• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

27

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN

UNIVERSAL PRECAUTION OLEH PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP BEDAH (IRINA A) RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

Grace Blessy Sofyanie Tawas*, T. D. E. Abeng**, Christy Manoppo** *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

**Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Infeksi nosokomial merupakan salah satu resiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga kesehatan yang ada di setiap pusat pelayanan kesehatan. Salah satu strategi yang bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode universal precaution. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan kewaspadaan universal/Universal Precaution oleh perawat di ruang rawat inap bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif menggunakan metode penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan September – Oktober 2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yang berjumlah 46 orang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan penerapan universal precaution oleh perawat. Analisis multivariat dengan metode regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan penerapan universal precaution oleh perawat yaitu variabel supervisi. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi, kompetensi, supervisi dan beban kerja dengan penerapan universal precaution oleh perawat.

Kata Kunci: Faktor Penerapan Universal Precaution, Perawat Rawat Inap Bedah

ABSTRACT

Nosocomial Infections is the biggest work risk which faced by the medical workers in every health care. One of the useful strategy in controlling the nosocomial infections is ability improvement of the medical workers by universal precaution. The goal of this research is to know the related factors to the implementation of Universal Precaution by the nurse in the inpatient surgery (IRINA A) Prof. R.D. Kandow Public Hospital Manado. This research is the quantitative research by using the analytic survey methods with the cross sectional study approachment. The research did in the inpatient surgery (IRINA A) Prof. R.D. Kandow Public Hospital Manado on September – October 2016. Samples took by using total sampling technique from 46 persons. Obtained data by quisioner has been validated. The result of this research show that there is a significant relationship between motivation and the implementation of universal precaution by the nurse, competency and the implementation of universal precaution by the nurse, supervision and the implementation of universal precaution by the nurse, workload and the implementation of universal precaution by the nurse. Multivariant analyze with the logistic regression method shows that the most dominant variable related to the implementation of universal precaution by nurse is supervision variable. This research can be concluded that there is a significant relationship among motivation, competency, supervision, and workload to the implementation of universal precaution by nurse.

Keyword: Faktor Penerapan universal precaution, Perawat Rawat Inap Bedah

PENDAHULUAN

Kewaspadaan universal (Universal precaution) merupakan suatu tindakan

pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi

(2)

28 dengan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Pasien yang dirawat di rumah sakit sebagian besar mempunyai pertahanan tubuh yang rendah dan memiliki peluang yang besar terpapar dan mengalami infeksi. Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan pejamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi kuman tertentu. Cara transmisi mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, dan dengan kontak langsung. Infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari petugas ke petugas, dari petugas ke pasien dan antar petugas. Infeksi di rumah sakit lebih dikenal sebagai infeksi nosokomial. (Adisaputra, 2009)

Infeksi nosokomial merupakan salah satu resiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga kesehatan yang ada di setiap pusat pelayanan kesehatan. Seperti yang diperkirakan WHO pada tahun 2002, telah terjadi lebih dari 16.000 kasus penularan hepatitis C virus, 66.000 kasus penularan hepatitis B dan 1000 kasus penularan HIV pada tenaga kesehatan diseluruh dunia (Yusran, 2010). Presentase infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 –21%) atau

lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0%. Data kejadian infeksi nosokomial di Malaysia sebesar 12,7% dan Taiwan sebesar 13,8% (Marwoto,2007). Tahun 2002 Departemen Kesehatan Inggris melaporkan 10% dari seluruh rumah sakit di Inggris terjangkit infeksi nosokomial. Angka rata-rata infeksi nosokomial terjadi 10% di rumah sakit umum, ICU15-20% , PICU 20-30% (Chen & Chiang, 2007).

Data infeksi nosokomial di Indonesia sendiri berdasarkan survey point prevalensi dari 11 Rumah Sakit di Indonesia yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1% (Anonim, 2008).

(3)

29 Infeksi di rumah sakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Bakteri ini berkembang di lingkungan rumah sakit yang berasal dari air, udara, lantai, makanan serta alat-alat medis maupun non medis. Sumber penularan bisa melalui tangan petugas kesehatan, jarum injeksi, kateter, kasa pembalut atau perban dan karena penanganan yang kurang tepat dalam menangani luka. Selain pasien, infeksi nosokomial ini juga dapat mengenai petugas rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu dan para pengunjung pasien (Bararah, 2009).

