i
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL,
KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I
DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AKUNTANSI
(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh :
NOVITA SARI
NIM: 081334030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Debata Jahowa Tuhanta Jesus K ristus
St . A. Nainggolan (+) / St . D. Br Siant ur i (alm. Amang dohot inang)
Kakak tersayang,
Regina br. Nainggolan, Mei br. Nainggolan, Aretha br. Nainggolan
Adikku ter sayang Ber kat Nainggolan
Keponakanku t ercint a
Hasianna, Mordekhai, Alm. Samuel, Christ ian, Sabrina, Cilla
v
MOTTO
“Hiduplah sebagai anak- anak yang taat dan jangan tur ut i hawa nafsu yang
menguasai kamu pada waktu kebodohanmu”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 November 2012
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Novita Sari
NIM : 081334030
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 13 November 2012
Yang menyatakan
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih yang telah
melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul, “hubungan antara kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan nilai
PPL I dengan Nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung memberikan kritik dan saran yang positif, sehingga
membantu memperlancar terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;
2. Bapak Indra Darmawan, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta;
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta;
4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
Pembimbing yang dengan sabar telah banyak meluangkan waktu dalam
memberikan bimbingan, memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan
ix
5. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah
menguji penulis dalam saat ujian sarjana dan memberikan pengarahan serta
masukan positif bagi skripsi ini;
6. Bapak Agustinus Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Penguji yang
telah menguji penulis dalam saat ujian sarjana dan memberikan pengarahan
serta masukan positif bagi skripsi ini;
7. Staf pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan
tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan;
8. Seluruh mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2008 yang juga telah
memberi masukan selama proses diskusi dalam mata kuliah Seminar
Penelitian dan kerjasama yang baik selama ini;
9. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah
membantu kelancaran proses belajar selama ini;
10. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2007 dan 2008
sebagai subjek penelitian;
11. Sahabat-sahabatku terkasih: Sharon, Septi, Vania, Tri, Nea, Siska, Riris,
Ogut, Nina, Elliya, Ubad, Ayit, Priska, Ester, Isah, Eyi, dan Windru terima
kasih atas dukungan dan doanya;
12. Ito, kakak, adik, dan pariban Nainggolan se-Yogyakarta, terima kasih atas
kebersamaan, dukungan, dan doanya;
13. Saudara-saudaraku tercinta: tante Poltak, bang Poltak, Retha, Butet, kak
Shara, eda Linda, ito Rhio, bang Hasian, bang Alex, terima kasih untuk
x
14. Orang tuaku, kakak-kakak, dan adikku yang tiada henti memberikan
dukungan serta doa selama proses pengerjaan skripsi ini.
15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang bersangkutan
dalam penyusunan skripsi ini;
Yogyakarta, November 2012
Penulis,
xi
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL, KECEMASAN BERBICARA, DAN NILAI PPL I DENGAN NILAI PPL II MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
(Survei Pada Mahasiswa PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi)
Novita Sari
Universitas Sanata Dharma 2012
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara: 1) kecerdasan emosional dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, 2) kecemasan berbicara dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, dan 3) nilai PPL I dengan nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi.
Penelitian ini merupakan penelitian Ex-Post Facto. Subjek penelitian yaitu mahasiswa Pogram Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2007 dan 2008 yang masih aktif dan telah melaksanakan Program Pengalaman Lapangan II (PPL II) yang berjumlah 60 orang mahasiswa. Metode pengumpulan data dengan metode kuesioner dan dokumentasi. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan
Product Moment dari Pearson, sedangkan uji reliabilitas dengan menggunakan
Cronbach’s Alpha. Teknik analisis data dengan menggunakan Spearman Rank
dengan tingkat signifikansi hasilanalisis ditentukan sebesar 5%.
xii
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN THE EMOTIONAL INTELLIGENCE, THE ANXIETY OF SPEAKING, THE MICRO TEACHING SCORE, AND
THE TEACHING ACTIVITIES IN THE CLASSROOM SCORE OF ACCOUNTING EDUCATION PROGRAM STUDENTS
A Survey of the Teaching Activities in the Classroom at Accounting Education Program Students
Novita Sari
Sanata Dharma University 2012
The purposes of this research are to know the correlation between: 1) the emotional intelligence and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students, 2) the anxiety of speaking and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students, 3) the micro teaching score and the teaching activities score in the classroom of Accounting Education Program Students.
This research is an Ex-Post Facto type. The subjects of this research were 60 students of Accounting Education Program, Majoring in Social Sciences, Sanata Dharma University Yogyakarta 2007 and 2008 batch who are active students and have already taken the teaching activities in the classroom of Accounting Education Program Students. The methods of collecting the data were questionnaire and documentation. To examine the validity of data applied Product Moment, and to examine the reliability some of data applied Cronbach’s Alpha. The technique of data analysis is Spearman Rank with the signification degrees about 5%.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
xiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Landasan Teori ... 9
1. Kecerdasan Emosional ... 9
2. Kecemasan Berbicara ... 12
3. Pengajaran Mikro/ PPL I ... 17
4. Program Pengalaman Lapangan II ... 20
B. Kerangka Berpikir ... 27
C. Hipotesis ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
C. Populasi Penelitian ... 31
D. Subyek dan Obyek Penelitian ... 31
E. Definisi Operasional Variabel ... 32
F. Teknik Pengumpulan Data ... 36
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 37
H. Teknik Analisis Data ... 44
BAB IV GAMBARAN UMUM ... 48
A. Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ... 48
B. Visi dan Misi FKIP ... 50
C. Deskripsi Program Studi Pendidikan Akuntansi ... 50
D. Visi, Misi, dan Sasaran Program Studi Pendidikan Akuntansi .... 51
xv
F. Sarana dan Prasarana ... 54
G. Kemahasiswaan ... 54
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 56
A. Deskripsi Data ... 56
B. Analisis Data ... 60
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Keterbatasan Penelitian ... 72
C. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 33
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kecemasan Berbicara ... 35
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 40
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Kecemasan Berbicara ... 41
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 43
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecemasan Berbicara ... 43
Tabel 5.1 Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosional ... 56
Tabel 5.2 Deskripsi Data Variabel Kecemasan Berbicara ... 57
Tabel 5.3 Deskripsi Data Variabel Nilai PPL I ... 58
Tabel 5.4 Deskripsi Data Variabel Nilai PPL II ... 59
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 79
Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 87
Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 94
Lampiran 4 Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 99
Lampiran 5 Uji Hipotesis ... 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, situasi dan
kondisi kehidupan manusia yang semakin kompleks, serta derasnya arus
informasi dan globalisasi merupakan tantangan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia yang sedang berkembang dan
memacu pembangunan di segala bidang, tidak dapat menghindar dari
berbagai tantangan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan manusia-manusia
yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Manusia ini harus
dapat dikembangkan agar dapat menghadapi tantangan jaman. Salah satu
wadah yang berfungsi sebagai pengembangan sumber manusia yang bermutu
tinggi adalah pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun luar sekolah.
