Oleh :
Asep Ma’mun
C64104030
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA
HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Asep Ma’mun C64104030
RINGKASAN
ASEP MA’MUN. Rancang Bangun Sistem Informasi Data Hidroakustik Berbasis Website. Dibimbing oleh HENRY M. MANIK dan BONAR P. PASARIBU.
Penelitian sistem informasi hidroakuktik dilakukan di Laboratorium Akustik
dan Instrumentasi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor. Data hidroakustik yang digunakan merupakan data primer di perairan Selatan Jawa pada tanggal 10 Desember 2003 hasil penelitian bersama Tokyo University of Marine Science and Technology Japan dan FPIK-IPB. Hasil pengolahan diperoleh lokasi penelitian termasuk dalam kategori perairan yang dangkal dengan rata-rata kedalaman sebesar 122,9 m. Dalam pendeteksian ikan diperoleh data Target Strength (TS) terbesar terdapat pada strata kedalaman 110-120 m yaitu sebesar -32,95 dB dan nilai TS terkecil terdapat pada strata kedalaman 10-20 m yaitu sebesar -62,78 dB. Berdasarkan persamaan Foote (1987), dapat diduga bahwa panjang ikan terbesar sebesar 56,56 cm dan terkecil sebesar 1,82 cm. Nilai Scattering Volume (SV) terbesar terdapat pada strata kedalaman 110-120 m yaitu sebesar -43,75 dB dan nilai SV terkecil terdapat pada strata kedalaman 120-130 m yaitu sebesar -65,10 dB. Semakin besar nilai SV maka pengelompokan target semakin besar. Densitas ikan secara horizontal menyebar merata sekitar 0,588 ikan / m3. Densitas ikan terbesar yaitu 0,599 ikan / m3, sedangkan densitas ikan terkecil yaitu 0,584 ikan / m3. Dari hasil
pengklasifikasian pantulan pertama (E1) dan pantulan kedua (E2), lokasi
penelitian didominasi oleh substrat pasir berlumpur. Distribusi pasir berlumpur ini sangat dipengaruhi oleh faktor pergerakan arus dan gelombang yang sangat kuat. Adanya pengaruh arus dan gelombang dapat mengakibatkan lumpur tidak dapat mengendap di sepanjang pantai, akibatnya pada daerah ini hampir sebagian besar didominasi oleh tipe pasir sedangkan kearah laut lepas didominasi substrat lumpur.
Sistem informasi hidroakustik terdiri dari beberapa database yang saling berelasi atau berhubungan. Dalam relasi database memiliki kunci utama (Primary key) dan kunci tamu (Foregin key) pada tabel-tabel yang ada. Hubungan atau relasi yang digunakan adalah hubungan dari satu ke satu ( One to one) dan hubungan relasi dari satu ke banyak (One to many). Pada sistem informasi data hidroakustik terdiri dari halaman utama, hasil analisis hidroakustik, formula, download, buku tamu, kontak, link instansi terkait dan halaman jurnal / artikel yang tersedia. Sistem informasi hidroakustik memiliki fasilitas untuk user (peneliti / pembuat artikel) dapat mengupload hasil penelitianya. Peta lokasi penelitian pada halaman utama sistem informasi ini dapat memberikan informasi
hidroakustik pada titik-titik yang telah ditentukan di peta. Website sistem
informasi hidroakustik ini memiliki 2 tingkat keamanan yaitu tingkat administrator utama dan administrator tingkat kedua atau sering disebut dengan istilah user. Pengelolaan sistem informasi ini dilakukan oleh administrator termasuk dalam menentukan user yang akan diterima menjadi anggota. Sistem informasi
hidroakustik diciptakan sebagai sarana untuk para peneliti untuk menyimpan dan menginformasikan hasil karyanya ke dunia luas. Data yang tersimpan dalam sistem informasi hidroakustik dapat disimpan dalam dua jenis yaitu dalam bentuk raw data (*.txt, *.csv) untuk data mentah dan dalam bentuk *.pdf, *.ppt dan*.doc untuk tulisan yang akan dipublikasikan.
RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI
DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh: Asep Ma’mun
C64104030
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
” RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI DATA HIDROAKUSTIK
BERBASIS WEBSITE ”. Pembuatan sistem informasi data hidroakustik sangat
penting untuk pengembangan informasi dunia kelautan, khususnya untuk
teknologi deteksi bawah air dengan menggunakan gelombang suara.
Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada kedua orang tua,
Bapak Muhammad Shoim dan Ibu Siti Djubaedah atas doa, jerih payah dan kasih
sayang, kepada adik-adikku Dewi, Tia dan Nurlela yang selalu memberi
dukungan, serta keluarga besarku yang selalu membantuku selama ini. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.
Henry M. Manik, M.T dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar P Pasaribu, M.Sc yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi pembimbing dan memberikan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Ranum Esha
Kharisma atas segalanya yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan
banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar
Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, khususnya Muhammad Iqbal,
S.Pi, Obed Agtapura S.Pi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Rekan-rekan ITK 41 dan seluruh warga ITK-IPB atas dukungan dan
kebersamaan dalam menempuh masa pendidikan.
Bogor, Mei 2009
©
Hak cipta milik Asep Ma’mun, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mungutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
SKRIPSI
Judul Skripsi : RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI
DATA HIDROAKUSTIK BERBASIS WEBSITE
Nama Mahasiswa : Asep Ma’mun
Nomor Pokok : C64104030
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Henry M. Manik,M.T. NIP. 19701229 199703 1 008
Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu,M.Sc. NIP.130 350 058
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya,M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Sistem Informasi ... 3
2.2 Sistem Manajemen Basis Data ... 3
2.3 Model Basis Data Relational ... 5
2.4 Teknologi Internet ... 6
2.5 World Wide WEB ... 7
2.6 Hidroakustik ... 8
2.6.1 Sistem Akustik Bim Terbagi ... 10
2.6.2
Near Field dan Far Field
... 122.6.3
Target Strength (TS) ... 14
2.6.4 Volume Backscattering Strength (Sv) ... 16
2.6.5 Pendugaan Densitas Ikan ... 18
2.6.6 Panjang Ikan ... 21
2.6.7 Batimetri ... 22
2.6.8 Lapisan Dasar Perairan ... 23
III. BAHAN DAN METODE ... 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
3.2 Peralatan Penelitian ... 28
3.3 Tahap Identifikasi Masalah dan Pengumpulan Data ... 30
3.4 Tahap Perancangan dan Pemrograman Sistem ... 31
3.5 Tahap Implementasi dan Verifikasi ... 32
3.6 Analisis Data ... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1 Hidroakustik ... 34
4.1.1 Profil Batimetri Laut Selatan Jawa ... 34
4.1.2 Sebaran vertikal Target Strength (TS) ... 35
4.1.3 Sebaran vertikal Scattering Volume (Sv) ... 37
4.1.4 Sebaran Horizontal Densitas Ikan ... 38
4.1.5 Sebaran Vertikal Densitas Ikan ... 39
4.1.6 Panjang Ikan ... 40
4.1.7 Hamburan Balik Dasar Perairan ... 41
4.2 Sistem Informasi ... 44
4.2.1 Perancangan Basis Data ... 44
4.2.2 Perancangan Hierarki Halaman Web ... 47
4.2.4 Halaman Input Data ... 51
4.2.4.1 Input Data Hidroakustik ... 51
4.2.4.2 Input Data Artikel / Jurnal ... 52
4.2.4.3 Input Institusi Terkait ... 53
4.2.4.4 Input Formula ... 54
4.2.4.5 Input Kontak ... 54
4.2.4.6 Registrasi Anggota ... 55
4.2.4.7 Input Download ... 55
4.2.5 Halaman Output Data ... 56
4.2.5.1 Output Informasi Umum Data Hidroakustik .... 56
4.2.5.2 Output Data Publikasi Penelitian ... 57
4.2.5.3 Hasil Tampilan Output Data ... 58
