• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia

hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN

DESA SEBONG PEREH, BINTAN

Nella Dwi Amiyati,

nelladwi2@gmail.com

Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Diana Azizah, S.Pi, M.Si,

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

Tri Apriadi, S.Pi, M.Si,

Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat produksi biomassa serta laju pertumbuhan daun lamun jenis Thalassia hemprichii yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan April 2016 di perairan Kecamatan Teluk Sebong, Bintan. Metode penentuan sampling secara acak dengan metode random sampling menggunakan software visual sampling plan. Penentuan biomassa mengguanakan metode pengeringan sedangkan laju pertumbuhan dengan metode penandaan. Hasil yang diperoleh bahwa laju produksi biomassa daun lamun 74,21 gbk/m atau 2,44 gbk/m/hari. Hasil uji Oneway anova dengan selang kepercayaan 95 (p=0,05) menunjukkan bahwa laju produksi biomassa daun jenis Thalassia hemprichii untuk setiap titik berbeda secara signifikan.Rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara 0,15 ±0,034 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 0,25 cm/hari. Dari hasil analisis Principal Component Analisis mingguan dapat dilihat bahwa secara umum parameter yang berhubungan positif dengan pertumbuhan lamun diantaranya adalah oksigen terlarut, suhu, nitrat serta pospat. Dapat dilihat bahwa parameter yang erat hubungannya dengan parameter pertumbuhan adalah kandungan nutrien perairan yaitu nitrat. Dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya kadar nitrat dan pospat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun.

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Bintan merupakan wilayah pesisir yang berada di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan luasan perairan yang jauh lebih besar dibandingkan luasan daratan, maka pulau Bintan menyimpan kekayaan sumberdaya hayati dan keanekaragaman ekosistem laut tropis yang berlimpah, salah satunya adalah padang lamun. Dengan demikian Pulau Bintan memiliki potensi dan produktivitas lamun yang optimal, bahkan di beberapa wilayah Pulau Bintan telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi padang lamun salah satu daerah yang dapat dijumpai padang lamun yaitu Desa Sebong Pereh, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan.

Kawasan padang lamun di Desa Sebong Pereh dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan sebagai area penangkapan ikan, kerang-kerangan, dan kepiting yang mencirikan bahwa ekosistem ini memiliki produktivitas yang tinggi. Selain itu, secara ekologi peranan lamun juga memberikan peranan dalam rantai makanan, habitat, pemijahan terhadap biota-biota yang ada di sekitar ekosistem padang lamun. Keberadaan biota-biota tersebut bergantung pada kondisi padang lamun. Jika ekosistem lamun dalam kondisi stabil dan sehat, maka kehidupan biota-biota tersebut akan optimal.

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan secara keseluruhan. Ekosistem padang lamun menjadi salah satu sumberdaya laut yang sangat potensial karena secara ekologis ekosistem lamun memiliki beberapa fungsi penting di perairan dangkal, diantaranya sebagai produsen primer, penangkap sedimen, pendaur zat hara, dan sebagai habitat biota. (Azkab,1998 dalam Asriyana dan Yuliana, 2012).

Dengan demikian keberadaan lamun diperairan Sebong Pereh perlu untuk diketahui tingkat kesuburannya. Jika dilihat dari hamparan lamun di Sebong Pereh, jenis yang dominan adalah Thalassia hemprichii. Perlu dilakukan kajian terkait pertumbuhan dan biomassa daun Thalassia hemprichii karena dapat menjadi indikator produktif atau tidaknya perairan tersebut. Saat ini, kajian mengenai pertumbuhan dan produksi biomassa daun Thalassia hemprichii di Desa

Sebong Pereh berdasarkan biomassa belum dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian ini.

METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan April 2016. Penelitian dilakukan di perairan Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium FIKP dan laboratorium BTKL Batam.

B. Prosedur Penelitian 1. Penentuan Titik sampling

Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling

menggunakan software visual sampling plan. Berdasarkan pemetaan hasil survei awal, ditentukan 30 titik yang tersebar secara acak sepanjang perairan Desa Sebong Pereh dapat dilihat pada gambar

2. Sampling Vegetasi Daun Lamun a. Peletakan Plot

Petak contoh (Transect Plot) yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk persegi dengan ukuran 1 x 1 m yang diletakan pada masing-masing titik di 30 titik yang tersebar sepanjang perairan desa Sebong Pereh.

b. Pengamatan Kerapatan Lamun

Pengamatan kerapatan lamun akan dilakukan dengan meletakkan plot pada titik sampling yang telah ditentukan. Tiap jenis lamun jenis Thalassia hemprichii dihitung jumlahnya. Lalu dimasukan kedalam rumus perhitungan kerapatan lamun.

