• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDATOR PADA TANAMAN JAGUNG MANIS ( Zea mays sacchrata Sturt ) DENGAN SISTEM POLA TANAM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDATOR PADA TANAMAN JAGUNG MANIS ( Zea mays sacchrata Sturt ) DENGAN SISTEM POLA TANAM MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PREDATOR PADA TANAMAN JAGUNG MANIS ( Zea mays sacchrata Sturt ) DENGAN SISTEM POLA TANAM

MONOKULTUR DAN TUMPANGSARI Mansur Djafar, Rida Iswati, Fauzan Zakaria

Program Studi Agroteknologi

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis , populasi, kelimpahan, dan keragaman predator pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari. Penelitian ini dilaksanakan dilahan petani yang bertempat di desa Huntu Utara Kecamatan Bulango Selatan Kabupaten Bone Bolango pada bulan Mei sampai Agustus 2013, menggunakan dua pertanaman yang berbeda pada tanaman jagung yaitu sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari. Hasil penelitian yaitu terdapat 6 family predator dengan jenis yang sama pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari yakni Coccinelidae, Staphylinidae, Libellulidae, Mantidae, Lycosidae, dan Tetragnathidae. Populasi tertinggi adalah spesies Menochilus sp dengan populasi 48 ekor/petak pada sistem pola tanam tumpangsari. Sedangkan fluktuasi Menochilus sp pada sistem tanam monokultur meningkat satu kali dan pada tumpangsari meningkat dua kali. Secara keseluruhan kelimpahan tertinggi adalah family Coccinelidae sebesar 44,21%. Nilai keragaman (H’) pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari termasuk dalam kategori sangat-sangat rendah yaitu kisaran 0,5-0,6 atau kisaran 1<H.

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertanian merupakan pemanfaatan kegiatan sumber daya hayati yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Salah satu komoditi pangan sektor pertanian yang mulai mendapat prioritas pembangunan pertanian yaitu jagung. Jagung (Zea mays) merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat penting untuk ketahanan pangan (Suprapto 2008).

Pada saat ini kita sering mendengar teknik bertanam dengan sistem pola tanam. Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Pola tanam terbagi atas dua bagian yaitu sistem pola tanam monokultur atau pertanaman tunggal dengan sistem pola tanam tumpangsari atau menanam dua jenis tanaman dalam satu lahan dan dalam waktu yang sama.

Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang di tanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Misalnya jagung dan kacang tanah, atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Jagung dan kacang tanah sangat baik ditumpangsarikan karena dapat mempengaruhi kesuburan tanah sebab akar tanaman dari kacang-kacangan dapat mengikat nitrogen dari udara yang dapat menyebabkan tanah menjadi subur. Untuk dapat melaksanakan pola tanam secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersiadaan air, sinar matahari dan hama penyakit.

Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang di tanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Misalnya jagung dan kacang tanah, atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Jagung dan kacang tanah sangat baik ditumpangsarikan karena dapat mempengaruhi kesuburan tanah sebab akar tanaman dari kacang-kacangan dapat mengikat nitrogen dari udara yang dapat menyebabkan tanah menjadi subur. Untuk dapat melaksanakan pola tanam secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaaan air, sinar matahari dan hama penyakit.

Jagung sering terkendala oleh serangan hama dan penyakit tanaman. Hama penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), ulat grayak (Spodopteram litura), lalat bibit (Atherigona sp.), belalang (Locusta migratoria), kutu daun, dan tikus (Rattus Sp.) merupakan organisme

(4)

pengganggu tanaman (OPT) yang sering ditemui. Pemanfaatan musuh alami adalah salah satu cara pengendalian hama ini, namun petani seringkali tidak puas atas kinerja musuh alami. Salah satu faktor ketidak berhasilan penggunaan agen pengendali hayati pada areal pertanian adalah pengelolaan musuh alami yang tidak bijaksana. Jika faktor ini dapat ditangani dengan baik, maka kerusakan tanaman dapat ditekan yang pada akhirnya produksi dapat ditingkatkan dan ramah lingkungan. Pengelolaan musuh alami dimaksudkan untuk meningkatkan keefektifan agen pengendali hayati dalam mengendalikan serangga hama dan mengurangi penggunaan pestisida sintetik yang memiliki pengaruh negatif terhadap lingkungan (Adnan 2011).

Hama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan hasil pada pertanaman jagung. kehadirannya dan tingkat serangannya banyak ditentukan oleh pola tanam setahun dan sistim pertanamannya baik monokultur maupun tumpangsari. Serangan hama lebih rendah dibanding monokultur. Interaksi organisme di dalam pertanaman ganda berlangsung dalam bentuk fisik maupun interferensi biologis. Pemilihan kombinasi tanaman tumpangsari yang tidak tepat dapat mengakibatkan perkembangan hama tertentu semakin pesat. Selain itu juga, tumpangsari diadopsi karena mampu meningkatkan efisiensi penggunaan faktor lingkungan (seperti cahaya, unsur hara dan air), tenaga kerja, serta menurunkan serangan hama dan penyakit dan menekan pertumbuhan gulma. Selain itu pertanaman secara tumpangsari masih memberikan peluang bagi petani untuk mendapatkan hasil jika salah satu jenis tanaman yang ditanam gagal (Rahmianna et. al,1989 dalam Buhaira 2007).

Perkembangan hama utama pada tanaman jagung penting artinya dalam menghadapi kemungkinan timbulnya serangan yang disebabkan hama tersebut. Timbulnya hama di lapangan erat hubungannya dengan musim/lingkungan dan waktu tanam. Demikian pula predator (musuh alami) sangat tergantung munculnya hama tanaman seperti Ulat Grayak (Spodoptera), Penggerek tongkol (H.armigera) dan Penggerek batang (O. furnacalis). Pengaruh padat populasi predator terhadap intensitas serangan sangat berkorelasi positif. Pada kondisi padat populasi predator yang banyak, biasanya intensitas serangan hama tanaman juga banyak. Hal ini disebabkan karena pada populasi predator berpengaruh dalam hal kondisi hama untuk memperoleh makanan yang meletakkan telur (Ryoo et. al, 1992 dalam Syamsudin 2007).

Salah satu hasil pemikiran dalam pengendalian opt adalah lahirnya konsep pengendalian hama terpadu yang menganjurkan untuk tidak menggunakan pestisida sebagai alternatif terakhir .Dalam konsep tersebut pengendalian hama lebih diarahkan pada sistem budidaya, pengendalian secara meknis, dan biologis dalam hal ini adalah pemanfaatan musuh alami. Olehnya Pengetahuan mengenai pola tanam dan pemanfaatan musuh alami sangat perlu bagi petani. Sebab dari usaha tani yang dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan hasil yang maksimal. Tidak hanya hasil yang menjadi objek, bahkan keuntungan maksimum dapat didapat dengan tidak mengabaikan pengawetan tanah dan menjaga kestabilan kesuburan tanah serta dapat mengurangi pertumbuhan organisme penggangu tanaman. Berdasarkan uraian diatas maka penulis meneliti tentang Predator Pada

(5)

Tanaman Jagung Manis (Zea mays sacchrata Sturt) Dengan Sistem Pola Tanam Monokultur Dan Tumpangsari.

METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan petani Desa Huntu utara Kecamatan Bulango Selatan Kabupaten Bone Bolango. Dari bulan Me 2013 sampai bulan Agustus 2013.

Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain traktor, jaring, aspirator mikroskop, pinset, lup, camera digital, dan alat tulis-menulis.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung dan kacang tanah alkohol 70%, kertas label, kantong plastik, botol-botol kecil, buku kunci determinasi serangga dan kain kasa.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental dilapangan, dengan menggunakan dua sistem tanam yang berbeda yaitu:

M = Jagung Dengan Sistem Tanam Monokultur T = Jagung Dengan Sistem Tanam Tumpangsari

Prosedur Penelitian

Persiapan Lahan Percobaan

Luas lahan lahan percobaan yang akan digunakan adalah 7 x 20 m2,

selanjutnya di bajak dengan menggunakan traktor sampai tanah terolah dengan sempurna, kemudian di bagi menjadi 6 plot dengan ukuran 3 x 6 m2 per plot.

Penanaman

Penanaman dilakukan pada saat tanah masih dalam keadaan cukup lembab. Penanaman jagung dan kacang tanah dilakukan bersamaan. Benih kacang tanah dan jagung ditanam secara tugal sedalam kira-kira 3 cm sebanyak 2 biji per lubang tanam. kemudian ditutup dengan tanah halus. Jarak tanam yang digunakan adalah 70X40cm.

(6)

Parameter dan cara pengamatan Jenis Predator

Untuk mengetahui jenis predator, pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan sistem penyapuan ganda, secara visual dan menggunakan alat perangkap predator pada setiap petak percobaan. Pengamatan secara visual yaitu melihat dengan mata secara langsung dan menggunakan alat perangkap predator (aspirator), sejak umur 3MST dengan inteval waktu, seminggu sekali sampai dengan minggu ke 10MST. Selanjutnya serangga dikoleksi pada botol botol kecil yang berisi alkohol 70% yang sudah diberi label sesuai plot masing-masing sampel.