Dasar kewaspadaan universal meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, serta pengelolaan limbah. Dalam menggunakan kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa setiap pasien memiliki resiko akan menularkan penyakit yang berbahaya. (Anonim, 2010)

Infeksi terkait sarana pelayanan kesehatan adalah tantangan yang serius bagi rumah sakit karena hal tersebut dapat menyebabkan kematian, baik langsung maupun tidak langsung serta menjadikan pasien dirawat lebih lama dan memakan biaya lebih mahal. Semakin tingginya kasus infeksi yang didapat dari rumah sakit, hendaknya pihak rumah sakit menyusun program upaya pengendalian infeksi yang serius. Salah satu strategi yang bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode universal precautions (Anonim, 2010).

Universal precautions tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi namun juga melindungi pasien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. Usaha pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku universal precautions bagi perawat. Tindakan universal precautions diperlukan kemampuan perawat untuk mencegah infeksi, ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur langkah-langkah tindakan universal precautions (Nursalam, 2007).

RSUP Prof.dr.R.D.Kandou merupakan rumah sakit umum milik

(4)

30 Kementrian Kesehatan yang sekaligus merupakan rumah sakit pendidikan tipe A serta sebagai rumah sakit rujukan bagi rumah sakit tipe B dan C. Dalam melindungi dan mencegah penularan infeksi bagi petugas kesehatan dan pasien, RSUP Prof.dr.R.D.Kandou Manado telah menerapkan Kewaspadaan Universal/Universal Precaution yang harus dilaksanakan

oleh perawat di RSUP

Prof.dr.R.D.Kandou Manado dalam melakukan tugas klinisnya. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mencatat bahwa angka prevalensi infeksi silang pada tahun 2015 sebesar 10,6% dan angka infection incident rate di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) dari bulan Januari hingga Mei 2016 sebesar 2,62%. Standar kejadian infeksi nosokomial dalam Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit adalah ≤ 1,5%. Hal ini membuktikan bahwa penerapan Kewaspadaan Universal/Universal Precaution oleh petugas kesehatan khususnya perawat masih belum optimal.

Instalasi rawat inap Bedah (IRINA A) adalah unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan rawat inap pada pasien yang harus dirawat setelah mengalami suatu tindakan Bedah

atau kecelakaan. Dengan alasan ini, menjadikan instalasi rawat inap Bedah (IRINA A) merupakan salah satu fokus pengamatan terlaksana atau tidaknya prinsip kewaspadaan universal, karena perawat disini memiliki resiko tertular penyakit yang cukup besar dibanding perawat-perawat di bagian lain karena mereka merawat pasien sakit berat yang berhubungan langsung dengan cairan darah dari bekas luka operasi Bedah. Infeksi dapat menular dan dapat membawa akibat yang mengancam jiwa. Hal ini membuktikan bahwa instalasi rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP. Prof.dr.R.D.Kandou merupakan tempat yang sangat rentan terhadap kejadian penyebaran infeksi.

Melihat kondisi tersebut, peneliti meninjau proteksi diri yang dimiliki petugas kesehatan di instalasi tersebut. Berdasarkan hasil observasi selama lebih kurang 2 minggu (6-20 April 2016) perawat belum menerapakan universal precaution secara maksimal terhadap dirinya seperti cuci tangan, sterilisasi alat medis, penggunaan alat pelindung diri seperti masker, handskun, baju kerja. Hasil pengamatan yang dilakukan dari 8 orang perawat yang bertugas saat itu 5 diantaranya menggunakan masker dan 3 diantaranya tidak menggunakan masker. Dalam pelaksanaan pertemuan dengan pimpinan ruangan ada beberapa perawat

(5)

31 yang seharusnya hadir namun tidak hadir karena berhalangan dengan alasan ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan. Berdasarkan observasi yang peneliti amati dilapangan, meskipun perawat telah mendapatkan pengetahuan dan pelatihan tentang pencegahan infeksi akan tetapi perawat kurang mempunyai motivasi untuk melaksanakan penerapan universal precaution begitu juga dengan kompetensi atau keterampilan yang seharusnya sudah harus dimiliki masih kurang, juga dalam penerapan supervisi dan beban kerja yang berlebih sehingga penerapan universal precaution di IRINA A belum optimal.

