• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MACET UNTUK USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PADA PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MACET UNTUK USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PADA PT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PENYELESAIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) MACET UNTUK

USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PADA PT. BANK NEGARA

INDONESIA (PERSERO) TBK, SENTRA KREDIT KECIL PECENONGAN

JURIDICAL ANALYSIS OF SETTLEMENT OF PUBLIC BUSINESS CREDIT (KUR) FOR SMALL

AND MEDIUM ENTERPRISES (UMKM) AT PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK,

PECENONGAN SMALL CREDIT CENTER

Jihan Noor Fakhira

1

, Sri Bakti Yunari

2*

1Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Indonesia

2Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Indonesia

*Penulis koresponden: sri.by@trisakti.ac.id

ABSTRAK

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit/pembiayaan yang khusus diberikan pada pelaku Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam bentuk modal kerja dan investasi yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup dengan didukung fasilitas penjaminan oleh pemerintah. Maka permasalahannya adalah bagaimana pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kecil pada sentra kredit kecil pecenongan pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan bagaimana upaya penyelesaian Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet pada sentra kredit kecil pecenongan pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Penulisan ini sebagai hasil dari penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum Normatif, serta sifat penelitian Preskriptif dengan menggunakan bahan hukum sekunder. Pengolahan bahan hukum dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukan terjadinya kredit macet diakibatkan tidak terpenuhinya prinsip 5C. Penyelesaian terhadap KUR Kecil macet pada umumnya diselesaikan melalui eksekusi terhadap agunan tambahan yang diberikan oleh debitur atau dengan pengajuan klaim kepada Lembaga Penjamin Kredit.

ABSTRACT

Distribution of People's Business Credit (KUR) is credit / financing specifically given to entrepreneurs, Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in the form of productive and feasible working capital and investment but do not have additional collateral or additional collateral is insufficient supported by a guarantee facility. by the government. So the problem is how the implementation of Small Business Credit (KUR) at the small credit center of Pecenongan at PT. Bank Negara Indonesia

SEJARAH ARTIKEL

 Diterima 22 Juli 2020  Revisi 23 Agustus 2020  Disetujui 29 Desember 2020  Terbit online 15 Januari 2021

KATA KUNCI

 Hukum Perbankan  Kredit Usaha Rakyat  Usaha Mikro Kecil dan

Menengah

KEYWORDS

• Banking law

• People's Business Credit • Micro small and Medium

(2)

(Persero) Tbk and how the efforts to resolve bad People's Business Credit (KUR) at the small credit center pecenongan at PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. This writing is the result of research using Normative legal research methods, as well as the nature of prescriptive research using secondary legal materials. Processing of legal materials is done qualitatively, while conclusions are drawn using deductive logic. The results showed that bad credit was caused by not fulfilling the 5C principles. Settlement of bad KUR is generally settled through the execution of additional collateral provided by the debtor or by submitting a claim to the Credit Guarantee Agency.

1. PENDAHULUAN

Salah satu pelaku usaha yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia adalah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM) mengingat keberadaannya yang terbukti tahan banting dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Bagi pelaku UMKM, Permodalan merupakan hal utama dan aspek penting yang harus dipenuhi dalam memulai maupun menjalankan usaha, sehingga keterbatasan modal merupakan masalah utama dalam memulai maupun mengembangkan usaha.

Salah satu cara untuk mengatasai keterbatasan modal bagi pelaku UMKM adalah dengan memanfaatkan fasilitas kredit yang disalurkan oleh Perbankan sesuai fungsi bank dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), yaitu berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Namun, kredit yang disalurkan oleh bank memiliki prasyarat yang cukup ketat sehingga pelaku UMKM mengalami kesulitan untuk dapat mengakses kredit melalui bank, alasannya karena para pelaku UMKM dianggap belum bankable walaupun usahanya telah feasible, maksudnya yaitu walaupun dari prospek usahanya telah dianggap layak namun belum memenuhi ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh bank untuk dapat mengajukan kredit di bank.