4.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Informasi Hidroakustik ... 68
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN ... 75
DAFTAR TABEL
No.Tabel Halaman 1. Perbedaan antara Server Side Script dan Client Side Script ... 7
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Halaman
1. Skema sistem informasi berbasis internet ... 7
2. Prinsip kerja metode akustik ... 9
3. Transduser bim terbagi ... 10
4. Bentuk Split Beam dan Full Beam Transduser ... 11
5. Radiasi energi dari Transduser ... 13
6. Geometri akustik dasar perairan ... 25
7. Klasifikasi jenis substrat dasar berdasarkan nilai E1 dan E2 ... 26
8. Peta Lokasi Penelitian ... 27
9. Diagram alir analisis data hidroakustik ... 33
10. Batimetri daerah penelitian ... 34
11. Sebaran vertikal Target Strength pada tiap strata kedalaman ... 35
12. Sebaran vertikal Scattering Volume pada tiap strata kedalaman ... 37
13. Sebaran horizontal densitas ikan ... 38
14. Nilai sebaran densitas ikan rata-rata perstrata kedalaman ... 39
15. Estimasi panjang ikan berdasarkan data hidroakustik ... 41
16. Sebaran nilai backscattering volume E1 dasar Laut Selatan Jawa ... 42
17. Sebaran nilai backscattering volume E2 di Laut Selatan Jawa ... 43
18. Diagram relasi antar tabel basis data hidroakustik ... 47
19. Halaman Log in sistem informasi hidroakustik ... 48
20. Tampilan blok Header dan Menu Pop Up ... 49
21. Tampilan blok Footer ... 49
22. Tampilan blok kiri sistem informasi hidroakustik ... 50
23. Tampilan halaman utama sistem informasi hidroakustik ... 50
25. Diagram input artikel / jurnal ... 53
26. Diagram input institusi terkait ... 53
27. Input data formula ... 54
28. Input data kontak ... 54
29. Diagram input registrasi anggota ... 55
30. Diagram input download ... 56
31. Diagram output data umum sistem informasi hidroakustik ... 56
32. Diagram output data publikasi penelitian ... 57
33. Tampilan informasi statis ( Formula ) ... 59
34. Tampilan informasi statis ( Link Instansi Terkait ) ... 60
35. Tampilan informasi statis ( Kontak ) ... 61
36. Tampilan informasi statis ( data hasil olahan ) ... 62
37. Tampilan informasi Dinamis ( Target Strength ) ... 63
38. Tampilan informasi Dinamis ( Download ) ... 64
39. Tampilan informasi Dinamis ( Guest Book ) ... 65
40. Tampilan informasi Dinamis ( Daftar User ) ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
No.Lampiran Halaman
1. Data nilai kedalaman menurut posisi dan ESDU ... 75
2. Data nilai panjang ikan ... 79
3. Data nilai sebaran horizontal densitas ikan ... 79
4. Data rata-rata sebaran densitas ikan perstrata kedalaman ... 84
5. Data Nilai Kekasaran (E1) dan Kekerasan (E2) menurut posisi, Strata kedalaman dan ESDU ... 84
6. Data Nilai Target Strength menurut posisi, Strata kedalaman dan ESDU ... 88
7. Data Nilai Scattering Volume menurut posisi Strata kedalaman dan ESDU ... 99
8. Data Nilai Densitas Ikan menurut posisi, Strata kedalaman dan ESDU ... 100
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hidroakustik merupakan suatu teknologi pendeteksian bawah air dengan
menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument), antara lain; Echosounder,
Fishfinder, Sonar dan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Keunggulan
komparatif metode akustik antara lain: berkecepatan tinggi (great speed),
sehinga sering disebut “quick assessment method”, memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time, akurasi dan ketepatan (accuracy and
precision), dilakukan dengan jarak jauh (remote sensing), informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time)(FAO,1985).
Instrumen akustik sekarang ini telah berkembang dengan pesat sehingga
dapat menghitung Target Strength ikan melalui pengukuran secara langsung
melalui berbagai percobaan - percobaan khususnya echosounder dual beam dan
split beam, kedua instrumen ini juga telah digunakan untuk estimasi kelimpahan melalui echo integration (Maclennan dan Simmonds, 1992). Data yang diperoleh
sistem hidroakustik pada umumnya berupa echogram yang merupakan nilai
estimasi Target Strength, Scattering Volume, batimetri dan substrat dasar. Pada
saat ini telah dikembangkan juga suatu pendetekian substrat dasar dengan
melihat nilai kekasaran (E1) dan nilai kekerasan (E2), dan dengan melihat
bottom backscattering strength. Penelitian pendugaan klasifikasi substrat dasar dengan menggunakan nilai kekasaran dan kekerasan dan hubunganya dengan
komunitas ikan demersal oleh (Pujiyati, 2008). Pengklasifikasian dasar perairan
di Perairan Sumur, Banten dengan menggunakan nilai kekasaran dan kekerasan
perairan Selatan Jawa (Manik et al,2006). Dengan adanya sistem informasi data
yang dihasilkan dapat diakses dan dipergunakan oleh pihak-pihak yang
membutuhkan dengan mudah melalui web.
Sistem Informasi yang telah dikembangkan sebelumnya berkaitan dengan
konservasi mangrove, yaitu suatu sistem informasi mangrove yang
dikembangkan di wilayah Ciamis, dengan sistem stand alone (Suhana, 2002),
sistem informasi mangrove yang berbasis jaringan internet serta mencakup
wilayah seluruh Indonesia (Purnama, 2004) dan sistem informasi konservasi
terumbu karang yang berbasis jaringan (Perkasa, 2005). Ketiga sistem yang
telah dibuat di atas, data yang digunakan merupakan data hasil survei lapang
yang bersifat hasil perhitungan visual dan identifikasi langsung dilapangan. Pada
sistem informasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan data
hidroakustik yang diperoleh melalui echo integration sebagai sumber data.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari karakteristik perairan di Selatan Jawa dengan
mengunakan metode hidroakustik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Informasi
Sistem informasi adalah suatu kesatuan (entity) formal yang terdiri dari
berbagai sumber daya fisik maupun logik. Secara umum, sistem dapat
didefinisikan sebagai sekumpulan hal atau kegiatan atau elemen atau subsistem
yang saling bekerja sama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu,
sehingga membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna
mencapai suatu tujuan (Prahasta, 2005).
Kata data dan informasi memiliki arti yang saling berkaitan. Data adalah
fakta yang diperoleh dari pengamatan, baik pengamatan dengan panca indera
maupun dengan alat. Informasi adalah data yang telah mengalami proses
tertentu, tetapi informasi tertentu dapat menjadi data untuk proses lain yang
kemudian akan menghasilkan informasi lagi (Nabil,1998). Informasi terbentuk
dari proses penggabungan data-data dalam susunan yang mempunyai arti
(Davis,1991).
Menurut Supranto (1992), data secara umum mempunyai dua kegunaan
atau fungsi yaitu untuk mengetahui atau memperoleh suatu gambaran mengenai
suatu keadaan atau persoalan dan untuk membuat keputusan atau memecahkan
persoalan.
2.2. Sistem Manajemen Basis Data
Sutanta (1996) mendefinisikan basis data (database) sebagai suatu
kumpulan data yang disimpan secara bersama-bersama pada suatu media tanpa
ada redudansi (data yang tidak diperlukan atau pengulangan data) satu sama
Satu sistem manajemen basis data (Data Base Management System,
DBMS) adalah sistem yang berisi satu koleksi data yang saling berelasi dan satu set program untuk mengakses data tersebut. DBMS terdiri dari set basis data
dan set program pengelola untuk menambah, menghapus, mengambil dan
membaca data (Kristanto,1994).