Ki = 𝑛𝑖 A

(3)

Dimana:

Ki = kerapatan jenis

ni = Jumlah total tegakan

A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

Untuk mengetahui kategori/kondisi kerapatan lamun, digunakan kategori penilaian kerapatan lamun seperti yang disajikan pada Tabel

Skala Kerapatan (Ind/m2) Kondisi 5 > 175 Sangat Rapat 4 125 – 175 Rapat 3 75 – 125 Agak Rapat 2 25 – 75 Jarang 1 < 25 Sangat Jarang

Sumber: Braun-Blanquet (1965) dalam

Gosari (2012)

c. Pengamatan Pertumbuhan Daun Lamun

Pengamatan pertumbuhan daun menggunakan metode penandaan. Metode penandaan yang digunakan yaitu dengan cara menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al, 1980 dalam Hendra, 2011). Luas daerah tiap ulangan diukur menggunakan transek kuadran 1x1 m. Sebelum melakukan penandaan terlebih dahulu menghitung kerapatan lamun. Sebanyak 1 tegakan dipilih secara acak dalam setiap transek. Penandan lamun dilakukan dengan cara menancapkan tusuk sate yang telah diikatkan dengan penggaris disamping lamun yang akan ditandai. Penandaan dilakukan dengan jarak 1 cm dari node. Sampel lamun Thalassia hemprichii yang telah ditandai kemudian dibiarkan.

Pengambilan sampel daun lamun dilakukan pada awal pengamatan setelah menghitung kerapatan. Pertumbuhan daun lamun diamati setelah 30 hari sejak penandaan daun lamun. Pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Hendra, 2011):

P = Pt – P0

P : Pertumbuhan panjang (cm) Pt : Panjang akhir daun (cm) P0 : Panjang awal daun (cm)

d. Pengukuran Biomassa Daun Lamun

Pengukuran biomassa daun lamun dilakukan dengan mengambil daun lamun tiap tegakan di setiap plot. Pengambilan sampel daun lamun dilakukan dua kali, pertama sampel daun lamun untuk biomassa alami biomassa asli di perairan desa Sebong Pereh. Pengukuran biomassa yang kedua adalah biomassa 30 hari yaitu biomassa yang pengukurannya dilakukan setelah 30 hari pemotongan biomassa alami. Sampel daun lamun yang telah dipangkas dimasukkan ke dalam oven (65°C) selama 48 jam hingga

sampel lamun benar-benar kering. Sampel daun lamun yang telah kering diletakkan di atas kertas aluminium foil dan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01. Perhitungan produksi biomassa daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus/ persamaan (Hendra, 2011):

P = W x D

Keterangan :

P = produksi biomassa lamun (gbk/m2),

W = Berat lamun setelah pengeringan 65°C (g), D = kerapatan lamun (tegakan/m2).

3. Sampling Air

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebagai data pendukung dalam menggambarkan kondisi perairan pada lokasi penelitian. Pengukuran parameter perairan yang dilakukan adalah salinitas, suhu, kecerahan, DO, pH, kecepatan arus, nitrat dan fosfat. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan akhir penelitian (hari ke 30).

E. Analisis Data

Data pertumbuhan dan biomassa daun lamun Thalassia hemprichii diuraikan dalam tabel serta grafik. Analisis data yang digunakan untuk membandingkan lamun dan produksi biomassa daun lamun Thalassia

hemprichii pada setiap titik pengambilan

adalah Oneway analisis of varians (one way

anova), kemudian diuji dengan menggunakan

analisis PCA (Principal Component analysis). Data nitrat dan pospat diperairan

dihubungkan dengan regresi linear sederhana dengan kondisi pertumbuhan lamun, sedangkan parameter kualitas air lainnya dihubungkan dengan pertumbuhan lamun dengan regresi berganda. Keseluruhan analisis data dilakukan dengan menggunakan

(4)

software Ms.Excel, dan data hasil dari

penelitian ini dibahas dengan menyertakan literatur pendukung berupa buku, laporan ilmiah, jurnal, penelitian terdahulu, serta sumber-sumber aktual lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Desa Sebong Pereh

Desa Sebong Pereh adalah salah satu desa di Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan dengan luas ± 30,80 km, berada diketinggian 20 m di atas permukaan laut, dengan suhu berkisar 18 ͦc s/d 22 ͦc dan curah hujan mencapai 1.220 mm/tahun dengan intensitas maksimum curah hujan selama 75 hari dalam setahun. Batas wilyahnya antara lain (Profil Desa Sebong Pereh,2014):

 Sebelah Utara : Laut Cina Selatan  Sebelah Selatan : Kuala Simpang &

Lancang Kuning

 Sebelah Barat : Kel.Tanjung Uban Utara & Selat Batam

 Sebelah Timur :Sebong Lagoi dan Kota Baru

B. Keberadaan Jenis Lamun Thalassia

hemprichii

Pengamatan kerapatan lamun di perairan Sebong Pereh yang dihitung adalah hanya jenis Thalassia hemprichii. Kerapatan digambarkan dalam satuan tegakan/ m2.

Hasil perhitungan kerapatan dapat dilihat pada gambar.

