• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Dunia ketenagakerjaan Indonesia pada tahun 2014 menunjukan adanya sedikit penurunan, hal ini dapat dilihat dari bertambahnya pengangguran dan meningkatnya kelompok penduduk yang tidak bekerja. Pada bulan Februari 2013 ada 115.929.612 jiwa penduduk yang bekerja dan menurun menjadi 114.628.026 jiwa pada bulan Agustus 2014. Hal ini membuktikan adanya penurunan jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 1.301.586 jiwa. Pada bulan Februari 2013 pengangguran di Indonesia mencapai 7.240.897 jiwa atau sama dengan 5,88 persen dan mengalami peningkatan pada bulan Agustus 2014 menjadi 7.244.905 jiwa atau 5,94 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia (http://www.bps.go.id diakses pada tanggal 28 Oktober 2015 Pukul 22.44 WIB).

Terjadinya mogok kerja buruh menuntut perbaikan upah, pada dasarnya adalah karena dalam penentuan upah, buruh tidak diikutsertakan. Transparansi dan obyektivitas mengenai kemampuan ekonomi perusahaan sangat diperlukan. Apabila perusahaan tidak obyektif dan tidak transparan dalam pembukuan keuangan dan tidak berkeinginan memberikan upah yang layak, maka senjata satu-satunya bagi buruh adalah mogok bekerja. Buruh di Negara berkembang masih lemah dalam negosiasi mengenai upah. Upah buruh di Indonesia adalah yang terendah dikawasan Asia Tenggara kecuali Vietnam, dibanding dengan tingkat upah di Negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Philipina.

Lembaga Internasional memonitor “social dumping” seperti pembatasan kebebasan memilih pekerjaan, penghindaran perlindungan terhadap pengangguran,

(2)

2 pembayaran upah yang tidak sama, tempat kerja yang tidak aman dan tidak sehat, pembatasan jam kerja, pembantasan hak untuk membentuk organisasi buruh dan hak untuk melakukan pemogokan. Apabila Indonesia dikategorikan masih melanggar hak asasi buruh oleh ILO, maka baik Amerika Serikat maupun negara-negara Eropalainnya akan menghentikan impor barang-barang ke Indonesia. Bila ekspor terhambat, maka perusahaan tidak mampu membayar upah buruhnya. Pendapatan perusahaan mengalami penurunan dan membawa pemutusan hubungan kerja sampai penutupan perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan kegoncangan perekonomian negara yang tidak menutup kemungkinan terganggunya stabilitas negara.

Kasus yang pernah terjadi yang dialami oleh buruh sepatu Nike di Indonesia, yaitu Kasus Kusnadi. Pada kasus Kusnadi (1996), isunya sewaktu bekerja terjadi kebakaran di PT. Garuda Indawa yang memproduksi tas-tas Nike. Kusnadi berhasil menyelamatkan diri bersama dua rekan perempuan tetapi tubuhnya sempat terbakar. Kusnadi bersama dua temannya dipecat, dan selama dua puluh satu bulan kemudian barulah Nike memberikan biaya pengobatan sebesar 95 dollar Amerika Serikat dan 900 dollar Amerika Serikat sebagai pengganti biaya pengobatan. Jumlah tersebut sama dengan jumlah 7 bulan upahnya, yang sangat berarti bagi kusnadi yang menanggung seorang isteri dan dua orang anak (Sulaiman, 2008:9-12).

Berdasarkan data yang dikompilasi International Labour Organization (ILO), rata-rata upah buruh per Februari 2013 di Jakarta hanya sebesar Rp 27-73 ribu per hari atau setara dengan US$ 2,85-7,55 per hari. Angka itu lebih rendah dari upah di Cina yaitu rata-rata US$ 4,6 -7,9 per hari, Thailand US$ 7,3-10,4 per hari, Malaysia US$ 8,5-9,6 per hari, Filipina US$ 10,2-11,1 per hari, Taiwan US$ 20 per hari, Hong Kong US$ 28,8 per hari, Korea Selatan US$ 35,7 per hari. Meski demikian upah buruh Indonesia lebih tinggi ketimbang Vietnam US$ 2,22-3,17 per hari, Kamboja

(3)

3 US$ 2,03 per hari, dan Myanmar US$ 0,5 per hari (http://www.tempo.co diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 15.05 WIB).

Salah satu bukti nyata rendahnya kinerja perusahaan dalam memenuhi hak buruhnya terjadi di PT. Hockinda Citra Lestari pada tanggal 1 Juni 2014. Perusahaan yang memproduksi kompor bermerek Hock ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 653 buruh. Buruh yang berjumlah dari 653 hanya 110 orang yang sudah diberikan uang konfensasi dan 543 buruh lainnya belum jelas penyelesaiannya. Beberapa mantan buruhnyapun menyebarkan selebaran kertas di kantor DPRD Deli Serdang pada hari Senin tanggal 1 Juni 2015 yang berisi ungkapan kekecewaan mereka mengenai kinerja dari dinas tenaga kerja dan pertambangan (http://tribunnews.com diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 15.40 WIB).

Pada tanggal 3 Juli 2015, Gabungan Buruh Indonesia (GBI) yang terdiri dari 40 (empat puluh) federasi dan empat konfederasi serikat buruh menentang revisi Peraturan Pemerintah mengenai Jaminan Hari Tua (JHT), sebagai aksi penolakan GBI melakukan demonstran di Bundaran Hotel Indonesia, dan demo berlangsung pada pukul 15.30 WIB. Sesuai UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan UU 40 Tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pencairan JHT bisa dilaksanakan setelah seorang pekerja memiliki masa kerja selama lima tahun. Bila setelah masa kerja lima tahun itu pekerja bersangkutan masih terus bekerja, maka penerima upah tersebut dapat mencairkan JHT sebesar 10 persen. Namun bila pekerja itu berhenti bekerja atau pensiun, dia dapat mencairkan seluruhnya. Akan tetapi melalui ketentuan baru ini, seorang pekerja baru bisa mencairkan JHT yang menjadi haknya setelah memiliki masa kerja selama 10 tahun. Tidak hanya buruh, kebijakan baru BPJS ketenagakerjaan terkait

(4)

4 pencairan dana JHT mendapat penolakan dari masyarakat. Buktinya, kurang dari 24 jam sejak petisi penolakan kebijakan diunggah di halaman Change.org, sudah lebih dari 37 ribu netizen memberi dukungan. Jumlah ini pun terus bertambah (http//www.okezone.com diakses pada tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 15.50 WIB).

Hubungan kerja antara tenaga kerja atau buruh dan pengusaha perlu diarahkan pada terciptanya kerjasama yang serasi yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dimana masing-masing pihak saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti peranan serta hak dan kewajibannya. Pemerintah diharapkan melakukan pengawasan. Pembinaan dan penegakan hukum dalam bidang ketenagakerjaan di Negara ini, khususnya dalam bidang jaminan sosial untuk mewujudkan pengembangan tenaga kerja secara ideal (Ramli, 1997:1).

Menyadari akan pentingnya peningkatan pelayanan perusahaan demi memenuhi hak-hak normatif buruh, maka pemerintah mengeluarkan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) yang sekarang dikenal dengan nama Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) Nomor 48 Tahun 1952 jo Peraturan Mentri perburuhan (PMP) Nomor 8 Tahun 1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, Peraturan Pemerintah Perburuhan (PMP) Nomor 15 Tahun 1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, Peraturan Pemerintah Perburuhan (PMP) Nomor 5 Tahun 1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

(5)

5 Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1977 tentang pelaksanaan program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja atau pengusaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengikuti program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK). Terbit pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yaitu Perum ASTEK.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 1995 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat (2), yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan motivasi maupun produktivitas kerja.

(6)

6 Kiprah Perusahaan PT.Jamsostek (Persero) yang mengedepankan kepentingan dan hak normatif tenaga kerja di Indonesia dengan memberikan perlindungan empat program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus berlanjutnya hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Tahun 2011, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT.Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

Dimulai pada tanggal 1 Juli 2015, buruh dapat mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) berubah dari 5 tahun kepesertaan menjadi 10 tahun dan pencairannya dibatasi 10 persen untuk kebutuhan sehari-hari, 30 persen untuk kebutuhan membayar atau membeli rumah, dan tidak dapat dicairkan keduanya. Jika buruh atau peserta BPJS Ketenagakerjaan ingin mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) sepenuhnya maka peserta harus menunggu hingga usia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap (Kumpulan Peraturan PUU Program BPJS Ketenagakerjaan,2014 & http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 01.35 WIB).

Kemudian peraturan Jaminan Hari Tua (JHT) dianggap tidak adil bagi buruh atau pekerja, sebab peraturan itu dirasakan sangat memberatkan buruh itu sendiri.

(7)

7 Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan jaminan sosial yang iurannya diambil dari gaji buruh tiap bulannya. Peraturan baru ini menyebabkan banyak pertentangan dan kekecewaan pada Presiden Jokowi dimana beliau telah gagal dan dianggap merugikan pihak buruh dan dirasakan tidak adil dalam memberikan keputusan (http//www.news.detik.com diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 01.46 WIB).

Berdasarkan banyaknya kontra dalam peraturan baru tersebut, dan untuk mengantisipasi kerusahan atau demo buruh, peraturan tersebut kemudian di revisi dan mulai berjalan pada tanggal 1 September 2015, dimana prosedur pencairan uang JHT yang dibatasi hanya 10 persen untuk persiapan pensiun, 30 persen untuk biaya perumahan, dan 100 persen ketika sudah berumur 56 tahun, itu nantinya hanya berlaku bagi peserta-peserta BPJS ketenagakerjaan yang masih aktif bekerja. Sementara yang sudah berhenti bekerja, baik itu di PHK, dan mengundurkan diri, JHT bisa diambil sepenuhnya setelah menunggu satu bulan masa berhenti sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang telah direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015, serta melampirkan dokumen-dokumen yang telah ditetapkan.Pemerintah akhirnya mengambil keputusan bahwa iuran jaminan pensiun BPJS ketenagakerjaan sebesar 8 persen. Iuran ini akan ditanggung pengusaha sebesar 5 persen dan oleh pekerja sebanyak 3 persen. Pelaksanaan iuran itu akan berlaku serentak mulai tanggal 1 Juli 2015 (http//www.bpjsketenagakerjaan.go.id diakses pada tanggal 30 Oktober 2015 Pukul 02.00 WIB).

Menurut hasil penelitian pada tahun 2014, yang berjudul Respon Karyawan terhadap pelaksanaan Program BPJS ketenagakerjaan di PT.Mutiara Mukti Farma. Berdasarkan analisis data, dapat dirumuskan yaitu, dari aspek persepsi dapat

(8)

8 diketahui bahwa responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki persepsi yang positif. Hal tersebut dapat dilihat dari pengetahuan peserta menegenai program BPJS ketenagakerjaan, meskipun informasi yang didapat dari sosialisasi masih kurang namun beberapa peserta berusaha mencari informasi lain seperti dari media masa.

Kemudian dari aspek sikap, dapat diketahui bahwa responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki sikap yang positif. Hal dapat dilihat dari tingkat kepuasan karyawan yang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas BPJS ketenagakerjaan, namun waktu pemberian dana klaim, karyawan merasa kurang sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pihak penyelenggara.

Sedangkan dari aspek partisipasi, menunjukkan bahwa responden sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan memiliki partisipasi yang negatif. Hal tersebut dapat dilihat dari keterlibatan peserta dalam mengikuti sosialisasi dan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BPJS ketenagakerjaan. Peserta kurang aktif dalam melaksanakan kegiatan dan juga kewajiban sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan

Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) adalah organisasi serikat buruh yang mengedepankan terlindungnya hak-hak buruh serta terjadinya perbaikan terhadap kondisi kerja maupun syarat-syarat kerja yang lebih baik dan manusiawi dan mengupayakan kesejahteraan hidup kaum buruh dan keluarganya, didirikan pada tanggal 26 Juli 1999. Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) berbentuk Federasi (gabungan) dari serikat-serikat buruh sektoral di unit kerja (perusahaan) dan serikat buruh berdasarkan tempat tinggal. Sebagai salah satu bentuk kesadaran Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) kepada hak-hak normatif buruh, Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) mendampingi buruh untuk mendapatkan Asuransi Jaminan

(9)

9 Sosial demi tercapainya kelayakan buruh. Hingga saat ini SBSU menaungi 10 basis yang setiap basis mendampingi buruh yang sudah diikutsertakan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana respon buruh dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU) terhadap program-program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan. Maka penulis menyusun penelitian ini dalam satu karya ilmiah dengan judul “Respon Buruh terhadap Program BPJS Ketenagakerjaan Dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara (SBSU)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “bagaimana respon buruh terhadap program BPJS ketenagakerjaan dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara?”.

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon buruh terhadap program BPJS ketenagakerjaan dampingan Solidaritas Buruh Sumatera Utara.

(10)

10 1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan jaminan sosial kepada tenaga kerja.

b. Pengembangan kebijakan dan model pelayanan BPJS ketenagakerjaan.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam enam bab, dan adapun sistematika penulisan dalam penelitian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan uraian Konsep-Konsep dan Teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini berisikan tentang gambaran umum tentang lokasi dimana penulis melakukan penelitian.

(11)

11 BAB V : Analisis Data

Bab ini berisikan uraian tentang data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : Penutup

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukan bahwa praktik kerja lapangan mempunyai peran- an dalam kesiapan soft skill siswa SMK bidang keahlian Jasa Boga yang berada di kota Malang

BIDANG DATA, INFORMASI PELAYANAN UMUM, & PENGADUAN DAN BIDANG PENGOLAHAN & PENERBITAN PERIZINAN & NON PERIZINAN NAMA SOP : Pelayanan Tanda Daftar Gudang (TDG)..

In this study, we focus on the influence of fluctuating sky conditions to the diurnal and daily changes in the forest light environment, and we measure the incident PAR on the top of

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon

[r]

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon

[r]

This document does not constitute or form part of an offer or invitation to purchase any shares in the Company and neither shall any part of it form the basis of nor be relied upon