Menurut Kristanto (1994), dalam merancang basis data kesulitan yang paling
utama adalah bagaimana merancang suatu basis data yang dapat memuaskan
keperluan saat ini dan yang akan datang. Perancangan model konseptual basis
data merupakan hal yang penting, dimana pada point ini harus menunjukan
entitas dan relasinya berdasarkan proses yang diinginkan. Dalam menentukan
entitas dan relasinya dibutuhkan analisis data tentang informasi yang ada dalam
spesifikasi dimasa yang akan datang. Kemudian, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi dalam merancang basis data yaitu :
1. Redudansi dan Inkonsistensi Data
Redudansi adalah data yang sama di beberapa tempat. Hal ini dapat
menyebabkan inkonsitusi data, karena jika ada data yang harus dirubah
harus merubah data satu persatu. Selain itu juga menyebabkan
pemborosan ruang dan biaya.
2. Kesulitan Akses Data
Data yang kita miliki mudah untuk diakses dengan program yang familiar
(user friendly), dan DBMS sudah dapat memenuhi syarat tersebut.
3. Isolasi Data Untuk Standarisasi
Apabila data yang kita miliki tersebut di beberapa file, maka haruslah
dalam format yang sama sehingga tidak menyulitkan dalam pengaksesan
4. Pengguna / Multiple User
Salah satu alasan mengapa basis data dibuat adalah karena nantinya
basis data digunakan oleh banyak orang dalam waktu yang berbeda dan
diakses oleh program yang sama dengan berbeda orang dan waktu,
sehingga basis data yang baik harus tidak tergantung dan menyatu
dengan programnya.
5. Masalah Keamanan ( Security)
Sistem basis data yang baik haruslah mempunyai program yang dapat
mengatur hak akses data dari user.
6. Masalah Integritas
Apabila terdapat dua file yang asing berkaitan maka harus ada field kunci
yang mengkaitkan antara keduanya.
7. Masalah Kebebasan Data
Sistem basis data yang baik harus menjamin bahwa bila suatu saat
struktur basis data dirubah, maka program tidak perlu dirubah dan tetap
dapat mengakses data.
Komponen terpenting dalam DBMS (Data Base Management System)
adalah data, karena data inilah pemakai dapat memperoleh informasi yang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing (Kadir, 2003).
2.3. Model Basis Data Relational
Basis data relational merupakan suatu teknik yang menghubungkan antara
satu entity dengan entity lainya. Hubungan relational antara file dihubungkan
dengan kunci relasi. Kunci relasi merupakan field kunci yang unik dari
Relasional merupakan asosiasi antara tabel data dalam bentuk dua dimensi,
dimana setiap relasi (tabel) terdiri dari sekumpulan kolom dan sejumlah baris.
Setiap kolom didalam suatu relasi disebut juga atribut relasi tersebut. Setiap
baris pada suatu relasi disebut juga record yang mengandung nilai data untuk
entity (Kadir, 2003). Menurut Kadir (2003) relationship dapat berupa : 1. Relasi satu ke satu (one to one). Setiap entity dari dalam relasi A
dihubungkan dengan paling banyak satu entity didalam relasi B dan satu
entity didalam relasi B dihubungkan dengan paling banyak satu entity di dalam relasi A.
2. Relasi satu ke banyak (one to many). Setiap entity didalam relasi A
dihubungkan dengan lebih dari satu entity di dalam relasi B. Sedangkan
entity didalam relasi B hanya dihubungkan dengan paling banyak satu entity didalam relasi A, atau kebalikanya.
3. Relasi banyak ke banyak (many to many). Setiap entity di dalam relasi A
dihubungkan dengan sejumlah entity di dalam relasi B, dan entity di dalam
relasi B dihubungkan dengan sejumlah entity didalam relasi A.
2.4. Teknologi Internet
Teknologi internet merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya
yaitu teknologi client / server, dimana file program dan database disimpan di
server dan input / output dilakukan oleh pengguna dikomputer client yang
dihubungkan melalui internet (Fathansyah,1999).
Di dalam internet, pemrograman dibagi menjadi dua menurut jenisnya yaitu
Server Side Script (programming) dan Client Side Script (programming). Server side artinya bahasa pemrograman dieksekusi di Server dan hasilnya akan dikirim kepada pihak pengguna sudah berbentuk file html, sedangkan pada Client Side
Program ditaruh di file html dan diolah di komputer client (Fathansyah,1999). Perbandingan antara keduanya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan antara Server Side Script dan Client Side Script Server Side Script Client Side Script Bahasa yang
dipakai ASP, CFM, PHP, JSP Javascript, Vbsript, Jscript
Tempat eksekusi Server Client
Keamanan Lebih tinggi, listing program tidak dapat dilihat
Lebih rendah, listing program terlihat
Dari uraian diatas maka sistem informasi berbasis internet dapat diringkas dalam
skema sebagai berikut (Gambar 1).
Sumber : Perkasa, 2005
Gambar 1. Skema Sistem Informasi Berbasis Internet
2.5. World Wide WEB
Sistem pengaksesan informasi dalam internet yang paling terkenal adalah
World Wide Web (WWW) atau biasa dikenal dengan istilah Web. Web menggunakan protokol yang disebut HTTP (HyperText Transfer Protocol).
Dokumen Web ditulis dalam format HTML (HyperText Markup Language).
Informasi yang terdapat pada Web disebut halaman Web (web page). Untuk
mengakses sebuah halaman Web dari browser, pemakai perlu menyebutkan
URL (Uniform Resource Locator). URL tersusun atas tiga bagian yaitu format transfer, nama host dan Path berkas dokumen ( Kadir, 2003).
Dalam sistem komputer kita dapat mengelompokannya menjadi dua
kategori, yaitu Client dan Server. Server bertugas dalam menyampaikan
informasi dan memproses permintaan Client informasi yang diterima sangat
beragam mulai dari gambar, data dan suara keseluruhan dari informasi tersebut
dikirim melalui Interface yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan dan
server yang digunakan. HTML dapat digunakan secara bebas dan yang paling umum digunakan antara lain adalah PHP, ASP, JSP, CFM.
2.6. Hidroakustik
Menurut MacLennan dan Simmonds (2005), data hidroakustik merupakan
data hasil estimasi echo counting dan echo integration melalui proses
pendeteksian bawah air. Proses tersebut antara lain seperti berikut:
1. Transmitter menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu, kemudian
disalurkan ke transduser.
2. Transduser akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian
suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan dengan
satuan ping.
3. Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai objek, kemudian
suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek dalam bentuk echo
4. Echo yang diperoleh tersebut diubah kembali menjadi energi listrik di
transduser kemudian diteruskan ke receiver.
5. Pemrosesan sinyal echo dengan menggunakan metode echo
integration.
6. Echo yang diperoleh dapat mengestimasi beberapa data antara lain
target strength, scattering volume, scattering area, densitas ikan, batimetri, panjang ikan, lapisan dasar perairan dan dapat
diaplikasikan untuk kegiatan lainya.
Proses tersebut kedalam sebuah gambar maka akan seperti dibawah ini
(Gambar 2).
Sumber : MacLennan dan Simmonds, 2005
Pemanfaatan metode hidroakustik antara lain: untuk pendugaan stok
sumberdaya hayati, operasi penangkapan ikan, navigasi, mempelajari proses
sedimentasi, penentuan kontur dasar laut atau batimetri, penentuan jenis dan
komposisi dasar laut (lumpur, pasir, kerikil, kerang dan sebagainya) dan
penentuan sifat-sifat akustik dari air laut dan objek bawah air.
2.6.1. Sistem Akustik Bim Terbagi
Menurut Simrad (1993b) sistem akustik bim terbagi terdiri dari; (1) tampilan
berwarna yang beresolusi tinggi untuk menampilkan echogram secara real time
dan juga berfungsi sebagai pengontrol dalam pengoperasian echosounder, (2)
transceiver yang terdiri dari unit elektronik echosounder, yang terdiri dari unit transmitter dan receiver. Jenis ini juga dilengkapi dengan sarana hubungan paralel input-output untuk berhubungan dengan bagian diluar echosounder.
