• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SOSIAL TERHADAP GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR YURIS APRILIA STIAWAN"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

YURIS APRILIA STIAWAN

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Yuris Aprilia Stiawan

(4)
(5)

Practice among Student Organization Chairmen at Bogor Agricultural University. Supervised by DIAH KRISNATUTI.

This study was aimed to determine the correlation between emotional-social intelligence with leadership styles and practices. The research was conducted at IPB during June 2012, involved 94 student’s during the period of 2011-2012 that chose using census technique (however 2 students could not joint the research). Data was analyzed using descriptive and inference statistics such as Pearson correlation and Chi-Square analysis. Results showed that emotional-social intelligence of chairmen were in high category. Styles of leadership were relatively democratic style, while the dominant leadership practice were in high category. Pearson correlation test result showed a positive relationship existed significantly between emotional-social intelligence and leadership practices. In the other hand, emotional intelligence (emotional awareness, emotion management, and total emotional intelligence) and social intelligence (social awareness, social facilities, and total social intelligence) was negatively correlated with laissez faire style of leadership.

Keywords: early adulthood, emotional awareness, motivation, social facilities

ABSTRAK

YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 orang pada periode 2011-2012. Pada saat penelitian berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa tergolong kategori tinggi. Pada gaya kepemimpinan terdapat kecenderungan memiliki gaya demokrasi dan pada praktik kepemimpinan termasuk kategori tinggi. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan positif signikan antara kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, dan praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan negatif signifikan antara kecerdasan emosi (kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi) dan kecerdasan sosial (kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial) dengan gaya kepemimpinan laissez faire.

(6)

RINGKASAN

YURIS APRILIA STIAWAN. Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI.

Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan. Adapun secara khusus bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi kecerdasan emosi, sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan, (2) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi dan sosial, (3) Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan, (4) Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dengan gaya dan praktik kepemimpinan, dan (5) Menganalisis hubungan kecerdasan sosial dengan gaya dan praktik kepemimpinan.

Lokasi penelitian dilakukan di kampus IPB pada bulan Juni 2012. Teknik penarikan mahasiswa dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh mahasiswa dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas ketua 94 orang pada perode 2011-2012. Pada saat penelitian berlangsung mahasiswa yang dapat diambil sebanyak 92 orang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripstif dan inferensia yaitu analisis korelasi Chi-Square dan Pearson.

Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) laki-laki dan sisanya perempuan. Usia mahasiswa pada penelitian ini berkisar 19-23 tahun dengan rataan usia 20,6 tahun. Hampir seperempat (22,8%) mahasiswa berasal dari Fakultas Teknik Pertanian (FATETA). Hampir separuh mahasiswa (45,7%) berasal dari suku Sunda dan lebih dari seperempat mahasiswa (27,2%) berasal dari suku Jawa. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa berada kisaran 2.14 sampai 3,82. Lebih dari separuh mahasiswa mempunyai nilai akademik dalam kategori baik(68,5%) dan memiliki pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000/bulan (67,4%). Lebih dari sepertiga mahasiswa (34.8%) memiliki dua orang saudara dan lebih dari sepertiga mahasiswa (40,2%) merupakan anak sulung. Pada jumlah organisasi hampir separuh mahasiswa (45,6%) termasuk dalam kategori sedang (4-8 organisasi), sementara lama organisasi berada pada kategori sedang (4,4-6,6 tahun). Hampir sepertiga ayah (30.4%) dan lebih dari sepertiga ibu (33,7%) telah menempuh pendidikan selama 18 tahun tahun atau setara dengan sarjana (S1). Seperempat ayah (25%) bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan hampir separuh ibu (47,8%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Besar keluarga mahasiswa berkisar antara 3 sampai 12 orang, lebih dari separuh keluarga mahasiswa (59,8%) memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang yaitu antara 5-7 orang.

Kecerdasan emosi dan sosial ketua lembaga termasuk dalam kategori tinggi dengan gaya kepemimpinan lebih dari dua pertiga berupa gaya demokratis dan praktik kepemimpinan berada pada kategori tinggi. Terdapat hubungan antara

(7)

jenis kelamin laki-laki dengan dimensi kecerdasan emosi yaitu pengelolaan emosi dan hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan dimensi pengelolaan emosi, sementara itu terdapat hubungan positif signifikan lama pendidikan ibu dengan kesadaran emosi. Terdapat hubungan positif signifikan antara jumlah organisasi dengan kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan kecerdasan sosial total.

Hasil uji Pearson menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara IPK dengan gaya kepemimpinan demokratis dan terdapat hubungan positif signifikan antara lama pendidikan ayah dengan gaya kepemimpinan otoriter. IPK berhubungan positif signifikan dengan dimensi manjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan.

Terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi emosi, dan total kecerdasan emosi terhadap gaya kepemimpinan otoriter. Kesadaran emosi, motivasi diri, dan total kecerdasan emosi berhubungan positif signifikan dengan gaya kepemimpinan demokratis, sedangkan kesadaran emosi, pengelolaan emosi, dan total kecerdasan emosi berhubungan negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi diri dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi tantangan proses dalam praktik kepemimpinan. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi inspirasi visi. Terdapat hubungan positif signifikan terdapat antara pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total terhadap dimensi mengajak orang lain bertindak. Selain itu, terdapat hubungan positif signifikan antara kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasaan emosi total terhadap dimensi menjadi mahasiswa panutan pada praktik kepemimpinan. Motivasi diri dan kecerdasan emosi total menunjukkan hubungan positif signifikan dengan dimensi memotivasi orang lain. Sedangkan kesadaran emosi, pengelolaan emosi, motivasi diri, dan kecerdasan emosi total memiliki hubungan positif signifikan dengan total pratik kepemimpinan.

Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan negatif signifikan dengan gaya kepemimpinan laissez faire. Kesadaran sosial, fasilitas sosial, dan total kecerdasan sosial berhubungan positif signifikan dengan dimensi tantangan proses, inspirasi visi, mengajak orang lain bertindak, menjadi panutan mahasiswa, memotivasi orang lain, dan total praktik kepemimpinan. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah organisasi mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kecerdasan sosial sehingga diperlukan pengenalan organisasi sejak dini pada generasi muda. IPK dapat menjadikan seorang pemimpin panutan bagi anggotanya sehingga setiap pemimpin dapat terus mengembangkan organisasi tanpa perlu menyampingkan akademik. Kampus sebagai institusi pendidikan memiliki peranan penting sebagai tempat pengembangan softskill kepemimpinan bagi mahasiswa.

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(9)
(10)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI – SOSIAL TERHADAP

GAYA DAN PRAKTIK KEPEMIMPINAN

KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

YURIS APRILIA STIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(11)
(12)

Judul Skripsi : Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor

Nama : Yuris Aprilia Stiawan

NRP : I24080046

Disetujui,

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Lulus :

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS. Dosen Pembimbing I

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya serta pertolongannya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Kecerdasan Emosi – Sosial Terhadap Gaya dan Praktik Kepemimpinan Ketua Lembaga Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, doa, dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Istilaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pemandu seminar serta Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc dan Ir. M.D. Djamaludin, M.Sc selaku dosen penguji atas saran dan masukannya untuk menyempurnakan skripsi ini. 3. Ir. Ratnaningsih, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan nasehat dan bimbingan sejak memasuki departemen.

