• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN RENDEMEN CUKA KAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN RENDEMEN CUKA KAYU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 47 PERBANDINGAN RENDEMEN CUKA KAYU (Wood Vinegar)

JELUTUNG (Dyera spp) BERDASARKAN UKURAN BAHAN BAKU Oleh/by

TRISNU SATRIADI, AHMAD JAUHARI, M. ARIANDI

Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTRACT

Jelutung (Dyera spp) is one kind of flora that generally can be found Central Kalimantan, but their plentiful potential is solely exploited as secondary production. This research aims to find the quantity of jelutung’s charcoal and wood vinegar.

This research utilized jelutung wood to result charcoal and vinegar by expanding on different treatments in its sizes of 5 cm and 15 cm. Every treatment was burnt in the kiln in 10 hours. The treatments results to be analyzed are the quantity of charcoal and wood vinegar, and Japanese standard of wood vinegar quality.

The result showed that the smaller size sample (5 cm) produced better quantity of charcoal and wood vinegar than the bigger one. However, quality of wood vinegar of jelutung has not been in accordance with Japanese standard. Key words: jelutung, charcoal, wood vinegar, quantity, quality

Alamat korepondensi : Telp. +62-85249559581

PENDAHULUAN Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi

dengan kawasan hutan yang luas di Indonesia. Hutan di Kalimantan Tengah memiliki potensi kayu yang besar karena merupakan hutan tropika basah. Selain itu banyaknya sungai di Kalimantan Tengah menyebabkan hutan-hutan pada daerah tertentu menjadi hutan payau atau berawa. Beberapa jenis pohon besar dapat berasosiasi dengan keadaan seperti ini, diantaranya adalah Dyera spp yang lebih dikenal dengan nama Jelutung.

Masyarakat setempat menggunakan Jelutung tidak dalam

jumlah besar, pemanfaatannya cenderung untuk digunakan sebagai kayu bakar saja karena mengandung getah yang sangat banyak dan pengolahan lebih jauh masih jarang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Kayu jelutung

digunakan juga sebagai pelampung untuk membawa kayu-kayu lainnya yang tenggelam di air dan bahan yang bagus dijadikan kayu peti dan bahan bakar.

Sangat disayangkan potensi yang melimpah ini hanya dimanfaatkan sebagai produk sampingan. Dengan perkembangan teknologi, kayu jelutung ini akan memiliki nilai yang lebih, salah satunya adalah melalui proses pengarangan dalam tungku yang mampu menghasilkan 2 (dua) produk sekaligus, yaitu arang dan cuka kayu (wood vinegar).

Cuka kayu merupakan komoditas yang relatif baru berkembang, sehingga masyarakat belum banyak mengenalnya. Pemanfaatan cuka kayu umummya pada sektor pertanian antara lain dapat membuat tanaman menjadi sehat, mereduksi jumlah insektida

(2)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 48 dan parasit tanaman; sedangkan

pencampurannya dengan nutrisi pupuk dapat membuat tanaman tumbuh lebih baik, sebagai growth

promotor dan pupuk alam dapat

menggantikan pupuk kimia, mereduksi bau dari kompos dan pupuk kandang serta menyempurnakan kualitasnya.

Cuka kayu merupakan suatu komponen organik dengan kandungan beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain perkebunan, pengawetan makanan dan pengobatan. Sebagai bahan pengawet pada makanan, asap cair dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, sehingga memperpanjang umur simpan

produk sekaligus menambah cita rasa dan kenampakan tertentu pada bahan pangan (Hadiwiyoto, S. Dkk, 2000).

Melihat kegunaan cuka kayu yang merupakan hasil sampingan dari pembuatan arang maka perlu dilakukan penelitian mengenai rendemen cuka kayu yang dihasilkan oleh kayu Jelutung. Namun dalam pembuatan arang, ukuran bahan baku akan mempengaruhi lamanya proses pemasakan sehingga selain mengetahui rendemen arang kayu yang dihasilkan akan dilakukan pula perbandingan rendemen cuka kayu berdasarkan ukuran bahan baku, serta kualitas dari cuka kayu tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu di desa Pangkalan Rekan Kecamatan Basarang Kalimantan Tengah, meliputi persiapan, pengambilan bahan dan data lapangan, pembuatan arang dan cuka kayu. Penelitian juga dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru yakni untuk pengujian kualitas cuka kayu. Waktu penelitian yang diperlukan adalah 4 bulan mulai dari Bulan November 2008 hingga Bulan Februari 2009.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) gergaji dan parang untuk pengambilan sampel, (2) drum hasil modifikasi, (3) tungku tradisional, (4) timbangan untuk menimbang contoh uji dan cuka kayu, (5) kantong plastik untuk memasukan arang, (6) botol kaca untuk menampung cuka kayu, (7) Piknometer alat yang digunakan untuk menguji berat jenis cuka kayu, (8) pHmeter, dan (9) Kamera untuk dokumentasi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kayu Jelutung (Dyera spp), minyak tanah dan kayu bakar. Prosedur Penelitian

Pengambilan contoh uji

Pengambilan contoh uji dilakukan di Desa Pangkalan Rekan Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Jelutung ditebang serendah mungkin dari tanah.