Transducer bim terbagi dibagi menjadi empat kuadran yaitu FP (Fore Port),
FS (Fore Starboard), AP (Aft Port) dan AS (Aft Starboard) (Gambar 3).
FP FS AP AS FORE STARBOARD PORT AFT Sumber : Simrad, 1993b
Gambar 3. Transduser Bim Terbagi
Pengukuran fase pada bidang alongship diperoleh dari jumlah sinyal pada
aft port dan aft starboard (Gambar 4). Pengukuran fase pada bidang melintang juga dapat diperoleh dengan cara yang sama. Fore alongship dan fase
melintang ini digunakan untuk menentukan arah target relatif terhadap sumbu
pusat bim suara (MacLennan and Simmonds,2005).
Sumber : MacLennan and Simmonds, 2005
Gambar 4. Bentuk Split Beam dan Full Beam Transduser
Transmitter mengirim power ke semua bagian transduser pada waktu yang
bersamaan. Sinyal yang terpantul dari target diterima secara terpisah oleh
masing-masing kuadran. Selama penerimaan berlangsung, ke empat bagian
transduser menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh
transduser terletak pada pusat dari bim suara dan echo dari target akan diterima
oleh keempat bagian transduser pada waktu bersamaan. Jika target yang
diterima lebih dulu oleh bagian transduser yang paling dekat dari target atau
dengan mengisolasi terget dengan menggunakan output dari full beam
(MacLennan and Simmonds,2005).
Echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam
sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara otomatis untuk
mengeleminir pengaruh atenuasi yang disebabkan baik oleh geometrical
spreading dan absorpsi suara ketika merambat ke dalam air. Ada dua tipe fungsi TVG yaitu fungsi TVG yang bekerja untuk echo ikan tunggal yang disebut fungsi
TVG ”40 log R” dan fungsi TVG ”20 Log R” yang bekerja untuk echo ikan berkelompok. Fungsi TVG 40 Log R menghasilkan sinyal amplitudo yang sama
untuk ikan dengan ukuran yang sama tergantung dari jarak target terhadap
transduser sehingga kekuatan echo hanya tergantung dari target strength yang
bersangkutan. Fungsi TVG 20 Log R akan menghasilkan sinyal amplitudo yang
sama untuk kelompok ikan dengan ukuran yang sama tanpa tergantung pada
jarak target terhadap pusat transduser (MacLennan and Simmonds,2005).
2.6.2. Near Field dan Far Field
Menurut Lurton (2002) pada saat transduser memancarkan suara maka
akan terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh
transduser ke suatu medium dapat menghilang seiring dengan perambatan suara
pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung jarak
antara titik observasi terhadap transduser. Terdapat dua zona dimana terjadi
perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut adalah Near field dan
Far field.
Near field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik
suara (Lurton,2002). Sedangkan menurut MacLennan dan Simmonds ( 2005),
Near field merupakan jarak dari permukaan transduser sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan. Far field (zona
Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena pengaruh
interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring
bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan dan Simmonds ( 2005), Far
field merupakan jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan oleh transduser. Berikut adalah gambar radiasi energi yang
dipancarkan oleh transduser serta pembagian Near field dan Far field.
Sumber : Lurton,2002
2.6.3. Target Strength (TS)
Target Strength (TS) merupakan faktor terpenting dalam pendeteksian dan
pendugaan stok ikan dengan menggunakan metode hidroakustik. TS merupakan
suatu ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan suatu target untuk
memantulkan gelombang suara yang datang mengenainya.
Nilai TS suatu ikan tergantung kepada ukuran dan bentuk tubuh, sudut
datang pulsa, tingkah laku atau orientasi ikan terhadap transduser, keberadaan
gelembung renang, frekuensi atau panjang gelombang suara, acoustic
impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan kulit serta distribusi dari sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini kecil karena nilai
kerapatanya tidak berbeda jauh dengan air (MacLennan and Simmonds,2005).
Menurut Coates (1990) menyatakan TS adalah ukuran decibel intensitas
suara yang dikembalikan oleh target, diukur pada jarak standar satu meter dari
pusat akustik target relatif terhadap intensitas suara yang mengenai target.
Johannesson dan Mitson (1983) membagi dua definisi TS berdasarkan domain
yang digunakan, yaitu intensitas target strength (TSi) dan energi target strength
(TSe). Berdasarkan intensitas target strength dapat diformulasikan sebagai
berikut (Pers.1). TSi = 10 log i r
I
I
, r = 1 m ... (1)dimana TSi = Intensitas target strength
r
I
= Intensitas suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari targeti
Sedangkan energi target strength diformulasikan sebagai (Pers.2). TSe = 10 log i r
E
E
, r = 1 m ... (2) dimanaTSe = Energi target strength
r
E
= Energi suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari targeti
E = Energi suara yang mengenai target
Menurut Maclennan dan Simmond (2005), TS merupakan backscattering
cross section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan:
TS = 10 log
4
... (3)Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson (1986) kesetaraan backscattering
cross section (σ bs) dengan TS dinyatakan dalam (Pers.4).
TS = 10 log σ bs ... (4)
dimana σ bs = Target backscattering cross section
TS ikan tunggal sebagai scalling factor bagi volume backscattering strength
kelompok ikan agar diperoleh pendugaan kelimpahan ikan. Dawson dan Karlp
(1990), pendugaan baik ukuran maupun densitas ikan selalu tergantung pada
2.6.4. Volume Backscattering Strength (Sv)
Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas
yang direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada
suatu volume air (Lurton,2002). Pengertian volume backscattering strength ini
mirip dengan pengertian target strength, dimana target strength untuk ikan
tunggal sedangkan volume backscattering strength untuk mendeteksi kelompok
ikan.
Maclennan dan Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan
dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi
menggunakan pendekatan linear untuk directional transducer dengan asumsi:
1. Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume
perairan.
2. Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada
refleksi oleh medium hanya ada spreading loss saja.
3. Densitas yang cukup dalam satuan volume.
4. Tidak ada Multiple Scattering.
5. Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan.
Total intensitas suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah
jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal
(Pers.5).
Ir total = Ir1+Ir2+Ir3+Ir4+.... + Ir n ... (5)
Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh
persamaan sebagai berikut:
Ir total = n.Ir ... (6)
dimana Ir = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Equivalent cross section rata-rata tiap target (Pers.7).
=
n jn
11
j
... (7) Menurut definisi σ = 4
(Ir/Ii) akan menjadi:
= 4
i r I I ... (8)Dengan mengganti Ir =
Ir /Ii yang diperoleh dari Pers.(8) ke pers.(6) maka akan diperoleh: Ir total =
4 . n Ii ... (9)Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple
section rata-rata setiap target (
) dan intensitas suara yang mengenai target (Ii). Persamaan (9) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu:Ir total~ n.
.Ii ... (10)Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada tranduser.
2.6.5. Pendugaan Densitas Ikan
Dalam menduga densitas ikan pada suatu perairan dilakukan dengan
mengitegrasikan echo yang berasal dari kelompok-kelompok ikan terdeteksi yang
dianggap membentuk suatu lapisan perairan.