Sedangkan yang dikembangkan dalam proses pendidikan ini adalah
kemampuan untuk mengembangkan orang lain.
Orang yang tepat dan penting dalam usaha mengembangkan orang lain
adalah guru. Adimassana (2007: 6) mengemukakan guru adalah pendidik di
lingkungan sekolah. Jadi guru adalah orang yang mempunyai tugas bukan
hanya untuk mengajarkan ilmu, melainkan juga untuk membimbing atau
utuh atau manusia yang dewasa susila, yakni dewasa (matang/ mantap) dalam
semua aspek kepribadian dan aspek kesusilaan (moral). Maka, guru sangat
berperan dalam pengembangan sumber daya manusia. Sepanjang masa, guru
tetap merupakan seseorang yang memiliki andil besar dalam dunia
pendidikan. Sebagai guru tanggung jawab yang paling besar adalah mendidik
peserta didiknya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan. Tidak cukup
hanya belajar mengajar tapi harus mengembangkan potensi-potensi yang ada
supaya tahap-tahap perkembangan yang ada pada dirinya dapat atau mampu
mereka lewati dengan baik dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.
Pilihan pendidikan yang harus ditempuh untuk menjadi seorang guru
salah satunya adalah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Adimassana mengungkapkan bahwa mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) adalah calon-calon guru/ pendidik, maka mereka
selayaknya mendapatkan bekal ilmu dan kompetensi yang memenuhi standar
bagi seorang guru/ pendidik (2007: 6).
Dalam membentuk seorang guru, ada dua program yang dilalui
mahasiswa FKIP saat menempuh pendidikan, yaitu mahasiswa FKIP harus
mengikuti Program Pengalaman Lapangan I (PPL I) atau pengajaran mikro
dan Program Pengalaman Lapangan II (PPL II). Mata kuliah PPL I atau
pengajaran mikro dan PPL II, mensyaratkan mahasiswa FKIP menuntaskan
beberapa mata kuliah sebagai prasyarat PPL I dan PPL II dengan nilai
minimal C. Mata kuliah tersebut diantaranya adalah mata kuliah pengantar
dan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan lain-lain. Program Pengalaman
Lapangan II (PPL II) menuntut seorang mahasiswa FKIP mempraktikkan
langsung kemampuan mengajarnya di depan peserta didik.
Dalam pelaksanaan PPL II yang berperan penting dalam penilaian PPL
II adalah guru pamong di sekolah dan dosen pembimbing. Sarkim (2007: 17)
menyatakan bahwa guru pamong sebagai penilai harus menilai beberapa
komponen diantaranya, komponen pembelajaran, komponen tugas-tugas lain,
serta penampilan personal dan sosial mahasiswa FKIP. Sedangkan dosen
pembimbing sebagai penilai harus menilai beberapa komponen diantaranya,
menilai komponen praktik pembelajaran di sekolah (minimal 1 kali), aspek
personal dan sosial mahasiswa, laporan akhir/ pertanggungjawaban, dan
menguji serta menentukan nilai final mahasiswa FKIP.
Dalam mencapai nilai PPL II juga tidak hanya dilihat dari kemampuan
kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri
sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Kemampuan tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan emotional intelligence atau kecerdasan emosional.
Penguasaan kecerdasan emosi mahasiswa FKIP dapat mempengaruhi
kemampuan berbicara saat tampil di depan kelas. Apabila kemampuan
berbicaranya baik dan dapat membuat peserta didiknya paham atas materi
yang dibahas, maka pengelolaan emosi mahasiswa FKIP sudah tercapai
dengan baik. Sebaliknya, pengelolaan emosinya kurang baik maka akan
tidak berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, beberapa prasyarat mata
kuliah yang harus dituntaskan sebelum melaksanakan PPL II, seharusnya
dapat menjadi patokan apakah mahasiswa FKIP sudah layak melaksanakan
PPL II atau tidak.
Ketuntasan mata kuliah prasyarat dan nilai yang dicapai dalam kategori
baik seharusnya dapat menjamin pelaksanaan PPL juga baik, terutama untuk
mencapai nilai PPL II. Dalam pelaksanaan PPL II ini dapat ditemukan
masalah-masalah yang nyata dari sebuah sistem pembelajaran. Hasil PPL II
sangat menentukan apakah mahasiswa FKIP pantas menjadi seorang guru
atau tidak. Nilai dari mata kuliah prasyarat tersebut juga mempengaruhi
kesiapan mahasiswa FKIP untuk dapat terjun langsung ke lapangan.
Kemungkinan pertanyaan yang timbul adalah, ”Jika nilai yang diperoleh baik, apakah nilai PPL II juga baik?”.
Pada kenyataannya, mahasiswa FKIP yang lulus dari beberapa mata
kuliah prasyarat dengan nilai yang “baik”, saat tampil di depan kelas tidak
sebaik saat mempelajari teori dari mata kuliah prasyarat. Jadi teori dengan
praktiknya sangat jauh berbeda. Masalah yang timbul tersebut tentunya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut misalnya, kurangnya
kesiapan diri (mental) maupun materi dari mahasiswa FKIP, adanya
ketakutan saat tampil di depan kelas, adanya rasa cemas hingga menimbulkan
rasa ketidaknyamanan dan tidak percaya diri, dan yang lebih kompleks adalah
Apabila mahasiswa FKIP memiliki kemampuan mengelola emosinya
dengan baik, maka faktor penghambat yang tingkatnya lebih rendah dapat
dikendalikan. Oleh karena itu, pengelolaan kecerdasan emosional sangat
berperan penting dalam pelaksanaan pembelajaran PPL II.
Dari faktor-faktor penghambat memperoleh nilai PPL II tersebut,
membuat orang mulai sadar bahwa saat ini tidak hanya kemampuan kerja
yang sempurna saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi
diperlukan sejenis keterampilan lain untuk menjadi yang terdepan yaitu
kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang dikelola dengan baik
dapat mengurangi kecemasan berbicara di depan kelas serta menambah
kepercayaan diri dari mahasiswa FKIP saat melaksanakan PPL II.