4. Keluarga tercinta Ayah, Ibu , Lusiana, dan Titi atas doa dan dukungannya yang tidak pernah berhenti.

5. Teman seperjuangan Amania, Rafida, Dela, Neng, Arin, Ifah, Kiki dan semua teman-teman IKK 45.

6. Sahabat seperjuangan: Yogi, Davi, Indra, Hibatus, dan keluarga besar HIMASURYA PLUS

7. Dr. Abdul Munif, Nazrul SE, Sobari SP, dan para pendekar PPSDMS “The next future leaders” Regional V Bogor

8. Keluarga besar DPM FEMA yang memberikan pengalaman luar biasa 9. Kosan De Netto: Bang Agus, Bang Zul, dan Bang Heri

10. Ketua LK IPB tahun 2011-2012 yang telah membantu dalam kesuksesan pengambilan data.

11. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Bogor, Januari 2013

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 4 Tujuan Penelitian ... 6 Manfaat Penelitian ... 6 TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Gaya Kepemimpinan ... 7 Praktik Kepemimpinan ... 9 Kecerdasan Emosi ... 10 Kecerdasan Sosial ... 13 Mahasiswa ... 14 KERANGKA PEMIKIRAN ... 17 METODE PENELITIAN ... 19

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 19

Mahasiswa dan Teknik Penarikan Mahasiswa ... 19

Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 21

Definisi Operasional ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 27

Karakteristik Mahasiswa ... 28

Karakteristik Keluarga Mahasiswa ... 33

Kecerdasan Emosi ... 35

Kecerdasan Sosial ... 39

Gaya Kepemimpinan ... 43

Praktik Kepemimpinan ... 46

Hubungan Antar Variabel ... 51

Pembahasan ... 60

SIMPULAN DAN SARAN ... 65

Simpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data ... 20

2 Cara pengkategorian variabel ... 22

3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur ... 29

4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK ... 30

5 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran ... 31

6 Sebaran mahasiswa berdasarkan jumlah saudara, urutan kelahiran, jumlah, dan lama organisasi ... 32

7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan dan pekerjaan orangtua 34 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga ... 35

9 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecerdasan emosi ... 36

10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran emosi ... 36

11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengelolan emosi ... 37

12 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi diri ... 39

13 Sebaran mahasiswa berdasakan kecerdasan sosial ... 40

14 Sebaran mahasiswa berdasarkan kesadaran sosial ... 41

15 Sebaran mahasiswa berdasarkan fasilitas sosial ... 42

16 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan gaya kepemimpinan total ... 43

17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya otoriter ... 44

18 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya demokratis ... 45

19 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya laissez faire ... 46

20 Sebaran mahasiswa berdasarkan kecenderungan praktik kepemimpinan total ... 47

21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tantangan proses ... 47

22 Sebaran mahasiswa berdasarkan inspirasi visi ... 48

23 Sebaran mahasiswa berdasarkan mengajak bertindak ... 49

24 Sebaran mahasiswa berdasarkan mahasiswa panutan ... 50

25 Sebaran mahasiswa berdasarkan motivasi ... 51

26 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan kecerdasan emosi ... 52

27 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi ... 53

(17)

29 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan kecerdasan sosial ... 54 30 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan gaya kepemimpinan .. 54 31 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan gaya

kepemimpinan ... 55 32 Hubungan karakteristik mahasiswa dengan praktik kepemimpinan 55 33 Hubungan karakteristik keluarga mahasiswa dengan praktik

kepemimpinan ... 56 34 Hubungan antara kecerdasan emosi dengan gaya kepemimpinan . 57 35 Hubungan kecerdasan emosi dengan praktik kepemimpinan ... 58 36 Hubungan kecerdasan sosial dengan gaya kepemimpinan ... 58 37 Hubungan kecerdasan sosial dengan praktik kepemimpinan ... 59

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Gaya kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ... 75 2 Praktik Kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB ... 77

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada tahun 2012, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah menetapkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa1. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia berimplikasi terhadap peningkatan jumlah pemuda sebagai populasi terbesar dari penduduk Indonesia. Menurut data Susenas jumlah pemuda Indonesia pada tahun 2006 sebesar 80,82 juta jiwa2, sedangkan berdasarkan angka proyeksi BPS pada tahun 2009 sebesar 62,91 juta jiwa (Bappenas 2009).

Perbedaan jumlah pemuda dari data Susenas dan BPS disebabkan oleh perubahan kategori umur pemuda yang disahkan oleh Undang-undang No. 40 Tahun 2009, semula dari usia 15-35 tahun menjadi 16-30 tahun3. Walaupun terjadi penurunan tetapi dengan jumlah yang cukup besar, pemuda memiliki potensi yang strategis bagi bangsa Indonesia, terutama adanya jiwa kepemimpinan dalam pemuda. Sejarah dunia dan khususnya Indonesia mencatat bahwa pemuda berperan penting dalam perubahan, sebagai mahasiswa pada tahun 1928 pemuda Indonesia mengguncang dunia dengan adanya “Sumpah Pemuda”. Pada tahun 1998 pemuda Indonesia melakukan reformasi untuk menggulingkan pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter. Selain itu perwujudan proklamasi Indonesia juga didasarkan atas desakan kaum pemuda.

Menurut Hasibuan (2008) keberadaan potensi dan kualitas pemuda dalam berbagai fase sejarah selalu mendapatkan perhatian penting. Pada perspektif sosiologis, biologis, politik, demografis, dan historis memiliki makna yang signifikan. Pertama pada perspektif sosiologis mempunyai peranan dan posisi yang penting yaitu sebagai penghubung antargenerasi, baik generasi yang lebih muda serta generasi tua. Kedua pada perspektif biologis, fase pertumbuhan dan perkembangan pemuda sangat menentukan kualitas Human Development Index (HDI) pada masa yang akan datang. Pada perspektif biologis juga dapat dilihat suatu kaum muda tumbuh menjadi generasi cemerlang (rising generation) atau menjadi generasi yang hilang (loosing generation). Ketiga pada perspektif politik,

1 www.sindonews.com

2 http://kppo.bappenas.go.id/preview/232

(20)

pemuda memiliki pemikiran yang dinamis, responsif, dan sensitivitas yang kuat pada setiap perubahan politik. Saat potensi politik dikembangkan secara maksimal maka kaum pemuda akan menjadi political capital yang luar biasa dalam membangun negara. Keempat perspektif demografis, populasi pemuda yang terbesar pada jumlah penduduk memiliki keunggulan tersendiri. Penyebaran pemuda di berbagai wilayah Indonesia baik di perkotaan atau di pedesaan membawa potensi tersendiri. Kelima perspektif histori, berbagai kejadian sejarah di Indonesia selalu mempunyai hubungan dengan peran pemuda. Peran pemuda baik sebagai pendukung kebijakan pemerintah atau sebagai pihak oposisi terhadap kebijakan pemerintah.

Mahasiswa merupakan bagian dari keberadaan dan gerakan pemuda di Indonesia saat ini. Dari waktu ke waktu mahasiswa terkenal sebagai agent of change yang berperan aktif dalam perubahan sejarah. Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam gerakan pembaruan negara terutama pada gerakan pembangunan. Para aktivis mahasiswa berperan penting sebagai motor penggerak kekuatan sosial, moral, dan politik. Pembinaan kepemimpinan di kalangan mahasiswa sangat diperlukan dan sesuai dengan minat keilmuan serta aspirasi kepemudaan. Pembinaan juga harus searah dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang ada di tengah masyarakat. Dengan begitu diharapkan adanya peningkatan prestasi ilmiah, dedikasi sosial, dan partisipasi aktif mahasiswa dalam masa pembangunan (Kartono 2011).

Para pemimpin besar sering kali menggunakan kata-kata yang menginspirasi dan membakar semangat hidup seseorang (Goleman 2007). Sebagai salah satu presiden Indonesia, Bung Karno sangat mengagumi peranan pemuda dalam melakukan perubahan bahkan untuk melakukan perubahan dunia (Krishna 2010). Pemimpin selalu memainkan peran emosi yang primordial (utama). Para pemimpin yang orisinal mendapatkan kedudukan karena kemampuan yang dapat menggerakkan emosi. Dalam sejarah dan budaya manapun, pemimpin kelompok manusia adalah seorang yang menjadi tumpuan dalam mencari kepastian dan kejelasan ketika menghadapi ketidakpastian, ancaman atau ketika ada suatu tugas yang harus dilakukan. Pemimpin bertindak sebagai pembimbing emosi kelompok (Goleman 2007).

