4.1. Profil Rumah Sakit
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai spesialistik dan mempunyai karakteristik pelayanan yang berbeda dengan industri jasa lainnya. Menurut Yanuar Hamid (2004:2), rumah sakit mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Diberikan selama 24 jam terus menerus selama 365 hari dalam setahun. 2) Pelayanan bersifat individual.
3) Setiap saat bisa terjadi kedaruratan medik. 4) Setiap saat bisa menghadapi kejadian luar biasa. 5) Padat teknologi, modal dan tenaga.
Dengan adanya karakteristik tersebut, maka diperlukan sumber daya (manusia, obat-obatan, alat kesehatan, makanan dan sebagainya) yang harus selalu tersedia setiap saat.
Secara umum sumber daya manusia meliputi tenaga medis, paramedis dan non medis yang dimiliki rumah sakit umum yang diteliti yaitu:
1) Tenaga medis, dengan pendidikan sebagai berikut: (1) Dokter Umum
(2) Dokter Gigi
2) Tenaga paramedis, dengan pendidikan sebagai berikut: (1) Sarjana Keperawatan
(2) Akademi Kebidanan (3) Akademi Keperawatan
(4) Sekolah Pendidikan Keperawatan (5) Akademi Gigi
(6) Perawat Gigi
3) Tenaga non medis, dengan pendidikan sebagai berikut: (1) Sarjana Kesehatan Masyarakat
(2) Sarjana Farmasi/Apoteker (3) Akademi Gizi
(4) Akademi Analis Kimia (5) Sekolah Asisten Apoteker
(6) Sekolah Menengah Analis Kimia (7) Akademi Kesehatan Lingkungan (8) Akademi Rekam Medis
(9) Akademi Sekretaris (10) SLTA
(11) SLTP
(12) Sarjana dan Diploma lainnya, seperti Akuntansi, Manajemen dan Komputer.
Status kepegawaian tenaga medis, paramedis dan non medis seperti Tabel 4.6. berikut ini:
Tabel 4.1.
Status Kepegawaian Tenaga Medis, Paramedis dan Non Medis Tahun 2005
No. Petugas Status Kepegawaian
1. Tenaga Medis Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT)
2. Paramedis Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT), Honor Daerah dan Sukarela
3. Tenaga Non Medis Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT), Honor Daerah dan Sukarela
Sumber: RSU dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 (diolah)
Dari hasil pengamatan di lapangan rumah sakit umum swasta sangat tergantung terhadap tenaga medis (dokter) terutama dokter spesialis dan dokter sub spesialis dari rumah sakit pemerintah. Hal ini menimbulkan permasalahan seperti terlambatnya pelayanan kepada pasien, tertundanya jadwal operasi dan sebagainya. Kondisi harus diantisipasi oleh pihak rumah sakit umum swasta di masa yang akan datang, sehingga tidak mengganggu kelancaran pelayanan terhadap pasien. Menurut Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 37 bahwa seorang dokter atau dokter gigi diberikan izin praktek hanya di tiga tempat. Peraturan ini dikeluarkan untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, sehingga permasalahan keterlambatan pelayanan dapat teratasi. Dengan adanya peraturan ini, pihak rumah sakit diharapkan mempunyai dokter sendiri dan tidak tergantung lagi pada rumah sakit lain terutama rumah sakit pemerintah.
4.2. Profil Pasien
Profil pasien yang pernah dirawat inap yang diteliti dalam penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
4.2.1. Jenis Kelamin
Pasien yang menjalani rawat inap yang diteliti terdiri dari 130 orang (59,9%) berjenis kelamin laki-laki dan 87 orang (40,1%) berjenis kelamin perempuan. Karakteristik pasien berjenis kelamin perempuan ini harus diperhatikan pihak rumah sakit, karena konsumen laki-laki dan perempuan berbeda dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Lamb et.al (2002:167) yang menyatakan konsumen laki-laki dan perempuan berbeda dalam memenuhi kebutuhan, sedangkan Kotler dan Amstrong (2001:171) menyatakan jenis kelamin dan budaya merupakan karakteristik konsumen yang memberikan stimuli bagi konsumen untuk memutuskan pembelian suatu produk atau jasa yang ditawarkan.
4.2.2. Umur
Berdasarkan umur pasien yang pernah dirawat inap dapat dilihat pada Tabel 4.2.:
Tabel 4.2.