Maka berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional,
Kecemasan Berbicara, dan Nilai PPL I dengan Nilai PPL II Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma”.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada mahasiswa yang sudah melaksanakan
PPL II Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
B. Batasan Masalah
Penelitian ini memfokuskan perhatian pada kecerdasan emosional, kecemasan
berbicara, dan nilai PPL I dengan pelaksanaan PPL II mahasiswa Program
Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan nilai
PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
Sanata Dharma?
2. Apakah ada hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan nilai
PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
Sanata Dharma?
3. Apakah ada hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II
mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata
Dharma?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan
nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
Sanata Dharma.
2. Untuk mengetahui hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan
nilai PPL II mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas
3. Untuk mengetahui hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II
mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata
Dharma.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
terutama psikologi pendidikan.
b. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut terutama tentang variabel-variabel
yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan
nilai PPL I.
2. Manfaat Aplikatif
a. Dosen
Sebagai bahan informasi dalam upaya mempersiapkan psikis
mahasiswa saat pelaksanaan PPL II.
b. Orang Tua Mahasiswa
Diharapkan orang tua dapat lebih meningkatkan dukungan dan
c. Penulis Lain
Sebagai tambahan referensi lain serta tambahan pengetahuan tentang
hubungan kecerdasan emosional, kecemasan berbicara, dan nilai PPL I
dengan nilai PPL II.
d. Bagi Universitas Sanata Dharma
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya literatur untuk
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
Menurut Howard Gardner dalam Uji Utami (2009: 5)
menyatakan kecerdasan adalah suatu kemampuan memecahkan
masalah, kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk
dipecahkan dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau
menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan
masyarakat.
Menurut Goleman (2007: 411), emosi adalah suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Selain itu emosi dalam
kamus psikologi dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang
dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang didasari, yang
mendalami sifat-sifat dan perilaku.
Salovey dan Mayer dalam Goleman (2005: 30) mendefinisikan
kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, memilah-milahnya dan menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Jadi
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektualnya.
b. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional memiliki beberapa komponen yang dapat
dijadikan pedoman dalam mencapai kesuksesan,
komponen-komponen tersebut adalah (Salovey dalam Goleman, 1999: 58):
1) Kesadaran Diri/ Mengenali Emosi Diri
Yaitu kemampuan untuk mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2) Mengelola Emosi/ Pengaturan Diri
Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan merasa tidak cepat puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3) Motivasi
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Perhatian yang larut ke dalam emosi, bereaksi secara berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Kesadaran diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi diri bahkan di tengah badai emosi.
4) Mengenali Emosi Orang Lain/ Empati
Merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
5) Keterampilan Sosial/ Membina Hubungan
keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
c. Lima Langkah Penting untuk Melatih Emosi menurut Gottman dan
Joan Declaire (1997: 67-114):
1) Menyadari emosi-emosi anak
Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 73) memperlihatkan bahwa agar orang tua (guru/ pendidik) merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak (peserta didik) mereka, mereka harus menyadari emosi-emosi yang dimiliki dalam diri mereka sendiri dan kemudian dalam diri anak-anak (peserta didik) mereka.
Penelitian Gottman dan Joan Declaire (1997: 74) memperlihatkan bahwa orang dapat sadar secara emosional, dan dengan demikian siap menjadi pelatih emosi tanpa bersikap sangat ekspresif, tanpa merasa seolah-olah mereka kehilangan kendali.
Kesadaran emosional hanyalah berarti Anda mengenali kapan Anda merasakan suatu emosi, Anda dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan Anda, dan Anda peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri orang lain.
2) Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 94) pengalaman-pengalaman negatif yang dialami oleh seseorang dapat berguna bagi kita sebagai peluang yang baik sekali untuk berempati. Seorang anak paling membutuhkan orang tuanya ketika ia sedang sedih, marah, atau takut.
Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah merupakan sesuatu yang membuat kita “merasa paling jelas sebagai orang tua”. Dengan mengakui emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi mereka seumur hidup. 3) Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak
Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 95) mengungkapkan bahwa setelah kita melihat bahwa situasi merupakan suatu kesempatan untuk menjalin keakraban dan mengajarkan pemecahan masalah, maka kita telah siap untuk langkah yang paling penting dalam melatih emosi yaitu mendengarkan dengan empati.
emosi-emosi anak. Para pendengar menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi tersebut dari titik pandang anak. Mereka merumuskan kata-kata untuk merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan bukan dengan cara mengecam. 4) Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata
Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 102) membahas tentang emosi sewaktu kita sedang mengalaminya, mengaktifkan belahan otak kiri yang merupakan pusat bahasa dan penalaran. Para orang tua (pendidik/ guru) haruslah membantu anak-anak (siswa) menemukan kata-kata untuk melukiskan apa yang sedang mereka rasakan. Ini berarti bukan memberitahu anak bagaimana yang seharusnya mereka merasa. Tetapi membantu anak menyusun kosakata yang dapat mereka gunakan untuk mengungkapkan emosi mereka.
5) Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah
Dalam Gottman dan Joan Declaire (1997: 102) mengemukakan bahwa anak harus didorong untuk memilih salah satu pilihan dan mencobanya. Bila anak sudah mendapatkan keputusannya, bantulah anak untuk menyusun rencana konkret untuk menindaklanjutinya. Apabila anak memilih suatu pemecahan masalah dan itu gagal, bantulah anak untuk menganalisis mengapa hal tersebut gagal.
Kemudian pendidik dapat mulai memecahkan persoalan itu dengan cara yang baru. Ini mengajarkan kepada anak bahwa membuang salah satu ide bukanlah berarti ide itu gagal total. Tunjukkanlah bahwa setiap penyesuaian mendorong mereka semakin mendekati akhir yang sukses.
2. Kecemasan Berbicara
a. Pengertian Kecemasan Berbicara
Dalam kamus istilah psikologi mendefinisikan kecemasan
sebagai perasaan campuran yang berisi ketakutan dan keprihatinan
mengenai rasa-rasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan
tersebut.
Menurut Opt dan Loffredo dalam Astrid (2009: 13) juga
“anxiety of speaking”. Jadi kecemasan berbicara di depan umum merupakan bentuk dari perasaan takut atau cemas secara nyata ketika
sedang berbicara di depan orang-orang sebagai hasil proses belajar
sosial.
Dalam suatu kesempatan kita dapat berbicara dengan orang
dalam keadaan informal, seperti obrolan ringan, bertukar informasi,
mengeluarkan pendapat, bertanya sesuatu hal, dan sebagainya. Namun
pada kesempatan yang berbeda atau di lain waktu kita diharuskan
untuk berbicara di hadapan begitu banyak orang dalam suatu keadaan
yang formal. Terkadang hal tersebut dapat membuat kita menjadi
cemas atau gugup, hingga membuat jantung kita terasa berdegup
begitu kencang, tangan berkeringat, dan membuat konsentrasi menjadi
buyar hingga hal yang ingin dibicarakan terasa hilang dari pikiran.