Diketahui bahwa kerapatan lamun jenis Thalassia hemprichii berkisar antara 4 - 190 tegakan/m2 dengan rata-rata 72

tegakan/m2. Titik 7 menjadi titik terjarang di

temukan lamun jenis Thalassia hemprichii dengan jumlah 4 tegakan/m2/m sedangkan,

titik 13 adalah titik terbanyak di temukan lamun jenis Thalassia hemprichii.

Untuk melihat kondisi kerapatan lamun, mengacu pada skala kondisi padang lamun. kisaran jumlah kepadatan lamun jenis

Thallasia hemprichii berdasarkan rata-rata

kerapatan sebesar 72 tegakan/m2

menunjukkan bahwa jenis lamun Thalassia

hemprichii memiliki kerapatan yang jarang.

Kerapatan yang rendah dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cenderung kasar dengan tipikal pasir berkerikil. Umumnya kerapatan lamun yang tinggi terdapat pada area dengan tipikal substrat halus karena pada substrat yang halus terdapat lebih banyak kandungan bahan organik dibandingkan dengan substrat kasar. Kandungan bahan organik tersebut dapat dimanfaatkan oleh lamun untuk tumbuh. Meskipun kerapatannya tergolong kedalam kelas kerapatan yang sedang, namun berdasarkan pengamatan jenis Thallasia hemprichii lebih dominan dibandingkan dengan jenis yang lainnya.

C. Biomassa Jenis Lamun Thalassia

hemprichii

Nilai biomassa dinyatakan dalam gbk/m2, biomassa mencirikan vegetasi lamun

khususnya jenis Thalassia hemprichii yang dominan di perairan desa Sebong Pereh. Hasil rata-rata biomassa dapat dilihat pada tabel. No. Jenis Pengambilan Rata-rata Biomassa (gbk/m2) 1 Biomassa alami 312,8 2 Biomassa 30 hari 159,3

Sumber data: Data Penelitian (2016)

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa nilai rata-rata biomassa alami atau biomassa asli di perairan desa Sebong Pereh 312,80 gbk/m2 dan nilai rata-rata biomassa

untuk 30 hari adalah 159,30 gbk/m2.

Penelitian yang dilakukan Azkab (1988) dalam Asriyana (2012) nilai biomassa di perairan Pulau Pari adalah 48,70 gbk/m2 nilai

biomassa tersebut lebih rendah dari nilai biomassa di perairan desa Sebong Pereh. Sedangkan Supriadi (2003) dalam Asriyana (2012) melaporkan bahwa di perairan Pulau Barang Lompo,Makassar nilai biomassa berkisar 35,93 gbk/m2 sampai 140,64 gbk/m2.

Berdasarkan lampiran 9 diketahui bahwa analisis beda nyata antara biomassa setiap titik diketahui dengan selang kepercayaan 95 (p=0,05) nilai p-value didapatkan sebesar 0,015<0,05, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa laju produksi biomassa daun jenis Thalassia hemprichii di tiap titik tidak berbeda secara signifikan dengan biomassa di titik lainnya.

Laju produksi biomassa 30 hari daun lamun 159,30 gbk/m2 atau 5,31

0 50 100 150 200 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Ker ap at an (in d ivi d u /m 2)

(5)

gbk/m2/hari. Produksi biomassa dapat

bervariasi secara spasial dan temporal yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama oleh nutrien dan cahaya, selain itu juga sangat tergantung pada spesies dan kondisi perairan lokal lainnya seperti kecerahan air, sirkulasi air, kedalaman, dan suhu. Pada ekosistem padang lamun, arus menetukan tingginya laju produktivitas primer melalui percampuran dan penyebaran unsur hara dan memindahkan limbah. Faktor-faktor lain seperti kecepatan arus dan ketebalan lapisan air, juga sangat menentukan produktivitas lamun. Kecepatan arus yang sangat tinggi dapat mengakibatkan naiknya padatan tersuspensi, yang berlanjut pada reduksi penetrasi cahaya ke dalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini menyebabkan rendahnya laju produksi lamun (Gambi et al,1990 dalam Supriharyono, 2007). Besarnya biomassa lamun bukan hanya merupakan fungsi dari ukuran tumbuhan, tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan (Asriyana, 2012).

D. Pertumbuhan Jenis Lamun

Thalassia hemprichii

1. Pertumbuhan Selama 30 hari Lamun Thalassia hemprichii

Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati (Kordi, 2011). Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Berdasarkan Gambar diketahui bahwa pertumbuhan terendah pada titik 26 yaitu 3,22 cm dan pertumbuhan tertinggi 7,58 pada titik 7. Rata-rata pertumbuhan selama satu bulan 4,56 cm. Nilai pertumbuhan ini naik dari pengamatan sebelumnya yaitu rata-rata 0,98 cm/minggu atau 3,92 cm/bulan.