Untuk selanjutnya di identifikasi dengan mengacu pada buku kunci determinasi serangga karangan kanisius (1991). Selanjutnya perhitungan populasi dilakukan dengan cara yang sama yaitu didasarkan pada jumlah individu yang sejenis.

Populasi

Perhitungan populasi dilakukan dengan cara yang sama didasarkan pada jumlah individu yang sejenis.

Analisis Data

Penelitian ini akan menggunakan analisis data kuantitatif deskriptif. Untuk menghitung keanekaragaman dan kelimpahan predator dihitung dengan menggunakan rumus’ michael dalam Meidiwarman (2010)

Jumlah family Keanekaragaman (H’) =

√jumlah total individu

Kriteria untuk nilai keanekaragaman(H’) menggunakan kriteria yang dimodifikasi oleh Suana dan Haryanto dalam Meidiwarman ( 2010 )

Nilai keragaman Spsies (H’) Tingkat Keragaman H<1 1<H<2 2<H<3 3<H<4 H<4 Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Sedangkan untuk menghitung kelimpahan masing-masing famili yang paling dominan dilapangan adalah :

(7)

∑ Individu Satu Famili

Kelimpahan (K’) = X 100

∑ Total Individu Seluruh Famili

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung

Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai berikut:

Menochilus sp

Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Sub klas : Pterygota Ordo : Coleoptera Family :Coccinelidae

Gambar 1. Menochilus sp

Ciri ciri spesimen : memiliki panjang tubuh 5-6mm, merupakan predator dari kutu daun dan kutu hijau berwarna orange kemerahan ada titik hitam, dan punya titik hitam seperti bulan sabit, memiliki sepasang antena.dengan gerak lambat. Mangsa/inang adalah Aphid sp, kutu daun, dan kutu hijau.

Capung besar Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Odonata Famili : Libellulidae Gambar 2. Odonata sp

Ciri-ciri spesimen : Memiliki 3 pasang tungkai, jarang berada/jauh dari air, memiliki 2 pasang sayap, memiliki antena kecil, tubuh tersusun atas caput, thoraks, abdomen, dan memiliki mata yang besar. Mangsa/inang adalah walang sangit. Paederus sp Phylum : Arthropoda Klas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Staphylinidae

(8)

Gambar 3. Paederus sp

Ciri-ciri spesimen : Ukuran Tomcat berkisar antara 1 hingga 35 mm (1,5 inci) dengan bentuk umumnya memanjang. Kepalanya warna hitam, dada dan perut berwarna oranye, dan sayap kebiruan. Warna yang mencolok ini berfungsi sebagai peringatan bagi predatornya. Biasanya, serangga ini terlihat merangkak di kawasan sekelilingnya dengan menyembunyikan sayapnya dan dalam pandangan sekilas ia lebih menyerupai semut. Apabila diganggu, kumbang ini akan menaikkan bagian abdomen (perut) agar ia terlihat seperti kalajengking untuk menakutkan musuh. Stagmomantis sp Phylum : Arthoropoda Klas : Insekta Ordo : Orthoptera Famili : Mantidae Gambar 4. Stagmomantis sp

Ciri-ciri spesimen : sepasang kaki depan bersifat seperti menyembah,memiliki 3 pasang kaki. dua pasang kaki belakang di gunakan untuk berjalan sedangkan sepasang kaki depan berguna untuk menangkap mangsa.

Tetraganatha sp Phylum : Arthropoda Klas : Arachnida Ordo : Araneae Famili : Tetragnathidae Gambar 5. Tetragnatha sp

Ciri-ciri spesimen : panjang tubuh 10 - 25 mm, memiliki rahang, tungkai - tungkainya panjang dan dalam keadaan diam / beristrihat sering terjulur dalam satu garis. Rentang hidupnya 150 hari dan jumlah telur yang dihasilkan 120 butir / betina . Kebiasan hidupnya adalah berada pada daun dimana laba - laba tersebut membentuk saranganya. Mangsa/inang adalah wereng coklat,wereng hijau,wereng pungguh putih.

(9)

lycosa sp Phylum : Artrhropoda Klas : Arachnida Ordo : Araida Famili : Lycosidae Gambar 6. Lycosa sp

Ciri-ciri spesimen : Laba - laba ini mempunyai ukuran 7 - 10 mm, merupakan hewan berbuku-buku, , pada tungkai terdapat duri - duri yang panjang dengan mata berbentuk segi enam, matanya berwarna gelap (hitam). Laba - laba ini merupakan laba - laba aktif yang memburu mangsanya. Mangsa/ inang adalah aphid sp dan kutu daun.

