• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1. Pengertian Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan bisa meliputi barang fisik ( tangible ) atau meliputi barang jasa ( intangible ) yang dapat memuaskan konsumennya (Tjiptono, 2006:95).

Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi dan kapabilitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Secara lebih rinci, konsep produk total meliputi barang, kemasan, label, pelayananan dan jaminan. (Tjiptono, 2006:96).

(2)

2.1.2. Perilaku Konsumen

Dalam perspektif ekonomi Islam. perilaku konsumsi seorang muslim didasarkan pada beberapa asumsi sebagaimana dikemukakan oleh Monzer Kahf, yaitu :

1. Islam merupakan suatu agama yang diterapkan di tengah masyarakat.

2. Zakat hukumnya wajib.

3. Tidak ada riba dalam masyarakat.

4. Prinsip mudharabah diterapkan dalam aktivitas bisnis.

5. Konsumen berperilaku rasional yaitu berusaha mengoptimalkan kepuasan. (sarwono, 2009)

Dalam perilaku konsumsi, seorang Muslim harus memperhatikan prinsip moral konsumsi, yaitu :

1. Keadilan

2. Kebersihan

3. Kesederhanaan

4. Kemurahan hati

(3)

Selain itu Islam juga mengajarkan umatnya agar berperilaku konsumsi secara sederhana (moderation). Dalam perspektif ekonomi dapat diartikan bahwa dalam berkonsumsi harus senantiasa memperhatikan kemampuan daya beli agar tidak mengalami defisit anggaran. Perilaku konsumstif akan mendorong munculnya budaya materialistik, hedonistik dan pragmatik yang menyebabkan masyarakat tidak lagi memperhitungkan kondisi lingkungan dan daya dukung sumber daya alam bagi kepentingan generasi berikutnya. (sarwono, 2009)

Perilaku konsumsi dalam Islam juga mengajarkan kita bersikap murah hati dengan mempertimbangkan kondisi lingkungannya. Munculnya kesenangan di tengah masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan hidup akan menimbulkan kecemburuan yang dapat menjadi sumber konflik. Di samping sikap kesederhanaan juga perlu dikembangkan sikap melihat dan memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Nabi menekankan dalam suatu hadist bahwa tidak dikatakan seseorang itu beriman manakala ada tetangganya kelaparan sementara dia dalam keadaan kekenyangan. (sarwono, 2009)

Berbeda dengan konvensional, perilaku konsumen dijelaskan seperti berikut, Setiap individu memiliki perilaku yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan mereka.untuk melakukannya mereka dapat menempuh berbagai usaha, sebagaimana di jelaskan Schiffman dan Kanuk (1997:6) :”The behavior

(4)

that consumers display in searching for purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas which they expect to satisfy their needs”(“Perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam pencariannya untuk

membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk, jasa dan ide yang mereka kira dapat memenuhi kebutuhan mereka”).

Pendapat lain. perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan pertukaran dalam hidup mereka.(Setiadi, 2003:3)

Dengan kata lain, perilaku konsumen itu meliputi, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk, jasa dan ide dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka, Karenanya pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi serta perilaku belanja dan pembelian pelanggan sasaran mereka.

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen

Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli suatu produk. Faktor-faktor tersebut adalah :

(5)

Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks dimana keputusan mereka dipengaruhi oleh 1. Budaya, 2. Kelas Sosial, 3. Pengaruh Pribadi, 4. Keluarga, dan 5. Situasi.

b. Perbedaan dan Pengaruh Individual.

Konsumen juga dipengaruhi faktor internal yang menggerak dan mempengaruhi perilaku mereka. Faktor internal ini sangat mungkin berbeda antar individu sehingga akan mengahsilakan keputusan dan perilaku yang berbeda pula. Faktor-faktor tersebut adalah 1. Sumber daya konsumen, 2. motivasi dan Keterlibatan, 3. Pengetahuan, 4. Sikap, dan, 5. Kepribadian, gaya hidup, dan demografi.

c. Proses Psikologis.