2. Pertumbuhan harian Lamun

Thalassia hemprichii

Hasil perhitungan pertumbuhan daun lamun harian Thalassia hemprichii dapat dilihat pada Gambar

Penelitian Azkab dan Kiswara (1994) dalam Kordi (2011) di Teluk Kuta, Lombok Selatan menunjukan bahwa kecepatan tumbuh daun Thallasia hemprichii adalah 0,45 cm/hari. Nilai tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan daun lamun di desa Sebong Pereh. Pertumbuhan terendah di titik 26 yaitu 0,11 cm/hari sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu 0,25 di titik 7 sedangkan rata-rata keseluruhan 0,15 ±0,034 cm/hari. Sedangkan LIPI (1995) dalam Kordi (2011) menyatakan pertumbuhan daun lamun jenis

Thalassia hemprichii berkisar antara 0,06

cm/hari sampai 1,22 cm/hari.

E. Kondisi Parameter Fisika, Kimia, dan Substrat

1. Parameter Fisika

Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, salinitas, kecepatan arus, serta kecerahan perairan. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter fisika yang disajikan dalam Tabel

No. Parameter Fisika Satuan

Hasil Rata-rata Nilai

baku mutu Baku Mutu Awal Akhir 1 Suhu °C 28,29 28,41 20-30 (KEPMEN LH 2004) 2 Salinitas ‰ 32,01 32,84 30-40 (Effendi,2003) 3 Kecepatan Arus m/s 0,11 0,10 - - 4 Kecerahan m 100% >6 (KEPMEN LH 2004) Sumber data: Data Penelitian (2016)

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan lamun. Berdasarkan hasil pengukuran suhu air rata-rata awal pengukuran diperoleh nilai 28,29 ˚C sedangkan nilai yang diperoleh pada hari ke 30 adalah 28,41 ˚C . Dari nilai tersebut terlihat bahwa suhu di perairan masih dalam kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan dan fotosintesis. Suhu optimum pertumbuhan lamun yaitu 28-30˚C sedangkan untuk fotosintesis, lamun membutuhkan suhu optimum antara 25-35˚C (Ziemen, 1975 dalam Kordi, 2011). b. Salinitas 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 p e r tu m b u ah n d au n l am u n (c m )

Titik pengambilan sampel

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 p ert u m b u h an (c m /h ari )

(6)

Nilai salinitas di perairan desa Sebong Pereh rata-rata awal pengukuran yaitu 32,01‰ dan pada hari ke 30 meningkat menjadi 32,84‰, nilai ini termasuk kisaran yang cocok untuk kehidupan lamun. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35‰ (Dahuri,2003) sementara menurut Zieman (1975) dalam Kordi (2011), secara umum salinitas yang optimum untuk pertumbuhan lamun berkisar antara 25-35‰. Penelitian yang dilakukan McRoy dan McMillan (1977) dalam Kordi (2011) memberikn informasi bahwa Thalassia mempunyai toleransi sekitar 10-50‰. Bahkan genus Thalassia diketahui juga dapat tahan terhadap salinitas yang tinggi yaitu mencapai 60‰ (Zieman,1975 dalam Kordi 2011).

c. Kecepatan Arus

Hasil rata-rata pengukuran kecepatan arus yang dilakukan pada awal pengukuran adalah 0,11 m/s dan kecepatan arus pada hari ke 30 adalah 0,10 m/s. Menurut Koch (1994) dalam Supriharyono (2007) yang melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan arus terhadap laju produksi lamun mendapatkan bahwa produksi rendah pada perairan yang tenang atau pergerakan air sangat rendah. Laju fotosintesa naik pada dengan kecepatan arus, tetapi pada level tertentu tetap walaupun ada kenaikan kecepatan. Kondisi arus di perairan Desa Sebong Pereh tergolong lemah. Menurut Wijayanti (2007) dalam Putra (2014) pada daerah dengan kecepatan arusnya kurang dari 0,1 m/dtk termasuk kecepatan arus yang sangat lemah, sedangkan kecepatan arus sedang yaitu 0,1-1 m/dtk, sedangkan arus yang kuat > 1 m/dtk.

d. Kecerahan Perairan

Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan sangat penting bagi pertumbuhan lamun. Hal ini terbukti dari observasi yang menunjukan distribusi padang lamun yang terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerahan perairan sangat baik karena cahaya dapat masuk hingga dasar perairan (100%), dengan demikian sangat mendukung lamun untuk berfotosintesis.

2. Parameter Kimia

Parameter kimia yang diukur meliputi derajat keasaman (pH) serta oksigen terlarut (DO). Dari hasil analisis data,

diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter kimia yang disajikan dalam Tabel.

