Jeruk merupakan komoditas buah prioritas nasional selain mangga, manggis, dan durian (Irianto 2009). Tanaman ini banyak dibudidayakan karena kandungan gizi buahnya, dapat ditanam di dataran rendah sampai tinggi, secara ekonomi masih menguntungkan dan sudah mendapat “tempat” di hati masyarakat. Nilai ekonomis dari usaha tani jeruk dapat tercermin dari tingkat kesejahteraan petani jeruk dan keluarganya (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).
Perjerukan nasional pernah mengalami prestasi yang mengesankan ketika pada tahun 2006 Indonesia masuk sepuluh besar produsen dunia dengan produksi 2.565.543 ton dari areal panen 72.390 ha dan produktivitas 35,440 t/ ha (Supriyanto 2008). Namun pada tahun 2009 mengalami penurunan yaitu produksi mencapai 2.131.768 ton dari luas areal panen 60.190 ha
Teknologi Top Working Pada Tanaman Jeruk
Teknologi Top Working Pada Tanaman Jeruk
dengan produktivitas 35,417 t/ha (Kuntarsih 2011). Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan produksi tanaman jeruk antara lain pengelolaan kebun bervariasi, penerapan inovasi teknologi hasil penelitian belum optimal, perlakuan pasca panen sekedarnya, kelembagaan petani sangat lemah, proses diseminasi dan transfer teknologi ke petani masih lambat dan petani kesulitan mengakses permodalan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Hal ini menunjukkan bahwa upaya perbaikan faktor-faktor tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman jeruk
Di Indonesia, jeruk tersebar di berbagai wilayah dengan sentra produksi utama di propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan yang didominasi oleh jeruk siam. Jeruk lain yang juga berkembang dengan baik adalah jeruk keprok
jeruk mandarin (keprok) terus meningkat, yang ditandai dengan masih tingginya angka impor jeruk keprok yaitu sebesar 209, 615 ton pada tahun 2009 setara dengan 34, 8% total impor buah di Indonesia (Kuntarsih 2011).
Selain itu program “keprokisasi” juga bertujuan untuk mengurangi dominasi jeruk siam karena hampir 85% menguasai produksi jeruk di Indonesia (Kuntarsih 2008) dan tercatat bahwa di kota besar jeruk ini dikonsumsi masyarakat 1-2 kali dalam seminggu (Adiyoga et al. 2009).
Pengembangan jeruk berwarna kuning dapat dilakukan dengan (1) ekstensifikasi/perluasan areal yaitu menambah/memperbanyak populasi tanaman jeruk berwarna kuning dengan menanam benih baru hasil perbanyakan vegetatif (okulasi, grafting, cangkok) pada areal baru dan (2) intensifikasi yaitu mengoptimalkan tanaman yang sudah ada dengan mengganti varietas jeruk siam dengan jeruk keprok berwarna kuning melalui metode top working (Kuntarsih 2011).
METODE TOP WORKING
Top working ialah teknologi mengganti varietas tanaman yang sudah ada di lapang dengan varietas baru sesuai selera pasar secara cepat, tanpa harus membongkar tanaman. Teknik ini ialah menyambung atau menempel pada batang bawah tanaman yang berupa pohon besar dengan diameter batang bawah antara 5-30 cm (Sugiyatno & Supriyanto 2001, Sugiyatno, 2006). Batang bawah yang terlalu besar dan tua tidak digunakan karena akan menyulitkan pekerjaan (Hartmann & Kester 1983). Almqvist & Ekberg (2001) menyatakan bahwa top working ialah metode penyambungan
(Yuniastuti et al.1997, Sugiyatno et al. 1998, Yuniastuti et al. 2000, Suhariyono et al. 2004, Pratomo et al. 2010). Tanaman akan berproduksi antara 1 sampai 5 tahun setelah top working sesuai dengan komoditasnya. Buah yang dihasilkan relatif seragam dalam hal ukuran, bentuk dan rasa, sesuai induknya dan berproduksi secara kontinyu setiap tahun.
Metode top working pada tanaman jeruk, dapat dilakukan secara bark grafting/sambung kulit, cleft grafting/sambung celah, okulasi/penempelan maupun shoot grafting/sambung tunas (Sugiyatno 2006). Metode sambung tunas digunakan apabila metode-metode yang telah digunakan mengalami kegagalan. Hasil penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa persentase keberhasilan cara sambung kulit dan sambung celah adalah 86,66%, sedangkan cara okulasi adalah 95,55% (Sugiyatno et al. 2013). Tanaman jeruk hasil top working akan berproduksi antara 1 – 2 tahun setelah top working. Sambung Kulit
1. Batang bawah/ranting tanaman dipotong setinggi antara 50 –75 cm dari pangkal batang. 2. Pada bekas potongan tadi dibuat sayatan kulit
ke bawah sepanjang 2–3 cm.
3. Entris (batang atas) varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dipotong sepanjang 7–10 cm, dengan kedua ujungnya dibentuk meruncing.
