakan suatu kesempatan untuk menjalin keakraban dan mengajarkan pemecahan masalah, maka kita telah siap untuk langkah yang paling penting dalam melatih emosi yaitu mendengarkan dengan empati.

(29)

emosi-emosi anak. Para pendengar menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi tersebut dari titik pandang anak. Mereka merumuskan kata-kata untuk merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan bukan dengan cara mengecam. 4) Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata

Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 102) membahas tentang emosi sewaktu kita sedang mengalaminya, mengaktifkan belahan otak kiri yang merupakan pusat bahasa dan penalaran. Para orang tua (pendidik/ guru) haruslah membantu anak-anak (siswa) menemukan kata-kata untuk melukiskan apa yang sedang mereka rasakan. Ini berarti bukan memberitahu anak bagaimana yang seharusnya mereka merasa. Tetapi membantu anak menyusun kosakata yang dapat mereka gunakan untuk mengungkapkan emosi mereka.

5) Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah

Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 102) mengemukakan bahwa anak harus didorong untuk memilih salah satu pilihan dan mencobanya. Bila anak sudah mendapatkan keputusannya, bantulah anak untuk menyusun rencana konkret untuk menindaklanjutinya. Apabila anak memilih suatu pemecahan masalah dan itu gagal, bantulah anak untuk menganalisis mengapa hal tersebut gagal.

Kemudian pendidik dapat mulai memecahkan persoalan itu dengan cara yang baru. Ini mengajarkan kepada anak bahwa membuang salah satu ide bukanlah berarti ide itu gagal total. Tunjukkanlah bahwa setiap penyesuaian mendorong mereka semakin mendekati akhir yang sukses.

2. Kecemasan Berbicara

a. Pengertian Kecemasan Berbicara

Dalam kamus istilah psikologi mendefinisikan kecemasan

sebagai perasaan campuran yang berisi ketakutan dan keprihatinan

mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan

tersebut.

Menurut Opt dan Loffredo dalam Astrid (2009: 13) juga

(30)

anxiety of speaking”. Jadi kecemasan berbicara di depan umum merupakan bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika

sedang berbicara di depan orang-orang sebagai hasil proses belajar

sosial.

Dalam suatu kesempatan kita dapat berbicara dengan orang

dalam keadaan informal, seperti obrolan ringan, bertukar informasi,

mengeluarkan pendapat, bertanya sesuatu hal, dan sebagainya. Namun

pada kesempatan yang berbeda atau di lain waktu kita diharuskan

untuk berbicara di hadapan begitu banyak orang dalam suatu keadaan

yang formal. Terkadang hal tersebut dapat membuat kita menjadi

cemas atau gugup, hingga membuat jantung kita terasa berdegup

begitu kencang, tangan berkeringat, dan membuat konsentrasi menjadi

buyar hingga hal yang ingin dibicarakan terasa hilang dari pikiran.

(http://alzenapresent.blogspot.com/2009/12/mengatasi-kecemasan-berbicara-di-depan.html)

Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan berbicara di depan umum (dalam konteks mengajar berarti

berbicara di depan kelas) adalah ketidaknyamanan yang dialami

seorang individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut

pada saat berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta

didiknya. Hal ini akan ditandai dengan reaksi dari fisik dan psikologis

(31)

b. Sebab-Sebab Kecemasan Berbicara

1) Penyebab kecemasan berbicara pada individu menurut Ramaiah

dalam Uji Utami (2009: 12), adalah:

a) Lingkungan mempengaruhi cara berfikir dalam arti bahwa cara berfikir dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga, sahabat, rekan sekerja, terutama pengalaman yang berkenaan rasa tidak aman terhadap lingkungan.

b) Emosi yang ditekan, yaitu kecemasan bisa terjadi karena tidak mampu menemukan jalur keluar dalam hubungan interpersonal, terutama jika menekan rasa marah atau frustasi jangka waktu lama.

c) Sebab-sebab fisik sebagai interaksi antara pikiran dan tubuh bisa menimbulkan kecemasan, misalnya pada kehamilan, semasa remaja, menghadapi ujian dan waktu pulih dari suatu penyakit.

d) Keturunan, yaitu kecemasan seseorang bisa timbul dalam keluarga yang sering mengalami kecemasan, walaupun keterikatan antara kecemasan seseorang dengan keadaan keluarga tidak meyakinkan.

2) Beberapa hal yang menyebabkan seseorang merasa cemas

(http://ruangpsikologi.com/regulasi-emosi-untuk-mengurangi-kecemasan-berbicara-di-depan-umum):

Hal lain yang menyebabkan seseorang merasa cemas seperti

misalnya seseorang memiliki ekspektasi (harapan) yang tinggi

terhadap apa yang harus ia dapatkan setelah presentasi. Seseorang

tersebut ingin presentasinya sukses, semua berjalan sesuai dengan

rencana, atau dapat membuat semua audiens kagum dengan apa

yang ia bicarakan. Selain itu, pengalaman masa lalu dimana

(32)

dan kritikan dari orang lain dapat mempengaruhi kecemasan

seseorang saat melakukan prensentasi saat ini.

c. Komponen Kecemasan Berbicara

Komponen kecemasan berbicara dibagi menjadi tiga menurut Rogers

dalam Astrid (2009: 14), yaitu:

1) Komponen fisik, yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan. Gejala fisik tersebut dapat berbeda setiap orangnya. Beberapa contoh gejala fisik yang dimaksud adalah detak jantung yang semakin cepat, suara yang bergetar, kaki yang gemetar, kejang perut, sulit untuk bernafas, dan hidung sampai berlendir. 2) Komponen proses mental, misalnya: sering mengulang kata atau

kalimat saat mengajar, hilang ingatan secara tiba-tiba saat akan menjelaskan materi, dan melupakan hal-hal penting yang seharusnya disampaikan.

3) Komponen emosional, yang termasuk dalam komponen emosional adalah adanya rasa tidak mampu dalam diri individu, rasa takut yang muncul sebelum tampil dan rasa kehilangan kendali. Biasanya karena hal-hal tersebut mendadak muncul rasa tidak berdaya untuk tampil di depan umum.

Jadi, kecemasan berbicara terdiri dari tiga komponen yakni komponen

fisik, proses mental, dan komponen emosional.

d. Teknik Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Dalam Charles Sirait (2010: 36), resep kesuksesan yang perlu

dipraktikan dalam penampilan kita di depan umum adalah: riset yang

kuat, latihan penampilan, dan tidak tegang, dalam bahasa Inggrisnya

adalah Research, Rehearse, and Relax (3R).

Ada tiga hal yang penting untuk meningkatkan rasa percaya diri

(33)

1) Lakukan riset

Lakukan analisis bagaimana situasi yang akan Anda hadapi

saat ini. Siapa saja para audiensnya? Dari kalangan mana mereka

berasal? Berapakah rata-rata usia audiens Anda? Apa tujuan

mereka tersebut? Apakah persepsi yang timbul bagi orang yang

pertama kali melihat penampilan Anda?

Semakin dalam riset yang kita lakukan, semakin besar rasa

percaya diri itu tumbuh dalam diri kita. Kalau acaranya adalah

peluncuran sebuah produk, pengetahuan kita mengenai produk

tidak boleh kalah dibandingkan sang product manager. Detail produk harus kita pahami, kuasai, dan cintai. Kalau harganya masih

terjangkau bagi Anda beli produk itu, gunakan, rasakan dan

ceritakan pada duniamu.

2) Latihan

Berlatih harus dianggap sebagai pekerjaan yang harus kita

cintai. Semakin sering Anda berlatih bicara, Anda akan semakin

percaya diri saat naik ke atas panggung.

3) Visualisasi penampilan terakhir

Apakah kita masih ingat atau memiliki dokumentasi

penampilan terakhir kita? Keberhasilan dan kegagalan kita pada

saat penampilan terakhir dapat meningkatkan kembali rasa percaya

(34)

Lalu bagaimana jika Anda baru pertama kali tampil? Anda perlu

merekam latihan penampilan menggunakan handycam beberapa kali

sebelum tampil. Lalu, lakukan evaluasi bersama orang-orang terdekat,

teman, orang tua, dan sahabat. Tanyakan kepada mereka apa

kekurangan Anda.

3. Pengajaran Mikro (Program Pengalaman Lapangan I)

a. Pengertian Program Pengalaman Lapangan I

Program Pengalaman Lapangan I atau biasa disebut Pengajaran

Mikro (Micro Teaching) merupakan kuliah dimana para mahasiswa calon guru untuk pertama kalinya secara terstruktur belajar mengelola

pembelajaran (E.Catur Rismiati, dkk. 2007: iii).

Sesuai dengan namanya, latihan tersebut melibatkan

rekan-rekannya (mahasiswa) yang berperan sebagai murid sekolah dalam

jumlah yang terbatas. Kuliah ini merupakan persiapan untuk latihan di

dalam situasi sesungguhnya di sekolah yaitu Program Pengalaman

Lapangan II (PPL II). Melalui latihan-latihan yang terarah dan umpan

balik dari dosen serta rekan mahasiswa yang konstruktif, diharapkan

secara bertahap sebagai keterampilan yang diperlukan untuk

mengelola pembelajaran mahasiswa berkembang mencapai taraf siap

untuk melakukan latihan pembelajaran dala situasi yang

(35)

Tentu saja, pengembangan keterampilan mahasiswa calon guru

perlu ditempatkan dalam konteks bahwa pada akhirnya yang harus

mengalami manfaat terbesar dari pembelajaran itu adalah para murid.

Keberhasilan pembelajaran ditunjukkan oleh keberhasilan belajar para

murid.

b. Rasional Pengajaran Mikro (PPL I)

E.Catur Rismiati, dkk (2007: 1), mengemukakan bahwa sifat

mikro” dalam pengajaran mikro ini berusaha mengisolasi secara sistematis bagian-bagian dari keseluruhan proses belajar mengajar

yang sedemikian kompleks. Usaha penyederhanaan ini didasari atas

pertimbangan:

1) Bahwa dengan menguasai terlebih dahulu komponen kegiatan mengajar, akan dapat dilaksanakan kegiatan mengajar secara keseluruhan yang bersifat kompleks itu.

2) Bahwa dengan menyederhanakan situasi maka perhatian dapat ditujukan sepenuhnya kepada pembinaan keterampilan tertentu (khusus) yang merupakan komponen dari kegiatan mengajar. 3) Bahwa dengan menyederhanakan situasi latihan maka lebih

dimungkinkan untuk mengadakan observasi yang lebih seksama dengan pencatatan yang lebih teliti. Selanjutnya, hasilnya dapat digunakan sebagai bahan diskusi tentang penampilan yang bersangkutan. Hasil diskusi tersebut dapat digunakan sebagai umpan balik/ refleksi bagi praktikan sehingga mereka dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan dengan cepat pada kesempatan latihan mengajar ulang (reteach).

Meskipun berbagai penelitian telah membuktikan manfaat

pengajaran mikro, masih terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan

pokok yang terdapat dalam pengajaran mikro terutama bersumber

(36)

teaching”, tapi bukan “real classroom teaching”. Dengan demikian, bukan hanya diperlukan penyesuaian kembali dari keterampilan yang

telah dikuasai dengan situasi kelas yang sebenarnya, tetapi juga harus

diperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan kompetensi

pengelolaan kelas, disiplin murid di kelas, dan sebagainya yang tidak

tercakup dalam pengajaran mikro. Oleh karena itu, latihan praktik

mengajar di kelas yang sebenarnya tetap diperlukan dan latihan

melalui pengajaran mikro hanyalah persiapan kearah praktik di kelas

yang sebenarnya (real classroom teaching) tersebut.

Salah satu karakteristik pengajaran mikro adalah

dimungkinkannya pemberian balikan secara cepat bagi calon guru

yang sedang berlatih. Untuk itu diperlukan pencatatan yang akurat

dengan disediakannya lembar-lembar observasi, tersedianya alat

rekam, antara lain video-tape recorder (VTR-unit), atau audio-tape recorder (ATR). Penggunaan alat rekam tersebut memudahkan mahasiswa dan dosen untuk melakukan observasi.

Sehubungan dengan penggunaan alat-alat rekam dalam

pengajaran mikro, faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan, yaitu

faktor banyak sedikitnya calon guru yang akan dilatih, alokasi waktu

yang tersedia, sumber dana, di samping relevansi alat dengan jenis

keterampilan yang akan dilatih.

Dengan demikian, jelaslah bahwa pengajaran mikro adalah mata

(37)

dikontrol dan membutuhkan mata kuliah lain sebagai prasyarat.

Sebagai mata kuliah yang bersifat praktikum (E.Catur Rismiati, dkk.

2007: 4)

4. Program Pengalaman Lapangan II

a. Pengertian Program Pengalaman Lapangan II

Program Pengalaman Lapangan II diselenggarakan untuk

memberikan pengalaman terstruktur dan terarah bagi mahasiswa calon

guru untuk mengalami langsung berbagai aspek pendidikan di sekolah

dengan penekanan dari sudut pandang guru. Melalui PPL melihat dan

mengalami langsung berbagai aspek pengelolaan di sekolah baik dari

segi administratif maupun dari segi akademik. Di samping itu, hal

yang sangat penting di dalam PPL adalah mahasiswa calon guru

belajar mengelola pembelajaran secara efektif dan bermakna.

Pengalaman-pengalaman tersebut hanya akan menjadi pengalaman

belajar dan membawa perubahan baik pada ranah kognitif,

psikomotorik, dan afektif pada diri mahasiswa apabila dilakukan

secara terstruktur, terarah, dilakukan secara cermat serta diolah dan di

refleksikan (Sarkim, 2007: 3).

Program Pengalaman Lapangan II dirancang untuk melatih para

calon guru agar memiliki kecakapan keguruan secara lengkap dan

terintegrasi. Program ini meliputi latihan pembelajaran dan latihan

(38)

Program Pengalaman Lapangan II merupakan muara dari

seluruh program pendidikan pra-jabatan guru. Oleh karena itu,

pelaksanaan PPL dilakukan sesudah mahasiswa memperoleh bekal

yang memadai dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan tugasnya

sebagai guru, seperti penguasaan landasan kependidikan, penguasaan

mata pelajaran dan pengelolaan proses pembelajaran (Sarkim, 2007:

7).

Kecakapan keguruan mempunyai banyak aspek yang berkaitan,

yang harus dilatihkan secara bertahap dan terintegrasi. Keseluruhan

kecakapan keguruan di atas perlu dilandasi dengan nilai serta sikap

keguruan yang positif (Sarkim, 2007: 7).

b. Tujuan Program Pengalaman Lapangan II

Program Pengalaman Lapangan II bertujuan agar praktikan

memiliki kompetensi berikut (Sarkim, 2007: 7):

1) Mengenal lingkungan sosial sekolah secara cermat dan

menyeluruh, meliputi aspek fisik, tata administratif, serta tata

kurikuler dan kegiatan kependidikan.

2) Menerapkan berbagai kecakapan keguruan secara menyeluruh dan

terintegrasi dalam situasi nyata di bawah bimbingan guru pamong

dan Dosen Pembimbing PPL.

3) Mengambil manfaat dari pengalaman ber-PPL agar semakin

(39)

c. Status Program Pengalaman Lapangan II

PPL II merupakan mata kuliah wajib lulus (WL) dengan bobot 2-6 sks, dengan nilai minimal C. Maka dari itu, apabila terdapat

mahasiswa yang memperoleh nilai C atau bahkan di bawah C,

mahasiswa tersebut diwajibkan untuk mengulang kembali PPL II.

d. Tempat dan waktu pelaksanaan PPL

Adapun tempat dan waktu yang harus ditempuh mahasiswa

PPL adalah (Sarkim, 2007: 7):

1) Tempat

PPL dilaksanakan di sekolah (SMU, SMK, dan SLTP), baik

sekolah negeri maupun swasta.

2) Waktu

PPL dilaksanakan dengan sistem blok dan sebaran, dalam

keadaan tertentu dapat dilaksanakan dengan sistem campuran.

e. Mata kuliah prasyarat PPL

Mahasiswa yang diperkenankan melaksanakan PPL adalah

mahasiswa yang memenuhi prasyarat sebagai berikut (Sarkim, 2007:

8):

1) Telah mengikuti mata kuliah keahlian dan keterampilan di

tingkat fakultas berikut ini dengan nilai minimal C.

a) Pengantar Pendidikan

(40)

c) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling

d) Psikologi Remaja

e) Manajemen Sekolah

2) Sudah mengikuti mata kuliah PBM berikut ini dengan nilai

minimal C. Mata kuliah tersebut diantaranya:

a) Perencanaan Pengajaran

b) Metodologi Pengajaran

c) Evaluasi Pengajaran

d) Pengajaran Mikro (PPL I)

3) Telah mengiktui beberapa mata kuliah mata pelajaran yang

ditentukan oleh program studi yang bersangkutan.

f. Deskripsi tugas PPL

Dalam pelaksanaan PPL II ada beberapa pelaku dominan yang

ikut andil dalam pelaksanaannya. Pelaku diantaranya, dosen

pembimbing, guru pamong, kepala sekolah, dan koordinator PPL di

sekolah.

Proses awalnya, praktikan diserahkan ke sekolah yang

berkaitan sebagai tempat ber-PPL praktikan oleh dosen pembimbing

PPL dari Program Studi. Saat penyerahan praktikan dikenalkan oleh

koordinator PPL dari sekolah tentang bagaimana kondisi sekolah dan

seorang guru pamong yang akan membantu praktikan dalam

(41)

Praktikan diberi pengarahan oleh guru pamong bagaimana dan

apa materi yang akan diajarkan oleh praktikan. Sebelum mengajar,

praktikan harus mengobservasi kegiatan belajar mengajar (KBM)

yang dilaksanakan oleh guru pamong, minimal dua kali. Kegiatan

observasi ini dapat membantu praktikan sebelum mengajar.

Praktikan dapat mengobservasi lingkungan sekolah, suasana kelas,

serta masing-masing individu siswanya.

Disini praktikan sebelum mengajar juga harus mempersiapkan

pogram kerja (rencana kegiatan) selama ber-PPL, misalnya Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (PPL). RPP yang dibuat oleh praktikan

harus dikonsultasikan kepada guru pamong dan dosen pembimbing

praktikan. Setelah disetujui, praktikan diperbolehkan untuk

mengajar. Guru pamong dan dosen pembimbing adalah penilai

utama dalam pelaksanaan pengajaran yang dilaksanakan oleh

praktikan.

Setelah dinilai, praktikan yang mengajar 8-12 kali (apabila

sudah mendapatkan nilai yang baik atau tidak perlu mengulang)

praktikan sudah dapat ditarik oleh pihak kampus kembali. Sama

seperti pada saat penyerahan dahulu, praktikan ditarik oleh dosen

pembimbing dan diserahkan oleh pihak sekolah.

g. Penilaian

1) Sifat Penilaian

(42)

Butir-butir yang akan dinilai dan hal-hal lain yang berkaitan

dengan penilaian diketahui juga oleh praktikan.

b) Berkesinambungan

Penilaian dilakukan terus-menerus dari awal sampai akhir.

c) Membimbing

Penilaian merupakan bagian dari pembimbingan, yaitu

untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

2) Komponen yang Dinilai

a) Proses pembelajaran

(1) Kemampuan menyusun rencana pembelajaran

(a)Kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran dan

indikator

(b)Kemampuan menganalisis materi pembelajaran

(c)Kemampuan merancang pengalaman belajar yang

mengaktifkan siswa

(d)Kemampuan menyusun alokasi waktu media dan

sumber belajar yang relevan

(2) Kemampuan melakukan proses pembelajaran

(a)Kemampuan melakukan kegiatan pra pembelajaran

(b)Kemampuan membuka pembelajaran

(c)Kemampuan melaksanakan kegiatan inti

pembelajaran

(43)

b) Penampilan personal dan sosial

c) Laporan akhir

(1) Kelengkapan isi

(2) Sistematika penulisan laporan

(3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar

3) Penilai

a) Guru Pamong

Menilai komponen pembelajaran, komponen

tugas-tugas lain, serta penampilan personal dan sosial mahasiswa

FKIP yang sedang ber-PPL II.

b) Dosen Pembimbing

Menilai komponen praktik pembelajaran di sekolah

(minimal 1 kali), aspek personal dan sosial, laporan akhir/

pertanggungjawaban, dan menguji serta menentukan nilai

final.

4) Rentang Nilai

Rentang nilai yang dipakai adalah 0-10, dengan predikat

sebagai brikut:

(44)

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoritik sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka

dalam penelitian ini mengajukan anggapan dasar atau kerangka pemikiran

sebagai berikut:

1. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Nilai PPL II

Jika seorang guru saat mengajar di depan kelas memiliki kecerdasan

emosional tentunya akan memberikan dampak yang baik saat tampil di

depan kelas. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk

mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk

membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan

mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu

perkembangan emosi dan intelektualnya.

Jadi, kecerdasan emosional mempunyai peranan penting dalam

memperoleh nilai PPL II. Apabila Mahasiswa FKIP yang sedang ber-PPL

dapat menguasai diri dan emosi, dampaknya mahasiswa FKIP memperoleh

nilai PPL II yang baik.

2. Hubungan antara Kecemasan Berbicara dengan Nilai PPL II

Kecemasan berbicara adalah ketidaknyamanan yang dialami seorang

individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut pada saat

berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta didiknya. Hal ini

akan ditandai dengan reaksi dari fisik dan psikologis individu tersebut.

Dalam memperoleh nilai PPL II kepercayaan diri sangatlah penting saat

(45)

saat tampil tidak percaya diri maka akan tampak jelas kecemasan berbicara

dari mahasiswa FKIP yang sedang ber-PPL II. Apabila Mahasiswa FKIP

yang sedang ber-PPL cemas dalam berbicara di depan kelas, dampaknya

pelaksanaan pembelajaran tidak berjalan dengan baik, begitu juga

sebaliknya.

3. Hubungan antara nilai PPL I dengan Nilai PPL II

Program Pengalaman Lapangan I atau biasa disebut Pengajaran

Mikro (Micro Teaching) merupakan kuliah dimana para mahasiswa calon guru untuk pertama kalinya secara terstruktur belajar mengelola

pembelajaran.

Latihan pengajaran tersebut melibatkan rekan-rekannya (mahasiswa)

yang berperan sebagai murid sekolah dalam jumlah yang terbatas. Nilai

yang diperoleh PPL I ini juga sangat mendukung nilai PPL II, karena PPL

I adalah salah satu mata kuliah prasyarat yang terpenting untuk dapat

melanjutkan ke PPL II.

Oleh karena itu, nilai yang di dapat pada saat ber-PPL I tentunya

sangat mempengaruhi nilai PPL II. Mahasiswa FKIP yang mendapatkan

nilai yang baik pada saat ber-PPL I akan dijadikan bekal saat memperoleh

nlai PPL II, apakah nilai yang diperoleh dapat melanjutkan ke PPL II atau

tidak, apakah PPL II berjalan dengan baik setelah mendapatkan

pembelajaran pada saat mata kuliah PPL I, dan apakah nilai PPL II yang

(46)

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang mendasari variabel penelitian ini dan

kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan nilai PPL II

mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata

Dharma.

2. Ada hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan nilai PPL II

mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata

Dharma.

3. Ada hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II mahasiswa

(47)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Emzir (2009: 29) jenis penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif, yang menggunakan asumsi filosofis tuntutan pengetahuan

postpositivisme, yang akan menggunakan strategi penelitian survei dan

eksperimen. Penelitian kuantitatif menggunakan metode pertanyaan tertutup,

pendekatannya ditentukan sebelumnya, dan datanya termasuk data numerik.

Ditinjau dari pendekatannya, penelitian ini termasuk jenis penelitian survei

dengan teknik korelasional untuk mempelajari hubungan antara kecerdasan

emosional, kecemasan berbicara, dan nilai PPL I dengan nilai PPL II.

Penelitian survei dilakukan untuk mengambil generalisasi yang berlaku

umum bagi populasi. Penelitian survei dalam penelitian ini dipakai untuk

tujuan deskriptif, yaitu menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya.

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka metode dan jenis

penelitian ini menggunakan penelitian Ex Post Facto atau pengukuran sesudah kejadian dan deskripsi korelasional atau untuk mengetahui ada

tidaknya hubungan suatu variabel dengan variabel yang lain (Tatang 1986:

90).

Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana

variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada suatu

(48)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Program Studi Pendidikan

Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2012.

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh obyek atau subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 117). Populasi penelitian

ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

angkatan 2007 dan angkatan 2008 yang masih aktif dan telah melaksanakan

PPL II.

D. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa

(49)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah nilai PPL II berdasarkan pengelolaan

kecerdasan emosional mahasiswa, kecemasan berbicara mahasiswa, dan

nilai PPL I sebagai salah satu mata kuliah prasyarat PPL II mahasiswa

Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

E. Definisi Operasional Variabel

Variable dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk

mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk

membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan

mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu

perkembangan emosi dan intelektualnya. Untuk mengukur tingkat

kecerdasan emosional didasarkan pada dimensi-dimensinya yang

mencakup mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,

mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan baik dengan orang

lain (Kris Suminar, 2009: 34).

Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

sejumlah indikator. Setiap indikator dikembangkan dalam bentuk

pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasional dari variabel

(50)

Tabel 3.1

Operasionalisasi variabel Kecerdasan Emosional

(51)

 Memiliki semangat

leadership

 Kolaborasi dan kooperasi

 Ada kemampuan untuk membangun tim

22

23 24

Masing-masing pertanyaan diukur berdasarkan skala Likert dengan 4

(empat) opsi jawaban. Berikut ini disajikan skala pengukurannya:

No Keterangan Skor untuk Pernyataan Positif Negatif

Kecemasan berbicara adalah ketidaknyamanan yang dialami seorang

individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut pada saat

berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta didiknya. Untuk

mengukur kecemasan berbicara menggunakan skala kecemasan berbicara

di depan umum yang dirujuk dari Andina Prilajeng Nugraheni (2010: 26)

dengan berdasarkan pada komponen-komponen kecemasan berbicara di

depan umum yang dikemukakan oleh Rogers (2004), meliputi komponen

fisik, komponen proses mental, dan komponen emosional.

Masing-masing skala tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

sejumlah indikator. Setiap indikator dikembangkan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan. Berikut ini disajikan tabel operasional dari variabel

(52)

Tabel 3.2

Operasionalisasi variabel Kecemasan Berbicara

No Dimensi Indikator Pernyataan Positif Negatif

Komponen proses mental 19, 20, 34 Masing-masing pernyataan diukur berdasarkan skala Likert dengan 4

(empat) opsi jawaban. Berikut ini disajikan skala pengukurannya:

No Keterangan Skor untuk Pernyataan Positif Negatif 1 Sangat Setuju (SS) 4 1

2 Setuju (S) 3 2

3 Tidak Setuju (TS) 2 3 4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

3. Variabel Nilai Program Pengalaman Lapangan I

Variabel ketiga yaitu Nilai PPL I atau Pengajaran Mikro dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan data dokumentasi nilai PPL I

mahasiswa sebagai objek penelitian dan pembanding nilai PPL II. Dalam

pemberian skor dalam variabel ini berdasarkan nilai akhir keberhasilan

belajar mahasiswa mata kuliah PPL I dinyatakan dalam huruf mutu adalah

(53)

Huruf Mutu Arti Nilai Mutu A Sangat Baik 4

B Baik 3

C Cukup 2

D Kurang 1

4. Variabel Nilai PPL II

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu nilai PPL II diukur

berdasarkan data dokumentasi nilai PPL II. Nilai tersebut sebagai objek

penelitian dan pembanding nilai PPL I. Dalam pemberian skor dalam

variabel ini berdasarkan nilai akhir keberhasilan belajar mahasiswa mata

kuliah PPL II dinyatakan dalam huruf mutu adalah sebagai berikut:

Huruf Mutu Arti Nilai Mutu A Sangat Baik 4

B Baik 3

C Cukup 2

D Kurang 1

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner (Angket)

Sugiyono (2010: 199) mengemukakan bahwa kuesioner atau angket

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya. Kuesioner bersifat kooperatif artinya responden diharapkan

bekerja sama dalam menyisihkan waktu dan menjawab pertanyaan secara

tertulis dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Variabel yang akan

diteliti menggunakan angket atau kuesionar adalah kecerdasan emosional

(54)

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku,

majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan

sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1997: 135). Dokumentasi digunakan

untuk memperoleh data tentang nilai PPL I dan nilai PPL II yang diperoleh

mahasiswa yang telah melaksanakan PPL II. Dokumentasi ini sebagai

gambaran perbandingan antara nilai PPL I dengan PPL II.

G. Teknik Pengujian Instrumen

Variabel pertama dan kedua yaitu kecerdasan emosional dan kecemasan

berbicara dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan angket atau

kuesioner, bentuk angket yang digunakan adalah jenis angket tertutup,

dimana item pernyataan disertai dengan kemungkinan jawaban sehingga

respoden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan dan angket

langsung diberikan kepada responden untuk diisi selanjutnya setelah angket

diisi langsung diserahkan kembali kepada peneliti.

Sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih

dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh instrumen yang valid dan reliabel:

1. Uji Validitas

Arikunto (2010: 212-213) mengemukakan bahwa validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

(55)

mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi

rendahnya suatu instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul

tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Untuk mengukur validitas digunakan rumus korelasi product moment yaitu:

r = koefisien korelasi setiap butir dengan skor total

x = skor butir pertanyaan

y = skor total uji coba

N = jumlah subyek/ responden

∑X = jumlah skor butir dari kuesioner

∑Y = jumlah skor total

∑XY = jumlah hasil perkalian dari skor butir dan skor total

∑X2

= jumlah hasil kuadrat dari jumlah skor butir

∑Y2

= jumlah hasil kuadrat dari jumlah butir sampel uji coba

Arikunto (2010: 213-214) mengemukakan bahwa harga

menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan.

Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu:

a. Ada tidaknya korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat

di belakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat

angka dibelakang koma, misalnya 0,0002; maka dapat dianggap

bahwa antara variabel X dengan variabel Y tidak terjadi korelasi,

(56)

b. Arah korelasi, yaitu arah yang menunjukkan kesejajaran antara nilai

variabel X dengan nilai variabel Y. arah dari korelasi ini ditunjukan

oleh tanda hitung yang ada di depan indeks. Jika tandanya plus (+),

maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau minus (-) maka arah

korelasinya negatif.

c. Besarnya korelasi, yaitu besarnya angka menunjukkan kuat dan

tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang

diukur korelasinya. Dalam hal menentukan besarnya korelasi ini tidak

perlu memperhatikan tanda hitung yang terdapat di depan indeks.

Oleh karena adanya makna positif dan negatif juga diartikan sebagai

besaran dalam garis bilangan dengan tanda (-) dan (+).

Koefisien korelasi yang diperoleh dari perhitungan menunjukkan

tinggi rendahnya tingkat validitas instrumen yang diukur. Untuk

menentukan kesahihan setiap item ditentukan derajat kebebasan (dk) =

N-2 dengan taraf signifikansi 5%. Jika rhitung > rtabel, maka kuesioner dikatakan valid dan jika rhitung < rtabel, maka dikatakan tidak valid.

Pelaksanaan uji coba ini dilakukan pada mahasiswa sebanyak 60

orang. Dari hasil uji coba diketahui derajat kebebasan sebesar 58 (60-2),

dan diperoleh rtabel sebesar 0.254 dengan taraf signifikansi 5%.

Berdasarkan pernyataan di atas hasil uji coba validitas butir-butir

(57)

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional No. r Hitung r Tabel Keterangan

1 0.287 0.254 Valid

2 0.517 0.254 Valid

3 0.357 0.254 Valid

4 0.489 0.254 Valid

5 0.270 0.254 Valid

6 0.463 0.254 Valid

7 0.496 0.254 Valid

8 0.549 0.254 Valid

9 0.341 0.254 Valid

10 0.487 0.254 Valid

11 0.591 0.254 Valid

12 0.376 0.254 Valid

13 0.594 0.254 Valid

14 0.468 0.254 Valid

15 0.627 0.254 Valid

16 0.281 0.254 Valid

17 0.570 0.254 Valid

18 0.554 0.254 Valid

19 0.367 0.254 Valid

20 0.553 0.254 Valid

21 0.365 0.254 Valid

22 0.519 0.254 Valid

23 0.644 0.254 Valid

(58)

Dari hasil uji validitas variabel kecerdasan emosional di atas

menunjukkan seluruh instrumen dikatakan valid karena rhitung> rtabel. Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Variabel Kecemasan Berbicara No. r Hitung r Tabel Keterangan

1 0.537 0.254 Valid

2 0.545 0.254 Valid

3 0.471 0.254 Valid

4 0.595 0.254 Valid

5 0.275 0.254 Valid

6 0.515 0.254 Valid

7 0.448 0.254 Valid

8 0.501 0.254 Valid

9 0.469 0.254 Valid

10 0.550 0.254 Valid

11 0.569 0.254 Valid

12 0.463 0.254 Valid

13 0.503 0.254 Valid

14 0.426 0.254 Valid

15 0.562 0.254 Valid

16 0.416 0.254 Valid

17 0.565 0.254 Valid

18 0.589 0.254 Valid

19 0.444 0.254 Valid

20 0.269 0.254 Valid

(59)

No. r Hitung r Tabel Keterangan

menunjukkan seluruh instrumen dikatakan valid karena rhitung> rtabel.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi

Arikunto, 1997: 154), yaitu sebagai berikut dimasukkan ke rumus Alpha:

(60)

Keterangan:

Butir soal dikatakan reliabel jika Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0.6 dan tidak reliabel jika Cronbach’s Alpha lebih kecil dari 0.6 (Haryadi Sarjono & Winda Julianita, 2011: 45). Berikut ini hasil dari pengujian

Standardized Items N of Items

0.881 0884 24

Dengan melihat tabel Reliability Statistics variabel kecerdasan emosional, diketahui nilai Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0.881 dan jumlah item pertanyaan adalah 24, dengan demikian dapat diambil

kesimpulan bahwa kuesioner tersebut reliabel karena 0.881 > 0.60.

Tabel 3.6

Standardized Items N of Items

(61)

Dengan melihat tabel Reliability Statistics variabel kecemasan berbicara, diketahui nilai Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0.919 dan jumlah item pertanyaan adalah 34, dengan demikian dapat diambil

kesimpulan bahwa kuesioner tersebut reliabel karena 0.919 > 0.60.

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Data hasil observasi dianalisis dengan menggunakan analisis

deskriptif, yaitu data yang didapat dengan cara pemaparan (deskripsi) data/

informasi tentang suatu gejala yang diamati dalam hubungan kecerdasan

emosional dengan pelaksanaan PPL II, Kecemasan Berbicara dengan

Pelaksanaan PPL II, nilai PPL I dengan Pelaksanaan PPL II.

2. Pengujian Hipotesis

Analisa data yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik

dengan menggunakan analisis korelasi Spearman Rank. Korelasi

Spearman Rank digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis hubungan bila masing-masing variabel yang

dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus

sama (Sugiyono, 2010: 356).

Korelasi Spearman Rank digunakan untuk pengukuran data ordinal dan data tidak harus berdistribusi normal. Rumus yang digunakan:

Gambar

Tabel 3.1 Operasionalisasi variabel Kecerdasan Emosional
Tabel 3.2 Operasionalisasi variabel Kecemasan Berbicara
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kecemasan Berbicara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated..

Loand to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang menunjukan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debitur dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun

Oleh sebab itu, berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuatkan aplikasi yang dapat membantu pihak puskesmas dalam mengelola data pasien yang penulis

Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuzliati, Nurkila dan Karimah yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara

Kemudian dilakukan 2) uji hipotesis dengan menggunakan data posttest yaitu untuk melihat efektif tidaknya pembelajaran matematika dengan metode guided inquiry dan keefektifan

Nusantara bukanlah bahan ajar biasa artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori,

Median dalam hal ini adalah nilai tengah dari data nilai rata-rata hasil prestasi belajar siswa kelas X-G pada mata pelajaran Al- Qur’an dan Hadits Madrasah Aliyah

Pulau Pramuka saat ini memiliki potensi sebagai tujuan wisata, selain sebagai ibu kota kabupaten, Pulau Pramuka memiliki banyak tempat kegiatan yang dapat dikembangkan