Kesulitan yang dialami oleh para pelaku UMKM tersebut untuk memperoleh kredit dari perbankan melatarbelakangi pemerintah memberikan stimulus permodalan kepada UMKM. Pada tanggal 5 November 2007, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan, Pengembangan Sektor Riil, dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pemerintah mengeluarkan program pembiayaan yang dikhususkan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan diberi nama Kredit Usaha Rakyat (selanjutnya disebut KUR) dengan plafon kredit sampai dengan Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) yang kemudian disalurkan melalui Bank Pelaksana milik Pemerintah serta beberapa Bank Swasta yang terpilih. KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha dan/atau

(3)

kelompok usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup (Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2017).

Mengingat pentingnya penerapan prinsip 5C dalam analisis pemberian kredit, yaitu meliputi: Character (watak), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Conditions and Collateral (jaminan). Kredit ini dijamin oleh pemerintah melalui lembaga penjaminan kredit yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (selanjutnya disebut Askrindo) dan Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (selanjutnya disebut Perum Jamkrindo) (Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2015). Cara kerjanya yaitu pemerintah memberikan penjaminan atas resiko KUR sebesar 70% sedangkan sisanya yaitu 30% ditanggung oleh Bank Pelaksana. Agunan dalam kredit usaha rakyat berupa agunan pokok yaitu usaha atau obyek yang dibiayai oleh KUR sedangkan agunan tambahan tidak diwajibkan untuk dipenuhi, tergantung dari kebijakan bank pelaksananya sendiri.

Selain adanya pemberian jaminan yang diberikan oleh Pemerintah melalui Lembaga Penjamin Kredit, Bank dalam penyaluran KUR ini juga mewajibkan pemberian jaminan dari nasabah itu sendiri untuk dapat memperkecil resiko dalam pemberian kreditnya dengan mempertimbangkan beberapa prinsip, salah satunya prinsip jaminan (collateral) (Zulkarnain Sitompul, 2005). Pada umumnya bank akan meminta jaminan berupa hak tanggungan karena dengan adanya hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (Undang-Undang No. 4 Tahun 1996).

Terhadap resiko apabila terjadi kredit macet, bank pelaksana dapat melakukan upaya penyelamatan terhadap kredit macet tersebut terlebih dahulu melalui Rescheduling (Penjadwalan Kembali), Reconditioning (Persyaratan Kembali) dan Restructuring (Penataan Kembali). Apabila upaya penyelamatan tersebut tidak dapat dilakukan, bank dapat melakukan penyelesaian terhadap kredit macet dengan mengeksekusi jaminan yang diberikan debitur ataupun dengan mengajukan klaim kepada lembaga penjamin kredit yaitu PT. Askrindo maupun Perum Jamkrindo sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal terjadi kredit macet, terhadap debitur yang menggunakan fasilitas KUR dengan hanya agunan pokok yaitu berupa obyek yang dibiayai dalam hal ini adalah usahanya yang diberi pembiayaan oleh bank, penyelesaiannya akan dibantu dengan Lembaga Penjamin Kredit. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini yang merupakan hasil penelitian penulis akan membahas permasalahan tentang bagaimana pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kecil pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, sentra kredit kecil pecenongan dengan debitur dan bagaimana

(4)

upaya penyelesaian Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, sentra kredit kecil pecenongan dengan debitur.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Penelitian dalam penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu dengan mengacu pada aturan hukum untuk menemukan kesesuaian dengan prinsip hukum, teori dan konsep hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2016). Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dengan memberikan preskripsi terhadap bahan hukum sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan didukung dengan wawancara, sehingga diperoleh kesimpulan dengan metode logika deduktif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan KUR Kecil pada PT. BNI SKC Pecenongan

Penyaluran fasilitas KUR yang diberikan oleh Bank PT. Bank Negara Indonesia Sentra Kredit Kecil Pecenongan selaku kreditur (selanjutnya disebut BNI SKC Pecenongan), kepada Tuan “X” (debitur) yang didasari dengan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat Kecil Nomor 464/PCC/PK-KMK/2018 Tanggal 19 September 2018. Penyaluran KUR dikhususkan bagi para pelaku UMKM yang telah feasible namun belum bankable, maksudnya adalah usaha milik debitur telah dianggap layak dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan tetapi belum dapat memenuhi persyaratan dalam memperoleh kredit bank antara lain dalam penyediaan agunan dan syarat lain sesuai ketentuan bank.