4. Entris dipertautkan pada batang bawah tanaman dengan membuka sayatan kulit, lalu disisipkan ke dalam.
5. Entris yang dipasangkan berjumlah dua atau tiga.
Gambar 1. Tahapan top working secara sambung kulit 6. Untuk memperkuat pertautan antara batang
atas dengan batang bawah, maka dilakukan pengikatan dengan tali plastik/tali rafia/tali karet.
7. Bagian tanaman yang terbuka ditutup dengan lilin.
8. Agar tidak terkena sinar matahari secara lang-sung, tanaman disungkup dengan kertas semen dan kantung plastik.
9. Setelah sambungan jadi, maka kantung sung-kup dibuka.
Sambung Celah
1. Batang bawah/ranting tanaman dipotong setinggi antara 50–75 cm dari pangkal batang. 2. Pada bekas potongan tadi dibuat celah
sepanjang 2–2,5 cm.
Gambar 2. Tahapan top working secara sambung celah
3. Entris (batang atas) varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) dipotong sepanjang 7–10 cm, dengan diameter batang antara 1–1,5 cm dipotong sepanjang 7–10 cm, bagian sisi pangkal dibentuk runcing dengan ukuran sesuai celah batang.
4. Entris dipertautkan pada batang bawah tanaman dengan cara menyisipkan pada celah. 5. Entris yang dipasangkan berjumlah dua atau
tiga.
6. Untuk memperkuat pertautan antara batang atas dengan batang bawah maka dilakukan pengikatan dengan tali plastik/tali rafia/tali karet
8. Agar tidak terkena sinar matahari secara lang-sung, tanaman disungkup dengan kertas semen dan kantung plastik.
9. Setelah sambungan jadi, maka kantung sung-kup dibuka.
Penempelan
1. Kira-kira 50 - 75 cm dari pangkal batang bawah/ ranting tanaman dibuat sayatan horizontal sepanjang 1,5 cm, kemudian dibuat irisan vertikal ke bawah sepanjang 3 cm, sehingga membentuk huruf T.
2. Mata tempel sebagai batang atas dari varietas terpilih yang berasal dari Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) disayat dari kayunya kira-kira sepanjang 1–2 cm dengan mata tempel berada ditengahnya.
3. Kemudian mata tempel tersebut ditempelkan pada sayatan berbentuk T dan diikat dengan tali plastik elastis dimulai dari bawah berputar menuju ke atas.
4. Setelah 4 minggu, saat kondisi mata tempel masih segar, tali plastik dibuka.
5. Untuk merangsang pertumbuhan mata tunas, kira-kira 5 cm di atas bidang penempelan dibuat keratan melingkar.
6. Apabila mata tunas sudah tumbuh subur mencapai 5–10 cm, batang bawah/ranting tanaman dipotong miring tepat di atas bidang tempelan.
Gambar 3. Tahapan top working secara penempelan
Gambar 4. Tunas hasil top working cara sambung kulit
Gambar 5. Tunas hasil top working cara sambung celah
Gambar 6. Tunas hasil top working cara
penem-pelan Gambar 7. Tunas hasil top working cara sambung tunas
Gambar 8. Tanaman jeruk hasil top working umur 2 tahun
Sambung Tunas
1. Apabila cara sambung kulit, sambung celah dan penempelan tidak berhasil, maka dilakukan sambung tunas yaitu melakukan penyambungan/penempelan pada tunas batang bawah tanaman yang muncul kira-kita 2–3 bulan setelah tanaman dipotong.
2. Sambung tunas dapat dilakukan secara penyambungan maupun penempelan.
Interstock
Pada metode top working, apabila tanaman dipotong terlalu rendah, maka batang yang di top working berfungsi sebagai batang bawah, sehingga
pertumbuhan tanaman sebagai kombinasi antara batang bawah dengan batang atas seperti pada penyambungan umumnya. Sebaliknya, apabila pemotongan tanaman terlalu tinggi (di atas bidang sambungan), maka batang yang di top working berfungsi sebagai batang antara atau interstock, sehingga pertumbuhan tanaman sebagai kombinasi antara batang bawah, interstock dan batang atas (Vincent 1989).
Gambar 9. Kombinasi antara batang atas,
interstock, dan batang bawah
Batang atas Interstock Batang bawah
}
}
}
Fungsi interstock pada tanaman adalah sebagai jembatan yang menghubungkan batang atas dengan batang bawah agar tumbuh normal dan mencegah terjadinya inkompatibilitas (Ashari 2006). Pada tanaman jeruk, penggunaan interstock Citrumello, Rangpur Lime, Troyer, dan Flying Dragon, berpotensi mendorong dan mengendalikan pertumbuhan vegetatif serta memacu pembungaan dan pembuahan tanaman pamelo Nambangan (Susanto et al. 2010). Pada batang bawah Catania 2 Volkamer Lemon, interstock Flying Dragon akan menurunkan ukuran tanaman, sedangkan pada batang bawah Davis A Trifoliate , interstock Flying Dragon akan meningkatkan ukuran tanaman (Nunez et al.2011). Pada top working jeruk, peran interstock jeruk siam akan menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman jeruk keprok Batu 55 (Sugiyatno et al., 2013).
