• Tidak ada hasil yang ditemukan

J00846

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J00846"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PENGEMBANGAN

KEPROFESIAN GURU BERKELANJUTAN BERBASIS E-LEARNING

(Suatu Tinjauan Teoretik) Mawardi

mawardiu@gmail.com

Program Studi PGSD – FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ABSTRAK

Tulisan ini berisi deskripsi teoretik tentang desain pengembangan keprofesian guru berkelanjutan (PKB) berbasis e-Learning. Model desain PKB ini sebagai alternatif jawaban atas persoalan kondisi empirik kompetensi guru yang masih memprihatinkan. Langkah-langkah model desain pengembangan keprofesian guru berkelanjutan (PKB) berbasis e-Learning secara siklik mencakup: a)analisis defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan; b) menetapkan tujuan pelatihan, pengembangan materi pokok dan instrumen evaluasi yang dituangkan dalam silabus dan lesson plan, c)penyusunan panduan umum, panduan fasilitator, panduan guru sebagai peserta pelatihan dan diktat pelatihan, d) merancang strategi pelatihan berbasis belajar aktif, dan e) merancang dan melakukan evaluasi pelatihan dalam bentuk refleksi diri, sharing pengalaman dan tes akhir.

Kata kunci: desain, pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), e-Learning

PENDAHULUAN

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDM-PMP, 2012), menyatakan bahwa salah satu kelemahan dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru adalah proses pengembangan keprofesian berkelanjutan yang belum berjalan dengan baik. Hasil Uji Kompetensi Awal guru pra-PLPG menunjukkan bahwa kualitas guru masih di bawah standar, kemampuan guru masih di bawah rata-rata 60% (Kompas, 1 Mei 2012).

Landasan legal formal pengembangan SDM guru adalah Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 10 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Lebih lanjut empat kompetensi ini dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Landasan operasional peningkatan kompetensi guru tersebut adalah Permennegpan & Rb No 19 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Permen tersebut secara jelas dinyatakan bahwa guru berkewajiban melakukan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.

(2)

membuktikan bahwa dampak PLPG dan PPG belum mampu meningkatkan mutu guru. Penelitian Baedhowi dan Hartoyo (2009), menemukan motivasi guru untuk segera ikut sertifikasi bukanlah untuk meningkatkan profesionalisme atau kompetensi mereka, tetapi terkesan semata-mata untuk mendapatkan tambahan penghasilan melalui tunjuangan profesi.

Direktorat Jenderal PMPTK Depdiknas melakukan penelitian di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2008 menemukan bahwa PLPG belum mampu meningkatkan kompetensi guru secara signifikan. Kajian tersebut menemukan bahwa alasan guru mengikuti sertifikasi, antara lain, agar mendapat tunjangan profesi, segera mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, tunjangan untuk biaya kuliah, biaya pendidikan anak, merenovasi rumah, dan membayar utang.

Tantangan terberat bagi pengembangan kompetensi guru SD berkaitan dengan waktu yang tersedia untuk mengikuti diklat, sumber-sumber bahan, media media dan sistem penilaian yang obyektif untuk mengukur dan menilai kompetensi yang telah dikuasainya. Tuntutan beban kerja guru SD sebagai guru kelas yang harus mengajar semua matapelajaran menyita waktu yang banyak. Akibatnya hanya tersedia waktu sedikit untuk mengerjakan tugas-tugas diklat. Kebiasaan guru SD yang relatif jarang mengakses sumber-sumber belajar, baik cetak maupun elektronik akan menyulitkan guru untuk secara mandiri mendapatkan dan meng-update bahan diklat. Untuk mengatasi berbagai persoalan mengenai rendahnya kompetensi guru SD ini, diduga tepat dilakukan dengan menggunakan model pengembangan keprofesian berkelanjutan berbasis e-Learning.