(http://alzenapresent.blogspot.com/2009/12/mengatasi-kecemasan-berbicara-di-depan.html)
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan berbicara di depan umum (dalam konteks mengajar berarti
berbicara di depan kelas) adalah ketidaknyamanan yang dialami
seorang individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut
pada saat berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta
didiknya. Hal ini akan ditandai dengan reaksi dari fisik dan psikologis
b. Sebab-Sebab Kecemasan Berbicara
1) Penyebab kecemasan berbicara pada individu menurut Ramaiah
dalam Uji Utami (2009: 12), adalah:
a) Lingkungan mempengaruhi cara berfikir dalam arti bahwa cara berfikir dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh dari lingkungan keluarga, sahabat, rekan sekerja, terutama pengalaman yang berkenaan rasa tidak aman terhadap lingkungan.
b) Emosi yang ditekan, yaitu kecemasan bisa terjadi karena tidak mampu menemukan jalur keluar dalam hubungan interpersonal, terutama jika menekan rasa marah atau frustasi jangka waktu lama.
c) Sebab-sebab fisik sebagai interaksi antara pikiran dan tubuh bisa menimbulkan kecemasan, misalnya pada kehamilan, semasa remaja, menghadapi ujian dan waktu pulih dari suatu penyakit.
d) Keturunan, yaitu kecemasan seseorang bisa timbul dalam keluarga yang sering mengalami kecemasan, walaupun keterikatan antara kecemasan seseorang dengan keadaan keluarga tidak meyakinkan.
2) Beberapa hal yang menyebabkan seseorang merasa cemas
(http://ruangpsikologi.com/regulasi-emosi-untuk-mengurangi-kecemasan-berbicara-di-depan-umum):
Hal lain yang menyebabkan seseorang merasa cemas seperti
misalnya seseorang memiliki ekspektasi (harapan) yang tinggi
terhadap apa yang harus ia dapatkan setelah presentasi. Seseorang
tersebut ingin presentasinya sukses, semua berjalan sesuai dengan
rencana, atau dapat membuat semua audiens kagum dengan apa
yang ia bicarakan. Selain itu, pengalaman masa lalu dimana
dan kritikan dari orang lain dapat mempengaruhi kecemasan
seseorang saat melakukan prensentasi saat ini.
c. Komponen Kecemasan Berbicara
Komponen kecemasan berbicara dibagi menjadi tiga menurut Rogers
dalam Astrid (2009: 14), yaitu:
1) Komponen fisik, yang biasanya dirasakan jauh sebelum memulai pembicaraan. Gejala fisik tersebut dapat berbeda setiap orangnya. Beberapa contoh gejala fisik yang dimaksud adalah detak jantung yang semakin cepat, suara yang bergetar, kaki yang gemetar, kejang perut, sulit untuk bernafas, dan hidung sampai berlendir. 2) Komponen proses mental, misalnya: sering mengulang kata atau
kalimat saat mengajar, hilang ingatan secara tiba-tiba saat akan menjelaskan materi, dan melupakan hal-hal penting yang seharusnya disampaikan.
3) Komponen emosional, yang termasuk dalam komponen emosional adalah adanya rasa tidak mampu dalam diri individu, rasa takut yang muncul sebelum tampil dan rasa kehilangan kendali. Biasanya karena hal-hal tersebut mendadak muncul rasa tidak berdaya untuk tampil di depan umum.
Jadi, kecemasan berbicara terdiri dari tiga komponen yakni komponen
fisik, proses mental, dan komponen emosional.
d. Teknik Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Dalam Charles Sirait (2010: 36), resep kesuksesan yang perlu
dipraktikan dalam penampilan kita di depan umum adalah: riset yang
kuat, latihan penampilan, dan tidak tegang, dalam bahasa Inggrisnya
adalah Research, Rehearse, and Relax (3R).
Ada tiga hal yang penting untuk meningkatkan rasa percaya diri
1) Lakukan riset
Lakukan analisis bagaimana situasi yang akan Anda hadapi
saat ini. Siapa saja para audiensnya? Dari kalangan mana mereka
berasal? Berapakah rata-rata usia audiens Anda? Apa tujuan
mereka tersebut? Apakah persepsi yang timbul bagi orang yang
pertama kali melihat penampilan Anda?
Semakin dalam riset yang kita lakukan, semakin besar rasa
percaya diri itu tumbuh dalam diri kita. Kalau acaranya adalah
peluncuran sebuah produk, pengetahuan kita mengenai produk
tidak boleh kalah dibandingkan sang product manager. Detail produk harus kita pahami, kuasai, dan cintai. Kalau harganya masih
terjangkau bagi Anda beli produk itu, gunakan, rasakan dan
ceritakan pada duniamu.
2) Latihan
Berlatih harus dianggap sebagai pekerjaan yang harus kita
cintai. Semakin sering Anda berlatih bicara, Anda akan semakin
percaya diri saat naik ke atas panggung.
3) Visualisasi penampilan terakhir
Apakah kita masih ingat atau memiliki dokumentasi
penampilan terakhir kita? Keberhasilan dan kegagalan kita pada
saat penampilan terakhir dapat meningkatkan kembali rasa percaya
Lalu bagaimana jika Anda baru pertama kali tampil? Anda perlu
merekam latihan penampilan menggunakan handycam beberapa kali
sebelum tampil. Lalu, lakukan evaluasi bersama orang-orang terdekat,
teman, orang tua, dan sahabat. Tanyakan kepada mereka apa
kekurangan Anda.
3. Pengajaran Mikro (Program Pengalaman Lapangan I)
a. Pengertian Program Pengalaman Lapangan I
Program Pengalaman Lapangan I atau biasa disebut Pengajaran
Mikro (Micro Teaching) merupakan kuliah dimana para mahasiswa calon guru untuk pertama kalinya secara terstruktur belajar mengelola
pembelajaran (E.Catur Rismiati, dkk. 2007: iii).
Sesuai dengan namanya, latihan tersebut melibatkan
rekan-rekannya (mahasiswa) yang berperan sebagai murid sekolah dalam
jumlah yang terbatas. Kuliah ini merupakan persiapan untuk latihan di
dalam situasi sesungguhnya di sekolah yaitu Program Pengalaman
Lapangan II (PPL II). Melalui latihan-latihan yang terarah dan umpan
balik dari dosen serta rekan mahasiswa yang konstruktif, diharapkan
secara bertahap sebagai keterampilan yang diperlukan untuk
mengelola pembelajaran mahasiswa berkembang mencapai taraf siap
untuk melakukan latihan pembelajaran dala situasi yang
Tentu saja, pengembangan keterampilan mahasiswa calon guru
perlu ditempatkan dalam konteks bahwa pada akhirnya yang harus
mengalami manfaat terbesar dari pembelajaran itu adalah para murid.