(21)

Goleman menyebutkan bahwa keterampilan dasar kecerdasan emosional menjadi semakin penting untuk kerja tim, bekerjasama, menolong orang agar bisa bekerja secara efektif (Goleman 2002). Psikolog Thorndike dalam Goleman (2006) membuat rumusan orisinal tentang kecerdasaan sosial yaitu kemampuan memahami dan mengelola orang lain serta kemampuan yang dibutuhkan setiap orang untuk hidup dengan baik di dunia.

Tead menyatakan dalam Sholehuddin (2008) bahwa “leader is the activity influencing people to cooperate toward some goal which they come to find desirable” yang mempunyai arti kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama guna mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Singkatnya, dalam pengertian yag sederhana kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain. Kriteria seorang pemimpin haruslah cerdas. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus mampu dalam memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi kelompok.

Kartono (2011) menyebutkan diantara kelompok mahasiswa sebagai suatu unit dengan pemimpin selalu terdapat kaitan yang erat sehingga setiap kelompok akan memilih tipe pemimpin yang cocok dengan ambisi atau visi kelompok. Sebaliknya pribadi pemimpin menentukan semangat kelompok yang dipimpin. Dalam sifat kepemimpinan, seorang pemimpin memiliki sifat otoriter (kekuasan mutlak ditangan pemimpin), demokratis (adanya interaksi kerjasama pemimpin dan anggota), dan laissez faire (tidak ada arahan dari pemimpin). Sementara itu, dalam praktik kepemimpinan seorang pemimpin diharuskan mengubah nilai-nilai menjadi sebuah tindakan, mewujudkan visi kedepan, individual menjadi kerjasama, dan resiko menjadi sebuah peluang, sehingga kepemimpinan dapat menjadikan seseorang untuk mengambil peluang dan mengubahnya menjadi sebuah kesuksesan (Kouzes dan Posner 2007).

Adanya keinginan mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan persamaan visi maka terbentuklah Lembaga Kemahasiswaan yang selanjutnya disebut dengan LK. Lembaga Kemahasiswaan IPB mempunyai peranan sebagai wadah untuk menyalurkan minat dan bakat mahasiswa (softskill) sehingga mahasiswa dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal. Selain itu,

(22)

peranan LK juga sebagai bentuk interaksi yang saling memahami dan mempunyai perbedaan latar belakang budaya, kepribadian, serta karakteristik lainnya. Pengembangan potensi diri secara langsung berfokus pada pengembangan kecerdasan emosi serta interaksi sesama yang dilakukan berfokus pada kecerdasan sosial. Pengembangan emosi dan sosial tentu memiliki peranan yang penting dalam menentukan gaya dan praktik kepemimpinan seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh kecerdasaan emosi dan kecerdasan sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.

Perumusan Masalah

Dalam kosakata Bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda yang memiliki terminologi beragam. Untuk menyebut pemuda digunakan istilah young human resources sebagai salah satu sumber pembangunan. Pemuda adalah generasi yang ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan yang memiliki kualifikasi efektif dengan kemampuan dan keterampilan. Pemberdayaan yang didukung penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat maju serta berdiri dalam keterlibatan secara aktif bersama kekuatan efektif lainnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi bangsa.

Mahasiswa sebagai objek pemberdayaan masih memerlukan bantuan, dukungan, dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan efektif ke tingkat yang optimal untuk dapat bersikap mandiri dan melibatkan diri secara fungsional. Pengembangan kepemimpinan pada mahasiswa diperlukan guna menghadapi persaingan global tentu merupakan suatu kendala yang sulit dihindari. Penurunan kepemimpan pada mahasiswa diduga dikarenakan adanya kecerdasaan emosi dan sosial yang menurun dari waktu ke waktu. Pasal 16 Undang-undang kepemudaan Tahun 2009 menyebutkan bahwa pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.

Banyak sekali peran dan tindakan positif mahasiswa dalam pembangunan bangsa, pada masa kolonial banyak organisasi kepemudaan yang didirikan oleh mahasiswa untuk mempersatukan pemuda dalam menghadapi penjajah sehingga

(23)

sangat wajar harapan kaum tua terhadap kaum muda (mahasiswa) sebagai pengganti pemimpin bangsa (Hasibuan 2008). Pada saat ini, tindakan negatif juga sering dilakukan oleh mahasiswa khususya dalam pengajuan aspirasi, bentrokan mahasiswa, pembakaran-pembakaran sebagai bentuk pelampiasan kekecewaan, bahkan pemakaian narkoba yang saat ini marak terjadi. Keadaan negatif mahasiswa yang tidak sesuai harapan tentu dapat dipengaruhi oleh keadaan emosi diri sendiri dan hubungan sosial dengan lingkungan. Bagi mahasiswa, kepemimpinan menjadi perhatian serius karena dipundaknya harapan kemajuan bangsa digantungkan, sehingga menjadi seorang pemimpin tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual tetapi yang paling terpenting memiliki kecerdasan emosi dan sosial.

Gerungan diacu dalam Sholehuddin (2008) mengungkapkan bahwa kepemimpinan bukanlah sesuatu yang bersifat abstrak melainkan keseluruhan dari keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang diperlukan oleh pemimpin. Keterampilan yang dibutuhkan pemimpin dibagi atas dua hal yaitu keterampilan emosional dan keterampilan sosial. Keterampilan (kecerdasan) emosional bagi pemimpin adalah mengelola emosi yaitu menyadari apa yang ada di balik suatu perasaan dan mempelajari cara untuk menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan. Selain itu, kecerdasan emosi akan sangat dibutuhkan dalam memikul tanggung jawab bagi keputusan dan tindakan serta menindaklanjuti kesepakatan. Keterampilan sosial atau lebih dikenal sebagai kecerdasan sosial terbagi atas kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial berbeda dengan kecerdasan emosional yaitu lebih difokuskan pada memelihara hubungan secara baik sesama anggota kelompok.

Keberadaan Lembaga Kemahasiswaan (LK) di Institut Pertanian Bogor adalah sebuah tempat untuk dapat mengembangkan keterampilan baik secara emosional dan sosial. Para pimpinan LK yang berasal dari berbagai daerah tentu memiliki karakteristik kepemimpinan yang berbeda. Karakter yang berbeda tentu akan mempunyai peranan dalam pengembangan kecerdasan yang berbeda baik secara emosi dan sosial. Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu:

(24)

1. Bagaimana hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB? 2. Bagaimana hubungan kecerdasan emosi mahasiswa pada gaya dan praktik

kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?

3. Bagaimana hubungan kecerdasan sosial mahasiswa pada gaya dan praktik kepemimpinan ketua lembaga kemahasiswaan IPB?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kecerdasan emosi - sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan pada ketua lembaga kemahasiswaan IPB

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan karakteristik keluarga mahasiswa

2. Mengidentifikasi kecerdasan emosi-sosial, gaya, dan praktek kepemimpinan pada mahasiswa

3. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan kecerdasan emosi dan sosial mahasiswa

4. Menganalisis hubungan karakteristik mahasiswa dan keluarga mahasiswa dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa

5. Menganlisis hubungan kecerdasan emosi dan sosial dengan gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa

Manfaat Penelitian

Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk mengetahui fenomena di masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dibangku kuliah agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Bagi institusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi kajian ilmu dengan topik praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial para aktivis kampus. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan praktik kepemimpinan dan kecerdasan emosi dan sosial. Bagi aktivis mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat sebagai landasan mempelajari kecerdasan emosi dan sosial sebagai dasar menjadi kepemimpinan di kampus.