Berbagai penelitian tentang pelatihan guru berbasis e-Learning memberikan bukti empirik bahwa model pelatihan guru dengan media komputer dan internet ini sangat potensial untuk dikembangkan. Penelitian tersebut diantaranya: a) Usta (2011) melakukan penelitian kuantitatif berjudul The Examination Of Online Self-Regulated Learning Skills In Web-Based Learning Environments In Terms Of Different Variables. Penelitian ini menemukan bahwa : 1) Ada hubungan positif dan signifikan (r = 0,207) antara skor total keterampilan belajar mandiri secara online dengan skor total sikap terhadap internet, 2) Terdapat perbedaan signifikan antara skor total sikap terhadap internet dan tingkat keterampilan belajar mandiri secara online (t(2-167) =-2,228; p<,05). b) Penelitian tentang uji kompetensi mengajar para guru sekolah dasar dan menengah di Johor Bahru Malaysia telah dilakukan oleh Hamdan, Ghafar & Hwa Li (2010). Penelitian menemukan: 1) bahwa ada hubungan yang signifikan antara gender dan kompetensi mengajar, 2) di mana perempuan memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dari responden laki-laki (α = 0.025). 3) Tidak ada hubungan antara kompetensi etnis dan pengajaran. 4) Tidak ada hubungan antara kompetensi mengajar dan pengalaman mengajar. 5) Tidak ada hubungan antara kompetensi mengajar dan kualifikasi akademik.

KAJIAN PUSTAKA Hakikat Model Pelatihan

(3)

hakikatnya sama dengan teori, yaitu sistem dalil-dalil atau sebuah rangkaian terpadu dari dalil-dalil. Lebih lanjut dijelaskan bahwa model berbeda dari teori ditijau dari aras abstraksinya. Sebuah model dibangun dari serangkaian dalil-dalil aras abstraksi rendah (sehingga lebih konkrit); sedangkan teori dibangun dari serangkaian dalil-dalil aras abstraksi tinggi.Joyce, Weil & Calhoun (2011), dalam terminologi yang lebih spesifik (model pembelajaran) memberikan batasan bahwa model adalah seperangkat komponen yang saling terkait diatur dalam urutan yang memberikan pedoman untuk mewujudkan tujuan tertentu.

Sejalan dengan pandangan Joh J.O.I Ihalaw (2004:123) Snelbecker (1974:32), dan Joyce, Weil & Calhoun (2011), maka model dalam tulisan ini hakikatnya merupakan konkretisasi teori yang dipakai untuk menggambarkan proses-proses dan variabel-variabel yang terdapat dalam teori pelatihan berbasis e-learning, yaitu : 1) komponen konsep (construct) pelatihan berbasis e-learning, berupa definisi dalam wujud bahasa ilmiah yang menggambarkan teori pelatihan dan e-learning; 2) prosedur, yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan menuju ke tujuan yang ditetapkan; dan 3) tujuan; berupa penguasaan kompetensi teknis tertentu.

Pelatihan merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan secara terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan suatu organisasi. Program pelatihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga lembaga atau organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok kerja. Pelatihan merupakan upaya investasi sumber daya manusia dalam sebuah lembaga.

Menurut Mangkuprawira (2004) pelatihan merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dan sikap tertentu tertentu agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Menurut Mondy (2008) pelatihan adalah aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk memberi para pembelajar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan mereka saat ini. Sedangkan Mathis and Jackson (2006) menyatakan bahwa, pelatihan (training) adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Armstrong (2009:67): Pelatihan adalah modifikasi perilaku sistematis melalui pembelajaran, yang terjadi sebagai hasil dari pendidikan, pengembangan pembelajaran, dan pengalaman yang direncanakan.Noe (2010:351) pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh suatu lembaga pendidikan untuk mempermudah pembelajaran tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

(4)

(4) membantu memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya, sehingga program pelatihan hendaknya dilandasi pada kebutuhan guru; (5) mengembangkan karier guru.

Langkah-langkah pelatihan menurut Pont (dalam Haris Mudjiman.2011) merupakan sebuah siklus kegiatan berkelanjutan yang terdiri dari : 1) analisis kebutuhan pelatihan, 2) perencanaan program pelatihan, 3) penyusunan bahan pelatihan, 4) pelaksanaan pelatihan, dan 5) penilaian pelatihan. Secara skematis siklus pelatihan tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 1. Siklus pelatihan (Haris Mudjiman.2011)

Hakikat Kompetensi Guru SD

Sofo (1999) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”.

Dengan demikian kompetensi guru pada hakikatnya sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan profesinya sebagai guru kelas pada jenjang sekolah dasar (SD).