Populasi Predator

Intensitas Kehadiran Predator

Gambar 7. Intensitas Kehadiran Predator Di Pertanaman Jagung Dengan Sistem Tanam Monokultur dan Tumpangsari

Gambar diatas menunjukkan bahwa kehadiran semua jenis predator tidak mempunyai pola baik pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari. Kehadiran predator tidak dipengaruhi oleh pola tanam, predator jenis tertentu kadang-kadang hadir selalu. Untuk spesies Odonata sp, Stagmomantis sp, dan Tetragnatha sp mempunyai tingkat kehadiran lebih tinggi pada sistem tanam tumpangsari. Sedangkan Paederus sp dan Menochilus sp lebih tinggi pada sistem tanam monokultur. Hal ini disebabkan kelembaban pada setiap kanopi sistem tanam berbeda. Setelah di ukur tingkat kelembaban yang tertinggi yaitu pada sistem tanam monokultur 93% sedangkan pada sistem tanam tumpangsari 90%, keadaan inilah yang membuat kehadiran spesies- spesies predator pada kedua sistem tanam berbeda . Spesies Odonata sp hadir 8 kali pengamatan pada sistem tanam tumpangsari, sedangkan pada sistem tanam monokultur 7 kali. Intensitas kehadiran selanjutnya adalah spesies Menochilus sp, pada sistem tanam

0 2 4 6 8 Monokultur Tumpangsari JUM LA H K EH A D IRAN POLA TANAM Menochilus Odonata Lycosa Stagmomantis Paederus Tetragnatha

(10)

monokultur Menochilus sp hadir sebanyak 7 kali, dan pada sistem tanam tumpangsari hadir sebanyak 6 kali pengamatan. Dan untuk spesies Paederus sp hadir 4 kali pada pertanaman monokultur sedangkan pada pertanaman tumpangsari hadir 4 kali selama 8 kali pengamatan. Untuk spesies Lycosa sp muncul 4 kali pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari.

Dari hasil pengamatan bahwa intensitas kehadiran tertinggi sepanjang pengamatan adalah spesies Menochilus sp dan Odonata sp baik pada sistem pola tanam monokultur maupun tumpangsari. Hal ini diduga karena predator Menochilus sp merupakan predator utama pada tanaman jagung, dan kemungkinan besar ketersediaan mangsa yang banyak dan terjadi melimpah di pertanaman. Menochilus sp merupakan family dari Coccinelidae, sementara Coccinelidae bersifat generalis terhadap semua kutu daun. Menurut Hendrival et.al, (2011) bahwa family Coccinelidae diketahui sebagai predator berbagai jenis serangga hama dan lebih memangsa kutu daun. Sedangkan Odonata sp kemungkinan besar merupakan predator yang berimigrasi ke pertanaman jagung dan diketahui bahwa Odonata sp adalah predator pada tanaman padi sawah. (Ansori 2009.), serta letak lahan penelitian berdekatan dengan pertanaman padi.

Sedangkan predator Menochilus sp dan Paederus sp lebih tinggi pada monokultur diduga iklim mikro berupa kelembaban pada tanaman monokultur lebih tinggi dibanding tumpangsari akibat daun jagung saling menyatu pada sistem tanam monokultur. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari masih ada jarak karena ada tanaman kacang tanah diantara tanaman jagung. Kehadiran Stagmomantis sp dan Tetragnatha sp lebih dominan pada tanaman tumpangsari dibanding monokultur, diduga masing-masing spesies ini memiliki habitat dan mangsa tertentu, sehingga kehadiran dari spesies-spesies ini kurang. Meskipun demikian kehadiran predator tersebut dapat menekan populasi hama pada setiap pertanaman.

Fluktuasi Populasi Predator pada Tanaman Jagung Dengan Sistem Pola Tanam Monokultur dan Tumpangsari

Dari hasil pengamatan jumlah individu predator yang terkoleksi pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari menunjukkan fluktuasi yang berbeda, dapat dilihat pada gambar 7.

(11)

Gambar 7. Fluktuasi Populasi Predator Pada Tanaman Jagung Dengan Sistem Tanam Berbeda. Monokultur (a) dan Tumpangsari (b)

Gambar di atas menunjukkan bahwa pada sistem tanam monokultur Menochilus sp hadir pada pengamatan minggu ke-4 , mencapai puncak pada minggu ke-6 dan menurun sampai pada minggu ke-10. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari Menochilus sp hadir pada pengamatan minggu ke-4, mencapai puncak pada minggu ke-6, menurun pada minggu ke-7, dan mencapai puncak kembali pada minggu ke-8. Predator selanjutnya adalah spesies Paederus sp hadir pada vase generatif baik pada sistem tanam monokultur maupun tumpangsari. Pada sistem tanam monokultur Paederus sp muncul pada minggu ke-7 dan mencapai puncak pada minggu ke-9. Sedangkan pada sistem tanam tumpangsari Paederus sp meningkat pada minggu ke-8. Dan untuk predator lain seperti Lycosa sp, Stagmomantis sp, Tetragnatha sp, dan capung besar populasinya merata namun kehadiran predator tersebut dapat menekan populasi serangga hama pada pertanaman jagung.