Pembuatan contoh uji

Contoh uji yang dipergunakan adalah Jelutung berdiameter ± 15 cm dengan penampakan luar sehat dan bebas dari penyakit. Banyak contoh uji yang digunakan adalah 2 x 2 = 4 contoh uji, dimana contoh uji ini mengalami 2 ulangan dengan panjang contoh uji 15 cm hingga mencapai berat 10 kg dan 2 contoh uji dengan berat yang sama tetapi berukuran 5 cm, bertujuan sebagai

(3)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 49 pembanding lajunya proses

pemasakan kayu menjadi arang dan cuka kayu yang dihasilkan.

Proses Pembakaran Menggu-nakan Drum Hasil Modifikasi

1. Tungku drum terdiri dari empat bagian, yaitu badan drum yang dibuka salah satu ujungnya, tutup kilin atas, cerobong asap dan lubang-lubang udara pada bagian bawah drum, yang berfungsi juga sebagai tempat pembakaran utama

2. Contoh uji dimasukkan ke dalam

tungku drum pada bagian atas dan ditata sedemikian rupa, kemudian dinyalakan dengan cara membakar bagian lubang udara dengan umpan bakar ranting-ranting kayu

3. Sesudah bahan baku menyala dan diperkirakan tidak akan padam maka tungkun ditutup dan cerobong asap dipasang.

4. Pengarangan dianggap selesai apabila asap yang keluar dari cerobong menipis dan berwarna kebiru-biruan. Selanjutnya tungku diturunkan sejajar dengan tanah dan cerobong asap ditutup dengan kertas atau kain yang sebelumnya telah dibasahi dengan air.

Penimbangan dan Pengumpulan Data

Pembongkaran arang dilakukan setelah proses pendinginan selesai, kemudian arang hasil pembakaran ditimbang beratnya. Uap hasil pendinginan partikel air dari asap yang disebut juga cuka kayu diambil dari tempat penampungan yang dialirkan melalui saluran pendingin.

Cuka kayu tersebut disimpan dalam botol yang telah ditimbang botolnya kemudian dilakukan penimbangan berat cuka kayu. Data arang dan cuka kayu yang telah diketahui dimasukkan ke dalam analisis data, untuk selanjutnya siap dihitung nilai rendemennya.

Analisis Data

Data hasil pengukuran berat ditabulasi seperti pada tabel 3 untuk kemudian disimpilkan secara deskriptif. Perhitungan rendemen digunakan rumus sebagai berikut :

%

100

x

Input

Output

R

=

Dimana : R = rendemen, Output = Berat arang / cuka kayu yang diha-silkan (gr), input = Berat kayu Jelu-tung sebelum pembakaran (gr)

Hasil perhitungan rendemen masing-masing parameter selanjut-nya dianalisis dengan menggunakan nilai rata-rata, nilai batas atas dan batas bawah.

(4)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 50 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rendemen Arang

Rendemen arang dari proses pembuatan cuka kayu pada kayu Jelutung (Dyera spp) hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Arang merupakan hasil sampingan dalam pembuatan cuka kayu. Gambar 1 menunjukan bahwa kedua perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai rata-rata tertinggi rendemen arang terdapat pada perlakuan A (pemasakan cuka kayu menggunakan contoh uji berukuran 5 cm), yaitu sebesar 4,25 %, sedangkan perlakuan B hanya sebesar 3,75 %. Kayu Jelutung yang digunakan sebagai bahan baku tidak mengabaikan kulit karena kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang paling penting kedua setelah kayu (Fengel dan Wegener, 1995).

Besarnya rendemen arang pada perlakuan A dikarenakan ukuran yang lebih kecil dibandingkan perlakuan B. Perlakuan A rongga antar tumpukan bahan baku lebih banyak sehingga proses terbakarnya bahan baku menjadi arang agak terhambat. Fengel dan Wegener (1995) menyatakan kulit memiliki sifat pembengkakan yang berbeda, kurang anisotropik, memiliki koefisien perambat panas sedikit lebih rendah dan jauh lebih lunak dalam semua sifat mekanik kayu. Berbeda halnya dengan perlakuan B yang memiliki ukuran lebih panjang, proses pemanasannya memerlukan waktu yang lebih singkat sehingga pembakaran menghasilkan abu yang banyak. Lama proses pembakaran yang digunakan untuk kedua perlakuan yaitu 10 jam.