Menurut Johanesson dan Mitson (1983), untuk integrasi pada jarak
kedalaman
R = R2 – R1, Sv untuk satu transmisi dari suatu ukuran intensitas akustik, direfleksikan dari tiap m3 air yang dijumlahkan dan dirata-ratakan padaR. Sehingga Sv dari persamaan (11) dapat ditulis sebagai berikut:
Sv
= 10 Log
v +TS
... (11)Jika
Sv
diketahui, maka rataan densitas ikan untuk suatu integrasi dapat diketahui apabilaTS
diketahui juga.Rata-rata Sv (MVBS, Mean Volume Backscattering Strength) sebuah
)
(
)
(
2 1 1 2 0R
R
Ci
V
Sv
N n n n
... (12)Dimana Ci menggambarkan parameter instrument : SL, SRT,
dan lain-lain sedangkan N =
R / (c
/2) adalah jumlah pulsa yang terjadi dalam
R dann
V )
(
02 adalah kuadrat dari keluaran voltase ke-n.Kemudian pendugaan densitas dari MVBS dapat dilakukan dengan
menghubungkan persamaan (24) dan persamaan integrator dimana output (M):
2 1 2 0.
R RdR
V
Ge
M
... (13)dimana Ge adalah faktor gain echo integrator, V0 adalah keluaran voltase yang langsung masuk ke input terminal dari integrator. Penggabungan dari pers.(24)
dan (25) dapat dituliskan:
Ge
C
M
R
Sv
/
i ... (14) Dengan mengsubtitusikan persamaan (23) dan (26), akan didapatkan:) 4 / ( . / /
v RM CiGe ... (15) A v R
/ ... (16) Selanjutnya sistem akustik bim terbagi dapat diaplikasikan dengan:bs A
A S
/ ... (17) Integrasi didasarkan pada persamaan berikut (Simrad,1993):Sv R V 4 . . /
2
... (18) r V A
/ / . ... (19)
A
rata rata bs
/ ... (20) Kemudian pers.(32) mengubah volume backscattering menjadi areabackscattering per unit volume. Nilai area backscattering didapat dengan mengintegrasikan lapisan perairan secara vertikal. Lalu diperoleh output yang
merupakan rata-rata interval
A yang menyatakan nilai rata-rata areabackscattering yang diperoleh dengan perhitungan rata-rata masing-masing nilai
A
/ dalam suatu interval. Dalam Simrad (1993b), hubungan antara Sa(m2/nm2) dengan
A (m2/nm2) dinyatakan sebagai:Sa = (1852 m/nm)2
A ... (21)Selanjutnya perhitungan yang diimplementasikan echosounder diperoleh dengan
mengkombinasikan persaman menjadi:
Sa = 2 2 1 2 ) / 1852 .( . 4 R Svdr m nm R R
... (22)Untuk memperoleh Sv dari Sa secara metemetis dapat diubah menjadi:
Sv = ) .( ) / 1852 ( 4 R2 m nm 2 R1 R2 Sa
... (23)Selanjutnya integrasi secara vertikal dilakukan dengan menghitung densitas ikan
dalam suatu volume perairan berdasarkan persamaan (28) menjadi:
) (R1 R2
A
v
... (24) dimana
v merupakan densitas ikan yang diperoleh untuk tiap satuan jarak integrasi dalam satuan nilai jumlah ekor persatuan volume (1000 m3)(Simrad,1993a). Nilai
v dapat diperoleh dari persamaan (23) denganmemasukan nilai Svdan TS dalam satuan decibel (dB) menjadi:
10 / ) (
10
Sv TS v
... (25)Nilai
v yang diperoleh merupakan volume densitas ikan dalam satuan fish / m3.2.6.6. Panjang Ikan
Love (1971) menyatakan persamaan matematis hubungan antara scattering
cross section, panjang ikan dan panjang gelombang adalah sebagai berikut:
b
L
a( / )
/
2
... (26) dimana
= scattering cross section
= Panjang gelombangL
= Panjang ikana
dan b= konstanta yang tergantung dari anatomi, ukuran dan panjang gelombang yang digunakanPada formula diatas ini jelas terlihat fungsi frekuensi akustik atau panjang
gelombang suara yang digunakan dalam pendeteksian. Selanjutnya Foote
(1987) mengintroduksi formula TS dengan mengeliminasi fungsi akustik menjadi
sebagai berikut:
TS = 20 log L – 68 ... (27)
dimana L = Panjang ikan (cm)
2.6.7. Batimetri
Nontji (1993) menyebutkan bahwa batimetri adalah ukuran tinggi rendahnya
dasar laut. Bathymetry merupakan istilah yang diambil dari bahasa Yunani,
dimana ”bathy” artinya kedalaman, ”metry” artinya ilmu pengukuran. Penggunaan gelombang suara di dalam air untuk mendeteksi objek disuatu perairan mulai
berkembang pada tahun 1920-an. Pada saat itu gelombang suara digunakan
sebagai alat pendeteksi keberadaan kapal selam. Seiring dengan
perkembangan jaman alat ini digunakan sebagai sarana eksploitasi pada wilayah
perairan, termasuk untuk mengukur kedalaman. Dengan mengetahui waktu
yang diperlukan untuk menerima kembali gelombang yang dipancarkan maka
dapat diketahui jarak tempuh gelombang tersebut di dalam air. Isyarat bunyi
yang dipancarkan dari lunas kapal, merambat dengan kecepatan rata-rata 1500
m/s, sehingga membentur dasar laut, dan gema yang dipantulkan kemudian
ditangkap kembali. MacLennan dan Simmonds (1992) menjelaskan bahwa cepat
rambat gelombang suara di air berkisar antara 1450-1550 m/s, tergantung
tekanan, suhu dan salinitas, sehingga nilai yang biasa digunkan sebagai nilai
cepat rambat gelombang suara di air laut adalah 1500 m/s.
Pengukuran kedalaman perairan dapat diketahui dengan delay antara waktu
gelombang suara dilepaskan oleh transduser dan kemudian ditangkap kembali
oleh hydrophone setelah mengenai objek. Metode ini menggunakan rumus
kecepatan sederhana yaitu v = d / t, dimana v adalah kecepatan rambat
gelombang suara di air (v = 1500 m/s); d adalah jarak tempuh gelombang suara;
dan t adalah interval waktu antara gelombang suara dilepaskan dan ditangkap
kembali oleh receiver. Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat diperoleh
nilai kedalaman dengan perhitungan: kedalaman=12 x jarak tempuh gelombang
Akuisisi data batimetri berhubungan dengan data posisi dan data
kedalaman. Di dalam proses pengambilan data batimetri, sebuah data yang
teramati disebut titik fix. Titik fix harus memiliki informasi mengenai posisi dan
kedalaman yang teramati secara bersamaan. Beberapa titik fix yang teramati
dapat dibuat profil batimetri atau peta yang menggambarkan kondisi topografi
dari permukaan dasar laut. Selain data posisi dan kedalaman juga diperlukan
data ramalan pasang surut sebagai koreksi untuk menentukan bidang referensi
kedalaman.
Perekaman data dapat dilakukan secara terintegrasi oleh komputer. Data
yang perlu direkam adalah: waktu (tanggal, jam yang dijadikan sebagai nama
file), kedalaman dan data posisi (dicatat dari GPS), dari hasil perekaman didapat suatu profil batimetri yang akurat.
2.6.8. Lapisan Dasar Perairan
Lapisan dasar perairan pada umumnya disusun oleh sedimen. Sedimen
adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari
suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang
diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun
(Garrison, 2005).
Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil
pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa
rangka-rangka dari organisme laut. Ukuran-ukuran partikel sedimen sangat
ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat di
berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama
Informasi mengenai tipe dasar, sedimen dan vegetasi perairan secara umum
dapat digambarkan pada sinyal echo dimana sinyal ini dapat disimpan dan
diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan data GPS. Sinyal echo ini
dapat diuraikan sehingga informasi mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan
ke suatu tabel digital. Untuk verifikasi hasil, sampel fisik dasar perairan harus
diobservasi melalui penyelaman atau dengan menggunakan kamera bawah air
(underwater camera) yang harus direkam sebagai salah satu data akustik yang
diperoleh sehingga pada saat verifikasi kembali data yang ada dapat digunakan
untuk membandingkan tipe dasar perairan yang belum diketahui (Burczynski,
2002).