Dari hasil pengamatan bahwa fluktuasi Menochilus sp dua kali mencapai puncak pada pertanaman tumpangsari, diduga keadaan ekosistem pada sistem tanam tumpangsari sangat sesuai dan sangat mendukung untuk perkembang biakan Menochilus sp. Menurut Deptan (2012) bahwa predator Menochilus sp membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk satu siklus hidup. Sementara pada monokultur keadaan ekosistemnya tidak mendukung untuk terjadi pekembang biakan yang maksimal.

Tingginya fluktuasi Menochilus sp pada sistem tanam monokultur pada minggu ke-6 diduga karena pada minggu ke-4 dan pada minggu ke-6 sudah meningkat dan selanjutnya mengalami penurunan populasi sampai pada minggu ke-10. Sedangkan pada tumpangsari daya dukung lingkungan mampu memberikan dukungan kepada Menochilus sp untuk mengalami dua kali siklus yaitu pada minggu ke-6 dan ke-8.

Spesies Paederus sp muncul pada vase generatif baik pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari diduga karena Paederus sp mulai aktif mencari

0 2 4 6 8 10 12 3 4 5 6 7 8 9 10 P o pu la si ( ek o r/m ²)

SISTEM TANAM MONOKULTUR (a) 0 2 4 6 8 10 12 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu Pengamatan (minggu ke ) SISTEM TANAM TUMPANGSARI

(b) lycosa capung besar menochilus stagmomant is paederus

(12)

mangsa apabila tanaman mulai berbunga. Sedangkan tingginya fluktuasi Paederus sp pada sistem tanam monokultur disebabkan karena faktor predator itu berkembang biak karena paederus sp meningkat apabila musim hujan dan keadaan lingkungan yang cukup lembab. Menurut Arifin (2012) bahwa serangga kumbang tomcat bersifat kompolit (berada dimana-mana) dan berhabitat di tanah yang lembab.

4.2.3 Total Populasi Predator Pada Tanaman Sistem Tanam Monokultur dan Tumpangsari.

Total populasi predator pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari dapat dilihat pada gambar 9’

Gambar 8. Total populasi predator pada sistem tanam yang berbeda.

Dari Gambar 8 diatas tampak bahwa populasi predator tertinggi pada kedua sistem tanam adalah spesies Menochilus sp. Total populasinya pada sistem tanam monokultur adalah 42 ekor, sedangkan pada sistem tanam tumpangsari 48 ekor. Tingginya Menochilus sp diduga berkaitan dengan ketersediaan makanan, perkembang biakan predator, serta siklus hidupnya yang pendek.

Total populasi paling sedikit pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari adalah stagmomantis sp dan tetragnatha sp. Stagmomantis sp merupakan serangga karnivora yang makan segala macam serangga dan terkadang bersifat kanibal. Makanannya adalah jangkrik, ulat, belalang, dan beberapa jenis kutu. Kurangnya populasi Stagmomantis sp kemungkinan karena keadaan ekosistem pertanaman tidak mendukung habitat dari Stagmomantis sp. Diketahui predator Stagmomantis sp merupakan belalang pengembara yang selalu mencari mangsa dari satu tanaman ketanaman yang lainnya (Puslitan, 2012). Sehingga kemungkinan memiliki mobilitas yang tinggi yang artinya ketika pengamatan predator ini sedang berada pada tanaman lain. Sedangkan spesies Tetragnatha sp. Predator ini habitatnya berada pada persawahan. Salah satu sebab munculnya spesies Tetragnatha sp pada tanaman jagung kemungkinan karena spesies tersebut berimigrasi untuk mencari makanannya. Karena ekosistem penelitian ini berdekatan dengan persawahan.

Dari hasil pengamatan bahwa total populasi predator tertinggi hampir pada semua Sistem tanam tumpangsari. Tumpangsari merupakan salah satu

0 10 20 30 40 50 60 to ta l po pula si jenis Predator Populasi monokultur Populasi Tumpangsari

(13)

teknik untuk meningkatkan populasi serangga pada suatu pertanaman. Peningkatan populasi serangga ini merupakan konservasi musuh alami atau peningkatan pada agroekosistem yang menyebabkan interaksi tinggi diantara spesies-spesies yang ada.( Nurindah 2008). Jadi keefektifan predator dalam memangsa sangat bergantung pada kemampuan mencari mangsa dan menanganinya pada keadaan lingkungan tertentu seperti keadaan suhu, kelembaban, umur tanaman, dan kerapatan mangsa. ( Nelly et.al, 2012).