Gambar 1. Grafik kisaran nilai rendemen arang Jelutung (Dyera spp) Keterangan : A = perlakuan 5 cm; B = perlakuan 15 cm; BB = Nilai Batas Bawah; BA = Nilai batas Atas; R = Rata-rata

(5)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 51 Cuka Kayu

Hasil perhitungan nilai rendemen cuka kayu dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa cuka kayu yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan berdasarkan ukuran bahan baku. Pemasakan cuka kayu pada kayu

Jelutung (Dyera spp) didapat nilai rendemen cuka kayu tertinggi rata-rata cuka kayu pada perlakuan A (pemasakan cuka kayu menggunakan contoh uji berukuran 5 cm), yaitu 6,4 %, sedangkan perlakuan B hanya sebesar 6,3 %.

Gambar 2. Grafik kisaran nilai rendemen cuka kayu Jelutung (Dyera spp)

Keterangan : A = perlakuan 5 cm; B = perlakuan 15 cm; BB = Nilai Batas Bawah; BA = Nilai batas Atas; R = Rata-rata

Kualitas Cuka Kayu

Pengujian cuka kayu hasil pemasakan diuji di Balai riset dan standarisasi Industri Banjarbaru. Hasil pengujian dapat diamati pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pengujian, diketahui berat jenis hasil pemasakan cuka kayu Jelutung hampir termasuk ke dalam Standar Kualitas Cuka Kayu Asal Jepang (<1,005), yaitu 1,0014. Keasaman

cuka kayu Jelutung 3,82, sedangkan Standarisasi Kualitas Cuka Kayu Asal Jepang 1,5 - 3,7. Dari hasil kadar kotor cuka kayu Jelutung didapat nilai hasil uji 0,25% sehingga tergolong dalam kelas tidak keruh dan kadar air cuka kayu Jelutung 9,93%, termasuk ke dalam Standarisasi Kualitas Cuka Kayu Asal Jepang (1-18%).

(6)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 52 Tabel 1. Hasil Pengujian Cuka Kayu (Wood Vinegar) Jelutung (Dyera spp)

No Parameter

Uji Satuan Hasil Uji Standar Jepang Metode Uji

1. Berat Jenis - 1,0014 < 1,005 Piknometer

2. Keasaman (pH) - 3,82 1,5 - 3,7 pH meter 3. Kadar Kotor/ Transparansi % 0,25 Tidak ada suspensi Gravimetri

4. Kadar Air % 9,93 - Destilasi

toluene

5. Warna - Kuning –Coklat

kemerahan

Kuning –Coklat

Kemerahan -

6. Bau - Asap Kuat - -

Pembahasan

Hasil rendemen arang pada perlakuan A (ukuran 5 cm) lebih besar dari perlakuan B (ukuran 15 cm), diindikasikan karena dalam proses pembakaran perlakuan B lebih cepat terbakar karena ukuran B lebih besar dari ukuran A. Ruang pada contoh uji B (ukuran 15 cm) memiliki kandungan oksigen (O2) yang lebih banyak dibandingkan contoh uji A (ukuran 5 cm).

Langkah pertama dalam pembakaran ialah penguapan air yang ada, kemudian komponen-komponen yang mudah menguap dan kayu, yang terbakar dan yang tidak terbakar, dikeluarkan pada suhu 100 hingga 600 °C. 75% hingga 85% dari kayu dapat diuapkan. Komponen-komponen yang mudah menguap yang dapat terbakar, terbakar seperti gas, sedang sisanya yang padat, terutama karbon, terbakar serupa benar seperti arang . Reaksi pembakaran meliputi penggabungan zat arang dari kayu dengan oksigen untuk membentuk arang dioksida dan penggabungan hidrogen dari kayu dengan oksigen untuk membentuk air. Oksigen dalam reaksi tersebut sebagian berasal dari kayu dan sebagian bersal dari udara. Kayu mengandung kira-kira mengandung 6% hidrogen, 49% zat arang dan 44% oksigen. Jumlah

oksigen yang diperlukan dalam praktek, lebih banyak udara yang diperlukan daripada jumlah teoritis ini untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Ini dinamakan udara berlebih (Haygreen, J.G dan Bowyer J.L., 1989).