No. Parameter Kimia Satuan

Hasil Rata-rata Baku Mutu KEPMEN LH (2004) Awal Akhir 1 DO mg/L 6,780 6,730 >5 2 3 4 pH Nitrat Fosfat - mg/L mg/L 7,810 1,060 0,070 7,790 1,630 0,120 7-8,5 0,008 0,015

Sumber data: Data Penelitian (2016)

a. Derajat Keasaman

Baku mutu untuk derajat keasaman (pH) yang sesuai untuk kehidupan lamun adalah 7-8,5 (KEPMEN LH 2004). Rata-rata hasil dari pengukuran pH pada awal pengukuran adalah 7,81 dan hasil pengukuran pada hari ke 30 adalah 7,79. Hasil pengukuran tersebut pH di perairan desa Sebong pereh sesuai untuk kehidupan lamun.

b. Oksigen Terlarut (DO)

Baku mutu oksigen terlarut untuk biota perairan adalah >5 (KEPMEN LH 2004). Nilai rata-rata DO pada awal pengukuran adalah 6,78 mg/L dan nilai DO pada hari ke 30 adalah 6,73 mg/L. Dari hasil pengukuran, kandungan oksigen terlarut masih dalam kisaran yang optimal untuk kehidupan lamun. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air serta fitoplankton (Novonty, 1994 dalam Effendi, 2003).

Menurut Effendi (2003) untuk vegetasi akuatik yang melakukan fotosintesis sangat membutuhkan oksigen, berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa fotosintesis optimal terjadi pada kondisi oksigen terlarut yang cukup tinggi. Kadar oksigen terlarut di periran laut berkisar antara 7-11 mg/L, namun hampir semua biota akuatik menyukai oksigen terlarut >5 mg/L (Effendi 2003). Dengan demikian, vegetasi akuatik salah satunya lamun akan melakukan fotosintesis optimal pada kondisi oksigen terlarut yang cukup tinggi.

c. Nitrat

Grafik perbandingan hasil pengukuran nitrat pada hari pertama dan hari ke 30 pengukuran dapat dilihat pada gambar

(7)

Sumber data: Data Penelitian (2016)

Hasil pengukuran nitrat hari pertama pengamatan nilai tertinggi yaitu titik 12 sebesar 1,40 mg/L dan terenadah di titik 13 0,70 mg/L. Rata-rata nilai nitrat pada hari pertama pengukuran adalah 1,06 mg/L dan setelah 30 hari terjadi peningkatan menjadi 1,35 mg/L dengan rata-rata 1,35 mg/L. Pada hari ke 30 nilai nitrat tertinggi pada titik 7 dan 28 yaitu 2,1 mg/L dan terendah pada 1 mg/L di titik 11. Dari hasil pengukuran nitrat melebihi batas minimum kandungan nitrat di perairan yaitu nitat 0,015 (KEPMEN LH 2004).

Bila dilihat dari kondisi kesuburan perairan menurut Effendi (2003), perairan oligtrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 5 mg/L, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 – 5 mg/L, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat yang berkisar antara 5 – 50 mg/L. Dengan demikian, kondisi padang lamun di perairan desa sebong pereh tergolong kurang subur, namun dapat dilihat bahwa kondisi nutrien khususnya nitrat sangat mempengaruhi pertumbuhan lamun.

d. Fosfat

Grafik perbandingan hasil pengukuran fosfat pada hari pertama dan hari ke 30 dapat dilihat pada Gambar

Sumber data: Data Penelitian (2016)

Hasil pengukuran fosfat nilai terendah pada awal pengukuran adalah di titik 4,9 dan 18 yaitu 0,00 mg/L dan tertinggi pada titik 17 yaitu 0,25 mg/L. Pada hari ke 30 nilai nitrat tertinggi pada titik 7 dan 28 yaitu 2,1 mg/L

dan terendah pada 1 mg/L di titik 11. Nilai fosfat pada hari ke 30 tertinggi pada titik 7 yaitu 0,32 mg/L dan terendah 0,05 mg/L di titik 13. Pengukuran fosfat juga mengalami peningkatan dari rata-rata keseluruhan 0,07 mg/L menjadi 0,09 mg/L dengan rata-rata keseluruhan 0,09 mg/L. Dari hasil pengukuran fosfat melebihi batas minimum kandungan fosfat di perairan yaitu pospat 0,008 mg/L (KEPMEN LH, 2004).

Supriharyono (2007) menyebutkan bahwa kehidupan lamun sangat dibatasi oleh unsur hara atau nutrien. Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Jika konsentrasi air cukup tinggi, maka pengambilan melalui daun lebih dominan. Penelitian Erftemeijer (1993) dalam Kordi (2011) di peraiaran Indonesia menyatakan bahwa, percobaan pemupukan dan studi perbandingan mengenai ketersediaan nitrogen dan fosfor baik yang terikat pada

terrigenous sediments (akumulasi sedimen

daratan) maupun carbonate sediments

(sedimen batuan karang), mempengaruhi

pertumbuhan lamun. Sedimen yang berukuran kasar mempunyai kapasitas absorpsi terhadap fosfor yang rendah, sehingga kandungan fosfor terlarut tinggi. Kondisi ini bisa menyebabkan lamun bisa tumbuh subur (Supriharyono, 2007).