Karakteristik Pasien yang Pernah Dirawat Inap Berdasarkan Umur
Umur Frekwensi Persentase
< 25 tahun 22 10,1 25-34 tahun 38 17,5 35-44 tahun 41 18,9 45-54 tahun 46 21,2 > 54 tahun 70 32,3 Jumlah 217 100,0
Sumber: Diolah dari Kuesioner Identitas Responden (2005)
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.2, terlihat pasien terbanyak yang menjalani rawat inap di rumah sakit adalah pasien yang berumur besar dari 54 tahun. Hasil ini mengindikasikan bahwa kenaikan umur atau usia mempengaruhi sesorang memakai jasa kesehatan, khususnya rumah sakit, karena peningkatan usia cenderung memperlihatkan penurunan kesehatan.
Selain itu, umur seseorang akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Menurut Lamb et.al (2002:66), umur merupakan faktor demografi yang berhubungan dengan perilaku pembelian konsumen. Hal ini ditegaskan lagi bahwa bahwa umur dan family life cycle merupakan tahap yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumen. Pendapat ini didukung juga oleh Kotler et.al (2003:205), yang menyatakan tipe produk yang dibeli orang berubah selama tahap
siklus hidup dan usia seseorang perlu diperhatikan pihak pemasar, karena akan mempengaruhi pembelian barang-barang dan jasa.
4.2.3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan pendidikan pasien yang pernah dirawat inap dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut ini:
Tabel 4.3.
Karakteristik Pasien yang Pernah Dirawat Inap Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Frekwensi Persentase
Tidak sekolah/Tidak tamat SD 2 0,9
Tamat SD 25 11,5 Tamat SLTP 54 24,9 Tamat SLTA 51 23,5 Sarjana Muda/Diploma 43 19,8 Sarjana 31 14,3 Pascasarjana 11 5,1 Jumlah 217 100,0
Sumber: Diolah dari Kuesioner Identitas Responden (2005)
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.2, terlihat pasien yang pernah dirawat inap di rumah sakit sebagian besar berpendidikan SLTP, SLTA Sarjana dan Sarjana Muda/Diploma. Hal ini mengindikasikan tingkat kesadaran dan kemampuan orang yang berpendidikan lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah, khususnya menjalani rawat inap.
Selain itu, tingkat pendidikan dan pendapatan saling terkait satu sama lainnya. Orang yang berpendidikan mempunyai pendapatan yang lebih baik dari orang yang tidak berpendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (2004:59)
yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi menghasilkan pendapatan tinggi dan selalu membutuhkan pendidikan dan pelatihan lanjutan.
4.2.4. Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan pasien yang pernah dirawat inap dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini:
Tabel 4.4.
Karakteristik Pasien yang Pernah Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekwensi Persentase
Buruh/Tukang/Tani 34 15,6 Pedagang/ Wiraswasta 44 20,3 Pegawai Negeri 52 24,0 Pegawai BUMN 8 3,7 Pegawai Swasta 46 21,2 TNI/POLRI 20 9,2 Lain-lain 13 6,0 Jumlah 217 100,0
Sumber: Diolah dari Kuesioner Identitas Responden (2005)
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.4, terlihat sebagian besar pasien bekerja sebagai pegawai negeri, pedagang/wiraswasta, dan pegawai swasta. Pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (2004:59) bahwa pendidikan, pekerjaan dan pendapatan mempunyai hubungan sebab akibat.
4.2.5. Tingkat Pendapatan Keluarga
Berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut ini:
Tabel 4.5.
Karakteristik Pasien yang Pernah Dirawat Inap Berdasarkan Pendapatan Keluarga
Pekerjaan Frekwensi Persentase
< Rp.1.000.000 23 10,6 Rp.1.000.000- Rp.2.000.000 40 18,4 Rp.2.000.000- Rp.3.000.000 44 20,3 Rp.3.000.000- Rp.4.000.000 51 23,5 Rp.4.000.000- Rp.5.000.000 28 12,9 > Rp.5.000.000 31 14,3 Jumlah 217 100,0
Sumber: Diolah dari Kuesioner Identitas Responden (2005)
Dari hasil penelitian pada Tabel 4.5, terlihat pendapatan keluarga pasien yang pernah dirawat inap di rumah sakit sebagian besar berpendapatan Rp.1.000.000- Rp.4.000.000. Menurut Lamb et.al (2002:66), pendapatan adalah faktor demografi yang populer untuk segmentasi pasar, karena tingkat pendapatan mempengaruhi daya beli mereka. Dari hasil wawancara di lapangan ditemukan bahwa keluarga pasien yang pernah dirawat inap akan meminjam atau minta bantuan saudara atau teman, jika kekurangan dana untuk membayar biaya rumah sakit. Mereka berpendapat kesehatan merupakan hal yang lebih penting, uang bisa dicari jika mereka sehat. Hal ini bisa menjadi peluang bagi industri jasa kesehatan khususnya rumah sakit.