PERAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT OLEH DOSEN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN
Elsy Rahajeng, S.Kom, MTI Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan kajian tematik mengenai keikutsertaan dosen dalam rangka pengentasan kemiskinan. Dosen memiliki kewajiban tri dharma perguruan tinggi yaitu melalui program pengabdian pada masyarakat. Dosen dapat berperan mendukung pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan melalui program – program yang dilaksanakan dosen melalui program pengabdian masyarakat oleh dosen yang didukung oleh perguruan tinggi tempat dosen bernaung. Metodologi pada penulisan ini adalah kajian tematik dan pemaparan tentang program kerja dosen dalam rangka mensukseskan program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Hasil dari penelitian ini adalah melatih masyarakat berwirausaha untuk membantu perekonomian masyarakat dan membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
I. Pendahuluan
Permasalahan kemiskinan di Indonesia memang suatu hal yang sering dibicarakan. Isu tentang kemiskinan menjadi hal yang menarik untuk dijadikan topik diskusi publik, pembahasan yang akan selalu diangkat menjadi suatu permasalahan yang memang tidak mudah dipecahkan saat ini. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang cukup rumit. Menurut (Ras, 2013) masalah kemiskinan merupakan suatu permasalahan sosial yang relevan untuk kita kaji terus menerus. Karena permasalahan kemiskinan
telah ada sejak lama dan masih ada ditengah – tengah kita, dan gejalanya meningkat seiring dengan krisis multidimensional yang saat ini masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Perguruan tinggi melalui tri darma perguruan tinggi yaitu pengabdian masyarakat mendukung program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Perguruan tinggi sebagai wadah dosen untuk berkarya hendaknya memberikan dukungan moril maupun materil kepada dosen sebagai wujud perannya sebagai pendukung dan mensukseskan program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan.
Oleh karenanya dosen dapat membantu masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan.
II. Kajian Teori Teori kemiskinan
Menurut Faqih (2010), ditinjau dari sudut pandang ekonomi, kemiskinan dianggap merupakan masalah yaitu dengan beberapa alasan, antara lain : (a) kemiskinan merupakan cermin dari rendahnya permintaan agregat. Kemudian dengan permintaan agregat yang rendah maka akan mengurangi insentif untuk mengembangkan sistem produksi, (b) Kemiskinan yang berkaitan dengan rasio capital/tenaga kerja yang rendah yang selanjutnya mengakibatkan produktivitas tenaga kerja yang rendah dan (3) kemiskinan seringkali mengakibatkan kurang memberdayakan sumber daya terutama tenaga kerja.
Ditinjau dari sudut sosial, kemiskinan merupakan cirri lemahnya potensi suatu masyarakat untuk berkembang. Disamping itu, kemiskinan berhubungan dengan aspirasi yang sempit dan terbatas. Disiplin politik mengkaji kemiskinan dari ketergantungan dan eksploitasi suatu kelompok masyarakat oleh kelompok masyarakat. Hal ini adalah tidak adil dan berbahaya jika nasib dan masa depan suatu golongan masyarakat ditentukan oleh sekelompok masyarakat lain. Kemiskinan sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan dan pada akhirnya kesenjangan lebih berbahaya daripada kemiskinan.
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek soasial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Tetapi pada umumnya, ketika orang bebricara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan permintaan ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indicator orang miskin, tetapi definisi ini sangat kurang memadai karena : (a) tidak cukup memahami realitas kemiskinan, (b) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai, (c) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.
BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki – laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak – hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak – hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, bagi perempuan maupun laki – laki. Untuk mewujudkan hak – hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS mengunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), dan pendekatan objective dan subjective. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset dan alat – alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian ataupun perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorangan dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normative dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan.
Dari pendekatan – pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari;(1)
kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan lata – alat produktif; (3) kurang kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; dan sebagainya.
Berdasarkan berbagai definisi kemiskinan sebelumnya, maka indikator utama kemiskinan adalah : terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; lemahnya perlindungan terhadap asset usaha, dan perbedaan upah; terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; terbatasnya akses terhadap air bersih; lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; lemahnya jaminan rasa aman; lemahnya parsipasi; tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektifitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
Peran Perguruan Tinggi
Menurut Suparmini dan Hastuti (1998) Solusi yang perlu digencarkan perguruan tinggi berkiprah dalam pengentasan kemiskinan adalah menggalang kemitraan antar lembaga diluarnya serta antar Civitas Akademika didalamnya. Memecahkan segala permasalahan di masyarakat yang semakin kompleks
dalam era globalisasi diperlukan strategi yang terus dikaji dan diuji coba. Dinamisasi masyarakat akibat derasnya arus informasi di satu sisi sementara masih dijumpai sebagian penduduk yang masih terpuruk dalam kemiskinan merupakan tantangan bagi pengembangan perguruan tinggi untuk menemukan formulasi yang tepat dalam rangka peran sertanya mengentaskan penduduk dari belenggu kemiskinan.