3. Parameter Substrat

Parameter substrat yang diukur adalah jenis fraksi substrat dan kandungan organik total (TOM) pada sedimen. Dari hasil analisis data, diperoleh rata-rata hasil pengukuran parameter substrat di perairan yang disajikan dalam Tabel

No. Parameter Substrat Satuan Hasil Rata-rata Hari-1 Hari-30 1 TOM % 0,77 9,91 2 Fraksi

Substrat - Pasir Berkerikil

Sumber data: Data Penelitian (2016)

a. TOM (Total Organik Matter)

Total Organic Matter (TOM) adalah total kandungan organik yang dihitung secara sederhana dengan metode pembakaran (gravimetrik). Bahan organik total menggambarkan jumlah bahan organik yang terdapat pada suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi, dan koloid (Prianto et al., 2006). 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 N it ra t(m g/L )

Titik pengambilan sampel

hari ke 1 0,000 0,050 0,100 0,150 0,200 0,250 0,300 0,350 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Fo sf at (m g/L )

Titik pengambilan sampel

hari ke 1 hari ke 30

(8)

Nilai bahan organik dinyatakan dalam persen (%). Lebih lanjut diagaram perbandingan kandungan organik total hari pertama dan hari ke 30 dapat dilihat pada Gambar

Sumber data: Data Penelitian (2016)

Rata-rata kandungan bahan organik dalam substrat 5,34%. Pada hari pertama pengamatan menunjukan total bahan organik yang tergandung adalah sebesar 0,77% lalu 30 hari kemudian naik menjadi 9,91%. Kandungan TOM pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik di sedimen melalui proses pengendapan ke dasar perairan. Laju pengendapan tersebut sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus.

Menurut Zulkifli et al., (2009) dalam Perdana (2014), tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme. Terdapat organisme-organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. Kondisi ini juga terjadi pada substrat perairan Desa Sebong Pereh yang ditumbuhi lamun. Dapat dilihat bahwa kandungan TOM yang tinggi berbanding lurus dengan pertumbuhan daun lamun jenis

Thalassia hemprichii, sehingga dapat diketahui bahwa total organik juga akan mempengaruhi pertumbuhan lamun.

b. Fraksi Substrat

Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati (Kordi, 2011). Jenis substrat di perairan desa Sebong Pereh tergolong pasir berkerikil.Padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir serta dekat dengan sedimen yang bergerak secara horizontal (Hutomo et al., 1998 dalam Kordi, 2011).

F. Analisis Komponen Utama (PCA)

Analisis Komponen Utama (PCA) merupakan metode statistik deskriptif yang

bertujuan untuk mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data ke dalam bentuk grafik. Hasil analisis PCA dapat dilihat pada Gambar

3 2 1 0 -1 -2 -3 3 2 1 0 -1 -2 First Component S e co n d C o m p o n e n t 0 0 Pospat Nitrat Arus suhu Ph DO Salinitas

Principal Component Analysis

Sumber data : olahan data Minitab (2016) Dari hasil analisis Principal Component Analisis dapat dilihat bahwa parameter yang berhubungan secara erat diantaranya fosfat, nitrat, suhu, dan salinitas, sedangkan parameter yang berhubungan namun tidak terlalu erat diantaranya pH, arus dan DO. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter nutrien sangat mempengaruhi kondisi lamun khususnya adalah pertumbuhan lamun.

G. Hubungan Antara Pertumbuhan dengan Parameter Perairan 1. Hubungan Antara Pertumbuhan

dengan Nutrien Bulanan

Hasil analisa data pertumbuhan yang dihubungkan dengan nutrien (nitrat dan fosfat) pada waktu bulanan secara lengkap dapat dilihat pada kurva regresi seperti pada Gambar

Sumber data : olahan data excel (2016)

0 5 10 15 hari-1 hari-30 To tal K andung an O rg ani k (%) y = 0,0589x + 0,2056 R² = 0.1032 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0,5 1 pe rt um buhan nitrat (mg/L)

(9)

Sumber data : olahan data excel (2016) Hasil olahan data menunjukkan bahwa hubungan antara parameter nutrien yaitu nitrat dan fosfat dapat dilihat merupakan hubungan yang positif dengan kurva positif. Dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya kadar nitrat dan fosfat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Namun dilihat dari keeratan hubungan antara dua parameter nutrien tersebut, hubungan yang lebih erat adalah nitrat dengan nilai R²=0.1032 sedangkan fosfat hanya sebesar R²=0.0004 dengan persamaan regresi diperoleh y =

0,0589x + 0,2056 menunjukkan bahwa

semakin bertambahnya satu satuan nitrat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar 0,05 cm. Sedangkan untuk fosfat dioperoleh nilai regresi y = 0,0011x +

0,1115 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya satu satuan fosfat diperairan akan menambah pertumbuhan lamun sebesar 0,0011 cm, dengan asumsi semua faktor tetap.

2. Hubungan Antara Pertumbuhan Dengan Parameter Fisika Kimia

Hubungan antara parameter perairan dengan laju pertumbuhan daun lamun

Thalassia hemprichii di analisis dengan

menggunakan regresi linear berganda. Hasil olahan data, menjelaskan bahwa hubungan antara nitrat dengan pertumbuhan lamun bersifat positif, artinya semakin tingginya kadar nitrat akan menyebabkan semakin tinggi pertumbuhan lamun. Dilihat dari keeratan hubungan antara pertumbuhan lamun dengan parameter perairan dengan nilai R² = 0.158 dengan rumus persamaan regresi diperoleh y= -

0,062suhu – 0,042salinitas + 1,4nitrat – 1,866fosfat + 4,259arus + 5,479

menunjukkan bahwa parameter nitrat berhubungan erat dengan pertumbuhan lamun dengan peningkatan sebesar satu

satuan nitrat akan mengakibatkan pertumbuhan lamun sebesar 1.24 cm dengan asumsi semua faktor tetap. Dengan demikian menguatkan bahwa laju pertumbuhan lamun sangat erat kaitannya dengan kandungan nutrien di perairan terutama adalah nitrat. Hasil ini tentunya mendukung analisis sebelumnya menggunanakan Analisis Komponen Utama (PCA) dan regresi linear sederhana yang menghasilkan kesimpulan bahwa parameter nutrien adalah parameter yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii terutama nitrat.

Dilihat dari hasil regresi bahwa parameter fosfat tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan lamun, diasumsikan bahwa karakteristik fosfat pada saat berada di badan air akan cepat mengalami akumulasi ke sedimen sehingga kandungan dalam badan air akan berkurang. Sedangkan pada saat penelitian, kandungan fosfat yang diukur adalah kandungan fosfat yang berada pada badan air sehingga kandungannya lebih rendah dan tidak begitu mempengaruhi pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii. Sesuai dengan pernyataan Muchtar dan Simanjuntak (2008) dalam Patty (2015) bahwa secara alamiah fosfat terdistribusi mulai dari permukaan sampai dasar, semakin ke dasar semakin tinggi konsentrasinya sebagai akibat dari dasar laut yang kaya akan nutrisi dan konsentrasinya semakin rendah semakin jauh ke arah laut.

Dilihat dari hubungan regresi di atas, diperoleh bahwa arus perairan juga memiliki hubungan yang positif/berbanding lurus dengan pertumbuhan lamun. Diketahui bahwa arus mempengaruhi penyebaran nutrien di perairan sehingga arus juga berpengaruh terhadap pola sebaran nutrien sehingga juga akan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Menurut Yusuf (2012) sebaran unsur-unsur hara, material tersuspensi dan berbagai parameter fisika-kimia air termasuk biologi (biota) yang terjadi di perairan akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana arah, kecepatan dan pola arus serta karakteristik gelombang yang terjadi pada saat tersebut.

H. Isu Pengelolaan Padang Lamun Desa Sebong Pereh

y = 0,0011x + 0,1115 R² = 0.0004 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0,1 0,2 0,3 0,4 p e rt u m b u h an fosfat (mg/L)

(10)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kerapatan jenis lamun

Thalassia hemprichii tergolong dalam kerapatan yang sedang, sehingga mengindikasikan terjadinya penurunan kerapatan lamun desa Sebong Pereh yang disebabkan oleh faktor alami serta pengaruh dari aktivitas manusia. Area lamun dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkap biota ekonomis penting yang hidup pada area padang lamun sehingga terjadi gangguan terhadap kestabilan ekologi dan kerusakan lamun. Dari isu permasalahan di atas maka perlu dilakukan pengelolaan berupa perbaikan padang lamun melalui kegiatan rehabilitasi serta sosialisasi pentingnya padang lamun yang dilakukan oleh pihak terkait kepada masyarakat pengguna ekosistem padang lamun.

Rehabilitasi area padang lamun dapat dilakukan dengan penanaman kembali (tranplantasi) untuk menyediakan kembali habitat bagi biota-biota penting yang hidup pada ekosistem padang lamun. Menurut Kordi (2011) Selain merupakan habitat bagi berbagai biota laut, lamun juga berfungsi sebagai pelindung pantai. Tumbuhan lamun memiliki akar rhizome yang mampu mengikat sedimen dan memperkokoh tumbuhan lamun, sehingga ketika terjadi arus dan angina kencang atau gelombang besar tumbuhan lamun mampu meredamnya. rehabilitasi area padang lamun yang telah rusak menjadi sangat penting mengingat pada area lamun tersebut hidup beranekaragam biota penting.

Mengenai pertumbuhan lamun dari jenis Thalassia hemprichii cukup menggambarkan bahwa laju pertumbuhan lamun di perairan Desa Sebong Pereh tergolong tinggi dengan nilai rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara 0,15±0,034 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 0,25 cm/hari mencirikan bahwa ekosistem lamun cukup produktif. Dengan demikian, perlu langkah-langkah terkini mengenai perlindungan padang lamun melalui kegiatan konservasi berbasis perlindungan dan pemanfaatan sehingga menjamin keberlangsungan dan kelestarian ekosistem padang lamun Desa Sebong Pereh dengan melibatkan masyarakat secara penuh untuk menjaga kestabilan ekonomi masyarakat. Sehingga dari kegiatan konservasi tersebut akan memberikan dampak yang baik bagi ekosistem tanpa mengorbankan masyarakat sekitar. Menurut

Kordi (2011) pengelolaan padang lamun umumnya dilakukan dengan berbagai macam diantaranya: Konservasi ekosisitem padang lamun, pengayaan stok lamun, pengembangan marikultur, dan rehabilitasi padang lamun.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Laju produksi biomassa daun lamun di desa Sebong Pereh sebesar 74,21 gbk/m atau 2,44 gbk/m/hari.Rata-rata pertumbuhan daun secara keseluruhan berkisar antara 0,15 ±0,034 cm/hari, sedangkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 0,25 cm/hari. Nitrat merupakan faktor yang paling berpengaruh dengan pertumbuhan lamun Thalassia hemprichii di desa Sebong Pereh.

B. Saran

Perlu dilakukan kajian yang fokus pada hubungan antara nutrien dengan pertumbuhan lamun. Perlu dilakukan penelitian terkait hubungan antara produksi biomassa dengan aktifitas biota grazing (herbivora) yang memanfaatkan daun lamun untuk makanan. Selanjutnya perlu dilakukan pengelolaan berupa rehabilitasi kawasan padang lamun yang dilakukan oleh pihak terkait besama-sama masyarakat untuk menjamin kelestarian ekosisitem padang lamun di desa Sebong Pereh.

DAFTAR PUSTAKA

Asriana dan Yuliana, 2012. Produktivitas

Perairan. Bumi Aksara: Jakarta

Data Demografi Desa Sebong Pereh Tahun 2014

Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi

Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius:

Yogyakarta.

Gosari, J.A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Vol. 22 (3) ISSN: 0853-4489 : Hal 256-162 Hendra. 2011. Pertumbuhan dan Produksi

Biomassa Daun Lamun

Halophila ovalis, Syringodium

isoetifolium dan Halodule

(11)

Padang Lamun di Perairan

Pulau Barrang Lompo.

Jurnal.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Makassar Keputusan Mentri Lingkungan Hidup

(KepMen LH) No. 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut. Jakarta.

Kordi, K.G.2011.Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi

pengelolaan.Rineka Cipta:

Jakarta.

Patty.S.I.2015. Karakteristik Nitrat, Fosfat,

dan Oksigen Terlarut di

Perairan Selat Lembeh ,

Sulawesi Utara. Jurnal.LIPI

Prianto. E. Keanekaragaman Hayati dan

Struktur Komunitas Ekologi Mangrove Dewasa di Kawasan Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau. Jurnal Biodiversitas. Universitas Riau; Pekanbaru. Putra.I.P.2014.Kajian Kandungan Bahan

Organik Terhadap Kelimpahan

Keong Bakau (Telescopium

telescopium) di Perairan Teluk

Riau Kota Tanjungpinang.

Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan:Tanjungpinang. Supriharyono,M.S.2007.Konservasi

Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut

Tropis.Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Perdana.T.2014.Kajian Kerapatan Lamun

terhadap Kelimpahan Siput

Gonggong di Perairan Pulau

Penyengat Kota

Tanjungpinang.Skripsi. Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan:Tanjungpinang. Yusuf. M. 2012. Karakteristik Pola Arus dan

Kaitannya Dengan Kondisi

Kualitas Perairan dan

Kelimpahan Fitoplankton di

Perairan Kawasan Taman Laut

Karimun Jawa. Jurnal.

Universitas Diponegoro; Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Has11 penellian menunjukkan bahwa pemberian kelutan listrik dengan tlngkat voltase yang berbeda berpengaruh nyata terhadap mdilitas sperma namun tidak berpengaruh nyata terhadap

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (9) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu menetapkan Peraturan

Berdasarkan hal tersebut, BMT UGT Sidogiri Ganding Sumenep Madura dituntut agar lebih memaksimalkan bauran pemasaran atau marketing mix produk tabungan umum syariah guna

%s %ste teti tika ka ba baik ik&amp; &amp; pa pada da da dasa sarn rna a bi bila la st stan anda dar r ko kons nstr truk uksi si da dan n ke kete tent ntua uan

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil indeks nilai penting (INP) untuk komunitas pohon, perdu, dan herba yang diperoleh berdasarkan nilai persentase

Asas- asas politik dan administrasi yang memberinya bingkai ideology (aqidah) dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita- citakan dan rencana yang

Perilaku-perilaku yang dimaksud di atas, adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2, yaitu perilaku

Di sini pentingnya pendidikan anak dalam rumah tangga oleh orang tua, tanpa adanya pendidikan rumah tangga tidak akan tumbuh secara wajar baik mental maupun jasmani. Karena