4.3 Kelimpahan Predator Pada Sistem Tanam Monokultur Dan Tumpangsari

Pada Gambar 10 dibawah jumlah masing masing predator yang terkoleksi pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari selama 8 kali pengamatan pada tanaman jagung.

Gambar 10. Kelimpahan Predator Pada Sistem Tanam Berbeda.

Hasil identifikasi dan perhitungan kelimpahan predator yang terdapat pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari secara keseluruhan kelimpahan tertinggi pada kedua sistem ini adalah famili coccinelidae, dimana spesies ini memiliki populasi rata-rata kehadiran yang sangat tinggi 44,21 %. Hal ini diduga bahwa famili coccinelidae sangat efektif mencari mangsa pada sistem pola tanam monokultur maupun tumpangsari. Menurut Untung (1993), dalam Udiarto, et al (2010) coccinelidae selain imago, larvanya juga aktif mencari mangsa dan bisasanya lebih rakus daripada imago. Mangsa yang ditangkap akan dihisap cairan tubuhnya, bangkainya akan dibuang dalam keadaan kering. Sedangkan kelimpahan yang paling rendah pada sistem tanam monokultur dan tumpangsari adalah famili Mantidae karena spesies dari famili ini sulit ditemukan pada setiap tanaman karena populasinya mulai sedikit disebabkan karena keseimbangan kondisi alam yang kurang stabil. Sedangkan menjaga keseimbangan alam adalah cara untuk mendukung adanya predator untuk mengontrol lonjokan-lonjokan hama. (Puslittan, 2012). Dengan demikian bertambahnya umur tanaman berarti semakin berkembangnya pertumbuhan tanaman, tajuknya semakin terbuka, kelimpahan populasi artropoda predator yang ditemui semakin meningkat, Hal ini disebabkan pada umur tanaman tersebut

0 10 20 30 40 50 monokultur tumpangsari

(14)

semakin banyak relung yang bisa digunakan serangga fitofag yang merupakan mangsa dari artropoda predator. Taulu, et, al (2001)

Keanekaragaman

Hasil pengamatan terhadap keanekaragaman predator seluruh famili pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari disajikan pada tabel berikut. Tabel. keanekaragaman predator seluruh famili pada sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari

Sistem Tanam Nilai Keanekaragaman (H;)

Monokultur 0,6

Tumpangsari 0,5

Dari hasil analisis data diperoleh nilai keanekaragaman (H) familia secara umum termasuk dalam kategori sangat rendah –rendah yaitu hanya berkisar dari 0,8-0,9 atau kisaran H<1. Diduga bahwa sistem tanam sistem yang dilakukan yaitu sistem tanam monokultur jagung-jagung-jagung dan sistem tanam tumpangsari jagung-kacang tanah-jagung dalam jangka waktu yang lama dan keberadaan predator pada kedua sistem tanam tersebut akan mengalami presaingan, sehingga predator yang akan unggul akan akan lebih potensial daripada yang lain seperti spesies Tetragnatha, Stagmomantis, Lycosa.

Sistem tanam monokultur dan tumpangsari merupakan salah satu praktek budidaya suatu agroekosistem yang terdapat keragaman yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan sistem tanam tumpangsari sangat menguntungkan, karena keragaman populasi dan musuh alami (parasitoid dan predator) relatif tinggi. Nurindah (2008). Menurut Pratiwi et.al, (1991) dalam Meidiwarman (2010) ada berbagai faktor yang mempengaruhi keanekaragaman yaitu pola rantai makanan, macam sedimen, kompetisi antar dan intra jenis atau individu. Kesamaan faktor ini merupakan gabungan kompleksitas yang sulit dijabarkan.

PENUTUP Kesimpulan

berdasarkan hasil pengamatan dilokasi penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yakni :

1. Terdapat 6 family predator yang terdapat pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur maupun tumpangsari adalah Coccinelidae, Staphylinidae, Mantidae, Tetragnathidae, Libellulidae, Lycosidae. Fluktuasi predator tertinggi pada kedua sistem tanam yaitu Menochilus sp.

(15)

Pada sistem tanam monokultur Menochilus sp hanya mengalami satu kali puncak sedangkan pada tumpangsari mengalami dua kali puncak fluktuasi. 2. Populasi tertinggi adalah spesies Menochilus sp dengan total jumlah populasinya 48 ekor pada sistem pola tanam tumpangsari dan pada monokultur 48 ekor. Sedangkan populasi tertinggi predator dengan sistem tanam monokultur pada vase vegetatif adalah menochilus sp dan vase generatif adalah paederus sp, dan pada sistem tanam tumpangsari pada vase vegetatif dan generatif adalah menochilus sp.

3. Secara keseluruhan kelimpahan tertinggi adalah family coccinelidae sebesar 44,21%. Nilai keragaman (H’) predator pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari termasuk dalam kategori sangat rendah-rendah yaitu kisaran 0,5-0,6 atau kisaran 1<H 4.

Saran

Untuk meningkatkan kelimpahan dan keragaman predator pentingnya konservasi lingkungan terutama predator Menochilus sp agar bisa dijadikan agen hayati baik pada tanaman monokultur maupun tumpangsari pada tanaman jagung.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad A Tenrirawe dan Tandiabang J. 2005 dinamika populasi hama utama tanaman jagung pada pola tanam berbasis jagung. prosiding seminar ilimiah dan pertemuan tahunan PBJ dan PFJ XVJ Komda Sul-Sel.

Adnan A.M. 2011 Manajemen Musuh Alami Hama Utama Jagung. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Serealia.Sul-Sel.

Ansori I. 2009 Kelimpahan Dan Dinamika Populasi Odonata Berdasarkan hubungannya dengan Fenologi Padi Dibeberapa Persawahan Disekitar bandung jawa barat. Jurnal Exacta, Vol VII. No. 2. Desember 2009. ISSN 1412-3617

Ardi R.2009. ordo-ordo serangga.http://rioardi.wordpress.com/2009/01/021/ordo-ordo-serangga (di akses tanggal 10-02-2013

Arifin. M. (2012). Pengelolaan Kumbang Tomcat Sebagai Predator Hama Tanaman Dan Penular Penyakit Dermatitis. Pengembangan Inovasi Pertanian 5(1), 2012: 58-64.

Buhaira. 2007.Respons kacang tanah (arachis hypogaea l.) Dan jagung (zea mays L.) Terhadap beberapa pengaturan tanam jagung pada Sistem tanam tumpangsari. Jurnal Agronomi Vol. 11 No. 1

Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi). Tersedia (online)

(16)

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-aktual/836-tomcat-serangga- predator-sahabat-petani-yang-dapat-mengeluarkan-racun-dan-dapat-menyebabkan-iritasi-pada-manusia.html

Hartoyo D.2011. Predator Serangan Hama Dan Pemanfaatan Musuh Alami SeranggaHama.http://www.htysite.com/hama%20musuh%20alami%2001 .html.

(di akses tanggal 08-02-2013)

Hendrival, Purnama H, Ali N. 2011. Keanekaragaman dan Kelimpahan Musuh Alami Bermisia Tabacci (Gennadius) (Hemiptera : Aleyradiae) Pada Pertanaman Cabai Merah Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Entomol, Indon, September 2011, Vol 8, No 2, 96-109.

Hendroatmodjo.2009 Teknik Budidaya Tanaman Monokultur Dan Tumpang Sari.http://ekaboymaster.blogspot.com.teknik budidaya tanaman monokultur dan tumpang sari Diberdayakan oleh Blogger.(akses tgl 31-01-2013).

Kusnaedi. 2002 Pengendalian Hama Tanpa Pestisida (Jakarta: Penebar Swadaya, Informasi dunia pertanian)

Kanisius,1991. Kunci deteminasi serangga. Yogyakarta

Muhadjir. 2005 Teknik Budidaya Tanaman Monokultur Dan Tumpang Sari.http://ekaboymaster.blogspot.com.teknik budidaya tanaman monokultur dan tumpang sari Diberdayakan oleh Blogger.(akses tgl 31-01-2013).

Meidiwarman. 2010 studi predator pada ekosistem tanaman tembakau virginia.crop agro, Vol. 3 No. 2

Munir.2006. Teknik Budidaya Tanaman Monokultur Dan Tumpang Sari.http://ekaboymaster.blogspot.com.teknik budidaya tanaman monokultur dan tumpang sari Diberdayakan oleh Blogger.(akses tgl 31-01-2013).

Muharam. A Dan W. Setiawati 2007. Teknik Perbanyakan Masal Predator Menochilus Sexmaculatus Pengendali Serangga Bermisia Tabacci Vektor Virus Kuning Pada Tanaman Cabai. Jurnal Hortikultura. 17(4) : 365-373. 2007

Nurindah Dan Dwi A.S. 2008 Konservasi Musuh Alami Serangga Hama Sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas. Jurnal perspektif vol. 7 no 1/juni 2008. Hlm 01-11 ISSN: 1427-8004.