Nilai dari sinyal echo selain tergantung dari tipe dasar perairan (khususnya
kekasaran dan kekerasan) tetapi tergantung juga dari parameter alat (misalnya
frekuensi, transducer beamwidth dan lain-lain) (Burczynski, 2002). Verifikasi
hasil akan valid hanya untuk sistem akustik yang telah dikalibrasi.
Schlagintweit (1993) dan Kloser et al. (2001) mengamati klasifikasi dasar
laut dari frekuensi akustik. Dasar perairan yang memiliki ciri-ciri yang sama,
perbedaan indeks kekasaran diamati berdasarkan perbedaan dua frekuensi yang
mereka gunakan. Schlagintweit (1993) menemukan bahwa perbedaan timbul
dari frekuensi 40 kHz dan 208 kHz yang disebabkan oleh perbedaan penetrasi
dasar laut berdasarkan frekuensi kedalaman pada berbagai tipe dasar perairan.
Pada frekuensi rendah di mana panjang gelombang akustik adalah lebih besar
dari skala kekasaran dasar laut, secara akustik permukaan dasar laut akan
tampak lembut. Dalam hal ini, pantulan dasar laut akan didominasi oleh pola
penyebaran dasar laut. Disisi lain pada frekuensi tinggi, panjang gelombang
akustik lebih kecil dibanding skala dasar laut, penyebaran kekasaran dapat
mendominasi sinyal yang dikembalikan dan dasar laut mungkin secara akustik
E1 (Kekasaran)
E2 (Kekerasan)
energi pada frekuensi rendah dibanding frekuensi tinggi, lapisan dibawah dasar
laut permukaan boleh jadi tampak secara akustik. Dengan demikian, backscatter
dasar laut dan pemantulan dasar perairan pada frekuensi rendah dapat sampai
pada waktu yang bersamaan dari berbagai sudut.
Penggolongan dasar perairan tentunya akan selalu berkaitan dengan
bagaimana cara menentukan fraksi sedimen dari dasar perairan. Perbandingan
nilai E1 dan E2 dalam metode akustik tentunya akan memberikan gambaran
yang jelas dari dasar perairan seperti digambarkan pada Gambar 5.
Sumber : Siwabessy, 2000
Analisis data digunakan dengan menggunakan perangkat lunak Echoview
3.5 dan dua variabel yang menggambarkan karateristik dari sinyal dasar perairan
yaitu :
1. Energy of the 1st bottom echo (E1) 2. Energy of the 2nd bottom echo (E2
Sumber : Burczynski, 2002
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Data hidroakustik yang digunakan merupakan data primer di perairan
Selatan Jawa hasil penelitian bersama Tokyo University of Marine Science and
Technology Japan dan FPIK-IPB. Lokasi pengambilan data ditunjukan seperti
Gambar 7.
Gambar 8. Peta Lokasi Penelitian
Penelitian rancang bangun sistem informasi data hidroakustik berbasis web
ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008 sampai bulan April 2009.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu pertama identifikasi
masalah dan pengumpulan informasi, tahap perancangan dan pemrograman
Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Peralatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah rancang bangun sistem informasi berbasis
Web, sehingga sebagian besar peralatan yang dibutuhkan berbasis komputer. Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian rancang bangun sistem
informasi data hidroakustik berbasis Web adalah dengan spesifikasi sebagai
berikut:
1. Prosesor Intel Pentium 2,4 GHz
2. Memori DDR RAM 1.24 GB
3. Hardisk Seagate 7200 Rpm 160 GB
4. Keyboard dan mouse
5. Monitor Samsung 17” 6. Internal modem 56Kbps
7. Printer ( percobaan cetak grafik hasil penelitian )
Perangkat lunak yang digunakan selama penelitian mengenai sistem
informasi ini adalah:
1. Microsoft Windows Xp Professional
Perangkat lunak ini berfungsi sebagai sistem operasi yang digunakan
dalam penelitian.
2. PHP for windows 5.2.2
Program ini merupakan program Add On (tambahan/menempel) pada
perangkat lunak Apache web server yang berfungsi sebagai penerjemah
3. Macromedia Dreamweaver MX 2004
Perangkat lunak ini digunakan untuk membuat layout halaman Web, dan
juga sebagai editor HTML dan PHP.
4. Macromedia Fireworks MX 2004
Perangkat lunak ini digunakan untuk menyelaraskan gambar setelah
diubah di program Adobe Photosop dengan standar Web.
5. Macromedia Flash MX Professional 2004
Perangkat lunak ini digunakan dalam pembuatan animasi yang akan
digunakan didalam Web.
6. MySQL for windows 1.4
MySQL for windows 1.4 adalah perangkat lunak sebagai sistem
manajemen basis data ( DBMS, database management system ).
7. PHPMyAdmin 2.10.1
PHPMyAdmin 2.10.1 adalah program berbasis Web untuk mempermudah
manajemen basis data melalui internet.
8. XAMPP
Merupakan kumpulan dari bahasa pemograman PHP,MySQL untuk
membuat Web, dan server Apache 2.5
9. Microsoft Office 2003
Perangkat lunak ini digunakan untuk pengolahan data dan penulisan
laporan.
10. Microsoft Internet Explorer 6.0
Perangkat ini digunakan untuk browser, berfungsi untuk melihat tampilan
akhir program dan juga sebagai interface dalam input/output antara server
11. Mozilla Firefox 2.0 Version
Perangkat lunak ini sejenis dengan Internet Explorer. Perangkat lunak
sebagai perwakilan diantara browser lain, apakah program ini dapat
berjalan dengan baik selain di browser Internet Explorer.
12. Matlab R2008b
Perangkat lunak ini digunakan dalam pemrosesan data akustik yang
berperan dalam pembuatan sebaran-sebaran dalam buntuk grafik 2
dimensi ataupun dalam grafik 3 dimensi.
13. Echoview 3.50
Perangkat lunak ini digunakan untuk pemrosesan data akustik untuk
menghitung nilai/besarnya data yang diperoleh dari hasil pendeteksian
bawah air.
3.3. Tahap Identifikasi Masalah dan Pengumpulan Data
Merancang dan membangun suatu sistem informasi terlebih dahulu
diperlukan identifikasi masalah, analisis kebutuhan dan pengumpulan informasi
sesuai kebutuhan. Tahapan ini dilakukan supaya sistem yang akan dibuat nanti
dapat terpenuhi kebutuhannya dan bersifat informatif. Identifikasi masalah
merupakan tahap yang sangat penting dalam perancangan sebuah sistem
informasi. Adanya tahap identifikasi masalah kita dapat memperoleh gambaran
mengenai data-data yang dibutuhkan.
Data-data tersebut akan didapatkan gambaran-gambaran mengenai
informasi yang akan ditampilkan dalam sistem. Setelah data diperoleh kemudian
dilakukan analisis untuk mendapatkan batasan informasi yang akan kita
tampilkan pada sistem perangkat lunak nanti.
Selesai tahap pengidentifikasian masalah dan penganalisisan data,
kebutuhan. Informasi yang akan diberikan pada penelitian ini yaitu informasi
hasil pengolahan sebuah data lapang. Pengumpulan data dan informasi dibagi
mejadi 2 bagian besar. Kedua data ini bersifat dinamis yang dapat berubah
berdasarkan waktu, situasi dan kondisi. Bagian pertama adalah data
daerah/wilayah penelitian dan data mekanisme dan spesifikasi alat. Data ini
jarang sekali berubah dan kemungkinan untuk berubahnya kecil, sehingga data
ini dimasukan oleh administrator pada tingkat pertama (admin utama). Bahkan
untuk merubah/menghapus data ini, yang memiliki kendali adalah administrator
tingkat pertama. Bagian data yang kedua adalah data hidroakustik yang berupa
target strength, volume backscattering strength, backscattering area, densitas ikan, batimetri, panjang ikan dan lapisan dasar perairan. Data ini selalu
bertambah dan berubah berdasarkan data yang dimasukan oleh administrator
tingkat kedua, dimana administrator tingkat kedua ini adalah pengguna yang
memanfaatkan sistem informasi tersebut. Data inilah yang menjadi bagian
utama dan akan dihitung dalam software sistem informasi ini.