Proses psikologis dari konsumen akan membawa mereka pada proses berikut yaitu pengolahan Informasi, pembelajaran dan, perubahan Sikap/Perilaku, yang kesemuanya akan memberikan dampak pada penentuan keputusan mereka. (Engel, Kotler 2008: 159)

2.1.4. Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Menurut Kotler (2008:179) untuk sampai kepada keputusan pembelian konusumen akan melewati 5 tahap yaitu :

(6)

a. Problem Recognition

Merupakan tahap dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya. Pembeli mersakan perbedaan antara keadaan aktualnyadengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal seperti lapar dan haus yang bila mencapai titik tertentu akan menjadi sebuah dorongan dan rangsangan ekternal. Misalnya ketika melewati toko kue yang merangsang rasa laparnya.

b. Information Search

Setelah tergerak oleh stimuli konsumen berusaha mencari informasi lebih banyak tentang hal yang dikenalinya sebagai kebutuhannya. Konsumen memperoleh info dari sumber pribadi (keluagra, teman, tetangga, dan kenalan), komersial (iklan, tenaga penjual, perantara, kemasan), publik (media massa, organisasi pembuat peringkat), dan sumber pengalaman (pengkajian, pemakaian produk)

c. Alternative Evaluation

Merupakan tahapan dimana konsumen memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian akhir. Pada tahap ini konsumen menyemmpitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang dingiinkan dengan yang bisa diberiakn oleh pilihan produk yang tersedia.

(7)

d. Purchase Decision.

Merupakan tahapan dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uanga atau janji untuk mebayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu benda.

e. Post-purchase Behavior

Merupakan tahapan dimana konsumen akan mengalami dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan yang diambilnya.

2.1.5. Pengertian makanan

Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. (Wikipedia bahasa Indonesia).

Pada dasarnya seluruh makanan yang ada di muka bumi, baik di daratan maupun di lautan, berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan adalah halal dan diperuntukkan untuk manusia. (surat Al-Jatsiyah, 45:13,).

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Adapun pengertian makanan yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obatobatan dan semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Depkes RI, 1989).

(8)

Selain itu makanan juga dapat di artikan menjadi segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam tubuh. (www.artikata.com).

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa, makanan dalam kemasan adalah makanan yang dibungkus dengan rapi, bersih dan mempunyai masa kadaluarsa untuk dijual dalam jangka waktu yang bisa diperkirakan.

2.1.6. Labelisasi

Menurut Stanton dan William (2004:282) label adalah bagian sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau tentang penjualnya. Sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau pula etiket (tanda pengenal) yang dicantumkan pada produk, Label dibagi dalam tiga klasifikasi yaitu :

a. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan

pada kemasan

b. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif

mengenai penggunaan, konstruksi/pembuatan, perhatian/perawatan, dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk.

(9)

c. Grade Label, yaitu label yang mengidentifikasikan penilaian kualitas

produk (product’s judged quality) dengan suatu huruf, angka, atau kata. Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A,B dan C. (Stanton dan J William, 2004:282)

selain itu ada yang berpendapat bahwa label memiliki 3 fungsi utama yaitu:

a. Mengidentifikasikan produk atau merek

b. Menentukan kelas produk

c. Menjelaskan produk yaitu siapa pembuatnya, kapan, dimana, apa isinya. (Kotler, 2008:276)

2.1.7. Pengertian Halal

pengertian halal adalah “segala sesuatu yang diijinkan (dalam Hukum) sesuatu yang didapat dari jalan baik-baik (tak) melanggar syara”. (Ali & Deli, 1997:252)

Rasulullah SAW bersabda bahwasanya tidaklah diterima ibadahnya seseorang yang memakan barang yang haram. Beliaupun menambahkan: "Banyak orang berusaha sekuat tenaga untuk beribadah kepada Allah lalu mengangkat kedua tangannya seraya memohon," Ya Allah! Ya Allah! kumohon pada-Mu, terimalah ibadahku. "Tetapi jika makanannya haram,

(10)

minumannya juga haram, pakaiannya pun haram, bagaimana mungkin do'a mereka itu akan dikabulkan?" (Hadis Riwayat Muslim dan Tirmidzi)

selain itu ada yang berpendapat, Halal merupakan lawan dari kata haram, yaitu “sesuatu yang dituntut oleh agama untuk ditinggalkan dengan tuntutan yang pasti, baik dalilnya qath’i maupun dalil dzanni” (Masjfuk Zuhdi, 1990: 11).

Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah: “…tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam.”

Syarat – syarat halal yaitu :

a. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol dan produk-produk tidak halal lainnya sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan.

b. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.

(11)

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam. (www.halalmui.org)

Dari pengertian yang diberikan oleh halal di atas maka pada dasarnya halal merupakan segalala sesuatu yang terbebas dari unsur haram, apakah dari bahan baku nya, cara pemotongannya, cara pemasakannya bahkan tempat pengelolahannya yang terbebas dari unsur – unsur haram serta di perbolehkan di pergunakan sesuai dengan hokum syara’.

2.1.8. Labelisasi Halal

labelisasi halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.

Di Indonesia lembaga yang diberi wewenang oleh Pemerintah dalam proses sertifikasi halal adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara teknis ditangani oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM). Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran.

(12)

Gambar 2.1

Logo halal MUI Peraturan

Sumber : www.halalmui.org

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, kegiatan labelisasi halal telah diterapkan lebih dahulu sebelum sertifikasi halal. Di Indonesia peraturan yang bersifat teknis yang mengatur masalah pelabelan halal antara lain keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama RI No. 427/Men.Kes/SKBMII/1985 (No.68 Tahun 1985) Tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label Makanan. Pada peraturan ini disebutkan sebagai berikut.

Pasal 2: "Produsen yang mencantumkan tulisan "halal" pada label/penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama Islam.

(13)

Pasal 3: "Produsen sebagaimana dimaksud pada pasal 2 keputusan bersama ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada departemen kesehatan RI dengan mencantumkan keterangan tentang proses pengolahan dan komposisi bahan yang digunakan"

Pasal 4 (ayat 1) "Pengawasan preventif terhadap pelaksanaan ketentuan pasal 2 keputusan bersama ini dilakukan oleh Tim Penilaian Pendaftaran Makanan pada Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan".

Berdasarkan peraturan tersebut izin pencantuman label didasarkan atas hasil laporan sepihak perusahaan kepada departemen kesehatan RI tentang proses pengolahan dan komposisi bahan, belum didasarkan atas sertifikasi halal. Adapun kegiatan sertifikasi halal di Indonesia baru dilakukan semenjak didirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) tahun l989.

Sedangkan ketentuan teknis tentang pelaksanaan labelisasi yang didasarkan atas hasil sertifikasi halal baru dikeluarkan tahun 1996 yaitu Keputusan Menteri Kesehatan RI No.: 82/Menkes/SK/I/1996 Tentang Pencantuman Tulisan "Halal" Pada Label Makanan yang direvisi dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.924/Menkes/ SK/VIII/1996 tentang Perubahan atas Kepmenkes RI No. 82 Menkes/Sk/I/1996 tersebut.

(14)

Pada Kepmenkes RI No. 82 Menkes/Sk/I/1996 yang telah direvisi ini disebutkan: Pasal 8: "Produsen dan importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman tulisan "halal" wajib siap diperiksa oleh petugas tim gabungan dari Majelis Ulama Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal".

Pasal 10: " (1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 8 dari hasil pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pasal 9 dilakukan evaluasi oleh tim ahli Majelis Ulama Indonesia. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh fatwa. (3) Fatwa Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa pemberian sertifikat halal bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan".

Pasal 11: "Persetujuan pencantuman tulisan "halal" diberikan berdasarkan fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia".

Pasal 12: "(1) berdasarkan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Direktur Jenderal memberikan: (a) persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat "Halal", (b) penolakan bagi yang tidak memperoleh sertifikat "halal". (2) penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan secara tertulis kepada pemohon disertai alasan penolakan".

(15)

Pasal 17: "Makanan yang telah mendapat persetujuan pencantuman tulisan "Halal" sebelum ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan ini".

Berdasarkan ketentuan di atas maka izin pencantuman label halal dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI (sekarang menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan/Badan POM) berdasarkan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonsia (MUI). Kegiatan sertifikasi halal secara operasional ditangani oleh LPPOM-MUI.

Peraturan yang lebih tinggi yang menaungi atas ketentuan sertifikasi dan labelisasi halal antara lain UU RI Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada pasal 34 (1) UU No. 7/1996 tentang Pangan disebutkan: "Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut".

Pada Penjelasan UU No. 7/1996 Pasal 34 (1) disebutkan: "Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan

(16)

tentang pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu lain yang dipergunakan dalam memproduksi pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya ".

Selanjutnya dalam UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 8 (h) disebutkan: "Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label.

Dan dalam Pasal 62 (1) disebutkan: Bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan akan dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00- (dua milyar rupiah).

Perusahaan yang akan melakukan pelabelan halal secara legal harus melakukan sertifikasi halal. Hal ini untuk menghindari adanya pernyataan halal yang tidak valid. Suatu perusahaan yang membuat pernyataan halal secara tidak valid dapat dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 62 ayat 1 UU No. 8 tahun 1999 karena termasuk sebagai pelanggaran terhadap pasal 8 (h) dari UU tersebut.

Dari penjelasan di atas tentang proses labelisasi halal tersebut dapat di tarik kesimpulan, yaitu Label Halal merupakan suatu apresiasi yang diberikan

(17)

kepada produk – produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut ajaran agama Islam, perusahaan yang telah mencantumkan label halal di kemasan produk mereka berarti telah melakukan dan melewati proses penlabelisasian halal yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).

Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) itu sendiri adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, yang salah satu tugasnya yaitu pemberi fatwa ( mufti ) / memberikan label halal terhadap setiap produk yang di produksi di Indonesia maupun barang impor dari luar negeri. ( www.mui.or.id )

2.2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dan kerangka berpikir merupakan gambaran tetang hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2008:49).

Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Simbol-simbol kebudayaan dapat berupa sesuatu yang tidak kasat mata (seperti : sikap, kepercayaan, nilai-nilai, bahasa, dan agama)

(18)

atau sesuatu yang kasat mata (peralatan, perumahan, produk, hasil seni). (Setiadi, 2003:338)

Dengan adanya label halal di setiap produk makan dalam kemasan yang beredar di pasaran akan memberikan kenyamanan para konsumen dalam memilih produk yang akan mereka beli tanpa ada rasa was – was apakah barang tersebut layak atau tidak di makan, Khususnya konsumen dari kalangan umat muslim.

Dari uraian di atas, maka dapat di buat kerangka konseptual ataupun kerangka berpikir sebagai berikut :

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian

Sumber : Setiadi (2003) diolah

Gambar 2.2

Kerangka Konseptual Penelitian LABELISASI HALAL

(X)

KEPUTUSAN PEMBELIAN (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, identitas perempuan multikultural dalam Cala Ibi dapat diketahui melalui identifikasi dan penemuan kondisi bawah sadar

penelitian ini adalah sebagai berikut : Pelaksanaan kegiatan pembelajaran remedial yang dilaksanakan oleh guru belum dilakukan dengan terampil seperti dalam

✓ V : Vital, obat-obatan yang harus ada dan penting untuk kelangsungan hidup, yang masuk golongan obat-obat ini adalah obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan untuk

yang telah bersertifikasi halal maka pelaku usaha wajib mencantumkan label halal 2 pada kemasan produk, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 25 menyebutkan bahwa: “Pelaku

Pada percobaan tanah lempung dalam kondisi kering optimum dan basah optimum berguna untuk menge - tahui daya dukung tanah dalam kondisi kering dan basah, oleh karena itu

Pengelolaan Pembiayaan di MTs Al-Ikhlas Campaka dilaksanakan dengan proses :Penganggaran (Perencanaan anggaran): Penganggaran pembiayaan telah dilaksanakan secara baik

Namun, apabila focus penilaian karyawan dari pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, misalnya melibatkan atasan, rekan kerja, serta bawahan seperti pada