Sebagai bentuk dukungan pemerintah, khusus terhadap fasilitas KUR secara otomatis dijamin oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Kredit yaitu terdiri atas Perum Jamkrindo dan PT. Askrindo. Besarnya jaminan yang diberikan oleh Lembaga Penjamin Kredit dapat mencapai 70%. Pemberian kredit oleh BNI SKC Pecenongan dilakukan dengan penilaian kredit sesuai dengan prinsip 5C. Penilaian dengan prinsip 5C adalah sebagai berikut (Kasmir, 2014):

1) Charater (Watak)

Merupakan suatu sifat atau watak seseorang. 2) Capacity (Kemampuan)

Merupakan ukuran kemampuan nasabah untuk melunasi kredit. 3) Capital (Modal)

(5)

Melihat laporan keuangan untuk mengukur efektifitas modal yang digunakan. 4) Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)

Menilai manfaat kredit dari sisi ekonomi, sosial dan politik dan prediksi untuk masyarakat masa depan.

5) Collateral (Jaminan)

Menilai jaminan dari calon nasabah baik.

Sesuai ketentuan oleh BNI SKC Pecenongan dalam penyaluran kreditnya, debitur wajib memberikan agunan tambahan sebagai bentuk dari prinsip jaminan (collateral), dalam hal kasus ini Tuan “X” memberikan jaminan berupa Hak Tanggungan atas tanah Hak Milik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Adanya Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang aman bagi kreditur karena kedudukan yang didahulukan. Pemberi dan penerima kredit serta pihak lain berhak mendapat perlindungan dan kepastian hukum (Purwahid Patrik dan Kashadi, 2009).

Pemberian Hak Tanggungan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 10 ayat (1) UUHT harus didahului dengan perjanjian utang-piutang mengingat Hak Tanggungan bersifat accesoir yaitu harus mengikuti perjanjian pokok nya dalam kasus ini perjanjian pokok yang dimaksud adalah Perjanjian Kredit Usaha Rakyat Kecil Tuan “X” Nomor 464/PCC/PK-KMK/2018 tanggal 19 September 2018 dengan BNI SKC Pecenongan. Sesuai dengan perjanjian kreditnya, Tuan “X” menerima Fasilitas KUR dalam bentuk kredit modal kerja sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) yang digunakan sebagai tambahan modal kerja perdagangan makanan kecil, jasa pencucian helm dan jasa kontrakan.

Terhadap jaminan tersebut kemudian dapat dibuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT) dalam hal telah disetujui dan ditandatangani nya Perjanjian Kredit Usaha Rakyat Kecil tersebut oleh para pihak. Setelah semua dokumen yang berkaitan dengan perjanjian kredit tersebut dinyatakan lengkap, dibuat APHT dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) yang berwenang yang didahului dengan Perjanjian Kredit untuk dapat membebankan Hak Tanggungan tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT. Terhadap pelaksanaan perjanjian kredit ini, APHT didaftarakan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor sesuai objek Hak Tanggungan berada, kemudian oleh Kantor Pertanahan diterbitkanlah Sertipikat Hak Tanggungan Nomor 8774/2019.

Jadi, pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat Kecil (selanjutnya disebut KUR Kecil) dengan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh BNI SKC Pecenongan berdasarkan hal-hal tersebut diatas secara prosedural telah memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Hak

(6)

Tanggungan dan Perbankan terkait, akan tetapi pada prakteknya pelaksanaan pemberian KUR Kecil dengan Hak Tanggungan pada BNI SKC Pecenongan mengalami beberapa hambatan sehingga menyebabkan terjadinya kredit macet, adapun KUR macet yang terjadi di BNI SKC Pecenongan dalam rentang waktu 2017-2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah KUR Kecil Macet dengan Hak Tanggungan pada BNI SKC Pecenongan dari Tahun 2017-2019

No

Tahun

Kredit Macet

1

2017

4

2

2018

3

3

2019

4

Sumber: BNI SKC Pecenongan, per desember 2019

Tabel di atas menunjukan jumlah kredit macet di BNI SKC Pecenongan pada periode tahun 2017-2019. Penyebab terjadinya kredit macet disebabkan oleh tidak terpenuhinya prinsip 5C dalam pemberian kreditnya. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya kredit macet disebabkan oleh ketidakmampuan debitur untuk membayar angsuran, dikarenakan pihak ketiga yang menerima jasa debitur belum atau tidak melakukan pembayaran kepada debitur, sehingga mengakibatkan debitur kekurangan dana untuk melakukan pembayaran angsuran ke bank. Berdasarkan hasil analisis menurut penulis, prinsip 5C yang tidak terpenuhi yang menimbulkan kredit macet adalah Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) dan Capacity (Kemampuan).