3.4. Tahap Perancangan dan Pemrograman Sistem
Tahap perancangan dan pemrograman sistem dibedakan menjadi tahap
spesifikasi dan sketsa web, desain web, pembuatan basis data dan tahap
penggabungan basisdata dan desain menggunakan skrip PHP. Pada tahap ini
dilakukan spesifikasi informasi yang akan disampaikan serta ditentukan
data-data yang akan ditampilkan pada menu utama dan pada submenu. Setelah itu
dibuat sketsa web agar memudahkan dalam mendesain web. Jika tahap desain
web telah selesai kemudian lakukan pembuatan basisdata dari informasi yang telah diperoleh. Setelah skrip basis data selesai kemudian basis data tersebut
3.6. Tahap Implementasi dan Verifikasi
Dalam tahap ini sistem yang telah dibuat diuji cobakan ( verifikasi sistem).
Verifikasi sistem ini dilakukan untuk mencari kekurangan atau kelemahan dalam
program yang telah dibangun. Kekurangan program yang dimaksud adalah baik
kesalahan dalam programan atau yang lebih dikenal dengan istilah debugging.
Selain itu juga dimungkinkan kekurangan dalam pengkonsepan sistem dan
kekurangan dari segi isi. Masukan-masukan dari pengguna pada saat verifikasi
ini sistem informasi dapat dibenahi dan disempurnakan agar dapat memberikan
informasi yang cukup pada para pengguna. Proses rancang bangun sistem ini
dikatakan selesai bila sistem informasi yang dihasilkan telah dapat memuaskan
pengguna sistem informasi ini.
3.7. Analisis Data
Dalam penghitungan nilai data hidroakustik merupakan hasil dari
pengolahan software yaitu Echoview 3,50 dan Matlab R2008b dan beberapa
dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan yang telah baku yang
kemudian data tersebut akan diupload setelah data mentah tersebut disimpan
dalam bentuk ekstensi .csv atau .txt. Gambar olahan disimpan dalam bentuk
.png, .gif atau .jpeg. File yang disimpan akan diupload secara online. Upload
dapat dilakukan oleh administrator atau user yang telah terdaftar. Untuk proses
Transduser Software
Echoview Data Akustik
Faktor Kalibrasi
Analize Pelagic Layer
Posisi
Data Perstrata
Kedalaman Integration Selection Ketebalan Integrasi
Target Strength Scattering volume Densitas Ikan
Panjang Ikan ( Foote,1987)
Batimetri
Kekasaran (E1) & Kekerasan (E2)
Sebaran Spasial dan Temporal
Penyajian Gambar / Grafik
ANALISIS
Gambar 9. Diagram alir analisis data hidroakustik
Faktor kalibrasi yang digunakan dalam pengolahan data hidroakustik ini
antara lain, frekuensi gelombang, panjang gelombang, lebar pulsa, kecepatan
suara, PH, suhu, Absorption coefficient (dB/m), Transmitted power (W),
Transducer gain (dB), two-way beam angle dan TVG correction. Faktor-faktor diatas digunakan sebagai koreksi terhadap data yang diperoleh dengan harapan
data yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi sebenarnya. Kedalaman
perairan yang diobservasi yaitu pada kedalaman 10-160 m dari posisi transduser
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hidroakustik
4.1.1. Profil Batimetri Laut Selatan Jawa
Pada Gambar 10. terlihat profil batimetri Laut Selatan Jawa yang diperoleh
dari hasil pemetaan batimetri, dimana dari gambar tersebut dapat dilihat batimetri
perairan yang relatif rata dan landai.
Sumber : Diolah dari Lampiran 1
Gambar 10. Batimetri daerah penelitian
Laut Selatan Jawa termasuk dalam kategori perairan yang dangkal dengan
rata-rata kedalaman sebesar 122,9 meter. Pengkategorian ini berdasarkan
Nontji (1993) yang menyatakan bahwa perairan dangkal terhitung dari garis surut
terendah hingga kedalaman 120-200 meter. Kedalaman tertinggi yaitu 160,24 m
terletak pada posisi 8o5’24” LS dan 108o37’21”BT, sedangkan kedalaman terendah yaitu 112,30 m terletak pada posisi 8o59’88” LS dan 108o50’38”BT. Semakin ke selatan mengarah Samudera Hindia kedalaman laut semakin dalam.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Mbay (1998) yang mengukur batimetri
dari bagian utara selat sunda hingga ke arah selatan. Dikatakan bahwa semakin
ke arah selatan atau ke arah Samudera Hindia kedalaman semakin bertambah.
4.1.2. Sebaran vertikal Target Strength (TS)
Dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan dengan menggunakan
metode hidroakustik nilai rata-rata Target Strength (TS) merupakan faktor yang
harus terlebih dahulu diketahui, selanjutnya dilakukan pengukuran nilai densitas
ikan dari suatu perairan. Oleh karena itu dengan mengetahui sebaran nilai TS
untuk setiap strata kedalaman bisa diduga ukuran ikan dalam suatu grombolan
ikan. Hubungan nilai Target strength dengan nilai densitas ikan berdasarkan
pada formula
V
10
(SvTS)/10 dimana nilai densitas ikan semakin besar apabila nilai TS semakin kecil dengan catatan nilai Sv tetap.TS terbesar terdapat pada strata kedalaman 110-120 m yaitu sebesar -32,95
dB dan nilai TS terkecil terdapat pada strata kedalaman 1020 m yaitu sebesar
-62,78 dB. Berdasarkan persamaan Foote (1987), yaitu TS = 20 log L – 68, maka dapat diduga bahwa panjang ikan terbesar sebesar 56,56 cm dan terkecil
sebesar 1,82 cm. Nilai TS merupakan indikasi dari ukuran target yang terdeteksi,
dimana semakin besar nilai TS maka ukuran target akan semakin besar dan
sebaliknya.
Nilai TS di permukaan relatif lebih kecil dibandingkan dengan dilapisan
kolom air yang lebih dalam. Hal ini karena pada lapisan permukaan banyak
terdapat ikan-ikan pelagis berukuran kecil yang hidup untuk mencari makan,
diperkirakan pada lapisan inilah plankton banyak dijumpai. Fitoplankton
biasanya berkumpul di zona dengan intensitas cahaya yang masih
Sebaran nilai TS perstrata kedalaman di Laut Selatan Jawa dapat dilihat
pada Gambar 11.
Sumber : Diolah dari Lampiran 6
4.1.3. Sebaran vertikal Scattering Volume (Sv)
Sebaran nilai SV rata-rata per strata kedalaman di Laut Selatan Jawa dapat
dilihat pada Gambar 12.
Sumber : Diolah dari Lampiran 7
Nilai Secattering Volume terbesar terdapat pada strata kedalaman 110-120
meter yaitu sebesar -43,75 dB dan nilai Secattering Volume terkecil terdapat
pada strata kedalaman 120-130 meter yaitu sebesar -65.10 dB.
Nilai Scattering Volume menunjukan nilai pantulan dari target suatu
kelompok ikan yang terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka kemungkinan
pengelompokan target semakin besar dan sebaliknya. Dengan adanya
pengelompokan target, maka biomassa atau stok ikan dapat diduga besarnya.