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaya Kepemimpinan

Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagian besar ditentukan oleh bentuk kepemimpinan dari pemimpin. Kotter (1997) diacu dalam Saleh (2009) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan proses gerakan suatu kelompok dalam arah yang sama. Selain itu, kepemimpinan yang baik menggerakkan orang pada satu arah yang sama dan merupakan minat jangka panjang organisasi tersebut.

Gerugan diacu dalam Sholehudin (2008) mengungkapkan bahwa pada umumnya tugas pemimpin adalah mengusahakan supaya kelompok yang dipimpinnya dapat merealisasikan tujuannya dengan sebaik-baiknya dalam kerja sama yang produktif dalam kelompok dan membagi menjadi : Structuring the situation adalah pemimpin yang memberikan struktur dengan jelas mengenai situasi-situasi rumit yang dihadapi kelompok. Dalam hal ini seorang pemimpin harus mampu memberikan gambaran secara holistik tentang berbagai situasi yang dihadapi. Selain itu, dalam menjelaskan situasi-situasi sulit pemimpin tetap dituntut untuk mampu membuat skala prioritas yang dihadapi oraganisasi. Skala prioritas inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan organisasi. Controling group behavior adalah pemimpin yang mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok. Pemimpin dalam hal ini mengawasi berbagai perilaku anggota dan menyalurkan aktivitas-aktivitas anggota sesuai peraturan-peraturan yang telah disepakati. Spokesman of the group adalah pemimpin yang menjadi juru bicara bagi kelompok sehingga harus mampu menjelaskan tentang keorganisasian yang dipimpin kepada berbagi pihak. Penjelasan ini meliputi keanggotaan, visi dan misi organisasi, tujuan, dan rencana startegis.

Thoha (1991) diacu dalam Saleh (2009) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang saat mempengaruhi perilaku orang lain. Terdapat dua gaya kepemimpinan yang ekstrim, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter dan gaya kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan otoriter dipandang sebagai dasar atas kekuatan posisi dan penggunaan kekuasaan. Sementara itu gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan

(26)

dengan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

Menurut Terry dalam Siswanto (2009) terdapat enam tipe kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan pribadi (personal leadership) adalah kepemimpinan yang dilakukan dengan cara kontak pribadi dan instruksi disampaikan secara oral atau langsung pada anggota. Gaya kepemimpinan ini sering dianut oleh organisasi kerena kompleksitas bawahan maupun kegiatan sangatlah kecil, sehingga dalam pelaksanaan selain mudah juga sangat efektif dilakukan tanpa mengalami prosedural yang berbelit-belit. Kepemimpinan nonpribadi (nonpersonal leadership) adalah kepemimpinan yang mengacu pada segala peraturan dan kebijakan yang berlaku pada organisasi dengan menggunakan media nonpribadi untuk melaksanakan instruksi dan program yang ada sehingga pendelegasian kekuasaan sangat berperan penting. Kepemimpinan otoriter (authoritarian leadership) adalah pemimpin yang bertipe otoriter, bekerja secara sungguh-sungguh, teliti, cermat, dan sesuai kebijakan yang ada. Meskipun sedikit kaku, segala instruksi harus dipatuhi oleh para anggotanya, para anggota tidak berhak untuk mengomentari karena pemimpin beranggapan bertindak sebagai orang yang akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.

Kepemimpinan demokratis (democratif leadership) adalah kepemimpinan yang beranggapan bahwa setiap anggota organisasi adalah sama dan secara bersama-sama bertanggung jawab pada organisasi. Agar tanggung jawab tersebut dirasakan oleh setiap anggota maka setiap anggota berpartisipasi dalam setiap kegiatan perencanaan, pelaksanan, dan pengevaluasian agar mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Kepemimpinan paternalistik (paternalistic leadership) adalah kepemimpinan yang dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kekerabatan dalam hubungan antara pemimpin dengan organisasi dan bertujuan untuk melindungi dan memberikan arahan, tindakan, dan perilaku. Kepemimpinan bakat (indigenous leadership) merupakan kepemimpinan yang biasanya muncul dari kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan meskipun tidak langsung atau diperoleh melalui keturunan.

Mouton (1964) diacu dalam Siswanto (2009) membagi lima gaya kepemimpinan, yaitu: Tandus (improverished) adalah gaya kepemimpinan yang

(27)

memakai usaha seminim mungkin untuk menyelesaikan suatu masalah guna mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Perkumpulan (country club) adalah gaya kepemimpinan yang menumpahkan perhatian kepada anggota untuk memuaskan hubungan yang menggairahkan baik secara hubungan sesama anggota dan tempat kerja serta suasana organisasi yang bersahabat. Tugas (task) adalah gaya kepemimpinan yang mengefisiensikan hasil kerja yang diperoleh dari kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia sampai pada tingkat minimum. Jalan tengah (middle of road) adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kecakapan organisasi yang memadai dimana usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan di antara kerja yang dilakukan sambil memperhatikan semangat anggota pada tingkat memuaskan. Tim (team) adalah gaya kepemimpinan yang diperoleh dari persetujuan (commited) anggota yang saling bergantung pada pegangan umum (common stake) dan sesuai dengan tujuan organisasi sehingga menjurus pada hubungan keyakinan dan penghargaan.

Pada mahasiswa setiap kelompok akan memilih tipe pemimpinnya sendiri yang cocok dengan ambisi-ambisi kelompok. Sebaliknya, pribadi pemimpin akan menentukan semangat kelompok yang dipimpinnya. Menurut Kartono (2011) tipe pemimpin mahasiswa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: otoriter atau otoritatif, demokratis, dan laissez faire. Otoriter adalah kepemimpinan yang bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan. Kekuasaan berlangsung lewat kekuatan dan penekanan kepada anggotanya. Komunikasi berlangsung satu arah, yaitu dari atasan kepada bawahan. Demokratis adalah kepemimpinan yang berdasarkan interaksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan menyumbangkan ide-ide yang konstruktif. Semua keputusan direncanakan dan ditentukan bersama-sama. Laissez faire adalah Kepemimpinan yang membiarkan semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing anggota bergerak sendiri-sendiri.

Praktik Kepemimpinan

Kouzes dan Posner (2005) menjelaskan seorang pemimpin akan melakukan satu hal yaitu mewujudkan keinginan anggota dengan menghubungkan

(28)

melalui ekspektasi yang ada. Kepemimpinan merupakan proses antara pemimpin dan anggota sehingga setiap keputusan selalu berdasarkan hubungan tersebut. Pemimpin perlu menjalankan kepemimpinan dengan baik dalam sebuah praktik kepemimpinan dan membagi praktik kepemimpinan menjadi lima dimensi yaitu: Tantangan dalam menjalankan proses adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mencari dan mengidentifikasi peluang untuk berubah dan untuk bereksperimen dan mengambil risiko untuk membawa perubahan. Para pemimpin juga menciptakan lingkungan yang baik serta menghasilkan dan mendukung inovasi dalam diri sendiri dan organisasi. Kemampuan menginspirasi visi adalah kemampuan seorang pemimpin, bersama-sama untuk membayangkan masa depan yang membangkitkan semangat yang lebih baik bagi dia atau organisasi. Selain itu, kapasitas seorang pemimpin untuk mendorong, memotivasi, dan menghasilkan kegembiraan pada orang lain tentang tujuan tertentu atau masa depan organisasi.