(17)

Nelly, N, Trizelia, Qorry S, 2012. Tanggap Fungsional Menochilus Sexmaculatus Fabricius (Coleoptera: Coccinelidae) Terhadap Aphis Gossypii (Glover) (Hemoptera: Aphidae) Pada Umur Tanaman Cabai Yang Berbeda. Jurnal Entomologi Indonesia April 2012, Vol. 9 No.1, 23-31

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.2012. Tomcat, Predator Sahabat \Petani yang dapat Mengeluarkan Racun dan Menyebabkan

Iritasi Kulit Manusia. Posted on april

2012.http://pangan.litbang.deptan.go.id/berita/tomcat--predator-sahabat- petani--yang-dapat-mengeluarkan-racun-dan-menyebabkan-iritasi-kulit-manusia.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.2012. Bioekologi Kumbang Kubah. Tersedia (online) http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/predator-kumbang-kubah-jenis-yang-membantu-petani\http://cybex.deptan.go.id Pusat Penelitian Tanaman. Daya Predasi Dan Bioekologi Belalang Sembah.

Tersedia (online) http://www.puslittan.bogor.net

Salanti D. 2008 Pengaruh Tanaman Penutup Tanah Terhadap Kelimpahan Kutudaun Aphis craccivora Koch (Homoptera: Aphididae), Predator dan Hasil Panen pada Pertanaman Kacang Panjang. Seminar tugas akhir, Departemen Proteksi Serangga. IPB

Syamsudin. 2007 intensitas serangan hama dan populasi predator pada berbagai waktu tanam jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel,

Suprapto.2008 Teknik Budidaya Tanaman Monokultur Dan Tumpang Sari.http://ekaboymaster.blogspot.com.teknikbudidaya tanaman monokultur dan tumpang sari Diberdayakan oleh Blogger.(akses tgl 31-01-2013).

Tambunan D.T, Darma B, Fatimah Z, 2013. Keanekaragaman Arthropoda Pada Jagung Transgenik. Jurnal online agroteknologi vol. 1 No.3 juni 2013 Taulu L.A Dan A.L. Polakitan 2001. Kelimpahan Populasi Arthropoda Predator

Penghuni Tajuk Pertanaman Kedelai. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pertanian Provinsi Sulawesi Utara.

Udiarto, BK, Hidayat, P, Rauf, A, Pudjianto, Hidayat, SH.2012. Kajian Potensi Predator Coccinelidae Untuk Pengendalian Bermisia Tabacci (Gennadius) Pada Cabai Merah. J. Hort. 22(1):76-84,2012

Wadia, A.A 2013. Musuh alami predator tanaman padi (Oryza sativa L) dengan agroekosistem berbeda. Skripsi.

Gambar

Gambar diatas menunjukkan bahwa kehadiran semua jenis predator tidak  mempunyai  pola  baik  pada  sistem  pola  tanam  monokultur  dan  tumpangsari
Gambar 7. Fluktuasi Populasi Predator Pada Tanaman Jagung Dengan     Sistem  Tanam Berbeda
Gambar 8. Total populasi predator pada sistem tanam yang berbeda.
Gambar 10. Kelimpahan Predator Pada Sistem Tanam Berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Tämä johtuu heidän mukaan siitä, että perustulo nostaisi sekä minimipalkkoja että verotusta ja näin työtä olisi tarjolla yhä harvemmille.. ”Suomen työttömyys

Pembobotan kesesuaian kawasan perairan di sekitar pesisir dan pulau ± pulau kecil untuk wisata snorkeling dan diving dilakukan dengan mem- pertimbangkan faktor pembatas yang

Begitupun juga pada para pelaku pembusuran, dimana pada lingkungan pergaulan yang lebih luas dalam pengertian tidak terbatas hanya pada lingkungan kelurahan

Kompleks Plaza Sentra lndoraya, Blok A./17 Jl... :.,

Tekolabbua dukungan tokoh masyarakat dalam kategori sedang dengan rataan skor 61,0 sedangkan di Kelurahan Pundata Baji dalam kategori rendah dengan rataan skor 31,8.

Disampaikan Pada Sarasehan Peternakan 2005, Revitalisasi Ternak Kerbau dan Pola Pembibitan Sapi Potong.. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Selama ini masalah yang terjadi di SDN 01 Tonggolobibi adalah masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan

Dilihat dari dasar Sungai Kampar Kanan Kelurahan Air Tiris yang memiliki substrat berpasir dan berbatu serta arus sungai yang cukup kuat dan mengingat