Varietas
Ada beberapa varietas jeruk keprok berwarna kuning unggulan yang dapat dipilih untuk digunakan sebagai materi batang atas pada top working. Pemilihan dilakukan dengan tetap memperhatikan tuntutan agroklimatnya (Tabel 1).
PUSTAKA
1. Adiyoga, WT, Setyowati, M, Ameriana & Nurma-linda 2009, Perilaku konsumen terhadap jeruk siam di tiga kota besar di Indonesia, J. Hort., vol. 19, no. 1, hlm. 112-4.
2. Almqvist, C & Ekberg, I 2001, ‘Interstock and GA effect on flowering after top grafting in Pinus
Syl-vestris, Forest Genetick, vol. 8, no. 4, pp. 279-84.
3. Ashari, S 2006, Hortikultura : Aspek budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 57-169.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Jeruk, Departemen Pertanian.
5. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika 2012, Buku varietas jeruk unggulan nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
6. Hartmann, HT & Kester, DE 1983, Plant propaga-tion, principles, and practices, 4 th, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New York, pp. 199-448. 7. Irianto, SG 2009, ‘Peranan iptek dan litbang dalam,
memperkuat daya saing buah-buahan nusantara,
Prosiding Seminar Nasional Buah Nusantara, hlm.
5-9.
8. Kuntarsih, S 2008, ‘Pengelolaan Rantai Pasok
Agribisnis Jeruk (Kasus Jeruk Siam Pontianak,
Kabupaten Sambas)’, Prosiding Seminar Nasional
Jeruk 2007, pp. 60-74.
9. Kuntarsih, S 2011, ‘Program rehabilitasi jeruk keprok’, Prosiding Worshop Rencana Aksi
Re-habilitasi Jeruk Keprok Soe Yang Berkelanjutan Untuk Substitusi Impor, pp. 8-12
10. Nunez, EE, F. de A. A. M. Filho, Stuchi, ES, Aviles, TC & dos Santos Diasa, CT 2011, ‘Performance of ‘Tahiti’ Lime on twelve rootstocks under irrigated and non-irrigated conditions’, Scientia
11. Pratomo, AlG, Sugiyarto, M & Rosmahani, L 2010, ‘Kaji terap teknologi klonalisasi durian unggul di Watulimo, Trenggalek, Prosiding Seminar Nasional
Hortikultura 2010, Perhimpunan Hortikultura
In-donesia, pp. 58-9.
12. Sugiyatno, A, Supriyanto, A, Saraswati, DP, Supri-yono, B & Harijanto 1998, ‘Pengkajian klonalisasi tanaman apokat rakyat dengan teknik penyam-bungan pohon dewasa’, Prosiding Seminar Hasil
Penelitian dan Pengkajian Sistim Usahatani Jawa Timur, Pusat Sosial Ekonomi, pp. 347-56.
13. Sugiyatno, A & Supriyanto, A 2001, ‘Teknologi sambung dini dan penyambungan pohon dewasa pada tanaman apokat’, Petunjuk Teknis Rakitan
Teknologi Pertanian, pp. 89-90
14. Sugiyatno, A 2006, ‘Teknologi mengganti varietas apokat di lapang melalui top working, IPTEK
Hortikultura, no. 2, pp. 7-11.
15. Sugiyatno, A, Setyobudi, L, Maghfoer, MD & Su-priyanto, A 2013, ‘Respon pertumbuhan tanaman Jeruk Keprok Batu 55 Pada beberapa Interstock Melalui Metode Top Working’, J. Hort., vol. 23, no. 4, pp. 329-38.
16. Suhariyono, A, Sugiyatno & Supriyanto, A 2004, ‘Perbaikan varietas unggul apel melalui top
working’, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pertanian BPTP Papua, pp. 239-47.
17. Supriyanto, A & Setiono 2008, ‘Keragaan pertum-buhan jeruk siam Banjar pada 11 varietas batang bawah di lahan pasang surut’, Prosiding Seminar
Nasional Jeruk 2007, pp. 228-34.
18. Susanto, S, Sugeru, H & Minten, S 2010, ‘Pertum-buhan vegetatif dan generatif batang atas pamelo Nambangan pada empat jenis interstock, J. Hort.,
Indonesia, vol. 1, no. 2, pp. 53-8.
19. Vincent, AP 1989, Top working of citrus tree, Citrus and sub tropical fruit Research Institute, Nelspruit, South Africa, pp. 3.
20. Yuniastuti, S, Widjajanto, DD, Suryadi, A & Sri-hastutik, E 1997, ‘Teknik top working pada anggur dengan menggunakan beberapa varietas batang atas, J. Hort., vol. 7, no. 1, pp. 530-5.
21. Yuniastuti, S, Purbiati, T, Widjajanto, DD & Wahyudi 2000, ‘Pengaruh pengairan, ketinggian pemotongan batang pokok dan teknik penyambun-gan terhadap keberhasilan top working mangga’, J.
Hort., vol. 10, no. 2, pp. 106-11.
Sugiyatno, A Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Jl. Raya Tlekung no. 1, Junrejo, Batu, Jatim. P.O Box 22 Batu 65301 E-mail: [email protected]; [email protected]; [email protected]