Mengajak orang lain untuk bertindak adalah kemampuan pemimpin untuk menghasilkan suasana saling percaya dan menghormati dalam organisasi. Selain itu, kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan lingkungan tim yang terasa seperti keluarga sehingga anggota merasa menjadi bagian dari organisasi. Mahasiswa sebagai panutan adalah kemampuan pemimpin sebagai panutan seperangkat prinsip dan nilai-nilai, serta mendorong individu dalam organisasi untuk menerima prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang ada pada anggota organisasi. Selain itu, pernyataan ini berhubungan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk merencanakan prestasi tambahan yang mengatur tempat untuk kesuksesan masa depan dan pencapaian tujuan. Memotivasi adalah kemampuan pemimpin untuk mengakui kontribusi individu dan menunjukkan kebanggaan pada prestasi tim. Memotivasi ditandai dengan petunjuk ringkas, dorongan yang cukup besar, perhatian pribadi, dan membangun umpan balik

Kecerdasan Emosi

Kecerdasan akademis atau kognitif tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang tinggi juga tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, dan kebahagiaan hidup. Sekolah

(29)

dan kebudayaan saat ini lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis, mengabaikan kecerdasaan emosional yaitu serangkaian ciri-ciri karakter yang juga mempunyai pengaruh besar pada nasib manusia. Menurut Salovey dan Mayer diacu dalam Papalia et al. (2008) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Seorang peneliti bernama Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan tentang adanya kecerdasan pribadi. Menurut Gardner kecerdasan pribadi dibagi menjadi kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan antarpribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain. Sedangkan untuk kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan yang saling berhubungan, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan intrapribadi dimaksudkan mencari jati diri dan menggunakan jati diri tersebut sebagai alat untuk menempuh hidup dengan efektif.

Hatch dan Gardner dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa dalam kecerdasan antarpribadi tersusun atas komponen dasar, yaitu: mengorganisir kelompok, merundingkan pemecahan, hubungan pribadi, dan analisis sosial. Mengorganisasi kelompok adalah keterampilan dasar seorang pemimpin yang dapat mengoordinasikan pergerakan seseorang. Merundingkan pemecahan adalah kamampuan seseorang untuk mencegah konflik dan menyelesaikan konflik yang terjadi. Hubungan pribadi adalah kemampuan yang dapat mengenali serta merespon dengan tepat perasaan dan keprihatinan orang lain. Analisis sosial adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi perasaan, motif, dan keprihatinan seseorang. Komponen antarpribadi dibangun atas kecerdasan emosional sehingga seseorang dapat menggunakan keterampilan lain, termasuk intelektual yang belum terasah. Emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovero yang berarti bergerak menjauh dan semua emosi pada dasarnya berupa dorongan untuk bertindak.

Thorndike diacu dalam Goleman (2002) menyebutkan bahwa salah satu aspek kecerdasan emosional, yaitu kecerdasan “sosial” adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Hal ini menunjukkan dalam kesuksesan hidup seseorang memerlukan adanya kecerdasan emosi dan sosial yang saling berdampingan. Goleman (2002) membagi kecerdasan emosional menjadi lima bagian utama, yaitu:

(30)

1. Kesadaran emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan atau emosi diri sendiri serta dapat memantau perasaan dari waktu ke waktu dan merupakan dasar kecerdasan emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang sesungguhnya membuat seseorang berada dalam kekuasaan perasaan. Seseorang yang memiliki keyakinan lebih mengenai perasaan diri dapat memiliki kepekaan akan emosi diri. Selain itu, mengenali emosi diri sangat berperan dalam pengambilan keputusan masalah pribadi dan orang lain (Goleman 2002).

2. Mengelola emosi merupakan penanganan perasaan agar dapat terungkap dengan tepat dan sangat tergantung pada kesadaran emosi. Kemampuan ini meliputi cara menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan dan kemurungan. Seseorang yang tidak mampu mengelola emosi akan terus berada pada perasaan murung, sedangkan bagi yang mampu akan dapat bangkit dari keterpurukan dalam menjalani kehidupan. Pengelolaan emosi diri juga mampu menahan diri pada kepuasan yang berlebihan dan dapat mengendalikan dorongan hati (Goleman 2002).

3. Memotivasi diri adalah alat yang sangat penting dan berkaitan dengan memberikan perhatian, memotivasi dan menguasai diri sendiri serta berkreasi. Selain itu, penempatan emosi dapat menjadi landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Memotivasi juga mampu menyesuaikan diri melalui kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Seseorang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun (Goleman 2002). 4. Mengenali emosi orang lain (empati) adalah kemampuan untuk mengetahui

perasaan orang lain. Goleman (200) menyebutkan empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang pada emosi diri maka semakin terampil membaca perasaan. Pada masa remaja rasa empati menjadi dasar dorongan keyakinan moral untuk melawan ketidakadilan. Setiap hubungan kepedulian berasal dari perasaan emosional yaitu berempati. Empati berbeda dengan simpati, Goleman (2002) menyebutkan bahwa berempati merupakan penempatan diri pada perasaan orang lain dan ikut merasakannya. Seseorang yang berempatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

(31)

tersembunyi dan mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain (Goleman 2002).

5. Membina hubungan merupakan kemampuan menangani emosi orang lain. Dasar membina hubungan berasal dari pengungkapan dan pengendalian emosi diri. Membina hubungan merupakan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi sehingga mampu menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi serta membuat orang lain merasa nyaman (Goleman 2002).

Kecerdasan Sosial

Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan memahami orang lain sehingga memunculkan sikap kepedulian pada orang lain (Buzan 2002). Goleman (2007) berpendapat bahwa kecerdasan sosial terbagi atas dua bagian, yaitu: kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan sosial merujuk pada sesuatu yang merentang secara langsung sehingga dapat merasakan keadaan batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikiran dalam situasi sosial yang rumit.

Kesadaran sosial meliputi empat hal yaitu empati, penyelarasan, ketepatan empatik, dan kognisi sosial. Empati merupakan bagian dari kecerdasan emosi. Empati dasar yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain serta dapat merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal. Dalam sebuah penelitian dijelaskan bahwa perempuan cenderung lebih baik pada dimensi empati daripada laki-laki. Selain itu, empati dapat terasah oleh keadaan hidup dari waktu ke waktu. Penyelarasan adalah keadaan sesaat setelah empati yang berguna untuk memperlancar hubungan baik dengan orang lain. Ketepatan empatik adalah kecakapan paling esensial dari kecerdasan sosial. William Ickes dalam Goleman (2002) menyatakan bahwa ketepatan empatik dibangun diatas empati dasar namun dapat merasakan dan memikirkan perasaan orang lain. Kognisi sosial adalah pengetahun seseorang untuk dapat memahami lingkungan sosial bekerja.

Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial sehingga memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif. Fasiltas sosial meliputi empat hal, yaitu: sikronisasi, presentasi diri, pengaruh, dan kepedulian.

(32)

Sikronisasi adalah sutau bentuk interaksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Sebagai landasan fasilitas sosial, sikronisasi adalah batu pondasi yang menjadi landasan dibangunnya apsek-aspek lain. Presentasi diri adalah mempresentasikan diri seseorang secara efektif. Salah satu aspek dari mempresentasikan diri adalah adanya karisma. Karisma seseorang pemimpin yang hebat terletak pada kemampuan untuk menyalakan emosi dalam diri sendiri dan orang lain. Pengaruh adalah hasil dari interaksi sosial yang memadukan pengendalian diri dengan empati (merasakan perasaan orang lain) dan kognisi sosial (mengetahui norma-norma yang berlaku dalam suatu situasi). Kepedulian adalah perasaan peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal tersebut.