Kajian Literatur
Penelitian yang dilakukan oleh Tamin (2011), melakukan penelitian yang hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa filantropi yang dilakukan oleh petani jeruk terhadap keluarga miskin baik yang berupa karitas maupun pemberdayaan sera penyediaan sumber – sumber produksi mempunyai kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sukidjo (2009) adalah meneliti tentang pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pesisir dengan pola PNPM-MKP di kecamatan Kubu, Kabupaten karangasem Tahun 2009 dengan hasil sudah berjalan sesuai dengan pedoman teknis dan prinsip – prinsip pemberdayaan masyarakat (bottom up). Penelitian selanjutnya oleh Wahyudin (2012) yang meneliti tentang model pelatihan kewirausahaan berlatar belakang kebudayaan lokal untuk pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan seyogyanya berfokus pada pembentukan pola pikir masyarakat dari pekerja menjadi pencipta pekerjaan. Memanfaatkan gambar dan simbol yang terkait dengan budaya Sunda. Kurikulum, bahan ajar, strategi dan media pelatihan yang telah dikembangkan pada penelitian ini hasilnya
berdasarkan kasjian teori dan pertimbangan yang berasala dari para pakar, yang secara empiric efektif untuk pemberdayaan masyarakat miskin di pedesaan.
III. Metode
Metode yang dilakukan dalam dengan menggunakan metode pengumpulan data seperti Interview (wawancara) dan Observasi. Metode wawancara ini digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin mengetahui hal – hal dari responden yang lebih mendalam dan umlah respondennya kecil. Metode observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuisioner. Bila wawancara dan kuisioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek – obyek alam yang lainnya. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala – gejala alam, dan nilai responden yang diamati tidak terlalu besar.(Sugiyono, 2009).
IV. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Program pengentasan kemiskinan melalui program pengabdian pada masyarakat oleh dosen. Dosen mengadakan pengamatan langsung di daerah yang menjadi tujuan program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh dosen.Kemudian dosen melakukan wawancara kepada masyarakat apa yang menjadi
kesulitan dalam kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.
Program yang dapat dilakukan dosen dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dan juga membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan adalah :
1. Dosen melakukan pengamatan potensi daerah di tempat dosen melakukan pengabdian masyarakat. Apakah daerah tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan produk agribisnis atau produk tertentu, atau daerah tersebut memiliki potensi alam yaitu potensi laut yang dapat dimanfaatkan.
2. Dosen melakukan wawancara atau bertukar fikiran kepada masyarakat, produk apa yang dapat dibuat oleh masyarakat. 3. Setelah produk telah ditentukan, pada studi
kasus ini masyarakat membuat souvenir bros dengan kain perca dan pita.
4. Kemudian dosen melatih masyarakat untuk membuat produk tersebut sehingga produk tersebut layak jual.
5. Melatih masyarakat untuk membuat souvenir bros dengan beraneka macam produk.
6. Pelatihan membuat souvenir bros dari bahan – bahan yang mudah didapat yaitu kain perca yang berasal dari limbah dari pabrik garmen di sekitar kabupaten Tangerang atau konveksi - konveksi dan pita yang murah dan mudah didapat tetapi memiliki harga jual yang layak untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
7. Memberikan pelatihan pengemasan yang bagus sehingga produk tersebut dapat dijual dengan harga yang layak.
8. Memberikan pelatihan bagaimana membuat nama produk yang menjual. 9. Memberikan pelatihan keuangan dasar
kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengelola keuangannya agar usahanya tersebut mendapatkan keuntungan. 10. Memberikan pelatihan bagaimana
membuat macam – macam produk sehingga produk memiliki banyak variasi. 11. Membantu masyarakat mengenalkan
kepada teknologi informasi, bagaimana cara membuat email, cara membuat media sosial seperti facebook. Sehingga masyarakat dapat memasarkan hasil produknya ke pasar yang lebih luas. 12. Melatih masyarakat untuk terbiasa
menggunakan sosial media dan mengiklankan produknya agar memiliki pasar yang lebih luas.
13. Melatih masyarakat untuk membuat penawaran yang baik untuk bisnisnya. 14. Membantu masyarakat mendapatkan
informasi pendanaan dari pemerintah maupun swasta apabila usaha mereka sudah mulai membesar.
V. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Model pengabdian pada masyarakat yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi melalui dosen dapat menjadi sarana bagi perguruan tinggi dan dosen dalam berperan serta membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Berbekal pengetahuan dosen sebagai pendidik dan memiliki keilmuan di bidangnya masing – masing, dosen dapat terjun langsung ke masyarakat. Keterampilan dapat kita bagikan ke masyarakat agar lebih berdaya guna dan bermanfaat untuk menambah penghasilan mereka. Saran
Dosen yang melaksanakan program pengabdian masyarakat hendaknya dapat memilih jenis usaha yang bagi masyarakat mudah untuk mencari sumber daya atau bahan bakunya. Sehingga mereka tidak merasa kesulitan dan berhenti di tengah jalan dalam melakukan kegiatan berwira usaha. Dukungan moril maupun materil yang mungkin didukung oleh Negara dimanfaatkan sebaik mungkin dan juga dosen dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki masyarakat. Hal ini dapat meringankan beban masyarakat dalam mengadakan bahan baku yang dibutuhkan untuk modal berwira usaha.
VI. Daftar Pustaka
Faqih, Achmad (2010). Kependudukan : Teori, Fakta dan Masalah. Dee Publishing.
Khomsan dkk, Ali. (2015). Indikator kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin. Ed.1, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Rais, Atma. (2013) Pemberdayaan masyarakat Sebagai Upaya pengentasan kemiskinan.Socius. Volume XIV, Oktober – desember.
Sugiono (2009) metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabet. Bandung.
Sukidjo, (2009) Cakrawala Pendidikan,Th. XXVIII, No. 2
Suparmini dan Hastuti. (1998) Pengembangan perguruan tinggi dalam rangka pengentasan kemiskinan. Kajian Ilmu Komunikasi. Vol 1. No.1
Tamin, Imron Hadi. (2011) Jurnal Sosiologi Islam, Vol.1, No.1
www.bappenas.go.id