Resin mempunyai nilai panas hampir dua kali kayu, karenanya kayu beresin memiliki nilai agak lebih tinggi daripada kayu tanpa resin. Kulit kayu dan kayu dari kayu lunak umumnya cenderung agak lebih tinggi nilai panasnya daripada kayu keras. Nilai panas juga bervariasi dengan spesies karena bervariasinya proporsi zat arang, oksigen dan hidrogen yang ada (Haygreen, J.G dan Bowyer J.L., 1989.).

FAO (1987) menyatakan bahwa arang merupakan suatu zat padat sisa hasil pembakaran dari kayu atau bahan yang mengandung karbon (carbonaceous substances) melalui proses pyrolisis atau karbonisasi dalam ruangan tertutup atau dalam kondisi tanpa udara. White dan Dietenberger (2001) menyatakan bahwa zat kayu mengalami degradasi termal dalam proses pyrolisis. Pada suhu antara 100oC sampai 200oC, kayu mengalami dehidrasi dan menghasilkan uap air serta beberapa gas dan cairan seperti

(7)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 53 CO2, H2O, asam format, dan asam

asetat. Komponen utama kayu seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin mengalami degradasi termal pada suhu antara 200oC sampai 450oC. Pada suhu di atas 450oC, zat kayu yang masih tersisa adalah arang. FAO (1987) menyatakan pemanasan lebih lanjut sampai 500oC dapat menghasilkan arang dengan kadar karbon terikat mencapai 85%, zat mudah menguap (volatile matters) sekitar 10%, serta kadar abu antara 3-5%.

Kecepatan proses pengarangan mempengaruhi jumlah

rendemen cuka kayu yang dihasilkan. Pada Proses pengarangan penelitian ini menggunakan drum modifikasi dan kondensator yang sederhana sehingga kecepatan proses pengarangan mengakibatkan penguapan air lebih cepat dan tidak

dapat dikondensasikan secara maksimal.

Asap dalam pembakaran berubah menjadi uap, turun dan menjadi dingin, kemudian mencair menjadi sebuah zat yang disebut asam pyrologneous atau cuka kayu. Cuka kayu murni sebagian mengandung air 80 % - 90 %, tetapi juga mengandung lebih dari 200 komponen lain, termasuk asam asetik, methilalkohol, aseton dan sejumlah kecil senyawa kimia yang lain (Shu li, 1999). Cuka kayu adalah cairan hasil kondensasi asap dari pembakaran kayu, rendemen arang dari metode ini sekitar 30%,

sisanya 70% adalah asap/gas dan sedikit tar (Lampung Pos, 2007).

Rendemen Cuka Kayu pada perlakuan A (ukuran 5 cm) lebih besar dibandingkan perlakuan B (ukuran 15 cm) tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Ada hal yang perlu dicermati yakni dari sisi fisik dalam proses pembuatan cuka kayu.

Karakteristik keadaan contoh uji selama proses pengolahan kayu menjadi Cuka Kayu seperti terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan tabel maka dapat diketahui karakteristik kayu yang tepat untuk proses pengembangan/pengolahan cuka kayu berukuran 5 cm (perlakuan A) dan 15 cm (perlakuan B). Perlakuan A dengan ukuran yang kecil (5 cm) lebih efisien digunakan jika dilakukan usaha produksi dalam jumlah besar karena menghasilkan arang yang lebih banyak dan juga cuka kayu yang banyak dengan syarat waktu/lamanya proses produksi kurang dari 10 jam.

Menurut Yatagai (2001), mutu cuka kayu bervariasi tergantung pada jenis tempat pengeringan arang, jenis perubahan oleh temperatur karbonisaasi dan jenis kayu. Komponen kimia cuka ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman, sumber kayu dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah (Astuti, 2000). Temperatur pembuatan asap juga akan mempengaruhi kualitas asap yang dihasilkan (Darmadji dkk, 1999).

(8)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 54 Tabel 2. Karakteristik Cuka kayu Jelutung

Kondisi Materi Contoh Uji Berukuran 5 Cm Contoh Uji Berukuran 15 cm Analisa

Bahan Baku Lambat Cepat Produk yang dihasilkan

Warna Cerah Agak Keruh Perubahan warna menjadi agak

keruh menjelang 10 jam terakhir proses produksi

Bau Asap kuat Asap kuat -Waktu pembakaran terlalu

lama

- Dipengaruhi getah Kadar abu Kurang Tinggi

(Masih ada arang kayu)

Tinggi

(Tidak ada arang kayu)

Hampir habis terbakar

Arang kayu Banyak (8,5 %)