Mahasiswa

Mahasiswa adalah sebutan seseorang yang sedang mengikuti pendidikan tinggi setelah lulus pada pendidikan sekolah menengah atas. Menurut Sarwono (2010) mendefinisikan mahasiswa secara umum adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh status selalu berkaitan dengan perguruan tinggi. Selain itu menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) menjelaskan seseorang memasuki usia mahasiswa pada usia 18 tahun dan termasuk dalam tahapan remaja lanjut. Pada mahasiswa tidak ada batasan usia karena seseorang yang menjalani pendidikan pada program ekstensi ataupun pascasarjana yang sebagian besar termasuk dalam tahapan usia dewasa juga disebut mahasiswa.

Mahasiswa merupakan bagian dari fase dewasa awal. Dewasa berasal dari bahasa latin yaitu adultus yang mempunyai arti telah menjadi dewasa. Dewasa awal dimulai pada umur 18-40 tahun dan mulai menunjukkan adanya perubahan fisik dan psikologis (Hurlock 1980). Pada fase dewasa awal banyak sekali perubahan yang dialami seseorang, antara lain perubahan emosi dan sosial. Pada perubahan emosi seseorang yang memasuki tahap dewasa awal terutama saat menjadi mahasiswa lebih cenderung memiliki sifak sebagai pemberontak dan ingin menjadikan hal ideal menurutnya. Perubahan sosial yang dialami seseorang pada fase dewasa awal adalah lebih banyak kelompok sosial yang dimiliki. Pada saat remaja seseorang memiliki kelompok tersendiri dan adanya faktor keterbukaan maka pada fase dewasa awal akan lebih banyak (Hurlock 1980).

(33)

Menurut Erikson diacu dalam Santrock (2003) menjelaskan bahwa fase dewasa merupakan fase intimasi versus isolasi, yaitu fase seseorang yang memiliki tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain. Saat seseorang tidak bisa menemukan jati diri maka sebagai akibatnya adalah isolasi diri yang menyebabkan kehilangan jati diri pada orang lain.

(34)
(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang. Gaya kepemimpinan merupakan sifat seseorang yang cenderung dugunakan untuk mempengaruhi seseorang. Dalam pelaksanaan organisasi terdapat berbagai macam gaya yang sering kali melandasi kepemimpinan pimpinan lembaga kemahasiswaan. Gaya kepemimpinan pada mahasiswa secara umum dibagi atas tiga gaya yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, dan laissez faire.

Selain memiliki gaya kepemimpinan, seseorang juga memiliki praktik kepemimpinan yang berbeda dalam menjalankan sebuah organisasi. Praktik kepemimpinan terbagi menjadi lima dimensi, antara lain: tantangan dalam menjalankan proses, kemampuan menginspirasi visi, mengajak orang lain untuk bertindak, mahasiswa sebagai panutan, dan motivasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi praktik kepemimpinan, diantaranya kecerdasan emosional-sosial pada diri seseorang.

Kecerdasan emosional sangat berpengaruh dalam pengembangan hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi terbagi atas lima bagian yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (kesadaran sosial), dan membina hubungan dengan orang lain (fasilitas sosial).

Perkembangan kecerdasan emosi-sosial pada ketua kelembagaan dapat dipengaruhi oleh diri sendiri dan lingkungan luar. pada faktor diri sendiri dipengaruhi oleh jenis kelamin, pengetahuan (IPK), asal suku, usia, jumlah dan lama organisasi, pengeluaran mahasiswa, jumlah saudara, dan urutan kelahiran. Pada lingkungan luar dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.

(36)

KERANGKA PEMIKIRAN

 Kesadaran sosial  Fasilitas sosial

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Karakteristik mahasiswa  Usia  Jenis kelamin  IPK  Suku  Jumlah organisasi  Lama organisasi  Pengeluaran Mahasiswa  Jumlah Saudara  Urutan Kelahiran Karakteristik keluarga mahasiswa  Tingkat pendidikan orangtua  Pekerjaan orangtua  Besar keluarga Kecerdasan emosi :  Kesadaran Emosi  Pengelolaan Emosi  Motivasi  Kesadaran sosial  Fasilitas sosial Praktik Kepemimpinan: 1. Tantangan dalam menjalankan proses 2. Kemampuan menginspirasi visi 3. Mengajak orang lain untuk bertindak 4. Mahasiswa sebagai panutan 5. Motivasi orang lain Gaya Kepemimpinan 1. Otoriter 2. Demokratis 3. Laissez faire 18

(37)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cepat, lengkap serta dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan (Arikunto 2010). Lokasi penelitian dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IPB merupakan salah satu perguruan tinggi negeri terbaik dan memiliki berbagai prestasi di bidang non-akademik. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni 2012 berupa pengambilan data.

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah para pemimpin lembaga mahasisiwa S1 kampus IPB Darmaga, Kabupaten Bogor. Ketua diambil sebagai contoh dikarenakan tugas ketua sebagai penentu kebijakan dan keputusan pada sebuah organisasi. Populasi diperoleh dari daftar lembaga kemahasiswaan yang dimiliki Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM). Teknik penarikan contoh dari populasi dilakukan dengan cara sensus yaitu memilih seluruh contoh dengan sengaja sebanyak 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas ketua 94 orang pada perode 2011-2012. Pada saat penelitian berlangsung contoh yang dapat diambil sebanyak 92 ketua. Dua lembaga yang lainnya tidak dapat diambil dikarenakan satu lembaga sudah tidak aktif dan satu lembaga tidak mengembalikan kuesioner yang sudah dikirim sampai batas kesepakatan.

Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penggalian informasi dari mahasiswa yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kuesioner dikembangkan oleh peneliti berdasarkan berbagai penelitian terdahulu yang serupa dan melalui konsep teoritis. Data sekunder adalah gambaran umum lokasi penelitian dan data mengenai mahasiswa yang diperoleh dari literatur. Cara pengumpulan data dilakukan melalui self report oleh mahasiswa secara langsung.

(38)

Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada Tabel 1 dengan menggunakan kuesioner.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis Data Variabel Skala Data Sumber

Primer Karakteristik Mahasiswa

 Usia Rasio

 Jenis kelamin Nominal

 IPK Rasio

 Jurusan Nominal

 Suku Nominal

Primer Karakteristik Keluarga Mahasiswa

 Lama pendidikan orangtua Rasio

 Pekerjaan orangtua Nominal

 Urutan kelahiran Nominal

 Besar keluarga Rasio

Primer Kecerdasan Emosi Dikembangkan

dari Latifah (2009)

 Kesadaran emosi Ordinal

 Pengelolaan emosi Ordinal

 Motivasi diri Ordinal

Primer Kecerdasan Sosial Dikembangkan

oleh Wulandari (2011)

 Kesadaran sosial Ordinal

 Fasilitas sosial Ordinal

Primer Praktik Kepemimpinan

Dikembangkan dari Kouzes & Posner (2005)

 Tantangan proses Ordinal

 Inspirasi visi Ordinal

 Mengajak bertindak Ordinal

 Mahasiswa panutan Ordinal

 Motivasi Ordinal

Primer Gaya Kepemimpinan

Dikembangkan dari Dubrin (2002)

 Otoriter Ordinal

 Demokratis Ordinal

 Laissez faire Ordinal

Kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran kecerdasan emosi remaja yang dikembangkan oleh Latifah (2009), yang terdiri dari lima subskala, yaitu kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan. Pada penelitian ini hanya menggunakan tiga subskala yaitu kesadaran emosi diri yang terdiri atas 12 pertanyaan (enam pertanyaan positif dan enam pertanyaan negatif), pengelolaan emosi diri yang terdiri atas 12 pertanyaan (enam pertanyaan positif dan enam pertanyaan negatif) , dan motivasi diri terdiri atas 12 pertanyaan (delapan pertanyaan positif dan empat pertanyaan negatif). Kecerdasan sosial diukur dengan menggunakan alat ukur

(39)

yang diadaptasi dari instrumen pengukuran kecerdasan sosial yang dikembangkan oleh Wulandari (2009), terdiri atas 20 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur kesadaran sosial ( delapan penyataan negatif dan 13 pernyataan positif) dan 23 item pernyataan yang termasuk ke dalam unsur fasilitas sosial (enam penyataan negatif dan 17 pernyataan positif). Alat ukur praktik kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen S-LPI ( Student Leadership Practices Inventory) yang diciptakan oleh Kouzes dan Posner (2005) yang dimodifikasi, terdiri atas 30 pernyataan positif.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scorring, entry, cleaning, dan analyzing. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excell dan SPSS. Data pengukuran dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan uji korelasi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui sebaran usia, jenis kelamin, IPK, suku, usia keluarga, pekerjaan anggota keluarga, pendapatan keluarga, besar keluarga mahasiswa . Uji Crosstabs (untuk data nominal) dan uji korelasi Pearson (untuk data rasio) digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dan keluarga dengan skor total kecerdasan emosi dan kecerdasan sosial. Selain itu, uji korelasi akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi-sosial terhadap gaya dan praktik kepemimpinan mahasiswa.