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi : a) pedagogik, b) kompetensi kepribadian, c) kompetensi sosial, dan d) kompetensi profesional. Depdiknas (2004) menyebut kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Anwar (2004) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam” (Undang

-1. Analisis Kebutuhan

Pelatihan

2. Perencanaan

Program Pelatihan

3. Penyusunan

Bahan Pelatihan 4.

Pelaksanaan Pelatihan 5.

(5)

undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Diantara empat kompetensi tersebut, kompetensi yang langsung menjadi substansi materi pelatihan adalah kompetensi pedagogik dan profesional. Peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional dirancang sebagai dampak instruksional pelatihan. Sedangkan pencapaian kompetensi kepribadian dan sosial diharapkan sebagai dampak pengiring pelatihan, meskipun tidak masuk sebagai materi pelatihan.

Rumusan Kompetensi Guru SD

Tabel 1 dan 2 berikut memaparkan isi standar kompetensi pedagogik dan profesional guru kelas yang tercantum dalam Permendiknas No. 16/2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru.

Tabel 1.

Kompetensi Pedagodik Guru SD

No Kompetensi Pedagodik

1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

3 Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran 4 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran.

10 Melakukan tindakan reflektif (PTK) untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Tabel 2.

Kompetensi Profesional Guru SD

No Kompetensi Pedagodik

1 Menguasai materi keilmuan yang meliputi dimensi pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku yang mendukung kegiatan pembelajaran.

5 Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar 6 Mengembangkan materi pembelajaran secara kreatif.

(6)

melakukan tindakan reflektif.

8 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.

Pengembangan Keprofesian Guru Berkelanjutan (PKB)

Berdasarkan Permenegpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2009, yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan(PKB) adalah pengembangan pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. PKB merupakan salah satu komponen pada unsur utama yang kegiatannya diberikan angka kredit. Sedangkan, unsur utama yang lain, sebagaimana dijelaskan pada bab V pasal 11, adalah: (a) Pendidikan, (b) Pembelajaran / Bimbingan dan (c) Penunjang. Unsur kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) terdiri dari tiga macam kegiatan seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3

Komponen Kegitan PKB

No Komponen Kegiatan

PKB Unsur Kegiatan PKB

1 Pengembangan Diri

a. mengikuti diklat fungsional

b. melaksanakan kegiatan kolektif guru

2 Publikasi Ilmiah

a. membuat publikasi ilmiah atas hasil penelitian

b.membuat publikasi buku

3 Karya Inovatif

a. menemukan teknologi tepat guna b.menemukan/menciptakan karya seni c. membuat/memodifikasi alat pelajaran d.mengikuti pengembangan

penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya

(7)

Manfaat PKB yang terstruktur, sistematik dan memenuhi kebutuhan peningkatan profesionalan guru adalah sebagai berikut. PKB memberikan jaminan kepada guru untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya yang bermartabat, terlindungi, sejahtera, dan profesional agar mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam kehidupan abad 21 selama karirnya. Bagi sekolah, PKB memberikan jaminan terwujudnya sekolah/madrasah sebagai sebuah organisasi pembelajaran yang efektif dalam rangka meningkatkan kompetensi, motivasi, dedikasi, loyalitas, dan komitmen pengabdian guru dalam memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik.

E-Learning

E-learning sering disepadankan dengan istilah :1) online learning (belajar online), 2) internet learning (belajar melalui internet), 3) distributed learning (belajar secara terdistribusi), 4) networked learning (belajar secara berjaringan), 5) telelearning (belajar jarak jauh), 6) virtual learning (belajar secara maya), 7) computer-assistedlearning (belajar berbantuan komputer), 8) web-based learning (belajar berbasis web), serta 9) distance learning (belajar jarak jauh). Dengan demikian terdapat beragam batasan atau definisi tentang e-learning, sehingga tidak memungkinkan memberikan batasan yang berlaku umum. Para ahli mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya. Namun ada persamaannya, yaitu semua mengacu pada teknologi komputer, intranet dan internet sebagai media pembelajaran.

Menurut Clark & Mayer (2008:10), e-learning adalah pembelajaran yang disampaikan melalui komputer, baik menggunakan CD‐ROM, internet ataupun intranet dengan berbagai spesifikasi (features): 1) berisi materi yang relevan dengan tujuan pembelajaran, 2) menggunakan metode pembelajaran seperti penggunaan contoh dan latihan untuk membantu mahasiswa (learners) belajar, 3) menggunakan elemen media seperti teks, gambar dan suara untuk menyampaikan pesan pembelajaran, 4) berupa pembelajaran terbimbing maupun mandiri, dan 5) dikembangkan untuk mencapai tujuan belajar individu yang berguna bagi peningkatan kinerja institusi.” Lebih lanjut Clark & Mayer menjelaskan bahwa dari difinisi e-learning ini nampak adanya penekanan pada tiga elemen, yaitu what, how dan why e-learning Tabel 2.4.)

Tabel 4

Tiga elemen e-learning: what, how dan why e-learning

Elemen Penjelasan

(8)

How Berkaitan dengan bagaimana informasi itu disampaikan; misalnya dalam bentuk kata-kata yang disuarakan(spoken), bentuk teks dan gambar (ilustrasi, foto, animasi,maupun video). format “tidak sewaktu” (asynchronous) agar siswa dapat belajar mandiri secara individual. asynchronous dirancang untuk pembelajaran kolaboratif

menggunakantoolswikis, discussion boards, e-mail, chat, forum,dan lain lain.

Why Mengapa e-learning dilakukan ? e-learning dapat membantu siswa/mahasiswa mencapai tujuan belajar

Dalam tabel di atas nampak bahwa kata “e” dalam e-learning mengacu pada elemen “how”:dimana materi pembelajaran dikemas secara digital sehingga dapat diakses menggunakan perangkat komputer dan disimpan dalam format file elektronik. Kata “learning” dalam e-learning mengacu pada elemen “what”: dimana pembelajaran berisi materi dan metode pembelajaran yang dapat membantu learnersdalam belajar. Sedangkan elemen “why” berkaitan dengan tujuan e-learning, yaitu membantu learners mencapai tujuan.

Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Seangkan Smaldino (2005), mengatakan bahwa e-learning adalah penyampaian konten pembelajaran atau pengalaman belajar secara elektronik mengunakan komputer dan media berbasis computer. E-learning tidak sekedar meng-upload bahan ajar ke internet atau membaca konten pembelajaran dari internet, tetapi lebih merupakan rekontektualisasi dan rekonseptualisasi proses pembelajaran ke dalam paradigma baru, pedagogi digital. Pradigma ini memiliki implikasi pada perubahan kultur pembelajaran konvensional ke kultur e-learning.

Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan konten pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-learning adalah pemanfaatan teknologi internet. E-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional.

(9)

pendidikan. Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar konten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

Model Desain Pelatihan Guru SD Berbasis e-Learning

Mengacu pada hakikat model, rancangan pelatihan yang dikembangkan oleh Haris Mudjiman (2011:198) dan diintegrasikan ke dalam teknologi penyampaian pembelajaran berbasis e-Learning, dilakukan pengintegrasian konten pelatihan PKB, strategi belajar aktif dan komponen teknologi pelatihan berbasis e-Learning. Gambaran integrasi ketiga komponen tersebut dipaparkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Integrasi konten PKB, strategi pelatihan dan teknologi e-Learning

Dari Gambar 2 terlihat bahwa konten pelatihan PKB dituangkan dalam Learning Object Material (LOM), strategi belajar aktif kolaboratif melalui eksplorasi materi, pemecahan masalah, inkuiri, diskusi dan mengerjakan project. Teknologi penyampaian pembelajaran menggunakan LCMS dengan berbagai fitur, diantaranya forum, chat, activities, assignment dan quiz. Berdasarkan integrasi ketiga komponen tersebut, kemudian dikembangkan langkah-langkah desain pelatihan PKB berbasis e-Learning model desain seperti dalam Gambar 3.

Langkah-langkah desain pelatihan PKB mencakup: a) analisis defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan; b) menetapkan tujuan pelatihan, pengembangan materi pokok dan instrumen evaluasi yang dituangkan dalam silabus dan lesson plan, c) penyusunan panduan umum, panduan fasilitator, panduan guru sebagai peserta pelatihan dan diktat pelatihan, d) merancang

Delivery system technology : asynchronous Webbased Instruction menggunakan LCMS dng fitur :1) sources, 2) forum, 3) activities, 4)

asignment, 5) chat, dan 6) quiz Content : Learning

Object Materials (LOM) PKB 1. Silabus 2. Teks Materi

pelatihan a. Materi

Kompetensi pedagogik b. Kompetensi

profesional 3. Konten

multimedia& Hypermedia

Interaction : Learning Strategy

menggunakan strategi belajar Aktif:

1. Eksplorasi 2. Problem solving 3. Project

4. Diskusi 5. Kolaborasi Pelatihan PKB

(10)

strategi pelatihan berbasis belajar aktif, dan e) merancang dan melakukan evaluasi pelatihan dalam bentuk refleksi diri, sharing pengalaman dan tes akhir.

Langkah analisis defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan dapat dilakukan dengan analisis awal-akhir (front-end analysis). Secara garis besar proses front-end analysis terdiri dari: analisis kinerja (performance analysis), analisis kebutuhan (need assessment), dan analisis pekerjaan (job analysis) untuk program pelatihan tertentu. Analisis kinerja dilakukan untuk melihat kinerja proses dan hasil belajarpeserta pelatihan. Apakah sudah sesuai ataukah masih ada yang belum tercapai. Kondisi ini kemudian dilanjutkan dengan analisis kebutuhan pelatihan. Melalui analisis kebutuhan ini, dapat diketahui dengan pasti kesenjangan pelatihan sebagai kebutuhan sekaligus permasalahan yang harus dipecahkan.

Dalam langkah pertama ini dilakukan juga analisis pelatihan, yaitu analisis terhadap tujuan pelatihan dan analisis kompetensi-kompetensi aras bawah (subordinate skills) yang harus dikuasai peseta untuk mencapai tujuan pelatihan. Analisis pelatihan merupakan suatu prosedur yang akan dikenakan pada rumusan tujuan pembelajaran umum, dengan mengidentifikasi langkah-langkah yang relevan untuk mencapai tujuan. Sedangkan analisis kompetensi aras bawah (subordinate skills) adalah mengidentifikasi serangkaian kompetensi yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menguasai kompetensi yang lebih tinggi arasnya.

Kegiatan analisis pelatihan dan analisis kompetensi aras bawah dilakukan dengan memerinci tujuan pembelajaran menjadi sub-sub tujuan secara detail, sehingga nampak sekelompok kompetensi-kompetensi aras bawah untuk masing-masing rumusan tujuan pembelajaran. Sekaligus nampak langkah-langkah yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian akan ditemukan kategori tugas/kompetensi dan kategori materi apa yang terkandung dalam setiap indikator untuk masing-masing tujuanpelatihan.

Dalam kaitan dengan analisis kompetensi aras bawah ini, Dick, Carey & Carey (2009: 40-44) merujuk pandangan Gagne tentang domain tujuan pelatihan dan Benyamin Bloom tentang taksonomi tujuan pelatihan. Menurut Gagne, tujuan pelatihan dapat dikelompokkan menjadi lima domain, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, sikap dan strategi kognitif. Berikut penjelasan masing-masing domain.

1) Informasi verbal adalah domain tujuan pembelajaran yang tidak menuntut kompetensi berpikir aras tinggi. Mahasiswa hanya perlu merespon dengan pernyataan verbal yang selama ini diingatnya, tanpa harus berpikir untuk memecahkan masalah.

2) Keterampilan intelektual merupakan domain tujuan pembelajaran yang memerlukan penggunaan keterampilan menalar untuk memecahkan masalah. 3) Keterampilan psikomotorik merupakan domain tujuan pembelajaran yang

memerlukan kompetensi fisik untuk melakukan tindakan tertentu.

(11)

domain yang lain, domain sikap ini pencapaiannya membutuhkan waktu yang relatif lama, bukan pada proses atau akhir pembelajaran.

5) Strategi kognitif merupakan domain tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kompetensi bagaimana mengingat, mengorganisasikan, mengelompok-kan dan menerapmengelompok-kan infromasi baru.

Domain tujuan pembelajaran Gagne tersebut paralel dengan taksonomi tujuan pembelajaran yang dikemukakan oleh Bloom. Domain kognitif: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta paralel dengan informasi verbal, keterampilan intelektual, dan strategi kognitif. Domain Psikomotorik paralel dengan ketarmpilan motorik, serta domain afektif paralel dengan sikap.

Langkah menetapkan tujuan pelatihan, pengembangan materi pokok dan instrumen evaluasi yang dituangkan dalam silabus dan lesson plan dilakukan setelah analisis tujuan telah selesai. Berdasarkan hasil analisis pelatihan, maka dirumuskan tujuan pembelajaran khusus yang menjadi gambaran perilaku peserta dalam mengikuti pelatihan. Tujuan pembelajaran khusus ini hakikatnya adalah kompetensi-kompetensi antara atau subordidate skills dalam rangka mencapai kompetensi utama (Tujuan Umum). Setelah tujuan khusus ditetapkan, selanjutnya dikembangkan instrumen evaluasi dan materi pelatihan (Learning Object Materials/LOM).

(12)

Langkah penyusunan panduan umum, panduan fasilitator, panduan guru sebagai peserta pelatihan dan diktat pelatihan dilakukan dalam rangka memberikan gambaran sekaligus pedoman pelaksanaan pelatihan. Panduan umum berisi gambaran umum tentang pelatihan PKB berbasis e-Learning, berisi tujuan, portal pelatihan e-Learning dan gambaran umum pelaksanaan pelatihan. Panduan fasilitator berisi hal-hal yang harus dilakukan oleh fasilitator dalam memandu peserta melaksanakan pelatihan secara online. Panduan guru sebagai peserta berisi panduan untuk mengakses portal pelatihan, mengunduh materi, mengerjakan tugas, mengirim message, melakukan chatting dan mengerjakan tes online. Penyusunan diktat dilakukan dengan menguraikan pokok-pokok materi yang telah dirancang di dalam LOM.

Langkah merancang strategi pelatihan berbasis belajar aktif dilakukan sesuai karakteristik materi dan tujuan yang ditetapkan. Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran aktif yang mampu mentransformasi dan mengakuisisi pengetahuan dalam rangka mencapai kompetensi utama. Strategi pembelajaran PAKEM diyakini mampu membantu peserta pelatihan mengintegrasikan pengetahuan baru kedalam struktur kognitifnya. Dalam hal ini bisa dikembangkan strategi pembelajaran problem-based learning, diskusi melalui forum diskusi via LCMS, dan project.

Langkah merancang evaluasi pelatihan dilakukan dalam bentuk refleksi diri, sharing pengalaman dan tes akhir. Setelah draft rancangan tentang program pelatihan selesai dikembangkan, maka evaluasi ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Evaluasi formatif hakikatnya adalah refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan oleh mahasiswa. Apakah kompetensi-kompetensi antara (KA) telah tercapai atau belum. Hasil refleksi akan memberikan gambaran untuk melakukan perbaikan proses pembelajarannya melalui beberapa siklus. Sharing pengalaman juga bisa dipakai sebagai sarana evaluasi teman sejawat. Sedangkan tes akhir dikembangkan berdasarkan indikator kompetensi yang belum dikuasai peserta. Pelaksanaan tes akhir dilakukan secara online.

PENUTUP

Berdasarkan uraian tentang orientasi teoretik tentang desain pengembangan keprofesian berkelanjutan, dapat disampaikan catatan penutup berikut:

1. Langkah-langkah model desain pengembangan keprofesian guru berkelanjutan (PKB) berbasis e-Learning secara siklik mencakup: a) analisis defisit kompetensi pedagogik dan profesional sebagai kebutuhan pelatihan; b) menetapkan tujuan pelatihan, pengembangan materi pokok dan instrumen evaluasi yang dituangkan dalam silabus dan lesson plan, c)penyusunan panduan umum, panduan fasilitator, panduan guru sebagai peserta pelatihan dan diktat pelatihan, d) merancang strategi pelatihan berbasis belajar aktif, dan e) merancang dan melakukan evaluasi pelatihan dalam bentuk refleksi diri, sharing pengalaman dan tes akhir.

(13)

3. Pengembangan kompetensi guru SD diyakini lebih efektif dilakukan bersamaan dengan kegiatan menjalankan profesi keguruannya sehari-hari, melalui model in the job training

4. Mengacu pendapat Noe (2010:351) pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh suatu lembaga pendidikan untuk mempermudah pembelajaran tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.

5. Guru SD merupakan profesi yang cukup berat beban mengajarnya (24 jam/minggu), maka model belajar yang memungkinkan guru mengembangkan kompetensinya adalah model belajar mandiri menggunakan portal e-Learning.

6. Melalui pelatihan PKB berbasis e-Learning, guru mengasah kompetensinya secara aktif dengan mengeksplorasi materi pelatihan secara konsisten, persisten dan mengarah pada pada tujuan yang ingin dicapai dan kemudian mengelaborasi dengan mengerjakan tugas-tugas mandiri maupun kelompok, akan meningkatkan kompetensi guru tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Clark, R. Colvin & Mayer, Richard E. (2008). E-Learning and the science of instruction (second edition). San Francisco : Pfeiffer.

Dick, Walter; Carey, Lou & Carey, James .O. (2009). The systematic design of instruction,(seventh edition).Upper Saddle River, N.J: Pearson Education, Inc.

HarisMudjiman. 2011. Manajemen Pelatihan berbasis Belajarmandiri.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

HarisMudjiman. 2011. BelajarMandiri: PembekalandanPenerapan. Surakarta: UniversitasSebelasMaret Press.

John J.O.I. Ihalaw. 2005. BangunanTeori: EdisiketigaMilenium. Salatiga :SatyaWacana University Press.

Noe, Raymond. A. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing.NY: McGraw-Hill

Prinandita (2011). Pengaruh Kompetensi Guru dalam Meningkatkan Mutu Lulusandi SD Negeri Rayon IV Kecamatan Ilir Barat I Palembang. JurnalEdukasional. Vol. 2.N0 3.Sabtu 10 Maret 2012

Song and Hill.(2007). A Conceptual Model for Under Standing Self-Directed Learning in Online Environments.Journal of Interactive Online Learning,Volume 6, Number 1. University of Georgia

Suyanto . 2001. Profesionalisme guru :Sebuahtantangan. Jakarta :MutiaraSumberWidya, Usta, Ertuğrul. (2011). The Examination Of Online Self-Regulated Learning Skills In

Web-Based Learning Environments In Terms Of Different Variables. TOJET: The Turkish online journal of educational technology July 2011, volume 10 Issue 3..

(14)

Sofo. Francesco, (1999). Human Resource Development, Perspective, Roles and Practice Choice. NWS:Business and Professional Publishing Warriewood.

---(2005).Undang-Undang RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen .Jakarta: Depdiknas.

---(2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru.Jakarta: Depdiknas.

---2008. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Jakarta:Setneg. ---2009. Permennegpan dan RB No. 19 tahun 2009. Jakarta:Setneg

Gambar

gambar berikut.
Tabel 3 Komponen Kegitan PKB
Gambar 2. Integrasi  konten PKB, strategi pelatihan dan teknologi e-Learning
Gambar 3. Model desain pelatihan PKB

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah mengetahui stasiun kerja mana yang menyebabkan adanya bottleneck pada Departemen Knitting dan Departemen BDF, mengidentifikasi lini pembuatan kain

Penggunaan media pengajaran erat kaitanya dengan tahapan berfikir tersebut sebab melalui media pengajaran hal–hal abstrak dapat dikonkretkan dan hal–hal kompleks dapat

Dengan metode pengklasteran Similarity Based Histogram Ratio Clustering (SHC), pada awal proses akan menjamin keterwakilan sub-sub topik dalam dokumen yang akan

Dapat meningkatkan sikap kemandirian siswa dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman materi yang diajarkan kepada

Asumsi yang sama tidak dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada penggunaan TTIP karena berdasar data XRD dan DRUV-Visibel tidak diindikasikan adanya

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi

Dalam penciptaan karya seni, senimanakanbergantung pada alat dan bahan yang akan digunakan untuk mewujudkansuatu karya.Selain itu, sadar atau tidak, dalam penciptaan karya

(ii) Pendaftar Pusat Operasi e-Lelong hendaklah dalam tempoh empat belas (14) hari daripada tarikh penerimaan perakuan bertulis penerimaan baki harga belian