3.2 Penyelesaian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Macet Pada PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk, Sentra Kredit Kecil Pecenongan

Berdasarkan pembahasan pada bagian A penelitian ini, setiap pemberian fasilitas kredit yang disalurkan oleh bank, tidak terlepas dari adanya sebuah permasalahan maupun risiko. Salah satu risiko yang umum terjadi adalah risiko tidak dilunasinya pinjaman oleh debitur yang menyebabkan kredit bermasalah atau bahkan sampai pada tahap kredit macet. Kredit macet adalah kredit yang diklasifikasikan pembayaran nya tidak lancar dilakukan oleh debitur bersangkutan (Dianne Eka Rusmawati, 2012). Terhadap KUR Kecil yang bermasalah maupun macet, penyelesaian yang dilakukan oleh BNI SKC Pecenongan adalah dengan mengeksekusi agunan tambahan yang diberikan oleh debitur berupa Hak Tanggungan.

Berikut gambaran KUR Kecil, yaitu debitur penerima kredit yang menggunakan agunan tambahan pada BNI SKC Pecenongan yang tertuang dalam tabel sebagai berikut.

(7)

Tabel 1. Jumlah KUR Kecil macet dengan Hak Tanggungan dan Penyelesaiannya pada BNI SKC Pecenongan

No

Tahun

Kredit Macet

Penyelesaian

1

2017

4

Pelelangan Umum Hak Tangungan

2

2018

3

Pelelangan Umum Hak Tanggungan

3

2019

4

Pelelangan Umum Hak Tanggungan

Sumber: BNI SKC Pecenongan, per desember 2019

Berdasarkan Tabel 1, pada Tahun 2019 terdapat kredit macet sejumlah 4 (empat) kasus, dari 4 (empat) kasus tersebut salah satu kasus kredit macet yang terjadi pada tahun 2019 di BNI SKC Pecenongan yaitu antara debitur Tuan “X” dengan BNI SKC Pecenongan.

Pada awalnya angsuran berjalan dengan lancar, Tuan “X” melakukan pembayaran sebagaimana mestinya pertanggal 25 tiap bulan nya terhitung sejak Tanggal 25 Oktober, namun pada angsuran ke-5 (kelima) yaitu pada Tanggal 25 Februari 2019, Tuan “X” tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran kredit nya sebagaimana ketentuan dalam perjanjian kredit. Tindakan yang dilakukan oleh Tuan “X” termasuk dalam tindakan wanprestasi (ingkar janji). Ada 4 macam wanprestasi debitur, yaitu:

1) Tidak melaksanakan janji.

2) Melaksanakan janji tetapi tidak sesuai. 3) Terlambat melaksanakan janji

4) Melanggar janji.

Berdasarkan macam-macam wanprestasi tersebut, Tuan “X” termasuk melakukan pelanggaran dalam poin ke-2 (kedua) yaitu melakukan pembayaran angsuran namun tidak membayar sisa hutang dan bunga sejak angsuran ke-5 (kelima) yaitu sejak Tanggal 25 Februari 2019 dengan jumlah hutang yang belum terbayar sebesar Rp 194.373.461,- (seratus sembilan puluh empat juta tiga ratus tujuh puluh tiga ribu empat ratus enam puluh satu rupiah). Tuan “X” beralasan ketidakbisaan nya untuk membayar angsuran dikarenakan kondisi usahanya yang sedang lesu sehingga tidak memiliki kemampuan untuk membayar angsuran.

Tidak terbayarnya angsuran tersebut membuat BNI SKC Pecenongan berkeinginan untuk melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit untuk menghindari timbulnya kerugian terhadap kredit yang tidak lancar yaitu dengan cara pengelolaan hubungan dengan nasabah. Tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh bank berupa (Muhammad Djumhana, 2000):

(8)

1) Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu tindakan berupa perubahan syarat kredit menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu

2) Penataan kembali (restructuring), yaitu memperbaiki syarat-syarat kredit terkait perubahan jadwal, jangka waktu dan atau maksimum saldo kredit.

3) Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu memperbaiki penambahan dana bank keseluruhan atau sebagian dari kredit disertai penjadwalan dan /atau persyaratan kembali.

Sebelum melakukan penyelamatan terhadap kredit tersebut, BNI SKC Pecenongan memberikan peringatan terlebih dahulu berupa; Surat Teguran I pada tanggal 5/03/19, Surat Teguran II pada tanggal 9/04/19, Surat Teguran III pada tanggal 12/06/19.

Pada kenyataannya teguran maupun upaya penyelamatan yang dilakukan oleh Bank tidak diindahkan oleh debitur dan tidak adanya tanggapan dari debitur, sehingga kredit milik Tuan “X” masuk dalam golongan kredit macet. Terhadap kredit macet tersebut, tindakan-tindakan (actions) yang dilakukan oleh BNI SKC Pecenongan sebagai bentuk penyelesaian kredit macet milik debitur Tuan “X” adalah sebagai berikut:

1)

BNI SKC Pecenongan dapat melakukan eksekusi berupa penjualan obyek Hak Tanggungan

dibawah tangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT yang berbunyi,

atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah

tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang

menguntungkan semua pihak. Eksekusi ini dilakukan dengan syarat harus dengan adanya

kesepakatan antara debitur selaku pemberi hak tanggungan yaitu Tuan “X” dan kreditur

selaku pemegang hak tanggungan yaitu BNI SKC Pecenongan. Pada prakteknya, eksekusi

dengan cara ini tidak dapat dilaksanakan karena tidak adanya tanggapan dari debitur

untuk melakukan eksekusi penjualan obyek dibawah tangan sehingga tidak memenuhi

syarat adanya kesepatakan debitur dan kreditur.

2)

Khusus terhadap KUR, mendapat penjaminan lain yang diperoleh secara otomatis bagi

debitur yang dinilai berpotensi tidak dapat membayar pelunasan hutang kepada pihak

bank yaitu berupa penjaminan dari pemerintah melalui Perum Jamkrindo dan PT.

Askrindo. Berdasarkan hal tersebut, BNI SKC Pecenongan dalam hal ini dapat mengajukan

permohonan penjaminan KUR di antaranya melalui Perum Jamkrindo selaku perusahaan

(9)

penjamin KUR. Batas waktu pemberian keputusan persetujuan klaim oleh Perum

Jamkrindo yaitu selama 1-14 hari kerja, namun pada prakteknya waktu yang dibutuhkan

bisa lebih lama dari waktu yang telah ditentukan, seperti halnya dalam pengajuan klaim

KUR bermasalah atas debitur Tuan “X” yang belum mendapatkan keputusan persetujuan

klaim oleh Perum Jamkrindo, hal tersebut tentu menghambat penyelesaian kredit macet

milik debitur.

3)

Selanjutnya, dalam hal bank berkeyakinan bahwa kredit atau hutang atas nama Tuan “X”

tidak dapat terbayarkan sama sekali, maka terhadap agunan tambahan yang diberikan

oleh Tuan “X” berupa Hak Tanggungan, tindakan yang dapat dilakukan dalam

penyelesaian kredit macet oleh BNI SKC Pecenogan yaitu dengan eksekusi hak tanggungan

yang diberikan oleh Tuan “X” sesuai APHT melalui pelelangan umum objek hak

tanggungan baik seluruh maupun sebagian.

Tidak dapat terlaksananya penyelesaian kredit macet milik debitur Tuan “X” melalui eksekusi Hak Tanggungan dengan penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT, dikarenakan tidak diketahuinya keberadaan debitur dan terhambatnya penyelesaian melalui Perum Jamkrindo sehingga bank belum memperoleh keputusan persetujuan klaim atas kredit macet tersebut, membuat pihak BNI SKC Pecenongan pada akhirnya melakukan penyelesaian kredit macet melalui eksekusi Hak Tanggungan dengan cara pelelangan umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT.

4. SIMPULAN

Pelaksanaan Pemberian Kredit yang dilakukan oleh Bank sepatutnya memenuhi prinsip 5C agar bank memperoleh keyakinan debitur dapat melunasi utangnya dikemudian hari, salah satu prinsip tersebut mengatur tentang adanya jaminan (collateral) yang pada umumnya bank akan memintakan jaminan berupa Hak Tanggungan. Namun Pada prakteknya, pemberian kredit oleh BNI SKC Pecenongan belum memenuhi prinsip 5C dari aspek kondisi ekonomi dan kemampuan dari nasabah, sehingga pemberian kredit yang disalurkan oleh BNI SKC Pecenongan masuk dalam tahap kredit bermasalah (Non-Performing Loan) sampai dengan tahap kredit macet.

Penyelesaian KUR Kecil macet yang dilakukan oleh BNI SKC Pecenongan, terhadap kredit macet milik Tuan “X” didahului dengan upaya penyelamatan terlebih dahulu melalui Penjadwalan Kembali (Rescheduling), Penataan Kembali (Resructuring) dan Persyaratan Kembali (Reconditioning),

(10)

namun tidak membuahkan hasil karena tidak adanya itikad baik debitur dengan tidak menanggapi upaya bank, sehingga bank dapat melakukan penyelesaian terhadap kredit macet tersebut melalui eksekusi jaminan berupa Hak Tanggungan dengan pelelangan umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT dan mengajukan klaim pada Lembaga Penjamin Kredit dalam hal ini adalah Perum Jamkrindo.

Terhadap pemberian KUR Kecil, sebaiknya bank memintakan nilai tanggungan yang jumlah nya lebih besar dari nilai kredit yang diberikan dan lebih memperhatikan penerapan Prinsip 5C dalam pemberian kreditnya, khususnya dari aspek kondisi ekonomi dan kemampuan nasabah. Agar dapat mengurangi resiko KUR macet, bank dapat meningkatkan analisa kredit dengan melakukan perencanaan lebih matang lagi. Bank juga hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan penyelesaian KUR macet, baik melalui eksekusi terhadap jaminan maupun klaim kepada Lembaga Penjamin Kredit.

5. DAFTAR PUSTAKA

Dianne Eka Rusmawati, “Tinjauan Yuridis Penyelamatan Dan Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada Koperasi Kredit Mekar Sai Bandar Lampung)” Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 6 No. 1 (Januari-April 2012)

Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014.

Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Nomor 188 Tahun 2015 Tentang Penetapan Penyalur Kredit Usaha Rakyat dan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat.

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2016. Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

2009.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah

Gambar

Tabel 1. Jumlah KUR Kecil Macet dengan Hak Tanggungan pada BNI SKC Pecenongan dari Tahun 2017-2019
Tabel 1. Jumlah KUR Kecil macet dengan Hak Tanggungan dan Penyelesaiannya pada BNI SKC Pecenongan

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini proses perencanaan pembuatan sistem pengelolaan air terpadu akan dilaksanakan mulai semester kedua, tetapi karena kondisi curah hujan mulai menunjukkan

Guru Pamong bahasa Indonesia penulis bernama Anastasia Mumuk M, S. Kualitas guru pamong sudah sangat baik, dalam arti mampu memandu proses belajar mengajar di lapangan. Beliau

Dari beberapa komunikasi personal yang peneliti lakukan, dapat disimpulkan bahwa tertanam dimasyarakat perempuan yang bertato merupakan perempuan yang tidak baik dan cenderung ke

Berdarasarkan hasil penilitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pemanfaatan Daana Desa Dalam Pembangunan Desa Biring Ere Kecamatan Bungoro Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat penurunan tekanan darah dan peningkatan ketenangan jiwa setelah diberikan pelatihan dzikir pada lansia

Apabila fenomena tersebut benar maka semangat pemekaran daerah telah mengikari semangat otonomi daerah karena yang terjadi justru adanya ketergantungan daerah hasil

Kriteria inklusi sampel adalah resep untuk pasien yang berobat di Puskesmas Kediri II pada bulan januari sampai dengan Desember, dari tahun 2013 sampai dengan tahun

Perilaku penggunaan sabuk keselamatan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Health Belief Model yang memandang penggunaan sabuk keselamatan sebagai tindakan pencegahan kecela-