4.1.4. Sebaran Horizontal Densitas Ikan
Nilai dan sebaran densitas ikan secara horizontal di Laut Selatan Jawa,
dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber : Diolah dari lampiran 3
Gambar 13. Sebaran horizontal densitas ikan
Dari gambar sebaran horizontal densitas ikan diatas, dapat dilihat bahwa
densitas ikan menyebar merata sekitar 0,588ikan / m3. Berdasarkan Gambar 13
dapat dilihat bahwa densitas ikan terbesar yaitu 0,599 ikan / m3 terletak pada
0,584ikan / m3 terletak pada posisi 8o2’90” LS dan 108o38’11”BT. Nilai densitas ikan relatif lebih tinggi pada daerah lepas pantai, hal ini diduga karena pada
daerah pantai faktor oseanografi di Laut Selatan Jawa yang memiliki karakteristik
ombak yang besar dan pergerakan arus yang cepat tidak memungkinkan untuk
ikan hidup. Sedangkan daerah lepas pantai memiliki karakteristik laut yang
relatif tenang. Menurut Laevastu dan Hela (1970), faktor lingkungan seperti
faktor fisik, kimia dan biologi merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perubahan sebaran dan kelimpahan ikan.
4.1.5. Sebaran Vertikal Densitas Ikan
Nilai dan sebaran densitas ikan pada umumnya diperoleh nilai yang tidak
begitu jauh berbeda pada setiap posisi dan strata kedalaman yang sama.
Berikut grafik sebaran nilai densitas pada setiap strata kedalaman (Gambar:14).
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Strata Kedalaman D e n s ita s I k a n ( ik a n / m ^ 3 ) densitas ikan densitas ikan 4,515 1,665 0,855 0,518 0,348 0,249 0,187 0,146 0,117 0,095 0,081 0,030 0,013 0,002 0,001 10 - 20 20 - 30 30 - 40 40 - 50 50 - 60 60 - 70 70 - 80 80 - 90 90 - 100 100 - 110 110 - 120 120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160
Sumber : Diolah dari Lampiran 4
Gambar 14. Nilai sebaran rata-rata densitas ikan perstrata kedalaman
Gambar 14. memperlihatkan bahwa dengan bertambahnya kedalaman nilai
ikan pada suatu perairan. Densitas ikan rata-rata terbesar terdapat pada strata
kedalaman 10-20 m yaitu sebesar 4,5146 ikan / m3. Untuk densitas ikan
rata-rata terkecil terdapat pada kedalaman 150-160 m yaitu sebesar 0.0011 ikan / m3.
Densitas ikan rata-rata secara vertikal memperlihatkan kecenderungan
melimpahnya ikan pada lapisan permukaan, pada lapisan ini diduga merupakan
ikan-ikan pelagis kecil, hal ini berkaitan dengan ketersediaan makanan berupa
plankton, pada lapisan permukaan plankton banyak ditemukan karena lapisan
permukaan merupakan lapisan yang ideal bagi plankton untuk melangsungkan
kegiatan fotosintesis untuk melangsungkan hidupnya. Pada lapisan permukaan
penetrasi sinar matahari cukup tinggi sehingga proses fotosintesis juga dapat
berlangsung sempurna.
Tiap spesies ikan mempunyai toleransi yang berbeda terhadap faktor fisika
dan kimia perairan seperti tekanan, suhu dan salinitas sehingga akan
mempengaruhi pengelompokan ikan dan jenis ikan disuatu perairan. Faktor
suhu, salinitas dan ketersediaan plankton sebagai makanan merupakan faktor
pembatas bagi organisme ekosistem perairan yang menentukan nilai dan
sebaran densitas ikan.
4.1.6. Panjang Ikan
Panjang ikan adalah salah satu faktor yang dapat diperoleh dari hasil
perhitungan nilai TS menurut persamaan 39 (Foote,1987), dimana target tunggal
ikan yang mendominasi di area penelitian yaitu ikan berukuran kecil dan
diasumsikan memiliki gelembung renang tertutup. Gambar 13, diperoleh dari
hasil pengolahan integration selection kawanan ikan pada echogram. Dari hasil
perhitungan tersebut dapat diperkirakan panjang ikan yang berada diperairan
tersebut. Setelah itu data tersebut dapat digunakan untuk penentuan jenis ikan,
0 10 20 30 40 50 60 70 Koordinat pa nj ang ik an (c m ) panjang ikan 53,102042 11,859381 15,403537 49,041701 31,545684 31,903696 43,404898 62,680647 14,69331 22,821452 20,07284 8˚ 2΄21˝ ; 108˚41΄39˝ 8˚ 5΄42˝ ; 108˚40΄57˝ 8˚ 5΄42˝ ; 108˚41΄15˝ 8˚ 5΄38˝ ; 108˚41΄17˝ 8˚ 5΄34˝ ; 108˚41΄12˝ 8˚ 5΄28˝ ; 108˚41΄13˝ 8˚ 5΄13˝ ; 108˚41΄25˝ 8˚ 5΄12˝ ; 108˚41΄31˝ 8˚ 5΄14˝ ; 108˚41΄10˝ 8˚ 5΄11˝ ; 108˚41΄40˝ 8˚ 5΄16˝ ; 108˚41΄30˝
Diolah menggunakan persamaan 39 (Foote,1987)
Sumber : Diolah dari lampiran 2
Gambar 15. Estimasi panjang ikan berdasarkan data hidroakustik
Dari Gambar 15. diatas diperoleh nilai panjang ikan terbesar yaitu 62,68 cm
pada posisi 8˚ 5΄12˝ LS dan108˚41΄31˝BT, sedangkan nilai panjang ikan terkecil adalah 11,85 cm pada posisi 8˚ 5΄42˝ LS dan 108˚40΄57˝BT. Pada kenyataanya penggunaan rumus Foote (1987) dengan menggunakan sampel pada wilayah
subtropis kurang tepat diaplikasikan karena ukuran dan bentuk tubuh ikan-ikan
pada wilayah tropis seperti Indonesia memiliki bentuk tubuh yang pipih
dibandingkan dengan wilayah subtropis. Untuk jenis ikan, wilayah tropis memiliki
jenis yang beragam bila dibandingkan dengan ikan di wilayah subtropis.
4.1.7. Hamburan Balik Dasar Perairan
Berdasarkan hasil pengolahan data di Laut Selatan Jawa menggunakan
Echoview 3.5, pengklasifikasian tipe substrat dasar perairan dapat dilihat dari
nilai hasil analisis pantulan pertama (E1) yang berkisar antara -30,06 dB sampai
-20,41 dB. Gambar 14, menggambarkan sebaran nilai pantulan pertama (E1)
dari dasar perairan dimana pada daerah sepanjang pantai memiliki nilai pantulan
108.65 108.7 108.75 108.8 108.85 -8.05 -8 Bujur L i n t a n g
Sumber : Diolah dari lampiran 5
Gambar 16. Sebaran nilai backscattering volume E1 dasar Laut Selatan Jawa
Daerah pantai memiliki pantulan yang kecil hal ini disebabkan karena daerah
pantai merupakan perairan dangkal yang didominasi oleh tipe substrat pasir
berlumpur. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya Manik et al (2006)
menyatakan daerah tersebut didominasi oleh pasir berlumpur. Banyaknya
lumpur pada wilayah ini diduga dipengaruhi oleh banyaknya masukan dari sungai
yang membawa partikel lumpur dari darat, akibatnya pada daerah ini hampir
sebagian besar didominasi oleh tipe substrat pasir berlumpur. Semakin ke arah
laut nilai backscattering volume dasar perairan (E1) semakin besar berkisar
antara -26,5 dB sampai -22 dB. Hal ini disebabkan pada daerah yang lokasinya
berada jauh dari pantai sebagian besar tipe substratnya berupa fraksi pasir
dimana fraksi ini mendapat pengaruh masukan dari darat sangat kecil.
Gambar 17. menggambarkan distribusi nilai pantulan kedua (E2) dari dasar
perairan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai E2 ini berkisar antara
-63,57 dB sampai dengan -34,86 dB. Pada daerah sepanjang pantai nilai E2
terlihat sangat kecil dibandingkan dengan nilai E2 yang berada jauh dari pantai.