Keberhasilan pembelajaran ditunjukkan oleh keberhasilan belajar para
murid.
b. Rasional Pengajaran Mikro (PPL I)
E.Catur Rismiati, dkk (2007: 1), mengemukakan bahwa sifat
“mikro” dalam pengajaran mikro ini berusaha mengisolasi secara sistematis bagian-bagian dari keseluruhan proses belajar mengajar
yang sedemikian kompleks. Usaha penyederhanaan ini didasari atas
pertimbangan:
1) Bahwa dengan menguasai terlebih dahulu komponen kegiatan mengajar, akan dapat dilaksanakan kegiatan mengajar secara keseluruhan yang bersifat kompleks itu.
2) Bahwa dengan menyederhanakan situasi maka perhatian dapat ditujukan sepenuhnya kepada pembinaan keterampilan tertentu (khusus) yang merupakan komponen dari kegiatan mengajar. 3) Bahwa dengan menyederhanakan situasi latihan maka lebih
dimungkinkan untuk mengadakan observasi yang lebih seksama dengan pencatatan yang lebih teliti. Selanjutnya, hasilnya dapat digunakan sebagai bahan diskusi tentang penampilan yang bersangkutan. Hasil diskusi tersebut dapat digunakan sebagai umpan balik/ refleksi bagi praktikan sehingga mereka dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan dengan cepat pada kesempatan latihan mengajar ulang (reteach).
Meskipun berbagai penelitian telah membuktikan manfaat
pengajaran mikro, masih terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan
pokok yang terdapat dalam pengajaran mikro terutama bersumber
teaching”, tapi bukan “real classroom teaching”. Dengan demikian, bukan hanya diperlukan penyesuaian kembali dari keterampilan yang
telah dikuasai dengan situasi kelas yang sebenarnya, tetapi juga harus
diperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan kompetensi
pengelolaan kelas, disiplin murid di kelas, dan sebagainya yang tidak
tercakup dalam pengajaran mikro. Oleh karena itu, latihan praktik
mengajar di kelas yang sebenarnya tetap diperlukan dan latihan
melalui pengajaran mikro hanyalah persiapan kearah praktik di kelas
yang sebenarnya (real classroom teaching) tersebut.
Salah satu karakteristik pengajaran mikro adalah
dimungkinkannya pemberian balikan secara cepat bagi calon guru
yang sedang berlatih. Untuk itu diperlukan pencatatan yang akurat
dengan disediakannya lembar-lembar observasi, tersedianya alat
rekam, antara lain video-tape recorder (VTR-unit), atau audio-tape recorder (ATR). Penggunaan alat rekam tersebut memudahkan mahasiswa dan dosen untuk melakukan observasi.
Sehubungan dengan penggunaan alat-alat rekam dalam
pengajaran mikro, faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan, yaitu
faktor banyak sedikitnya calon guru yang akan dilatih, alokasi waktu
yang tersedia, sumber dana, di samping relevansi alat dengan jenis
keterampilan yang akan dilatih.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pengajaran mikro adalah mata
dikontrol dan membutuhkan mata kuliah lain sebagai prasyarat.
Sebagai mata kuliah yang bersifat praktikum (E.Catur Rismiati, dkk.
2007: 4)
4. Program Pengalaman Lapangan II
a. Pengertian Program Pengalaman Lapangan II
Program Pengalaman Lapangan II diselenggarakan untuk
memberikan pengalaman terstruktur dan terarah bagi mahasiswa calon
guru untuk mengalami langsung berbagai aspek pendidikan di sekolah
dengan penekanan dari sudut pandang guru. Melalui PPL melihat dan
mengalami langsung berbagai aspek pengelolaan di sekolah baik dari
segi administratif maupun dari segi akademik. Di samping itu, hal
yang sangat penting di dalam PPL adalah mahasiswa calon guru
belajar mengelola pembelajaran secara efektif dan bermakna.
Pengalaman-pengalaman tersebut hanya akan menjadi pengalaman
belajar dan membawa perubahan baik pada ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif pada diri mahasiswa apabila dilakukan
secara terstruktur, terarah, dilakukan secara cermat serta diolah dan di
refleksikan (Sarkim, 2007: 3).
Program Pengalaman Lapangan II dirancang untuk melatih para
calon guru agar memiliki kecakapan keguruan secara lengkap dan
terintegrasi. Program ini meliputi latihan pembelajaran dan latihan
Program Pengalaman Lapangan II merupakan muara dari
seluruh program pendidikan pra-jabatan guru. Oleh karena itu,
pelaksanaan PPL dilakukan sesudah mahasiswa memperoleh bekal
yang memadai dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan tugasnya
sebagai guru, seperti penguasaan landasan kependidikan, penguasaan
mata pelajaran dan pengelolaan proses pembelajaran (Sarkim, 2007:
7).
Kecakapan keguruan mempunyai banyak aspek yang berkaitan,
yang harus dilatihkan secara bertahap dan terintegrasi. Keseluruhan
kecakapan keguruan di atas perlu dilandasi dengan nilai serta sikap
keguruan yang positif (Sarkim, 2007: 7).
b. Tujuan Program Pengalaman Lapangan II
Program Pengalaman Lapangan II bertujuan agar praktikan
memiliki kompetensi berikut (Sarkim, 2007: 7):
1) Mengenal lingkungan sosial sekolah secara cermat dan
menyeluruh, meliputi aspek fisik, tata administratif, serta tata
kurikuler dan kegiatan kependidikan.
2) Menerapkan berbagai kecakapan keguruan secara menyeluruh dan
terintegrasi dalam situasi nyata di bawah bimbingan guru pamong
dan Dosen Pembimbing PPL.
3) Mengambil manfaat dari pengalaman ber-PPL agar semakin
c. Status Program Pengalaman Lapangan II
PPL II merupakan mata kuliah wajib lulus (WL) dengan bobot 2-6 sks, dengan nilai minimal C. Maka dari itu, apabila terdapat
mahasiswa yang memperoleh nilai C atau bahkan di bawah C,
mahasiswa tersebut diwajibkan untuk mengulang kembali PPL II.
d. Tempat dan waktu pelaksanaan PPL
Adapun tempat dan waktu yang harus ditempuh mahasiswa
PPL adalah (Sarkim, 2007: 7):
1) Tempat
PPL dilaksanakan di sekolah (SMU, SMK, dan SLTP), baik
sekolah negeri maupun swasta.
2) Waktu
PPL dilaksanakan dengan sistem blok dan sebaran, dalam
keadaan tertentu dapat dilaksanakan dengan sistem campuran.
e. Mata kuliah prasyarat PPL
Mahasiswa yang diperkenankan melaksanakan PPL adalah
mahasiswa yang memenuhi prasyarat sebagai berikut (Sarkim, 2007:
8):
1) Telah mengikuti mata kuliah keahlian dan keterampilan di
tingkat fakultas berikut ini dengan nilai minimal C.
a) Pengantar Pendidikan
c) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling
d) Psikologi Remaja
e) Manajemen Sekolah
2) Sudah mengikuti mata kuliah PBM berikut ini dengan nilai
minimal C. Mata kuliah tersebut diantaranya:
a) Perencanaan Pengajaran
b) Metodologi Pengajaran
c) Evaluasi Pengajaran
d) Pengajaran Mikro (PPL I)
3) Telah mengiktui beberapa mata kuliah mata pelajaran yang
ditentukan oleh program studi yang bersangkutan.
f. Deskripsi tugas PPL
Dalam pelaksanaan PPL II ada beberapa pelaku dominan yang
ikut andil dalam pelaksanaannya. Pelaku diantaranya, dosen
pembimbing, guru pamong, kepala sekolah, dan koordinator PPL di
sekolah.
Proses awalnya, praktikan diserahkan ke sekolah yang
berkaitan sebagai tempat ber-PPL praktikan oleh dosen pembimbing
PPL dari Program Studi. Saat penyerahan praktikan dikenalkan oleh
koordinator PPL dari sekolah tentang bagaimana kondisi sekolah dan
seorang guru pamong yang akan membantu praktikan dalam
Praktikan diberi pengarahan oleh guru pamong bagaimana dan
apa materi yang akan diajarkan oleh praktikan. Sebelum mengajar,
praktikan harus mengobservasi kegiatan belajar mengajar (KBM)
yang dilaksanakan oleh guru pamong, minimal dua kali. Kegiatan
observasi ini dapat membantu praktikan sebelum mengajar.
Praktikan dapat mengobservasi lingkungan sekolah, suasana kelas,
serta masing-masing individu siswanya.
Disini praktikan sebelum mengajar juga harus mempersiapkan
pogram kerja (rencana kegiatan) selama ber-PPL, misalnya Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (PPL). RPP yang dibuat oleh praktikan
harus dikonsultasikan kepada guru pamong dan dosen pembimbing
praktikan. Setelah disetujui, praktikan diperbolehkan untuk
mengajar. Guru pamong dan dosen pembimbing adalah penilai
utama dalam pelaksanaan pengajaran yang dilaksanakan oleh
praktikan.
Setelah dinilai, praktikan yang mengajar 8-12 kali (apabila
sudah mendapatkan nilai yang baik atau tidak perlu mengulang)
praktikan sudah dapat ditarik oleh pihak kampus kembali. Sama
seperti pada saat penyerahan dahulu, praktikan ditarik oleh dosen
pembimbing dan diserahkan oleh pihak sekolah.
g. Penilaian
1) Sifat Penilaian
Butir-butir yang akan dinilai dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan penilaian diketahui juga oleh praktikan.
b) Berkesinambungan
Penilaian dilakukan terus-menerus dari awal sampai akhir.
c) Membimbing
Penilaian merupakan bagian dari pembimbingan, yaitu
untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
2) Komponen yang Dinilai
a) Proses pembelajaran
(1) Kemampuan menyusun rencana pembelajaran
(a)Kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran dan
indikator
(b)Kemampuan menganalisis materi pembelajaran
(c)Kemampuan merancang pengalaman belajar yang
mengaktifkan siswa
(d)Kemampuan menyusun alokasi waktu media dan
sumber belajar yang relevan
(2) Kemampuan melakukan proses pembelajaran
(a)Kemampuan melakukan kegiatan pra pembelajaran
(b)Kemampuan membuka pembelajaran
(c)Kemampuan melaksanakan kegiatan inti
pembelajaran
b) Penampilan personal dan sosial
c) Laporan akhir
(1) Kelengkapan isi
(2) Sistematika penulisan laporan
(3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar
3) Penilai
a) Guru Pamong
Menilai komponen pembelajaran, komponen
tugas-tugas lain, serta penampilan personal dan sosial mahasiswa
FKIP yang sedang ber-PPL II.
b) Dosen Pembimbing
Menilai komponen praktik pembelajaran di sekolah
(minimal 1 kali), aspek personal dan sosial, laporan akhir/
pertanggungjawaban, dan menguji serta menentukan nilai
final.
4) Rentang Nilai
Rentang nilai yang dipakai adalah 0-10, dengan predikat
sebagai brikut:
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teoritik sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka
dalam penelitian ini mengajukan anggapan dasar atau kerangka pemikiran
sebagai berikut:
1. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Nilai PPL II
Jika seorang guru saat mengajar di depan kelas memiliki kecerdasan
emosional tentunya akan memberikan dampak yang baik saat tampil di
depan kelas. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektualnya.
Jadi, kecerdasan emosional mempunyai peranan penting dalam
memperoleh nilai PPL II. Apabila Mahasiswa FKIP yang sedang ber-PPL
dapat menguasai diri dan emosi, dampaknya mahasiswa FKIP memperoleh
nilai PPL II yang baik.
2. Hubungan antara Kecemasan Berbicara dengan Nilai PPL II
Kecemasan berbicara adalah ketidaknyamanan yang dialami seorang
individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut pada saat
berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta didiknya. Hal ini
akan ditandai dengan reaksi dari fisik dan psikologis individu tersebut.
Dalam memperoleh nilai PPL II kepercayaan diri sangatlah penting saat
saat tampil tidak percaya diri maka akan tampak jelas kecemasan berbicara
dari mahasiswa FKIP yang sedang ber-PPL II. Apabila Mahasiswa FKIP
yang sedang ber-PPL cemas dalam berbicara di depan kelas, dampaknya
pelaksanaan pembelajaran tidak berjalan dengan baik, begitu juga
sebaliknya.
3. Hubungan antara nilai PPL I dengan Nilai PPL II
Program Pengalaman Lapangan I atau biasa disebut Pengajaran
Mikro (Micro Teaching) merupakan kuliah dimana para mahasiswa calon guru untuk pertama kalinya secara terstruktur belajar mengelola
pembelajaran.
Latihan pengajaran tersebut melibatkan rekan-rekannya (mahasiswa)
yang berperan sebagai murid sekolah dalam jumlah yang terbatas. Nilai
yang diperoleh PPL I ini juga sangat mendukung nilai PPL II, karena PPL
I adalah salah satu mata kuliah prasyarat yang terpenting untuk dapat
melanjutkan ke PPL II.
Oleh karena itu, nilai yang di dapat pada saat ber-PPL I tentunya
sangat mempengaruhi nilai PPL II. Mahasiswa FKIP yang mendapatkan
nilai yang baik pada saat ber-PPL I akan dijadikan bekal saat memperoleh
nlai PPL II, apakah nilai yang diperoleh dapat melanjutkan ke PPL II atau
tidak, apakah PPL II berjalan dengan baik setelah mendapatkan
pembelajaran pada saat mata kuliah PPL I, dan apakah nilai PPL II yang
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori yang mendasari variabel penelitian ini dan
kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan nilai PPL II
mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata
Dharma.
2. Ada hubungan positif antara kecemasan berbicara dengan nilai PPL II
mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata
Dharma.
3. Ada hubungan positif antara nilai PPL I dengan nilai PPL II mahasiswa
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Menurut Emzir (2009: 29) jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif, yang menggunakan asumsi filosofis tuntutan pengetahuan
postpositivisme, yang akan menggunakan strategi penelitian survei dan
eksperimen. Penelitian kuantitatif menggunakan metode pertanyaan tertutup,
pendekatannya ditentukan sebelumnya, dan datanya termasuk data numerik.
Ditinjau dari pendekatannya, penelitian ini termasuk jenis penelitian survei
dengan teknik korelasional untuk mempelajari hubungan antara kecerdasan
emosional, kecemasan berbicara, dan nilai PPL I dengan nilai PPL II.
Penelitian survei dilakukan untuk mengambil generalisasi yang berlaku
umum bagi populasi. Penelitian survei dalam penelitian ini dipakai untuk
tujuan deskriptif, yaitu menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya.
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka metode dan jenis
penelitian ini menggunakan penelitian Ex Post Facto atau pengukuran sesudah kejadian dan deskripsi korelasional atau untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan suatu variabel dengan variabel yang lain (Tatang 1986:
90).
Tujuan penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana
variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada suatu
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Program Studi Pendidikan
Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2012.
C. Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh obyek atau subyek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 117). Populasi penelitian
ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
angkatan 2007 dan angkatan 2008 yang masih aktif dan telah melaksanakan
PPL II.
D. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah nilai PPL II berdasarkan pengelolaan
kecerdasan emosional mahasiswa, kecemasan berbicara mahasiswa, dan
nilai PPL I sebagai salah satu mata kuliah prasyarat PPL II mahasiswa
Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
E. Definisi Operasional Variabel
Variable dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk
membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektualnya. Untuk mengukur tingkat
kecerdasan emosional didasarkan pada dimensi-dimensinya yang
mencakup mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan baik dengan orang
lain (Kris Suminar, 2009: 34).
Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam
sejumlah indikator. Setiap indikator dikembangkan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasional dari variabel
Tabel 3.1
Operasionalisasi variabel Kecerdasan Emosional
Memiliki semangat
leadership
Kolaborasi dan kooperasi
Ada kemampuan untuk membangun tim
22
23 24
Masing-masing pertanyaan diukur berdasarkan skala Likert dengan 4
(empat) opsi jawaban. Berikut ini disajikan skala pengukurannya:
No Keterangan Skor untuk Pernyataan Positif Negatif
Kecemasan berbicara adalah ketidaknyamanan yang dialami seorang
individu dan sifatnya tidak menetap pada individu tersebut pada saat
berbicara atau sedang mengajar di depan para peserta didiknya. Untuk
mengukur kecemasan berbicara menggunakan skala kecemasan berbicara
di depan umum yang dirujuk dari Andina Prilajeng Nugraheni (2010: 26)
dengan berdasarkan pada komponen-komponen kecemasan berbicara di
depan umum yang dikemukakan oleh Rogers (2004), meliputi komponen
fisik, komponen proses mental, dan komponen emosional.
Masing-masing skala tersebut selanjutnya dijabarkan dalam
sejumlah indikator. Setiap indikator dikembangkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan. Berikut ini disajikan tabel operasional dari variabel
Tabel 3.2
Operasionalisasi variabel Kecemasan Berbicara
No Dimensi Indikator Pernyataan Positif Negatif
Komponen proses mental 19, 20, 34 Masing-masing pernyataan diukur berdasarkan skala Likert dengan 4
(empat) opsi jawaban. Berikut ini disajikan skala pengukurannya:
No Keterangan Skor untuk Pernyataan Positif Negatif 1 Sangat Setuju (SS) 4 1
2 Setuju (S) 3 2
3 Tidak Setuju (TS) 2 3 4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
3. Variabel Nilai Program Pengalaman Lapangan I
Variabel ketiga yaitu Nilai PPL I atau Pengajaran Mikro dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan data dokumentasi nilai PPL I
mahasiswa sebagai objek penelitian dan pembanding nilai PPL II. Dalam
pemberian skor dalam variabel ini berdasarkan nilai akhir keberhasilan
belajar mahasiswa mata kuliah PPL I dinyatakan dalam huruf mutu adalah
Huruf Mutu Arti Nilai Mutu A Sangat Baik 4
B Baik 3
C Cukup 2
D Kurang 1
4. Variabel Nilai PPL II
Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu nilai PPL II diukur
berdasarkan data dokumentasi nilai PPL II. Nilai tersebut sebagai objek
penelitian dan pembanding nilai PPL I. Dalam pemberian skor dalam
variabel ini berdasarkan nilai akhir keberhasilan belajar mahasiswa mata
kuliah PPL II dinyatakan dalam huruf mutu adalah sebagai berikut:
Huruf Mutu Arti Nilai Mutu A Sangat Baik 4
B Baik 3
C Cukup 2
D Kurang 1
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner (Angket)
Sugiyono (2010: 199) mengemukakan bahwa kuesioner atau angket
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner bersifat kooperatif artinya responden diharapkan
bekerja sama dalam menyisihkan waktu dan menjawab pertanyaan secara
tertulis dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Variabel yang akan
diteliti menggunakan angket atau kuesionar adalah kecerdasan emosional
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan
sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1997: 135). Dokumentasi digunakan
untuk memperoleh data tentang nilai PPL I dan nilai PPL II yang diperoleh
mahasiswa yang telah melaksanakan PPL II. Dokumentasi ini sebagai
gambaran perbandingan antara nilai PPL I dengan PPL II.