Sedikit (7,5 %)

Ukuran contoh uji mempengaruhi

Getah kayu Banyak Banyak Getah yang terbakar

mempengaruhi bau cuka yang dihasilkan Bentuk (ukuran) Log 5 cm dengan kulit Log 15 cm dengan kulit

Kulit berpengaruh terhadap proses pembakaran

Bahan Bakar ± 1 m3 ± 1 m3 Banyak kalor terbuang karena

pembuatan di tempat terbuka

Angin Berpengaruh Berpengaruh Angin kencang mengakibatkan

api bergerak ke berbagai arah sehingga kalor tidak fokus

Waktu / Lama Proses Produksi

± 10 jam ± 10 jam Terlalu lama, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu yang bervariasi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian cuka kayu (wood

vinegar) Jelutung (Dyera spp)

adalah :

1.

Nilai rendemen arang pada perlakuan A (ukuran 5 cm) lebih besar dibandingkan rendemen arang pada perlakuan B (ukuran 15 cm)

2.

Hasil rendemen cuka kayu pada perlakuan A tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B

3.

Berdasarkan hasil pengujian, cuka kayu (wood vinegar) Jelutung tidak termasuk ke

dalam standar kualitas cuka kayu asal jepang secara khusus

tetapi masih dapat dimanfaatkan.

Saran

Untuk mendapatkan rendemen arang dan cuka kayu yang tinggi maka sebaiknya menggunakan bahan baku dengan ukuran 5 cm dan lama pembakaran kurang dari 10 jam, untuk penghematan penggunaan bahan bakar sebaiknya menggunakan tungku yang tertutup atau menyatu dengan drum agar kalor yang dihasilkan lebih efisien.

(9)

Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 55 DAFTAR PUSTAKA

Astuti. 2000. Bioshell: Pengawet

Alami. Reform.

http://coconutcenter.blogspot.com Darmadji. 1999. Bioshell: Pengawet

Alami. Reform.

http://coconutcenter.blogspot.com Fengel, D dan Wegener. 1995.

Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi-Reaksi. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta

Food and Agriculture Organization. 1987. Simple Technology in Charcoal Making. http://www.fao.org/docrep/X5 328e/x5328e00.html Hadiwiyoto, S., Darmadji, P., Purwarasari, S.R.. 2000. Perbandingan Pengasapan Panas dan Penggunaan Asap Cair pada Pengolahan Ikan: Tinjauan Kandungan Benzopirin, Fenol, dan Sifat Organoleptik Ikan Asap.

Agritech. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada.

Haygreen, J.G dan Bowyer J.L., 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar Diterjemahkan oleh Soettjipto A. Hadikusuma. UGM Yogyakarta.

Lampung Pos, 2007. Teknologi

Cuka Kayu, Produk Beragam

Manfaat.

webmaster@mediaindonesia .co.id

Shu Li. 1999. Wood Vinegar. Reform.

http://wwwsumiworld.com/vinegar.ht ml.

White, R.H. dan M.A. Dietenberg. Wood Products: Thermal Degradation and Products. Encyclopedia of Materials: Science and Technology, pp. 9712-9716.

Yatagai, Mitsoyushi. 2001.

Utilization of Charcoal and Wood Vinegar in Japan.

RCDCFT in Coorporation with JCFA. Bogor.

Gambar

Gambar 2.  Grafik kisaran nilai rendemen cuka kayu Jelutung                      (Dyera spp)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan data yang berkaitan dengan pengalokasian Rencana Bisnis Anggaran (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Lamongan). Data yang digunakan untuk

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : (1) terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap masyarakat terhadap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan siskamling di

3a. Nasihat dari ibu mampu mencerahkan pikiranku.. Ilmu yang diberikan Ustadz Yusuf mampu mencerahkan hati pendengar. 4) POND’S Day Cream mampu memberikan kulit wajah tampak

Penelitian ini adalah melakukan segmentasi paru-paru pada citra x-ray rongga dada menggunakan metode Active Shape Model dan dari hasil segmentasi dapat diketahui diameter

bahwa untuk mewujudkan kepastian hukum dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kendal

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 L susu sapi segar yang dibeli pada beberapa peternak atau outlet di daerah Medan Sunggal.. Penelitian ini menggunakan metode

Ha : “Ada pengaruh yang signi fi kan antara pertemanan sebaya terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sewon, Bantul Tahun

Terdapat 31 jenis tanah di negeri Perak ( Schematic Reconnaissance Soil Map Perak, Pengarah Pemetaan Malaysia, 1970) dan 8 jenis latar belakang geologi (Peta Kajibumi