Berdasarkan alasan tersebut, maka peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di unit ini. Peneliti memiliki keinginan yang kuat untuk mengetahui apa saja faktor yang berhubungan dengan penerapan Universal Precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap BEDAH (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan

September 2016 sampai November 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap BEDAH (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 46 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling yang diambil dari keseluruhan populasi dan ditentukan dengan melihat kriteria inklusi dan eksklusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Karakteristik Responden Hasil distribusi responden menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur > 29 tahun sebanyak 28 responden (60,9%), sedangkan responden berumur <29 tahun sebanyak 18 responden (39,1%). Data tersebut memperlihatkan bahwa di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mayoritas berada pada usia produktif dan berada pada tahap pemantapan karir.. Peneliti berpendapat bila dikaitkan dengan kepatuhan penerapan kewaspadaan universal, perawat dengan usia produktif akan lebih patuh karena tingkat kepatuhan memiliki kaitan dengan faktor usia karena faktor umur yang semakin meningkat menggambarkan bahwa dalam memberikan pelayanan sudah lebih berpengalaman.

(6)

32 Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarta (2011) menyatakan bahwa faktor umur responden berhubungan erat dengan tingkat kinerja dalam penerapan standar prosedur yang benar dalam melaksanakan tugasnya, dimana responden yang lebih tua cenderung lebih dapat bekerja dengan baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena responden merasa yang lebih tua mempunyai harapan kerja lebih dipercaya.

Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 37 responden (80,4%) sedangkan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 responden (19,6%). Dari hasil tersebut memperlihatkan bahwa tenaga perawat banyak diminati oleh wanita. Hal ini sesuai dengan persepsi umum masyarakat bahwa pekerjaan perawat lebih identik dengan pekerjaan wanita dan juga memperlihatkan bahwa perawat perempuan mempunyai kemauan lebih banyak untuk bekerja sebagai pemberi layanan kesehatan daripada perawat laki-laki. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) bahwa jenis kelamin terbanyak didapatkan pada laki-laki sebesar 65%

dari 39 responden. Yuliana (2011), mengungkapkan bahwa laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai responden mereka terhadap kinerja tenaga kesehatan di rumah sakit.

Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan D3 sebanyak 28 responden (60,8%), sedangkan responden berpendidikan NERS sebanyak 18 responden (39,2%). Data ini menggambarkan sebaran perawat di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didominasi oleh perawat yang berpendidikan D3. Orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki pendidikan yang rendah dan melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam bertindak. Dari hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa salah satu faktor yang berpengaruh pada penerapan kewaspadaan universal ialah tingkatan pendidikan. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan hanya dalam pelaksanaan tugas pelayanan, tetapi juga untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan

(7)

33 fasilitas sarana yang ada disekitar lingkungan kerja untuk kelancaran tugas tanpa mengabaikan penerapan kewaspadaan universal.

Hubungan Antara Motivasi Perawat

Dengan Penerapan Universal

Precaution Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hasil analisis hubungan antara faktor motivasi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, menunjukkan bahwa responden dengan motivasi baik sebagian besar adalah baik dalam penerapan universal precaution yaitu sebanyak 18 responden (39,1%) dan 6 responden (13,0%) kurang baik dalam menerapkan universal precaution. Sedangkan pada responden dengan motivasi yang kurang baik sebagian besar adalah kurang baik dalam menerapkan universal precaution sebanyak 16 responden (34,9%) dan 6 responden (13,0%) baik dalam penerapan universal precaution. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,003<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan

yang adalah suatu “potensi” dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Motivasi adalah pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Faktor yang mempengaruhi motivasi seorang perawat dalam penerapan universal precaution meliputi faktor internal yang berasal dari dalam diri individu seperti kebutuhan, prestasi, harapan dan kepuasan kerja dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu seperti kesejahteraan, penghargaan (reward) ataupun hukuman (punishment) (Indra, 2014). Menurut peneliti, motivasi yang baik dari perawat dalam penerapan universal precaution disebabkan karena responden mengetahui tentang dampak jika tidak menerapkan universal precaution. Kejadian infeksi sebagai dampaknya semakin menimbulkan kesadaran responden terhadap pentingnya penerapan universal precaution.

Motivasi merupakan salah satu pendorong terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu. Penerapann universal precaution yang kurang baik dapat terjadi dikarenakan faktor motivasi dari perawat itu sendiri dalam melakukan pemberian pelayanan menganggap tidak perlu melaksanakan kewaspadaan universal apabila tidak

(8)

34 terlalu dianggap dapat berbahaya bagi dirinya (Sukriani, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Setiyawati (2008) di ruang rawat inap RSUD. Dr. Moewardi Surakarta dengan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,010 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku kepatuhan perawat di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta. Semakin tinggi motivasi seseorang maka semakin besar pula dorongan dari individu tersebut untuk berperilaku baik.

Hubungan Antara Kompetensi

Dengan Penerapan Penerapan

Universal Precaution Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Hasil analisis hubungan antara faktor kompetensi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, menunjukkan bahwa responden dengan kompetensi yang baik sebagian besar adalah baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 20 responden (43,4%) dan sisanya 6 responden (13,0%) kurang baik dalam menerapkan universal precaution. Sedangkan pada responden dengan kompetensi yang kurang baik sebagian besar adalah kurang baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 13 responden (28,4%) dan responden yang baik dalam

menerapkan universal precaution adalah sebanyak 7 responden (15,2%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kompetensi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hal yang sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Marwoto, dkk (2007) hasil ujin statistic menunjukkan adanya korelasi yang meskipun hanya rendah yaitu R=0,223 namun nilai signifikan yang dihasilkan cukup bermakna yaitu P= 0,045 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara kompetensi perawat dengan kinerja perawat dalam penerapan universal precaution untuk pengendalian infeksi. Berdasarkan wawancara dengan kepala ruangan menyatakan bahwa semua perawat sudah dapat dikatakan berkompeten dalam melaksanakan tugas keperawatan. Namun berdasarkan hasil penelitian masih terdapat beberapa perawat yang walaupun sudah dikatakan berkompetensi masih kurang baik dalam penerapan universal precaution. Peneliti berasumsi bahwa apabila seluruh perawat diberikan pelatihan untuk lebih meningkatkan kompetensi yang dimiliki besar kemungkinan kinerja perawat

(9)

35 dalam penerapan universal precaution akan menjadi sangat baik.

Hubungan Antara Supervisi Dengan Penerapan Universal Precaution Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Hasil analisis hubungan antara faktor supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, menunjukkan bahwa responden yang menyatakan supervisi baik sebagian besar adalah baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 23 responden (50,0%) dan 7 responden (15,2%) kurang baik dalam menerapkan universal precaution. Sedangkan pada responden yang menyatakan supervisi kurang baik sebagian besar adalah kurang baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 10 responden (21,7%) dan 6 responden lainnya (13,1%) adalah baik dalam menerapkan universal precaution. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Berdasarkan hasil penelitian yang penguji lakukan terdapat hubungan yang

signifikan antara supervisi dan pelaksanaan penerapan universal precaution pada ruang rawait inap bedah IRINA A RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Kusmayati (2004) tentang hubungan fungsi manajemen dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang perawatan bedah RSUP fatmawati Jakarta tahun 2004, yang menyatakan bahwa pengawasan tidak berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Razi (2011) tentang pengaruh faktor internal dan eksternal perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di ruang rawat bedah rumah sakit umum daerah (RSUD) kota langsa, yang menyatakan bahwa pengawasan berpengaruh terhadap penerapan universal precaution. Hal yang sama juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulita (2013) dimana ia membedakan antara kelompok control dan kelompok kasus yang diberi intervensi supervisi dan yang tidak intervensi supervisi. Kelompok dengan intervensi pelaksanaan supervisi, sebanyak 54,63% berubah menjadi lebih baik dalam pelaksanaan universal

(10)

36 precaution. Penelitian yang dilakukan Kennedy et al (2007) mengungkapkan bahwa dengan dilakukannya supervisi klinis maka akan mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari pelayanan. Walaupun secara konseptual pelaksanaan supervisi berbeda-beda namun tujuannya tetap sama. Selain itu, supervisi sebaiknya dilakukan setiap dua minggu sekali dengan supervisor yang memang sudah benar--benar paham tentang tugasnya dan hal-hal yang yang disupervisi. Waktu supervisi ideal adalah 15 menit sampai 30 menit, dan paling ama 45 menit sampai 60 menit. Selain itu, supervisi klinis amat sangat penting karena amat mempengaruhi kemampuan kerja dalam meningkatkan keselamatan dan menjadi standar kesehatan professional (Dawson et al, 2012). Kepala ruangan di ruang rawat inap dapat digunakan untuk melakukan tugas pengawasan dan pengontrolan terhadap kegiatan program pelaksanaan sehingga pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi dapat terpantau dan termonitor terutama tentang kepatuhan petugas di dalam melaksanakan tindakan keperawatan, sehingga hasil dari pelaksanaan program dapat dinilai dan diteliti sehingga dapat menjadi umpan balik untuk mencapai keberhasilan program. (Molina, 2012) Keberhasilan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat

dilihat dari kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan tindakan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukan pengawasan ataupun supervisi. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control Management) dapat terbentuk kurangnya program, kurangnya standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan oleh semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas atau pimpinan utama suatu organisasi.

Hubungan Antara Beban Kerja Perawat Dengan Penerapan Universal Precautions Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hasil analisis hubungan antara faktor supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat, menunjukkan bahwa responden dengan beban kerja yang baik sebagian besar adalah baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 19 responden (41,4%) dan 7 responden (15,2%) kurang baik dalam menerapkan universal precaution. Sedangkan pada responden dengan beban kerja yang kurang baik sebagian besar adalah kurang baik dalam menerapkan universal precaution yaitu sebanyak 15 responden (32,6%) dan 5

(11)

37 responden lainnya (10,8%) baik dalam menerapkan universal precaution. Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai p=0,003<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor beban kerja dengan penerapan universal precaution oleh perawat di Ruang Rawat Inap Bedah (IRINA A) RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Beban kerja termasuk dalam salah satu variabel pemicu stress dilingkungan kerja. Salah satu cara stress dapat mempengaruhi kesakitan dan kesehatan “the health behavior route”. Hal ini sejalan dengan pendapat Kalimo, Mostafa A, El-Batawi, dan Carry L Cooper (1987). Faktor beban kerja ini dapat menyebabkan dampak yang merugikan, termasuk perilaku. Stress dapat secara langsung memengaruhi kesakitan dengan cara merubah perilaku kesakitan dengan cara merubah pola perilaku individu (Smet, 1994). Berdasarkan teori ini sangat jelas bahwa tingginya beban kerja dapat memicu stress diantara perawat dan bidan sehingga berperilaku tidak patuh terhadap pelaksanaan Universal Precaution. Penelitian lain juga menemukan bahwa workload, dapat memengaruhi terjadinya pengingkatan kecelakaan dan masalah-masalah kesehatan (Smet, 1994). Pendapat yang sama juga diungkapkan Carayon dan

Ayse, kondisi beban kerja yang tinggi dapat membuat perawat lebih sulit untuk mengikuti peraturan dan pedoman, sehingga mengurangi kualitas dan keamanan dalam memberikan keperawatan kepada pasien. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahara (2011) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan Universal Precaution di rumah sakit Palang Merah Indonesia Bogor yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan penerapan Universal Precaution di rumah sakit Palang Merah Indonesia Bogor.

Faktor Yang Dominan Berhubungan

Dengan Penerapan Universal

Precaution

Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa supervisi adalah variabel paling dominan dengan nilai OR terbesar dibandingkan variabel lainnya. Hasil analisis didapatkan nilai OR dari variabel supervisi sebesar 19,364 (95% CI = 1,546-242,542) yang artinya perawat yang memiliki supervisi yang baik tentang universal precaution mempunyai peluang 19 kali untuk menerapkan universal precaution dibanding dengan perawat yang memiliki supervisi kurang baik. Supervisi yang dimaksud disini adalah

(12)

38 kegiatan mengarahkan, membimbing, mendorong dan memotivasi perawat untuk dapat melaksanakan kewaspadaan universal. Supervisi memegang pengaruh terhadap penatalaksanaan universal precaution, dimana pada supervisi klinis bukan hanya merubah perilaku perawat yang melaksanakan universal precaution tetapi juga menimbulkan kesadaran. Dowson (2013) dalam penelitiannya yang melihat pengaruh supervisi terhadap universal precaution mengungkapkan walaupun supervisi klinis bukanlah hal utama yang wajib dilakukan namun berpengaruh terhadap perubahan untuk menjadi lebih baik. mempengaruhi kemampuan kerja dalam meningkatkan keselamatan. Peneliti berpendapat bahwa pengawasan atau supervisi sangat berpengaruh pada keberhasilan penerapan universal precaution untuk mengurangi angka infeksi nosokomial. Hal ini dapat dilihat dari kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan tindakan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control Management) dapat terbentuk kurangnya program, kurangnya standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan salah satu unsur manajer profesional yang harus dilaksanakan oleh semua anggota

manajemen, baik ia seorang pengawas atau pimpinan utama suatu organisasi.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara motivasi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 2. Terdapat hubungan antara

kompetensi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

3. Terdapat hubungan antara supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 4. Terdapat hubungan antara beban

kerja dengan penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 5. Terdapat hubungan secara

bersama-sama antara motivasi, kompetensi, supervisi dan beban kerja dengan penerapan Universal Precaution oleh perawat di ruang rawat inap Bedah (IRINA A) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, namun variabel supervisi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan secara

(13)

39 signifikan dengan penerapan Universal Precaution oleh perawat.