Sebelum penggunaan kuesioner dilakukan uji coba kuesioner untuk mengetahui reliabilitas kuesioner. Pengukuran reliabilitas dilihat dari nilai Alpha Cronbach. Pada hasil reliabilitas kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kecerdasan emosi sebesar 0,835, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur kecerdasaan sosial sebesar 0,866, dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur praktik kepemimpinan atau inventori kepemimpinan sebesar 0,883, dan dari nilai Alpha Cronbach untuk alat ukur gaya kepemimpinan sebesar 0,627.

Kecerdasaan emosi terdapat lima bagian, yaitu: kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati, dan seni membina hubungan. Pada penelitian ini bagian yang digunakan adalah kesadaran emosi diri, pengelolaan emosi diri, dan motivasi diri. Sedangkan empati dan seni membina hubungan

(40)

telah tergabung pada kecerdasan sosial berupa kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecerdasan emosi diukur dengan menggunakan jawaban yang dikelompokkan menjadi sangat setuju (skor 5), setuju (skor 4), ragu-ragu (skor3), setuju (skor2), dan sangat tidak setuju (skor 1). Kecerdasan sosial diukur dengan menggunakan jawaban yang dikelompokkan menjadi tidak pernah (skor 1), hampir tidak pernah (skor 2), kadanga-kadang (skor 3), sering (skor 4) , dan sangat sering (skor 5).

Pada gaya kepemimpinaan terbagi atas empat jawaban, yaitu : tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2), sering (skor 3), dan sangat sering (skor 4). Praktik kepemimpinan terbagi menjadi lima jawaban, yaitu: Jarang (skor 1), sesekali (skor 2), kadang-kadang (skor 3), sering (skor 4), dan sangat sering (skor 5). Pada setiap pengkategorian (interval) setiap variabel dilakukan dengan membagi manjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan interval kategori tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Selanjutnya, pembagian kategori adalah sebagai berikut:

a. Rendah: skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK b. Sedang: skor minimum + IK ≤ x ≤ skor minimum + 2 IK c. Tinggi: skor minimum + 2 IK ≤ x ≤ skor maksimum

Tabel 2 Cara pengkategorian variabel

Variabel Kategori

Karakteristik Mahasiswa

Jenis Kelamin 1=laki-laki

2=perempuan

Usia (tahun) 1=remaja akhir (19-20th) 2=dewasa awal (≥21th) Fakultas 0=TPB 1=FAPERTA 2=FKH 3=FPIK 4=FAPET 5=FAHUTAN 6=FATETA 7=MIPA 8=FEM 9=FEMA

(41)

Variabel Kategori Suku 1=sunda 2=jawa 3=batak 4=Bugis 5=aceh 6=lainnya Indeks Prestasi Komulatif - kurang (≤2,50)

- cukup (2,51-2,75) - baik (2,76-3,50) - sangat baik (≥3,51) Pengeluaran (Rp.) - rendah (Rp 400.000 – 933.333) - sedang (Rp 933.333– 1.466.666) - tinggi (Rp 1.466.666-2.000.000) Jumlah organisasi - rendah (1-4,6)

- sedang (4,7-8,2) - tinggi (8,3-12) Lama organisasi (tahun) - rendah (2-4,3) - sedang (4,4-6,6) - tinggi (6,7-9) Karakteristik Keluarga Mahasiswa Pendidikan Orangtua (tahun) - rendah (≤6thn)

- sedang (7-12th) - tinggi (>12th) Pekerjaan Orangtua 1=PNS/IRT

2=karyawan 3=wiraswasta 4=guru 5=dosen 6=petani 7=buruh 8=pensiunan 9=lainnya Besar keluarga - kecil (≤4 orang)

- sedang (5-7 orang) - besar (>7 orang)

Urutan kelahiran -1=sulung

-2=tengah -3=bungsu -4=tunggal Kecerdasan Emosi - rendah (36-84)

- sedang (85-133) - tinggi (134-180) Kecerdasan Sosial - rendah (43-100) - sedang (101-158) - tinggi (159-215) Praktik Kepemimpinan - rendah (30-70)

- sedang (71-110) - tinggi (111-150)

(42)

Definisi Operasional

Mahasiswa adalah seseorang usia 17-21 tahun yang berada minimal pada semester satu dan menduduki jabatan sebagai ketua lembaga kemahasiswaan

Usia adalah usia mahasiswa pada saat pengambilan data ketika penelitian dilakukan (dalam tahun)

Jenis Kelamin adalah identitas biologi yang membedakan tiap individu (laki-laki atau perempuan)

Indeks Prestasi Akademik (IPK) adalah gambaran mengenai penguasaan mahasiswa terhadap materi kuliah yang diberikan. Prestasi akademik diukur dengan meggunakan Indeks Prestasi Kumulatif mahasiswa hingga semester terakhir dengan skor 1-4. Semakin tinggi nilai maka semakin baik prestasi akademik mahasiswa.

Lembaga kemahasiswaan adalah organisasi mahawasiswa S1 yang resmi diakui oleh IPB sebanyak 94 organisasi.

Jumlah saudara adalah banyaknya anak dalam satu keluarga inti.

Jumlah organisasi adalah banyaknya organisasi yang pernah diikuti oleh pimpinan kelembagaan sejak SMP sampai dengan perguruan tinggi.

Lama organisasi adalah lama (tahun) para pimpinan kelembagaan pernah berkecipung dalam suatu organisasi.

Urutan kelahiran adalah susunan anak lahir hidup dalam keluarga mahasiswa.

Tingkat pendidikan orangtua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh ayah dan ibu mahasiswa.

Pengeluaran mahasiswa adalah jumlah pengeluaran mahasiswa tiap bulan yang digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup selama kuliah.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri atas ayah, ibu dan anak.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengetahui dan menangani perasaan sendiri dengan baik serta yang mampu membaca dan menghadapi perasaan

(43)

orang lain dengan efektif. Goleman (2002) membagi kecerdasan emosi dalam lima wilayah yaitu:

Kesadaran emosi diri adalah kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.

Pengelolaan emosi diri dalah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, dimana hal ini sangat bergantung pada kesadaran diri.

Motivasi diri adalah menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Empati adalah kemampuan untuk mengenali emosi orang lain.

Seni membina hubungan adalah keterampilan mengelola emosi orang lain.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana bereaksi terhadap situasi sosial yang berbeda. Unsur kecerdasan sosial meliputi kesadaran sosial dan fasilitas sosial.

Kesadaran sosial adalah kemampuan untuk dapat merasakan keadaan batiniah seseorang sampai memahami perasaan dan pikirannya.

Fasilitas sosial adalah kemampuan yang bertumpu pada kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang mulus dan efektif.

Praktik kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dengan segala kelebihan dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan visi misinya dengan perasaan tidak terpaksa. Kouzes dan Posner (2007) membagi praktik kepemimpinan menjadi lima subskala yaitu mahasiswa panutan, membangun motivasi, mengajak orang lain bertindak, menginspirasi visi, dan tantangan dalam menjalankan proses.

Gaya Kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Kartono (2011) membagi gaya kepemimpinan menjadi tiga yaitu :

Otoriter adalah kepemimpinan yang bersifat keras, tidak boleh disanggah, dan mengharuskan.

(44)

Demokratis adalah kepemimpinan yang berdasarkan intraksi dan kerjasama, kebebasan yang teratur, pemberian kesempatan kepada semua anggota organisasi untuk berpartisipasi secara aktif dan menyumbangkan ide-ide yang konstruktif.

Laissez faire adalah kepemimpinan yang membiarkan semua anggota bertingkah laku semau sendiri, sedangkan pemimpin tidak memberikan perintah, pengarahan, atau bimbingan sehingga masing-masing anggota bergerak sendiri-sendiri.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kampus IPB Dramaga mempunyai luas 267 hektar yang digunakan sebagai kantor rektorat dan pusat kegiatan belajar-mengajar S1, S2, dan S3. Kampus IPB Baranangsiang Bogor dengan luas 11,5 hektar digunakan sebagai pusat kegiatan penelitian dan pemberdayaan masyarakat serta pendidikan pascasarjana eksekutif. Kampus IPB Gunung Gede Bogor (14,5 ha) digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan manajemen dan bisnis yang akan dilengkapi dengan techno-park. Kampus IPB Cilibende Bogor (3,2 ha) sebagai pusat kegiatan pendidikan vokasional diploma dan kampus IPB Taman Kencana Bogor (3,4 ha) direncanakan untuk pendirian rumah sakit internasional.

IPB juga menyediakan student dormitory sebagai bentuk perhatiaan kepada mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan kapasitas 3.500 orang. Mahasiswa selain TPB disediakan asrama dengan kapasitas mencapai 500 orang. Selain itu, IPB mempunyai fasilitas penunjang lainnya yaitu bus kampus, sepeda, sarana ibadah, gedung olahraga (Gymnasium), Pusat Kegiatan Mahasiswa (Student Centre), Plaza Akademik, peralatan kesenian, poliklinik, serta terdapat beberapa Bank, ATM, dan Kantor Pos yang terletak di sekitar kampus IPB.

IPB selain memberikan perhatian pada mahasiswa TPB juga menyediakan sarana pengembangan diri bagi mahasiswa secara keseluruhan. Pembentukan organisasi sesuai minat bertujuan untuk memberikan pembekalan keterampilan softskill guna menunjang keberadaan keterampilan hardskill yang didapat pada saat kuliah. Pada Tahun 1998 di Cisarua Bogor terjadi kongres mahasiswa IPB yang menghasilkan sistem pemerintahan mahasiswa yang dikenal sebagai Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (KM IPB). Undang-undang Dasar Keluarga Mahasiswa IPB (UUD KM IPB) menyebutkan bahwa KM IPB merupakan wadah mahasiswa di tingkat perguruan tinggi dan merupakan kelengkapan non-struktural pada perguruan tinggi yang berhubungan secara kemitraan dengan institusi. Dalam pembentukan KM IPB sistem pemerintahan mahasiswa tidak menganut secara penuh sistem trias politica yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif (MPM KM IPB 2012).

(46)

Saat ini untuk mahasiswa S1, IPB memiliki 94 lembaga kemahasiswaan yang terdiri dari 12 lembaga legislatif yaitu satu Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (MPM KM IPB), satu Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB), dan 10 DPM yang berada di fakultas dan TPB. Sebelas lembaga eksekutif atau BEM yang terdiri dari satu BEM KM IPB dan sepuluh BEM yang berada di fakultas dan TPB. Tiga puluh tiga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang terbagi atas keagamaan, bela diri, kesenian, olahraga, dan bidang khusus. Tiga puluh delapan Himpunan Profesi (Himpro) berada pada setiap jurusan di semua fakultas yang digunakan untuk menyalurkan minat serta profesi mahasiswa.

Karakteristik Mahasiswa Jenis Kelamin

Hampir seluruh mahasiswa (95,7%) berjenis kelamin laki-laki dan sisanya (4,3%) berjenis kelamin perempuan. Tabel 3 menunjukkan mahasiswa laki-laki masih mendominasi dan dipercaya untuk memegang kursi kepemimpinan. Hal ini diduga karena ketua kelembagaan cocok dipegang oleh seorang laki-laki daripada perempuan. Menurut Santrock (2003), perempuan sering distereotipekan kurang berkompeten daripada laki-laki. Selain itu, banyak perempuan yang lebih disosialisasikan dengan peran mengurus keluarga dibandingkan dengan peran yang berhubungan dengan prestasi atau karir. Hurlock (1980) menyebutkan bahwa kurangnya rasa percaya diri, tidak adanya motivasi yang kuat untuk menjadi pemimpin menyebabkan lebih sedikit pemimpin perempuan pada setiap bidang kehidupan orang dewasa.

Usia

Rentang umur mahasiswa berkisar 19 sampai 23 tahun. Tabel 3 menunjukkan hampir duapertiga mahasiswa (60,9%) memiliki umur lebih dari sama dengan 21 tahun atau memasuki fase dewasa awal sedangkan lebih dari sepertiga mahasiswa (39,2%) berada pada fase remaja akhir dengan kisaran umur antara 19-20 tahun. Banyak ahli perkembangan menyatakan bahwa kisaran umur tersebut merupakan fase remaja akhir atau late adolescence (18-22 tahun) menuju fase dewasa awal atau early adulthood (20-30 tahun). Fase perubahan tersebut membawa dampak dalam pembentukan kemandirian pribadi sehingga

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Karakteristik mahasiswa    Usia   Jenis kelamin   IPK   Suku   Jumlah organisasi   Lama organisasi   Pengeluaran Mahasiswa   Jumlah Saudara   Urutan Kelahiran  Karakteristik keluarga mahasiswa    Tingkat pendidikan ora
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis kelamin dan umur
Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal fakultas, suku, dan IPK  Variabel  Jumlah  n  %  Asal Fakultas  TPB  2  2,2  FAPERTA  9  9,8  FKH  7  7,6  FPIK  10  10,9  FAPET  6  6,5  FAHUTAN  8  8,7  FATETA  21  22,8  FMIPA  10  10,9  FEM  13  14,1  FEMA  6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelahaan tersebut dapat disimpulkan: (1) kebijakan rekapitalisasi telah membantu bank sehingga dapat beroperasi secara normal; (2) fungsi intermediasi perbankan

2 Saya selalu pulang sesuai dengan jam yang sudah ditetapkan di instansi tempat saya bekerja. 3 Saya merasa jam pulang kerja

Inilah yang membuat kaum muda menjadi canggung dalam pelayanan, sehingga pemuda mengalami suatu kekecewaan terhadap kinerja yang dilakukan oleh Gereja, yang kurang memberi

Terkait dengan tugas matakuliah..., dengan ini kami mengharap kesediaan Bapak/Ibu berkenan memberikan izin wawancara kepada mahasiswa tersebut di atas tentang .... Demikian

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 17 Rabak dalam pembelajaran ilmu pengetahuan

Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan mempunyai tugas membantu Sekretaris DPRD dalam menyiapkan bahan dan data untuk menyusun perencanaan, program kegiatan di bidang

Pada sub bab ini akan dipaparkan hasil implementasi pembelajaran dan tingkat ketercapaian hasil belajar PKn dengan menggunakan model pembelajaran VCT pada kelompok

Pengaruh Penggunaan Media Kartu Domino Dalam Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Arab.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu