• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII KESIMPULAN. dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII KESIMPULAN

7.1. Kesimpulan

Kemajemukan (pluralitas) etnis, bahasa, budaya dan agama yang tumbuh dan berkembang di Kota Singkawang merupakan suatu fakta sosiologis yang tak terbantahkan dalam kehidupan umat manusia. Pluralisme berkaitan dengan perbedaan dan keberagaman sebagai fitrah yang harus dirayakan dan dirangkai menjadi satu kekuatan untuk membangun harmoni dan menjadi modal sosial (social capital) dan perekat untuk melanggengkan keharmonisan masyarakat. Namun, di sisi lain, pluralitas dapat menjadi ancaman besar yang menyimpan potensi konflik jika tidak disadari oleh masyarakat. Kondisi seperti ini telah dimanfaatkan dengan cerdas oleh Jama’ah Muslimin dalam membina kerukunan dan keharmonisan antar etnis di Kota Singkawang.

Kota Singkawang dijadikan basis pengelolaan keragaman kelompok etnis karena alasan-alasan antara lain bahwa di Kota Singkawang terdapat berbagai macam kelompok etnis yang cukup beragam dengan karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Singkawang merupakan daerah tujuan wisata yang relatif lebih aman jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di KalBar yang sering dilanda konflik antar etnis. Di samping hal tersebut, Kota Singkawang juga di huni oleh mayoritas masyarakat Cina. Masyarakat Cina sangat menjaga rasa aman dan keharmonisan masyarakatnya, karena mereka berorientasi pada usaha bisnis dan dagang. Agama yang mereka anut Khonghucu adalah bukan agama misi sehingga tidak ada penolakan atau pertentangan dengan agama lain di

(2)

Singkawang, meskipun mereka membangun Kelenteng di tengah pemukiman masyarakat etnis lain.

Strategi pengelolaan keragaman kelompok etnis diterapkan oleh Jama’ah Muslimin di Kota Singkawang dilakukan dengan melalui gerakan ishlah sebagai garis perjuanagan, menjalin ukhwah Islamiyah, berhimpun dalam Shuffah (sebagai wadah bersama), pernikahan/ kawin campur, tidak membedakan etnis satu dengan lainnya, menggunakan bahasa daerah dan aqidah, tidak terlibat aktif dalam politik, adanya sistem keemiran. Semua instrumen dalam pengelolaan keragaman etnis yang dikemukakan di atas menjadi semakin kuat karena mendapat dukungan dari kekuatan lokal masyarakat Kota Singkawang. Hal ini semakin kuat jika diikuti oleh kesamaan kecenderungan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam.

Faktor keberhasilan Jama’ah Muslimin dalam mengelola keragaman etnis antara lain juga karena adanya doktrin ajaan Islam. Jama’ah Muslimin dalam mengelola kelompok etnis dilakukan dalam beberapa tahapan diantaranya;Al-Jama’ah, As-Sam’u, Ath-Tha’at, Hijrah dan Jihad fi sabilillah. Jama’ah Muslimin dapat berhasil dalam mengelola keragaman kelompok etnis di Kota Singkawang karena Jama’ah Muslimin di Kota Singkawang dalam kehidupan bermasyarakat dengan tidak mempersoalkan perbedaan etnis, status sosial dan ekonomi. Upaya menyatukan kembali kelompok etnis yang berkonflik, dilakukan Jama’ah Muslimin adalah dengan cara “membaurkan” berbagai kelompok etnis di dalam sebuah kompleks perkampungan (Shuffah). Kelompok etnis yang bergabung dalam Jama’ah Muslimin tersebut antara lain etnis Madura, Melayu, Dayak, Cina,

(3)

Bugis, Batak, Padang, Sunda dan Jawa. Berhimpunnya mereka kedalam satu wadah shuffah semata mata karena patuh pada perintah agama.

Dengan demikian, disertasi ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, Jama’ah Muslimin berhasil mengakomodasi kekuatan lokal yang ada di Singkawang. Mereka secara cerdas dapat membaca karakter geografissosial dan budaya Kota Singkawang yakni sebagai kota yang aman, bertemunya tiga etnis/budaya, kota dagang dan tujuan wisata sehingga menetapkan Singkawang sebagai basis mengelola kelompok etnis. Kedua, Strategi Jama’ah Muslimin dalam mengelola kelompok etnis cukup efektif. Antara lain melalui membangun Shuffah, gerakan Ukhuwah (sosial) dan Ishlah (damai) sebagai garis perjuangan dalam menegakkan khilafah di tengah masyarakat plural, tanpa harus membawanya ke ranah politik praktis. Ketiga, disertasi ini juga menemukan adanya sebuah gagasan baru tentang model mengelola keragaman kelompok etnis yang lahir dari sebuah proses sosial di Singkawang. Proses sosial tersebut digerakkan oleh beberapa aktor yang merupakan sub-sub system dalam masyarakat Singkawang, terutama oleh Jama’ahMuslimin, sehingga proses yang terjadi berhasil mempengaruhi sistem secara keseluruhan.

Kota Singkawang dalam prespektif teori fungsionalisme dilihat sebagai organisme yang hidup dan tumbuh berkembang. Unsur unsur yang hidup dan berkembang di Kota Singkawang antara lain unsur pemerintah (state), kelompok etnis dan Jama’ah Muslimin. Jama’ah Muslimin salah satu unsur yang memberikan konstribusi positif dalam membangun kerukunan antar warga dan umat beragama. Kota Singkawang bisa berkembang dan kondusif karena semua

(4)

unsur dalam masyarakat berfungsi dan berperan sesuai dengan peranya masing masing, tidak ada yang dianaktirikan. Semua kelompok etnis diberi hak dan fasilitas yang sama oleh pemerintah Kota Singkawang.

Jama’ah Muslimin dapat berhasil dalam mengelola keragaman kelompok etnis di Kota Singkawang karena Jama’ah Muslimin di Kota Singkawang dalam kehidupan bermasyarakat dengan tidak mempersoalkan perbedaan etnis, status sosial dan ekonomi, tetapi mereka lebih menghormati dan menghargai perbedaan tersebut dalam kesehariannya. Upaya menyatukan kembali kelompok etnis yang berkonflik, dilakukan Jama’ah Muslimin adalah dengan cara “membaurkan” berbagai kelompok etnis di dalam sebuah kompleks perkampungan (Shuffah). Kelompok etnis yang bergabung dalam Jama’ah Muslimin tersebut antara lain etnis Madura, Melayu, Dayak, Cina, Bugis, Batak, Padang, Sunda dan Jawa. Berhimpunnya mereka kedalam satu wadah shuffah semata mata karena patuh pada perintah agama.

Perbedaan etnis dan agama bukan satu satunya penyebab timbulnya pertikaian, tetapi juga ditentukan oleh banyak faktor, seperti ketidakadilan ekonomi dan kebijakan yang tidak adil dalam masyarakat. Pengurus dan anggota Jama’ah Muslimin di Kota Singkawang tidak lagi mempersoalkan perbedaan etnis, status sosial dan ekonomi, akan tetapi mereka lebih menghormati dan menghargai perbedaan tersebut.

Kunci keberhasila pengelolaan kelompok etnis yang diterapkan Jama’ah Muslimin antara lain; pernikahan/kawin campur, tidak membedakan etnis satu dengan lainnya, menggunakan bahasa daerah dan aqidah, tidak terlibat aktif

(5)

dalam politik, adanya sistem keemiran. Semua instrumen dalam pengelolaan keragaman etnis yang dikemukakan di atas menjadi semakin kuat karena mendapat dukungan kesamaan keyakinan agama. Hal ini semakin kuat jika diikuti oleh kesamaan kecenderungan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam. Strategi Jama’ah Muslimin dalam mengelola keragaman etnis ke dalam internal Jama’ah dengan cara penguatan keimanan (ukhwah Islamiyah) antar umat atau etnis melalui pendidikan di Shuffah, bait, dakwah, dan ishlah, sehingga menjadi pribadi pribadi yang kuat, siap dan terampil untuk berinteraksi dengan dunia di luar Jama’ah.

Terdapat faktor penting yang membuat masyarakat Singkawang terintegrasi, yaitu motif ekonomi. Sebagai Kota pariwisata, sektor ekonomi sangat diandalkan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pariwisata adalah aset ekonomi paling penting di Singkawang yang membuat berbagai usaha atau bisnis di Singkawang dapat hidup dan berkembang. Untuk menjamin keberlangsungan kehidupan ekonomi tersebut, syarat yang sangat diperlukan adalah jaminan rasa aman atau terbebas dari konflik. Maka motif ekonomi sebenarnya turut mendorong masyarakat Singkawang untuk menciptakan kondisi sosial yang baik, rukun, dan bersatu. Mengacu pada analisis Integrasi Sosial, “Kebutuhan akan rasa aman bagi keberlangsungan ekonomi” telah menjadi kesadaran bersama warga dari berbagai etnis dan agama di Singkawang. Dengan kata lain, hal tersebut telah menjadi collective conciousness yang merupakan prasyarat terpenting bagi terbentuknya integrasi sosial.

(6)

adalah pengakuan identitas bersama yang dimiliki semua etnis di Singkawang. Baik Melayu, Cina, Dayak dan lainnya sama-sama mengaku sebagai “Orang Singkawang”. Identitas bersama ini diposisikan di atas identitas etnis dan agama. Hal ini dipertegas dengan pengakuan identitas sebagai bumi putera. Dimana definisi Bumi Putera bukanlah etnis asli daerah tersebut (dalam hal ini Dayak dan Melayu), namun Bumi Putera adalah siapa saja yang terlahir di Singkawang dan atau yang telah tinggal di Singkawang selama lebih dari 25 tahun. Identitas baru ini merupakan sebuah bentuk integrasi yang mampu mengatasi identitas.

Akhirnya, dapat diperas atau dirumuskan satu intisari kesimpulan bahwa kerukunan antar etnis dapat tercipta melalui akomodasi kekuatan lokal dan kepeloporan para pemimpin/tokoh lokal adalah salah satu bagian atau sistem dalam masyarakat. Untuk konteks Singkawang, Jama’ah Muslimin adalah bagian penting dari sistem tersebut yang telah berperan dalam pengelolaan keragaman etnis. Tepatlah kiranya bahwa setiap bagian (sub-sistem) dalam masyarakat keberadaannya menentukan bagi sistem atau masyarakat tersebut. Jika keberadaannya positip maka akan bermanfaat bagi kseluruhaan sistem tempat mereka berada, namun jika negatip juga memberi ekses tidak baik bagi sistemnya.

7.2. Rekomendasi

Keberhasilan Jama’ah Muslimin Kota Singkawang dalam membangun hubungan sosial yang terbangun secara baik antara anggota kelompok Jama’ah Muslimin maupun anggota Jama’ah Muslimin dengan masyarakat luas sebagaimana yang dikemukakan di atas, merupakan modal sosial dan model yang

(7)

sangat penting dalam mewujudkan perdamaian. Kemampuan Jama’ah Muslimin Kota Singkawang untuk menjaga dan mengembangkan pola pola integrasi sosial yang jauh dari konflik kekerasan perlu dikaji lebih mendalam untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam upaya mempersempit peluang terjadinya konflik sosial yang dapat merusak tatanan sosial masyarakat. Kurangnya perhatian yang selama ini diberikan kepada usaha usaha untuk menggali nilai nilai budaya lokal membuka peluang bagi suburnya semangat “ignoransi” terhadap kearifan lokal yang telah melembaga di dalam masyarakat secara turun temurun, nilai nilai persaudaran dan solidaritas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal yang diperkuat oleh penghayatan terhadap ajaran Islam, tidak dipungkiri merupakan sumber inspirasi yang sangat potensial dalam membangun suasana kehidupan harmonis antar warga dalam masyarakat. Atas dasar ini maka penelitian ini mengnggap perlu meminta perhatian para penentu pengambil kebijakan serta para pemikir sosial untuk meningkatkan upaya menjadikan kearifan lokal sebagai modal sosial yang strategis bagi usaha usaha memantapkan proses pengelolaan keragaman etnis dimasa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 28 Juni 2006 , Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua BAPEPAM-LK dengan suratnya No.S-793/BL/2006 untuk melakukan Penawaran Umum Terbatas V kepada

7DQJJXQJ MDZDE SHUDZDW GDODP SHQ HUDSDQ 0$.3 7LP PHPSXQ\DL KXEXQJDQ \DQJ VDQJDW NXDW WHUKDGDS NHSXDVDQ SDVLHQ 6HPDNLQ EDLN WDQJJXQJ MDZDE SHUDZDW VHPDNLQ WLQJJL SXOD NHSXDVDQ

Dengan nilai selisih delta dari kelompok kontrol dan intervensi 8,933 dan nilai Effect size = 0,7 yang berarti pengaruh terapi ozon bagging terhadap penyembuhan ulkus

Maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh dari variabel persepsi kemanfaatan pengguna (perceived usefulnes), persepsi kemudahan pengguna (perceived ease of use), intensitas

Dari tabel 2 di atas diketahui serat alam yang paling banyak ditemukan sebagai bahan baku kain untuk batik di kota Pekalongan adalah kapas dan sutra. Bahan baku kain

dapat memilih nilai-nilai positif dari berbagai lingkungan. Melalui proses difusi,juga dikembangkan suatu proses pendidikan karakter yaitu kepribadian yang kokoh yang

Dengan semakin berkembangnya teknologi sensor kamera penginderaan jauh dan harganya yang menjadi semakin terjangkau, serta semakin berkembangnya teknologi pesawat

Meskipun secara produktivitas dan keuntungan ekonomis penggunaan varietas Hot Chili lebih unggul dibandingkan dengan Tanjung-2, namun kenyataan di lapangan berdasarkan