SARAN

1. Bagi Rumah Sakit

Pihak rumah sakit dapat meningkatkan motivasi perawat dalam penerapan universal precaution dengan pemberian reward ataupun dengan pemberian sanksi (punishment) ketika didapati tidak melakukan kegiatan keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur. Pihak rumah sakit dapat mengadakan pelatihan-pelatihan untuk lebih meningkatkan keterampilan ataupun kompetensi yang dimiliki dari seluruh perawat agar supaya perawat dapat lebih benar-benar berkompeten sesuai dengan bidang keperawatan. Pihak rumah sakit harus memaksimalkan kegiatan supervisi dengan melakukan pengawasan yang rutin agar penerapan universal precaution oleh perawat dapat dimonitoring sehingga memudahkan pimpinan untuk melakukan evaluasi kerja setiap perawat. Pihak rumah sakit juga perlu melakukan pembagian tugas kerja secara merata kepada seluruh perawat pelaksana agar supaya beban kerja yang dimiliki perawat baik dan tidak terbeban karena beban kerja yang terlampau

banyak sehingga tidak bisa terlaksana sesuai dengan target yang diharapkan agar supaya penerapan universal precaution dapat terlaksana dengan baik.

2. Bagi Perawat perlu meningkatkan keterampilan atau kompetensi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan pembelajaran seperti pelatihan, seminar dan workshop untuk memaksimalkan penerapan universal precaution ketika bekerja. Selain itu perawat yang masih berpendidikan D3 perlu ditingkatkan pendidikan menjadi sarjana (S1) ataupun NERS sehingga pengetahuan dan keterampilan dapat lebih meningkat dan dapat memotivasi perawat untuk bisa bekerja dengan baik.

3. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait penerapan universal precaution hendaknya menambah variabel-variabel independen lainnya misalnya pengetahuan, sikap, sarana dan prasarana, kebijakan, sistem reward, dan lain-lain. Dalam pelaksanaan penelitian perlu melakukan observasi langsung terhadap penerapan universal precaution dengan menggunakan check list sehingga diperoleh hasil yang lebih valid.

(14)

40 DAFTAR PUSTAKA

Adisaputra. 2009. Pola kuman luka operasi di ruangan Intensive Care Unit Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar. The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No.2 April-June 2009.

Anonimous. 2008. Pedoman Manajeriaal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya. Anonimous. 2008. Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan RI. Jakarta. Anonimous. 2010. Pedoman

Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. EGC: Jakarta.

Anonimous. 2011. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Bararah, V.F. 2009. Waspadai infeksi nosokomial di Rumah Sakit. Diakses dari: http : //www.indofarma.co.id

diperoleh tanggal 19 Juli 2016. Cain, B. 2007. A Review of the Mental

Workload Literature. Defence Research and Development Canada Toronto Human System Integration Section. Canada

Chen,Y.S.,& Chiang, I.C, 2006. Effectivenes of Hand Washing Teaching Programs Forfamilies of Children in Paediatric Intensive CareUnits. Journal Compilation.

Referensi

Dokumen terkait

1 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif dan alumni di jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Antasari Banjarmasin angkatan

Lebih lanjut, Jawaher menjelaskan bahwa apabila semua bentuk kerjasama itu dan dilakukan secara intens maka diharapkan anak-anak tunagrahita mampu secara perlahan

Hasil analisis Principal Component Analysis (PCA) menunjukkan bahwa gugusan sensor gas (electronic nose) dapat digunakan untuk membedakan antara cumi-cumi yang

Proses penambahan fonem terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku, proses penambahan fonem terdapat 2 kata dasar.. Dan

H373 dapat menyebabkan kerusakan pada organ melalui paparan yang lama atau berulang H400 sangat toksik pada kehidupan perairan. H410 sangat toksik pada kehidupan perairan dengan

Sistem pemerintahan Iran yang baru ini ternyata digunakan lebih lama dari sistem sebelumnya, hal ini karena Iran juga dikenal sebagai negara yang erat hubungan nya dengan

Lama perkembangan larva instar II ke III dan instar II ke IV yang mendapat perlakuan ekstrak n-heksana buah sirih hutan pada konsentrasi 0.5% tidak dapat ditentukan karena tidak

Pengujian kedua menggunakan turbin aliran silang dengan busur sudu 74 o dan jumlah sudu 24 yang dibuat dari pipa dibelah, runner yang digunakan ini adalah runner yang dibuat