G. Teknik Pengujian Instrumen
Variabel pertama dan kedua yaitu kecerdasan emosional dan kecemasan
berbicara dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan angket atau
kuesioner, bentuk angket yang digunakan adalah jenis angket tertutup,
dimana item pernyataan disertai dengan kemungkinan jawaban sehingga
respoden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan dan angket
langsung diberikan kepada responden untuk diisi selanjutnya setelah angket
diisi langsung diserahkan kembali kepada peneliti.
Sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih
dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh instrumen yang valid dan reliabel:
1. Uji Validitas
Arikunto (2010: 212-213) mengemukakan bahwa validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya suatu instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Untuk mengukur validitas digunakan rumus korelasi product moment yaitu:
r = koefisien korelasi setiap butir dengan skor total
x = skor butir pertanyaan
y = skor total uji coba
N = jumlah subyek/ responden
∑X = jumlah skor butir dari kuesioner
∑Y = jumlah skor total
∑XY = jumlah hasil perkalian dari skor butir dan skor total
∑X2
= jumlah hasil kuadrat dari jumlah skor butir
∑Y2
= jumlah hasil kuadrat dari jumlah butir sampel uji coba
Arikunto (2010: 213-214) mengemukakan bahwa harga
menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang dikorelasikan.
Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu:
a. Ada tidaknya korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat
di belakang koma. Jika angka tersebut terlalu kecil sampai empat
angka dibelakang koma, misalnya 0,0002; maka dapat dianggap
bahwa antara variabel X dengan variabel Y tidak terjadi korelasi,
b. Arah korelasi, yaitu arah yang menunjukkan kesejajaran antara nilai
variabel X dengan nilai variabel Y. arah dari korelasi ini ditunjukan
oleh tanda hitung yang ada di depan indeks. Jika tandanya plus (+),
maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau minus (-) maka arah
korelasinya negatif.
c. Besarnya korelasi, yaitu besarnya angka menunjukkan kuat dan
tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang
diukur korelasinya. Dalam hal menentukan besarnya korelasi ini tidak
perlu memperhatikan tanda hitung yang terdapat di depan indeks.
Oleh karena adanya makna positif dan negatif juga diartikan sebagai
besaran dalam garis bilangan dengan tanda (-) dan (+).
Koefisien korelasi yang diperoleh dari perhitungan menunjukkan
tinggi rendahnya tingkat validitas instrumen yang diukur. Untuk
menentukan kesahihan setiap item ditentukan derajat kebebasan (dk) =
N-2 dengan taraf signifikansi 5%. Jika rhitung > rtabel, maka kuesioner dikatakan valid dan jika rhitung < rtabel, maka dikatakan tidak valid.
Pelaksanaan uji coba ini dilakukan pada mahasiswa sebanyak 60
orang. Dari hasil uji coba diketahui derajat kebebasan sebesar 58 (60-2),
dan diperoleh rtabel sebesar 0.254 dengan taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan pernyataan di atas hasil uji coba validitas butir-butir
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional No. r Hitung r Tabel Keterangan
1 0.287 0.254 Valid
2 0.517 0.254 Valid
3 0.357 0.254 Valid
4 0.489 0.254 Valid
5 0.270 0.254 Valid
6 0.463 0.254 Valid
7 0.496 0.254 Valid
8 0.549 0.254 Valid
9 0.341 0.254 Valid
10 0.487 0.254 Valid
11 0.591 0.254 Valid
12 0.376 0.254 Valid
13 0.594 0.254 Valid
14 0.468 0.254 Valid
15 0.627 0.254 Valid
16 0.281 0.254 Valid
17 0.570 0.254 Valid
18 0.554 0.254 Valid
19 0.367 0.254 Valid
20 0.553 0.254 Valid
21 0.365 0.254 Valid
22 0.519 0.254 Valid
23 0.644 0.254 Valid
Dari hasil uji validitas variabel kecerdasan emosional di atas
menunjukkan seluruh instrumen dikatakan valid karena rhitung> rtabel. Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas Variabel Kecemasan Berbicara No. r Hitung r Tabel Keterangan
1 0.537 0.254 Valid
2 0.545 0.254 Valid
3 0.471 0.254 Valid
4 0.595 0.254 Valid
5 0.275 0.254 Valid
6 0.515 0.254 Valid
7 0.448 0.254 Valid
8 0.501 0.254 Valid
9 0.469 0.254 Valid
10 0.550 0.254 Valid
11 0.569 0.254 Valid
12 0.463 0.254 Valid
13 0.503 0.254 Valid
14 0.426 0.254 Valid
15 0.562 0.254 Valid
16 0.416 0.254 Valid
17 0.565 0.254 Valid
18 0.589 0.254 Valid
19 0.444 0.254 Valid
20 0.269 0.254 Valid
No. r Hitung r Tabel Keterangan
menunjukkan seluruh instrumen dikatakan valid karena rhitung> rtabel.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi
Arikunto, 1997: 154), yaitu sebagai berikut dimasukkan ke rumus Alpha:
Keterangan:
Butir soal dikatakan reliabel jika Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0.6 dan tidak reliabel jika Cronbach’s Alpha lebih kecil dari 0.6 (Haryadi Sarjono & Winda Julianita, 2011: 45). Berikut ini hasil dari pengujian
Standardized Items N of Items
0.881 0884 24
Dengan melihat tabel Reliability Statistics variabel kecerdasan emosional, diketahui nilai Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0.881 dan jumlah item pertanyaan adalah 24, dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa kuesioner tersebut reliabel karena 0.881 > 0.60.
Tabel 3.6
Standardized Items N of Items
Dengan melihat tabel Reliability Statistics variabel kecemasan berbicara, diketahui nilai Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0.919 dan jumlah item pertanyaan adalah 34, dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa kuesioner tersebut reliabel karena 0.919 > 0.60.
H. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Data hasil observasi dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif, yaitu data yang didapat dengan cara pemaparan (deskripsi) data/
informasi tentang suatu gejala yang diamati dalam hubungan kecerdasan
emosional dengan pelaksanaan PPL II, Kecemasan Berbicara dengan
Pelaksanaan PPL II, nilai PPL I dengan Pelaksanaan PPL II.
2. Pengujian Hipotesis
Analisa data yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik
dengan menggunakan analisis korelasi Spearman Rank. Korelasi
Spearman Rank digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi hipotesis hubungan bila masing-masing variabel yang
dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus
sama (Sugiyono, 2010: 356).
Korelasi Spearman Rank digunakan untuk pengukuran data ordinal dan data tidak harus berdistribusi normal. Rumus yang digunakan: