ZIARAH MAKAM
K.H. ALI MAS’UD DI PAGERWOJO SIDOARJO
Skripsi
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata
Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
Ahmad Aminudin
(E02211012)
PRODI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ZIARAH MAKAM
K.H. ALI MAS’UD DI PAGERWOJO SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-I) Ilmu Perbandingan Agama
Oleh:
AHMAD AMINUDIN NIM: E02211012
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
,.-r ircrtr r l(l [i tilrr gli n
N anrt
N IN,1
.lurr:sar r
E'il !i N YA'l
AAN KIIASI-IL\N
rii blr',i rilr ilt1 s.il\'3:
\hm,ril Anrinrtclin
lr0ll1101l
['crbrLr,cl i n gltrt A gatua
.):;tg.lt ini
ntell\ratirklin bultu'lr sl<ripsiini
secaril kcsellrt'uitart ritlailllt hasilrrl',r-lliia1,'lial')'a
silve
scpriiri. liccr-ra1ipada
bagian-bagian \/lilllrr ciirirjtrk.,',1nt ir cl't.t ).1t.
:0 .lLrli 201 5
(L,02zt 1012)
i.
PERSETUJUAN
PEMBIMBING
skripsi ordrAhmadAminudin ini terah disetujui untuk di ujikan
Surabaya, 30 Juli 2015
Pembimbing
ABSTRAK
Nama : Ahmad Aminudin
Judul : Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo
Kata Kunci : Ziarah, Makam, K.H. Ali Mas’ud, Pagerwojo Sidoarjo
Skripsi ini berjudul “Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud Muslim di
Pagerwojo Sidoarjo”. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah, pertama untuk
mengetahui biografi K.H Ali Mas’ud mulai dari lahir hingga beliau wafat. Kedua,
untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap K.H Ali Mas’ud.
Ketiga, untuk mengetahui apa makna dan motivasi para peziarah yang berziarah
ke Makam K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo.
Penelitian ini dilakukan di Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran Kabupaten Sidoarjo. Diambil dengan pendekatan kulitatif deskriptif. Teknik pemilihan informan penelitian ini menggunakan Purpossive Sampling (pemilihan informan yang didasarkan aspek yang dimana informan mengalami dan berada secara langsung pada objek yang akan diteliti), serta pengumpulan datanya melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Untuk menguraikan makna dan motivasi peziarah peneliti menggunakan teori agama dan budaya Clifford Geerz. Teknik analisis datanya menggunakan analisis deskripsi berupa reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini mencakup tiga poin. Pertama, makna ziarah bagi mereka (para peziarah) adalah dapat membantu berbagai masalah yang sedang dialami, baik masalah pribadi, keluarga, ekonomi, dan lain sebagainya. Kedua,
motivasi para peziarah yang melatar belakangi para peziarah Makam K.H Ali
Mas’ud secara normatif adalah untuk mengingat akan kematian. Ketiga, dengan
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penegasan Judul ... 7
F. Telaah Pustaka ... 8
G. Metode Penelitian ... 9
H. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Ziarah ... 19
B. Dasar dan Tujuan Ziarah Kubur ... 23
C. Tata Cara Ziarah Kubur ... 39
BAB III DESKRIPSI PENELITIAN
A. Profil Desa Pagerwojo ... 46
B. Keberadaan Makam K.H. Ali Mas’ud ... 52
C. Bentuk-Bentuk Aktivitas Masyarakat Desa Pagerwojo ... 62
D. Analisis Ziarah Makam K.H. Ali Mas’ud ... 67
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan beragama, pasti mengenal adanya keyakinan,
kepercayaan, dan keimanan terhadap suatu atau yang dianggap berkuasa dan
mampu menguasai atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT. Di dalam
ajaran tentang keimanan serta yang menyangkut masalah nilai-nilai aqidah sangat
dipentingkan, sebab hal semacam ini dinilai sangat vital dalam kehidupan diri
seseorang.
Dari nilai-nilai aqidah Islam pada dasarnya tertuju pada satu tujuan, yakni
mengamalkan ajaran Islam yang sebenarnya serta mengimani dan mempercayai
apa yang telah diajarkan oleh Agama Islam yang dianut, seperti yang tertera pada
jumlah rukun iman yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang artinya “Iman itu
percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya,
Hari Kiamat dan juga Ketentuan-ketentuan baik dan buruk itu adalah keputusan
Allah SWT”.1
Walaupun demikian, dalam kehidupan manusia yang penuh dengan
dinamika dan pasang surut suatu masa, maka mengakibatkan diantara mereka
memiliki pandangan dan wawasan yang berbeda-beda. Seperti anggapan pada
tempat-tempat tertentu yang sengaja dikeramatkan. Bagi mereka yang memiliki
ilmu agama lebih dalam, tidak akan mudah terpengaruh oleh arus yang terjadi
dilingkungan sekitar seperti ajakan yang hendak mengikis nilai-nilai aqidah.
1
2
Hal yang demikian itu menunjukkan akibat dari kurangnya pemahaman
mereka terhadap aqidah Islam serta lemahnya iman mereka. Semuanya ini
disebabkan adanya beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dalam kehidupan
seseorang. Faktor-faktor ini menurut para ahli digolongkan menjadi dua, yaitu
faktor dari luar dan faktor dari dalam diri manusia. Faktor dari dalam yaitu
menyiapkan dan memungkinkan manusia untuk memiliki sebuah aqidah,
sedangkan faktor dari luar sendiri adalah yang merangsang manusia untuk
memiliki sebuah aqidah.2
Sejarah telah menunjukkan bahwa jauh sebelum datangnya Islam di Pulau
Jawa ini, negeri kita telah diduduki beberapa agama, terutama Agama Hindu dan
Buddha. Dengan demikian tepat kita katakan bahwa masyarakat Jawa telah
memeluk agama tersebut, sehingga agama inilah nantinya yang menjadi darah
daging kepercayaan masyarakat Jawa.
Tradisi di Indonesia merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka
interpretasi tindakan manusia. Selain itu, tradisi juga merupakan pola dari
tindakan, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, tradisi dianggap sebagai bagian yang
penting untuk menjadi alat ukur tindakan manusia yang baik dan buruk. Hal ini
dikarenakan setiap individu atau kelompok mempunyai tradisi yang berbeda dan
karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula. Tradisi ada
kalanya terbentuk oleh lingkungan, dimana tradisi berada dan sudah terbentuk,
2
3
kemudian diteruskan masyarakat kerena hal tersebut merupakan peninggalan
nenek moyang mereka.3
Selain itu, tradisi di Indonsia khususnya di Jawa juga dijadikan sebagai
sesuatu yang sakral sehingga tradisi tersebut sangatlah dipelihara, dihormati serta
dipertahankan oleh masyarakat Jawa. Sebagai contoh tradisi ziarah makam yang
ada di Jawa. Kebanyakan masyarakat di Jawa pada khususnya meyakini dan
memaknai bahwa makam merupakan sebuah tempat suci yang mengandung aura
yang berbeda dengan kekuatan tempat lainya yang dianggapnya sakral. Sebagai
tempat suci, makam memiliki makna dan aura yang berbeda sehingga
penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda.4
Menurut Nur Syam, makam merupakan tempat budaya atau Culture
Sphere yang menghubungkan berbagai segmen masyarakat di dalamnya.
Disamping itu, makam juga menjadi tempat yang digunakan untuk
mempertemukan berbagai kepentingan dari penduduknya untuk melakukan
kegiatan ritual yang telah mentradisi semenjak dahulu kala, serta terdapat pola
bagi tindakan untuk melestarikan tradisi leluhur.5
Ziarah makam merupakan tradisi yang telah mengakar pada masa
pra-Islam dan kemudian berkembang sedemikian rupa ketika pra-Islam berkembang di
nusantara. Ada relevansi ziarah makam WAli dengan ziarah ke Candi atau tempat
lain pada masa pra-Islam.6 Dari sisi sejarah sebelum masuknya Agama Islam di
Indonesia, sudah berkembang agama Hindu yang mana agama tersebut
3
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak) (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 87.
4
Nur Syam, Madzab-Madzab Antropologi (Yogyakarta: LkiS, 2007), 128.
5
Ibid., 129.
6
4
mempunyai penganut dan pengaruh yang sangat besar terhadap Agama Hindu di
Indonesia, khususnya di Jawa. Diantara pengaruh Agama Hindu yang sampai
sekarang ini masih terlibat dalam penganut agama, yaitu seperti adanya pemujaan
terhadap suatu benda atau arwah leluhur yang dianggap mempunyai suatu
kekuatan yang luar biasa, serta dianggap bisa memberi keberkahan bagi
pemujanya.7
Di Indonesia terutama pulau Jawa, kebiasaan ziarah dari makam ke
makam para Wali terutama Wali Songo maupun ziarah ke makam tokoh yang
dianggap suci, di sana mereka melakukan berbagai kegiatan seperti membaca
Al-Qur’an khususnya Surat Yasin, Tahlil, maupun hanya sekedar tiduran sambil
wiridan.
Di daerah Pagerwojo Sidoarjo terdapat sebuah makam yang dianggap
keramat oleh para warga disekitarnya yaitu Makam K.H Ali Mas’ud, beliau
merupakan salah satu tokoh Islam yang mempunyai banyak kelebihan dan banyak
sekAli masyarakat yang melakukan ziarah ke makam tersebut.
Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan
manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sekedar singgah dan sifatnya hanya
sementara dan semuanya akan mengalami kematian. Akan tetapi sejalan dengan
perkembangan zaman tujuan itu sudah banyak mengalami pergeseran, banyak
peziarah yang mempunyai motif yang beraneka ragam. Hal tersebut sama halnya
dengan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pagerwojo dan sekitarnya,
7
5
banyak sekAli peziarah K.H Ali Mas’ud yang mempunyai motif yang
bermacam-macam pula.8
Masyarakat setempat bahkan dari luar daerah dan dari luar kota sering
mengunjungi makam tersebut, terlebih lagi apabila pada Hari Kamis malam
Jum’at Legi. Mereka ini hanya sekedar melakukan wiridan dan ngaji dan
melakukan tindakan yang nilainya beribadah yang seakan-akan menjadi sebuah
tradisi.
Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian
langsung ke lokasi makam K.H Ali Mas’ud di Desa Pagerwojo Kecamatan
Buduran Kabupaten Sidoarjo dengan tujuan ingin mengetahui secara jelas tentang
makam K.H Ali Mas’ud, yang meliputi bagaimana pandangan masyarakat
terhadap Makam K.H Ali Mas’ud.
B. Rumusan Masalah
Di dalam melakukan penelitian rumusan masalah memiliki peran yang
sangat penting. Berdasarkan gambaran umum pada latar belakang yang sudah
dipaparkan di atas, untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini,
maka rumusan masalah kami susun sebagai berikut, yaitu:
1. Bagaimana biografi K.H Ali Mas’ud?
2. Mengapa makam K.H Ali Mas’ud menjadi daya tarik masyarakat
untuk mengunjungi dan menziarahinya?
3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap makam K.H. Mas’ud?
8
6
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang di lakukan manusia memiliki tujuan yang ingin di
capai. Begitu juga dalam penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai
agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya
interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami hasil penelitian. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana biografi K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo
Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui bagaimana makam K.H Ali Mas’ud menjadi daya
tarik masyarakat untuk mengunjungi dan menziarahinya.
3. Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap makam K.H.
Mas’ud.
D. Manfaat Penelitian
Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti paparkan
bahwa manfaat dari penelitian ini terdiri dari:
1. Memberikan manfaat dan kontribusi dalam memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan tentang kebudayaan, khususnya makna ziarah
makam/kubur.
2. Mendokumentasikan dalam rangka pelestarian nilai budaya Indonesia
dan budaya daerah khususnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi masyarakat setempat
7
4. Bagi peneliti, selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam
mengembangkan penelitian yang lebih lanjut tentang makna ziarah
makam/kubur.
E. Penegasan Judul
Untuk mendapatkan kejelasan tentang judul penelitian ini agar terhindar
dari kesalah pahaman, maka perlu untuk memberikan gambaran yang jelas
terhadap judul penelitian ini yaitu “Ziarah Makam K.H Ali Mas’ud di
Pagerwojo Sidoarjo” kiranya sangat diperlukan adanya penegasan yang terdapat
dalam judul tersebut antara lain:
Ziarah : Kepergian untuk berkunjung ke tempat yang suci
(keramat).9
Makam : Liang yang digAli di tanah untuk mengubur mayat,
dan juga bagian dari liang kubur yang tampak dari
luar biasanya berupa bangunan khusus yang
sebagaian besar seperti tempat tinggal, sehubungan
dengan anggapan bahwa makam adalah tempat
tinggal sementara dari jiwa.10
K.H Ali Mas’ud : Nama seorang tokoh, ulama, kiyai, wali yang
terkenal di Kota Sidoarjo.
Pagerwojo : Nama Desa di Sidoarjo Kecamatan Buduran
Kabupaten Sidoarjo.
9
Wojowasito, Kamus Bahasa Indonesia (Malang: Pengarang, 2010), 441.
10
8
Dari pengertian kata-kata di atas, yang dimaksud dengan judul penelitian
ini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang mendeskripsikan tentang Makam
K.H Ali Mas’ud di Pagerwojo Sidoarjo
F. Telaah Pustaka
Setiap penelitian harus berpegang teguh pada keorisinAlitas atau keaslian.
Melihat hal tersebut memungkinkan terdapat karya orang lain yang sudah
melakukan penelitian dengan tema yang terkait dengan judul, serta agar tidak
terjadi subyektivitas terhadap hasil penelitian. Mengenai list hasil penelitian
terdahulu yang terkait dengan judul, penulis akan memaparkan beberapa skripsi
terdahulu diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Tradisi Ziarah Makam Putri Terung di Desa Terung Wetan, Sidoarjo Oleh
Nur Faizah UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2014. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana tradisi para pengunjung serta kegiatan yang
dilakukan selama berkunjung dan berziarah di makam Putri Terung Wetan
yang ada di Sidoarjo.
2. Studi Tentang Kepercayaan Masyarakat Islam Terhadap Pepunden Mbok
Tjanting Di Desa Kedurus Kecamatan Karang Pilang Kodya Surabaya
oleh Abdul Rakhman IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2005.
Skripsi ini mengulas persoalan keyakinan yang terdapat di Karang Pilang
Surabaya, yaitu bagaimana keyakinan masyarakat setempat dengan adaya
kepercayaan Pepunden Mbok Tjanting, apakah masyarakt terpengaruh
atau tidak serta apa saja kegiatan ritual yang dilakukan terhadap Pepunden
9
3. Studi Tentang Makam Sunan Cendana Dan Dampaknya Terhadap
Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Di Desa Ketetang Kecamatan
Kwanyar Kabupaten Bangkalan Oleh Sinta Nuri Hidayati IAIN Sunan
Ampel Surabaya pada tahun 2005. Skripsi ini menggagas Makam yang di
keramatkan oleh masyarakat di Desa Ketetang Bangkalan, yaitu apa
pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat setempat, kemudian
dampak-dampak yang diakibatkan oleh masyarakat tersebut dengan
adanya Makam Sunan Cendana.
4. Tinjauan Sosiologis Pengunjung Makam Sunan Ampel Surabaya oleh
Yustina Fitri Anita Soesono IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun
2006.
Berdasarkan telaah pustaka diatas penulis belum menemukan penelitian
yang mengangkat tema tentang ziarah ke makam K.H Ali Mas’ud, banyak
penelitian diatashanya menjelaskan tentang ziarah ke makam-makam selain
makam K.H Ali Mas’ud. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat tema
tentang Makna dan Motivasi Ziarah ke Makam K.H Ali Mas’ud Bagi Masyarakat
Muslim di Pagerwojo Sidoarjo
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Penulisan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
10
alamiah dan bersifat induktif berdasarkan faktot-faktor yang ditemukan di
lapangan dan kemudian dijadikan menjadi sebuah teori.11
Dalam menggunakan metode pengumpulan data berupa observasi,
wawancara, dokumentasi dan kemudian hasilnya dicatat menurut kerangka yang
sudah ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai
deskripsi tentang sejarah K.H Ali Mas’ud dan keberadaan makam K.H Ali Mas’ud
serta untuk memahami motivasi maupun makna dari ziarah makam K.H Ali
Mas’ud yang dilakukan masyarakat setempat maupun masyarakat dari luar daerah
desa.
2. Data dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat field research (penelitian lapangan), karena itu
data-data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan data-data-data-data yang relevan
dengan objek studi ini karena diperoleh langsung dari lapangan. Adapun sumber
data yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Penelitian menggunakan sumber data utama yang diperoleh
melalui informan. Teknik pemilihan informan yang dipakai dalam
wawancara ini adalah menggunakan Snowball Sampling. Snowball
Sampling adalah penentuan informan berdasarkan dengan cara ibarat bola
salju yang menggelinding yang lama-lama kemudian berubah menjadi
besar.12 Dimana peneliti, pertama-tama memilih satu atau dua orang
sebagai informan awal, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa
11
Sugiono, Metode Pendekatan Kuantitatif, KuAlitatif, R & D (Bandung: Alfabeta, 2007), 15. 12
11
lengkap dengan data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain
yang dijadikan sebagai informan yang dipandang peneliti orang tersebut
juga lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang
sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah informan semakin
banyak.
b. Sumber Sekunder
Data sekunder adalah data penguat yang dapat memberikan
informasi pendukung dalam upaya memberikan informasi atau
menguraikan fakta-fakta sehingga akan memperjelas data primer. Data
sekunder ini berupa buku-buku, arsip-arsip desa, dan referensi
kepustakaan. Adapun buku-buku yang mendukung dengan judul penelitian
adalah:
1) Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan karya Mark
R.Woodward ter. Hairus Salim, Yogyakarta: LKiS, 2012. Buku ini
berisi tentang tradisi Islam Jawa bukan penyimpangan dari Islam,
melainkan merupakan varian Islam yang di sebut dengan Islam
Akulturatif.
2) Islam Pesisir karya Nur Syam, Yogyakarta: LKiS, 2005. Buku ini
berisi tentang kajian keagamaan Islam di kalangan masyarakat
Jawa yang memberikan label Islam Kolaboratif, yakni tradisi Islam
lokal hasil kolaborasi berbagai penggolongan sosial di wilayah
12
3) Jejak-jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual karya Purwadi,dkk,
Jakarta: Kompas, 2006. Buku ini berisi tentang tempat-tempat
obyek ziarah makam para wAli yang tersebar di Pulau Jawa,
termasuk kisah kehidupannya beserta tradisi ziarah yang dilakukan
orang-orang sampai sekarang.
4) Kemurnian Akidah karya Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bumi Aksara,
1996. Buku ini berisi tentang ketidakbolehan berwasilah selain
kepada Nabi Muhammad dan tidak ada yang bisa memberi syafa’at
selain Nabi Muhammad.
5) Kritik Atas Faham Wahabi karya Ja’far Subhani, Bandung: Pustaka
Hidayah, 1995. Buku ini berisi tentang berwasilah kepada orang
suci itu diperbolehkan dan barokah juga bisa di berikan dari orang
suci.
6) Madzhab-Madzhab Antropologi karya Nur Syam, Yogyakarta:
LKiS, 2007. Buku ini berisi tentang tradisi masyarakat yang
mengalami perubahan evolusioner disertai juga dengan teori
antropologi didalamnya.
7) Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi karya
Andrew Beatty ter. Ahmad Fedyani Saefuddin, Jakarta: Murai
Kencana, 2001. Buku ini berisi tentang pemecahan yang dipakai
orang Jawa untuk masalah-masalah perbedaan cultural dan
menjelaskan cara dimana penduduk desa Jawa memahami
13
c. Tehknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini merupakan langkah yang paling
utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui metode pengumpilan, maka peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data yang
ditetapkan.13
Untuk memperoleh data-data yang akurat maka diperlukan
beberapa metode untuk pengumpulan data, sehingga data yang diperoleh
berfungsi sebagai data yang valid dan objektif serta tidak menyimpang,
maka metode yang digunakan adalah:
1) Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakukan untuk mengetahui tingkah laku
manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan di lapangan.
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti.14 Data yang dapat diperoleh
dalam pengamatan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh para
peziarah selama berada di makam K.H Ali Mas’ud.
Mengenai jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah observasi partisipan. Namun, observasi partisipan yang
dilakukan peneliti ini tergolong partisipasi aktif. Dalam observasi
ini peneliti ikut serta dalam melakukan apa yang telah dilakukan
13
Lexy J. Moleong, Metode penelitian KuAlitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 6.
14
14
oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap. Dengan
observasi partisipan ini, maka data yang akan diperoleh akan lebih
lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari
setiap perilaku yang nampak.15
2) Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
berbentuk verbal, yang mana pada metodi ini berbentuk tanya
jawab lisan antara dua orang atau lebih. Metode ini berfungsi untuk
memperjelas atau melengkapi yang tidak kita temui langsung di
lapangan. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah
wawncara semistruktur (Semistructure Interview). Wawancara
semistruktur adalah termasuk kategori in-depth interview, dimana
dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan
wawancara terstruktur. Tujun dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam
melakukan wawancara, peneiti perlu mendengarkan secara teliti
dan mencatat apa yang telah dikemukakan oleh informan.16
3) Dokumentasi
Proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber
apapun, baik yang bersifat tulisan, gambar atau sesuatu yang
15
Sugiono, Metode Penelitain Kuantitatif KuAlitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011), 227.
16
15
tecetak yang dapat digunakan sebagai bukti (keterangan).17 Penulis
menggunakan data dokumentasi ini, berupa foto-foto yang telah
penulis peroleh dari objek penelitian secara langsung. Dan
kemudian ditambah dengan keadaan geografis dan keadaan
demografis Desa Pagerwojo serta beberapa sumber lain yang
peneliti peroleh dari lapangan.
4) Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistensikanya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
diceritakan kepada orang lain.18
Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik yaitu
metode dalam mengolah data-data yang telah dikumpulkan dengan
menganAlisisnya sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan
dengan analisa data kualitatif, yaitu:
a) Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu langkah untuk
memisahkan hal-hal yang penting dan tidak penting dari
data-data yang terkumpul, sehingga nantinya data-data
tersebut menjadi lebih fokus terhadap tujuan penelitian.
17
Irwan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), 227.
18
16
Reduksi data ini sebagai proses pemilih penyederhanaan,
klasifikasi data kasar dari hasil penggunaan teknik dan alat
penggunaan data. Kemudian data tersebut disusun secara
sistematis agar mudah dipahami sehingga pemahaman ini
akan membantu menjawab pertanyaan baru yang berkaitan
dengan tema penelitian, yaitu Ziarah Makam K.H. Ali
Mas’ud di Pegerwojo Sidoarjo.
b) Data Display/Penyajian Data.
Data display adalah data yang telah mengalami
proses reduksi yang langkah selanjutnya adalah melakukan
penyajian data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data
merupakan suatu upaya penyusunan pengumpulan
informasi menjadi pernyataan. Data kualitatif disajikan
dalam bentuk teks yang mulanya terpencar dan terpisah
menurut sumber informasi dan saat diperolehnya informasi
tersebut. Kemudian data diklasifikasikan menurut
pokok-pokok permasalahan.19
Tujuan penyajian data disini adalah untuk
mempermudah dalam memahami hal yang terjadi,
merencanakan kerja yang selanjutnya berdasarkan hal-hal
yang telah difahami tersebut. Data yang didapat kemudian
dijelaskan hubungannya dengan data yang lain sehinga
19
17
terbentuk suatu korelasi data terkait permasalahan
penelitian.
c) Menarik Kesimpulan dan Verifikasi.
Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan
masalah yang difokuskan lebih spesifik dalam teori
fungsionalisnya yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil
anAlisis merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang
ditetapkan.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan untuk mendapatkan
suatu fungsi penelitian yang baik, maka diperlukan sistematika penulisan yang
baik. Sehingga isi dari penelitian tidak keluar dari apa yang sudah direncanakan
dan ditetapk` an dalam rumusan masalah yang diteliti. Oleh karena itu, perlu
adanya sistematika penulisan yang baik dan terarah dengan perincian sebagai
berikut:
Bab I (Pertama), yaitu pendahuluan yang terdiri atas latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
judul, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II (kedua), akan membahas tentang landasan teori mengenai ziarah
makam, yang meliputi pengertian ziarah, dasar dan tujuan ziarah kubur, tata cara
ziarah kubur, pendapat mutakallim tentang ziarah kubur, dan biografi K.H Ali
18
Bab III (ketiga), membahas tentang deskripsi penelitian, yaitu membahas
geografis dan masyarakat Desa Pagerwojo, tinjauan umum tentang makam,
bentuk-bentuk aktivitas masyarakat desa Pagerwojo, kayakinan masyarakat
terhadap makam, dan analis Makna dan Motivasi Ziarah ke Makam K.H Ali
Mas’ud Bagi Masyarakat Muslim di Pagerwojo Sidoarjo.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Ziarah
Ziarah dalam kamus bahasa Arab diambil dari kata “zaara” yang berati
menziarahi, mengunjungi.1 Menurut Munzir Al-Musawa ziarah kubur yaitu
mendatangi kuburan/makam dengan tujuan untuk mendo’akan ahli kubur dan
sebagai pelajaran (ibrah) bagi kita dan peziarah bahwa tidak lama lagi juga kita
akan menyusul menghuni kuburan, sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada
Allah SWT.2 Nabi Muhammad SAW mengisyaratkan manfaat ini dalam sabdanya
yang artinya: “Berziarahlah ke kubur, karena hal itu akan mengingatkan kalian
akan akhirat”.3
Ziarah juga dapat dikatakan sebagai mengunjungi suatu tempat yang
dumuliakan atau yang dianggap suci, misalnya mengunjungi makam Nabi
Muhammad SAW di Madinah seperti yang dilakukan oleh jama’ah haji dalam
setiap tahun. Dalam praktiknya ziarah juga dilakukan unyuk meminta pertolongan
(syafa’at) kepada seseorang yang dianggap keramat, agar berkat syafa’atnya
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT. Hidakarya Agung 1989), 159.
2
Munzir Al-Muzawa, Kenalilah Aqidahmu (Jakarta: Majelis Rasulullah, 2007), 65.
3Syaikh Ja’far Subhani,
20
tersebut kehendak orang yang bersangkutan dikabulkan oleh Allah SWT
dikemudian hari.4
Dahulu Rasulullah pernah melarang ziarah kubur, karena bobot
kepentingan praktik tersebut cenderung berlebihan dan menyimpang dari ajaran
Islam. Karena hal tersebut dikhawatirkan akan menggoncang keimanan orang
yang berziarah.5 Selain itu beliau melarangnya karena biasanya mayat-mayat yang
mereka ziarahi adalah orang-orang kafir penyembah berhala, sementara Islam
telah memutuskan hubungan dengan kemusyrikan. Mungkin karena ada sebagian
orang yang baru memeluk Islam dan belum mengerti mereka mengeluarkan
ucapan-ucapan diatas kuburan yang nadanya bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam.6
Secara etimologi ziarah berasal dari kata “zaara” yang artinya
mengunjungi atau berziarah7, sedangkan kata ziarah berasal dari bentuk masdar
yang berarti kunjungan.8 Dan makam (kubur) adalah tempat pemakaman jenazah.9
Jadi ziarah kubur adalah hadir atau datang di sisi orang yang didatangi untuk
memohon dan memintakan ampun keada Allah SWT.10
4
Hasan Shadily, “Zerubabel”, Ensiklopedia Indonesia,Vol.4 (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve), 4044.
5
John L Esposito, “Ziarah”, Ensiklopedia Oxford: Dinia Islam Moderen (Bandung: Mizan, 2001), 195.
6
Syaikh Ja’far Subhani, Tawassul Tabarruk Ziarah Kubur Karomah Wali. 448-49.
7
A. Warson Manawir, Kamus Al Manawir Arab Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1985), 592.
8As’ad M. Ali Kalali,
Kamus Indonesia Ara (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), 286
9
M. Thalib, Fiqih Nabawi (Surabaya: Al Ikhlas,1989), 108.
10
21
Secara terminologi, ziarah adalah hadir atau datang di sisi orang yang
didatangi. Dalam kamus bahasa Indonesia ziarah diartikan sebagai kuburan, dan
pada dasarnya istilah kubur adalah sama dengan makam. Jadi ziarah makam
adalah mengunjungi kuburan dan menziarahi orang yang sudah mati.
Ziarah makam bisa diartikan dengan kunjungan seseorang pada suatu
tempat dimana terdapat mayat yang dikubur. Selain itu seseorang tersebut
mempunyai maksud mengenang seseorang yang sudah meninggal untuk
memohon dan memintakan ampun dari Allah SWT. Berziarah ke makam
merupakan cara untuk berhubungan kembali secara spiritual dengan roh-roh orang
yang sudah meninggal. Dikarenakan makam dipercaya sebagai tempat
bersemanyamnya roh-roh orang yang meninggal tersebut.11
Ziarah makam tidak hanya berkaitan ke makam seorang Nabi, Syuhada,
Waliyullah, dan tokoh Islam lainya yang dianggap karismatik. Namun, ziarah
makam juga biasanya dilakukan ke makam orang tua, guru, maupun kerabat. Hal
itu dikarenakan keyakinan mayoritas masyarakat yang beragama Islam
menganggap bahwa orang yang sudah meninggal itu membutuhkan do’a-do’a dari
orang yang masih hidup, khususnya dari keluarga terdekat.
Menurut Ibnu Taimiyah ziarah kubur ada ada dua macam, yang pertama
yaitu: Ziarah menurut Syari’at, dan yang kedua adalah ziarah menurut Bid’ah.
Berziarah yang diatur oleh Syari’at adalah maksud dari orang yang berziarah itu
11
22
untuk mendo’akan si mayat itu, sebagaimana maksud menshalatkan jenazah ialah
mendo’akan si mayat itu.12
Sedangkan berziarah ke kubur yang berbentuk Bid’ah
yaitu dengan maksud untuk meminta kepada roh orang yang dikubur disana itu
apa-apa yang diinginkan atau minta dido’akanya atau minta syafa’at.13
Dalam konteks ini menegaskan bahwa kematian adalah nasehat bagi yang
masih hidup. Bagaimana tidak, dengan adanya kematian manusia yang masih
hidup bisa lebih berhati-hati lagi dalam menjalani kehidupan. Artinya ketaqwaan
itu perlu ditingkatkan, karena setelah kematian akan ada kehidupan lain yaitu
kehidupan alam kubur. Kita mesti percaya bahwa alam kubur itu ada dan di alam
kubur itulah segala amal perbuatan manusia semasa hidup di dunia akan
dipertanggung jawabkan. Jika amal manusia itu baik di dunia, maka ia akan
mendapatkan nikmat kubur, dan jika sebaliknya maka siksa kubur yang akan di
dapatkanya.
Alam kubur adalah alam yang kedua setelah alam dunia. Kalau di alam
dunia manusia masih bisa tolong menolong jika mendapatkan kesusahan, akan
tetapi di alam kubur manusia sendiri tidak ada yang memberikan pertolongan.
Untuk itu ziarah kubur diadakan, dimana yang memiliki maksud dan tujuan untuk
mendo’akan ahli kubur agar diringankan siksanya dari yang Maha Kuasa (Allah
SWT). Ziarah kubur juga diadakan untuk memohon keberkahan dari para ahli
12
Ibnu Taimiyah, Kemurnian Aqidah, Terjemahan Halimuddin (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 38.
13
23
kubur, apabila ahli kubur tersebut adalah seorang wali, Ulama’, dan orang-orang
shalihin.14
B. Dasar dan Tujuan Ziarah Kubur
Mengenai ziarah kubur Rasulullah SAW bersabda yang artinya adalah:
“Dari Mas’ud; “Rasulullah SAW telah berkata: Dahulu saya melarang ziarah
kubur, maka sekarang berziarahlah maka sesungguhnya ziarah kubur dapat
membuat zuhud di dunia dan mengingatkan akan akhirat (HR. Ibnu Majah).15
Berdasarkan hadits tersebut pada awalnya Rasulullah melarang ziarah kubur
karena masih berlakunya adat kebiasaan Jahiliyyah. Tetapi setelah ajaran Islam
berlaku dan mendalam, dimana-mana manusia sudah bertaukhid, tidak ada Tuhan
selain Allah, dan kepada-Nya saja manusia menyembah, bermohon dan memuji,
maka ketika itu diperbolehkan ziarah kubur yang bertujuan untuk mengingatkan
manusia akan akhirat.
Tujuan utama ziarah kubur ialah mengambil pelajaran dari apa yang telah
menimpa diri orang lain, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, betapapun
kuatnya mereka dan banyaknya harta yang mereka miliki serta pengaruh yang
kuat, semuanya itu tidak dapat memelihara diri mereka dari kematian. Mengenai
tujuan ziarah kubur akan kami bedakan sebagai berikut:
14
Wawancara, Habibi (Peziarah), 16 April 2015 20:30.
15
24
1. Tujuan Ziarah Kubur Menurut Islam
a. Untuk mengingatkan diri akan mati.16
Dengan berziarah kubur hendaknya dapat menjadikan diri manusia selalu mengingat akan kematian. Ziarah harus dijadikan sebagai sarana untuk mengintrospeksi diri tentang kematian yang pasti dialami oleh setiap yang berjiwa. Firman Allah SWT:
Yang artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.17
(Qs. Ali Imran: 185)
Dalam hadits disebutkan yang artinya: “Berziarah ke kuburan,
karena kubur mengingatkan kamu kepada akhirat”. (HR. Ibnu
Majah).18 Dari arti Hadits ini dapat dijadikan pegangan bagi manusia bahwa berziarah ke kuburan itu diperbolehkan karena dapat diambil
contohnya yaitu kematian.
b. Ziarah kubur bertujuan untuk mendo’akan ahli kubur.19
Jika seseorang yang berziarah kubur sampai ke kubur,
hendaklah ia mendahulukan dengan membaca salam dengan ucapan
salam yang dianjurkan Rasulullah SAW, yang artinya: “Selamat
16
Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 155.
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
18
Abdul Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Beurut: Dar Al Kutub), Juz 1, 500
19
25
sejahteralah kamu wahai penduduk kaum mukminin dan kaum
muslimin, dan Insya Allah kami mengikutimu, kami memohon kepada
Allah supaya kamu dan kami sama-sama selamat.” (HR. Ibnu
Majjah).
Setelah itu, duduk yang rapi dan membaca Istighfar (memohon
ampunan Allah bagi si mati), sebagaimana sabda Nabi SAW yang
artinya: “Jika selesai menanam mayit, bediri diatas kubur dan
bersabda kepada para sahabat: Bacakan Istighfar untuk saudaramu
yang telah mati di alam kubur ini dan mohonkan kepada Tuhan
supaya ia tetap tabah, karena ia kini sedang ditanya.” (HR. Abu
Dawud).20 Kemudian setelah itu membaca Istighfar atau do’a-do’a sebaiknya mengikuti lafadz-lafadz yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammda SAW, seperti:
Yang artinya: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hasyr: 10)
Hanya saja jangan sampai salah paham, orang mati senang jika
ada orang yang berziarah, untuk mendo’a’akan membaca istighfar
20
26
untuk mayit, karena orang mati itu sudah tidak bisa beramal sendiri,
hanya tinggal menunggu belas kasih dan pemberian dari orang
kepadanya. Dan mayit itu sangat benci (tidak suka) bila ada orang
minta-minta kepadanya, terutama dalam urusan dunia seperti ingin
naik pangkat, mendapat jabatan, tambah rezeki dan kekayaan, serta
lain-lainya yang mungkin menyebabkan syirik terhadap Allah itu
semua tidak disukai oleh mayit.21
Adapun mengenai hukum bacaan Al-Qur’an seperti surat
Yasin, Al-Mulk, Al-Kahfi dan lain sebagainya, serta boleh tidaknya
(sampai atau tidak pahala atau ayat-ayat tersebut kepda si mati)
terdapat perbedaan pendapat dari kalangan Ulama’, yaitu:
Pendapat yang membolehkan membaca Al-Qur’an dan
pahalanya dapat diterima oleh si mati. Ulama’ yang berpendapat
seperti ini ialah Imam Ahmad bin Hambal.22 Sebagaimana sabda Nabi
SAW yang artinya: “Rasulullah memerintahkan kepada kita
bacakanlah kepada jenazah dengan surat Al-Fatikhah”. (HR. Ibnu
Majah.)23
Selain itu, Al Qurtubi berpendapat bahwa, membaca Al-Qur’an
itu lebih baik dari do’a, bacalah surat manasaja yang dikehendaki.
Seluruh surat itu sama pahalanya, tidak berlebih dan tidak berkurang.
21
Salim Bahreisy, Sampaikan Amalan Orang Hidup Kepada Orang Mati, (Surabaya: Assegaff), 47.
22
Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: PT. Gema Insani Press, 1995), 153.
23
27
Membaca Al-Qur’an dipekuburan itu berarti menghadiahkan
pahalanya kepada si mayat yang dikubur itu.24
Pendapat yang yang menolak, yakni Pendapat Imam Syafi’i.
Menurut beliau, membaca Al-Qur’an yang dihadiahkan untuk si mayit
adalah perbuatan sia-sia atau bid’ah, begitu pula dengan pahalanya
tidak akan sampai kepada si mayit. Pendapat ini diperkuat oleh
beberapa Ulama’, diantaranya Syehk Muhammad Marzuq Abdul
Mukmin dan Ibnu Katzir. Alasan mereka, seseorang tidak dapat
memikul beban dosa orang lain, begitu pula setiap perbuatan
seseorang tidak dapat memberi manfaat (pahala) bagi orang lain (si
mati).25 Ibnu Katzir memperkuat alasanya dengan mengutip firman
Allah:
Yang artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39).
Berdasarkan ayat tersebut, Imam Syafi’i berpendapat bahwa
setiap Hadits yang membolehkan umat membaca Al-Qur’an untuk si
mati dan pahalanya bisa sampai ke almarhum, maka kualitas hadits
tersebut adalah dhaif (lemah). Beliau mengistimbath (menyimpulkan)
bahwa setiap bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan kepada si mati itu
24
Halimuddin, Kehidupan di Alam Barzah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 27.
25
28
perbuatan sia-sia, dan Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah
memerintahkan hal yang demikan. Namun, Imam Syafi’i
membolehkna membaca istighfar dan do’a, bahkan dianggapnya
perbuatan yang terpuji.
Dari kedua pendapat Ulama’ tersebut, dapat disimpulkan
bahwa do’a bagi si mayit itu dibolehkan, bahkan merupakan sunnah
Nabi, sedangkan masalah bacaan Al-Qur’an yang dihadiahkan bagi si
mati merupakan masalah khilafiah, namun tidak sampai keperbuatan
kufur, murtad ataupun syirik. Dengan demikian, lakukanlah hal-hal
yang sekiranyan dapat memberikan manfaat bagi si mati dan memberi
ingatan pada yang masih hidup.
Diantara permasalahan yang senantiasa berlaku dikalangan
muslimin adalah “tawassul” (berperantara) dengan kekasih Allah
SWT. Nabi Muhammad SAW menyampaikan syari’at Islam yaitu
lewat hadist-hadist beliau, membenarkan perbuatan tersebut.
Pertama perlu dibedakan pengertian dari tawassul dengan
tawashshul. Menurut Syekh Nawawi Al Bantani, kata al wasilah atau
tawassul berasal dari kata wasala, wasiilatan, watawassalan, yang
maknanya ada dua macam, yaitu yang pertama adalah azzulfan yaitu
yang mempunyai berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada
29
mempunyai arti melaksanakan segala titah Allah dan menjahui segala
laranganya.26 Allah SWT berfirman:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 35).
Wasilah (jalan atau sebab yang mendekatkan diri) yang
diperintahkan Allah yang disampaikan dengan perantaraan Malakat
dan Nabi-Nabi yaitu wasilah yang dipakai untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, yaitu yang wajib dan yang sunnah harus
dikerjakan. Apa yang tidak termasuk wajib dan sunnah dikerjakan,
maka hal ini tidak termasuk wasilah.27
Dalam tafsir Ibnu Katsir, kata wasilah diartikan sebagai alat
usaha yang dapat mencapai tujuan, atau derajat tertinggi di surga yang
disediakan untuk Nabi Muhammad SAW, yaitu tempat yang terdekat
kepada Arsy.28
Jabir Bin Abdullah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda
yang artinya:
“Siapa yang membaca sesudah mendengar adzan: Ya Allah Tuhan yang memiliki seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan
26
Badruddin Hsubki, Bid’ah-bid’ah di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 184.
27
Ibnu Taimiyah, Kemurnian Aqidah, terjemahan Halimuddin, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 88.
28
30
ditegakkan, berilah kepada Nabi Muhammad SAW alwasilah dan kelebihan (keutamaan) dan bangkitkan ia dalam kedudukan yang terpuji yang Engkau janjikan kepadanya. Melainkan Dia mendoakan
syafa’atku di hari kimat”. (HR. Bukhari).29
Hadits tersebut menjelaskan bahwa wasilah ini diperintahkan
oleh Nabi kepada manusia memintakan kepada Allah untuk dia. Dan
juga diberitahukan kepada manusia bahwa barang siapa yang
memintakan wasilah ini kepada Allah untuknya maka oleh Nabi orang
ini akan disyafa’atkanya nanti di akhirat, karena imbalan amalan baik
ini termasuk hak untuk mendapatkan syafa’at Nabi.
Sedangkan menurut Syaikh Ja’far Subhani, bahwa salah satu
substansi tawassul adalah menjadikan orang-orang yang memiliki
kedudukan di sisi Allah sebagai perantara agar dapat membuat orang
berdo’a dan bertawassul itu dekat dengan Allah.30
Kata tawassul dalam surat Al-Maidah ayat 35 di atas diartikan
oleh beberapa Ulama’ sebagai jalan perantaraan (medium) manusia
kepada Allah. Cara yang mereka lakukan seringkali menyimpang dari
ajaran agama Islam, disinilah awal mula terjadinya pergeseran
(penyimpangan) makna dari tawassul menjadi tawashshul. Dan
tawashshul yang macam inilah yang kini makin menjamur di
masyaralat Islam Indonesia.
29
Imam Az Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari, (Bandung: Mizan. 1997), 161.
30Syeikh Ja’far Subhani,
Tasafuf Tabarruq Ziarah Kubur Karomah Wali Termasuk Ajaran Islam
31
Perbuatan tawashshul (untuk selanjutnya di tulis tawashul)
atau wasilah disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Yang artinya: “Allah sekali-kali tidak pernah
mensyari'atkan adanya bahiirah saaibah washiilah dan haam
akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan
terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti”. (QS:
Al-Maidah: 103).
Dalam Al-Qur’an dan terjemahnya Departemen Agama RI, kata
washilah dijelaskan sebagai “unta jantan dilahirkan kembar dengan
unta betina yang tidak disembelih, tapi disembelihkan kepada
berhala.31 Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir, kata washilah diartikan
sebagai onta betina yang melahirkan anak pertamanya betina
kemudian yang kedua betina, ini juga dibebaskan kepada pemiliknya
untuk diserahkan kepada berhala, yaitu bersambung dua kali betina.32
Selain itu Ibnu Katsir juga berpendapat bahwa, ayat tersebut diatas
merupakan penafsiran dari surat Al-An’am ayat 138 yang menjelaskan
tentang perbuatan dusta orang-orang kafir dalam hal binatang yang
tidak boleh dimakan oleh orang-orang tertentu, dengan tujuan
31
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (179-180)
32
32
binatang tersebut akan dikorbankann untuk berhala.33 Untuk
menentukan halal dan haramnya tergantung pada cara yang dilakukan.
Ada dua macam tawassul yang dapat disimpulkan dari uraian diatas,
yaitu:
1) Tawassul yang diharamkan.
Tawassul yang diharamkan Islam dan pelakunya
termasuk musyrik ialah memohon selain selain kepada
Allah, seperti meminta kepada ruh si mati agar dapat
menyambungkan permohonanya kepada Allah.34
Sebagaimana firman Allah:
Yang artinya: “Janganlah kamu sembah di samping
(menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu
dikembalikan”. (QS. Al-Qashas: 88).
Sebagai contoh sederhana bila manusia berobat ke
dokter, tentu manusia yakin bahwa yang menyembuhkan
penyakit hanyalah Allah SWT. Sedangkan dokter hanyalah
memberikan keterangan (diagnosis) tentang jenis penyakkit
dan resep dokter. Adapun kemampuan penyembuhan
33
Al Imam Abu Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasqy, Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan Bahrun Abu
Bakar, (Bandung: Sinar Baru Algresindo, 2002), Juz VIII, 97.
34
33
penyakit itu sendiri bukanlah dari diri si dokter. Jika
diyakinkan bahwa dokter bisa menyembuhkan penyakit,
maka hukumnya syirik.
Tawassul yang dilarang Islam bukan semata-mata
membuat perantara kepada mahkluk-makhluk halus, tapi
juga menggunakan benda-benda peningglan si mati dalam
upacara ritual. Dalam hal ini Allah berfirman:
Yang artinya: “Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri”. (QS. Al-A’raf:197).
2) Tawassul yang dihalalkan.
Tawassul yang dihalalkan atau dibolehkan dalam
Islam ialah tawassul dengan cara membuat perantaraan
kepada sesuatu yang sifatnya nyata seperti manusia atau
binatang, tetapi hakikat permohonannya itu sebenarnya
hanya kepada Alla SWT.35 Contohnya meminta pertolongan
kepada sesama manusia untuk melawan musuh, mengejar
pencuru dan lain-lain. Semua itu hukumnya boleh dengan
syarat yang dimintai pertolongan itu masih hidup dan
35
34
mampu memberikan pertolongan yang sewajarnya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya adalah sebagai
berikut:
“Ada seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum’at disalah satu pintu tanpa adanya suatu halangan dan Nabi SAW sedang berdiri berkhutbah. Lalu laki-laki itu
berkata: “Ya Rasulullah, harta kekayaan telah hancur
(akibat kemarau panjang), segala jalan (usaha) yelah putus. Maka mohonkanlah kepda Allah agar kita ditolong
(diturunkan hujan)”. Kemudian Nabi SAW berdo’a (menedahkan tanganya)”. (HR. Bukhari Muslim)36
Hadits tersebut menunjukkan bahwa tawassul
dengan memohon do’a dari orang lain hukumnya boleh,
baik dari laki-laki maupun perempuan. Meminta doa
terutama kepada Nabi, orang-orang shalih dan kedua orang
tua (yang masih hidup) itu dibolehkan dalam Islam.
Termasuk juga boleh pengungkapan amal baik yang telah
manusia perbuat, namun dengan syarat amal-amal tersebut
terbatas pada masalah taqarrub kepada Allah dengan cara
yang telah diajarkan Nabi SAW yang baik itu amal qaib
(hati) ataupun amal lisan, disamping mampu meninggalkan
maksiat, bersabar ketika mendpatkan musibah dan bersabar
ketika faal.
36
35
2. Ziarah Kubur Yang Menyimpang Dari Ajaran Islam
Meski Islam tidak melarang dan punya aturan tersendiri dalam
berziarah, namun ziarah versi Hindu tetap dipakai di masyarakat, mereka
beziarah dengan amalan syirik dan mungkar, seperti: meratapi si mati,
membakar kemenyan atau memohon kepada si mati.37 Bahkan ada
diantara umat Islam yang memanfaatkan kuburan atau tempat-tempat
ziarah sebagai lahan bisnis.
Mereka mengadakan pungutan-pungutan liar dengan tujuan
mengeruk keuntungan materi dari rombongan peziarah. Mereka pergi ke
kuburan-kuburan para wali atau orang-orang shaleh di berbagai tempat di
Indonesia.
Mereka, para peziarah musyrik, itu adalah orang-orang yang lemah
imanya, yang umumnya karena tidak mampu mengatasi berbagai masalah
kehidupan. Iman mereka menjadi guncang hungga yang seharusnya
mereka mengingat Allah, dalam arti beribadah dan berpegang teguh
kepada-Nya, justru malah sebaliknya, mereka pergi ke kuburan sebagai
tempat yang dianggap dapat menyelesaikan dan mengatasi berbagai
kesulitan. Ironisnya ada diantara ummat Islam yang datang ke makam tua,
yaitu yang dianggap keramat, akan tetapi tidak mengetahui siapa yang
dikuburnya. Mereka mengutarakan segala hajatnya seperti: minta rezeki,
37
36
minta jodoh, lulus ujian, cepat kaya, kenaikkan pangkat dan kedudukan,
dan lain sebagainya.38
Mereka tidak hanya memuja benda-benda yang dianggap sakti dan
keramat itu, bahkan ada yang minta perlindungan dari berbagai bahaya,
penyakit dan mohon kebahagiaan atau keuntungan kepada benda tersebut.
Perbuatan inilah yang dinamakan syirik, satu dosa besar dan paling berat
disamping dosa kufur. Dan Allah tak dapat memberi ampunan yang
menyebabkan orang masuk neraka dan kekal didalamnya.39 Sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah:
Yang artinya: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al-Maidah: 72).
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya
ziarah yang diharamkan Islam adalah ziarah yang menjurus pada
perbuatan syirik, yaitu jika manusia datang ke kuburan sengaja untuk
meminta kepada si mati agar memberikan berkahnya untuk kehidupan
38
Ibid., 146.
39
37
manusia maka ini jelas diharamkan, namun jika manusia datang ke
kuburan untuk duduk-duduk aytau sekedar istirahat dan mendengar
nasehat, maka hal ini dibelohkan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW yang artinya: “Kami keluar bersama Rasulullah SAW disuatu
pelayatan jenazah dari orang anshor, sebelum mayit dimasukkan ke liang
kubur beliau duduk menghadap ke kiblat, maka kami pun duduk di sekitar
beliau”. (HR. Abu Daud).40
3. Syirik
Syirik adalah perbuatan seseorang yang telah mengaku beriman
kepada Allah dengan segala konsekuensinya, akan tetapi masih mengikuti
cara hidup di luar petunjuk Allah.41 Menurut Syekh Muhamad Abduh
pengertian syirik adalah kepercayaan bahwa ada sesuatu yang memberi
dan mempunyai kekuasaan serta kekuatan mutlak selain Allah.42
Dalam kehidupan modern ini ternyata banyak kehidupan Islam
yamh masih banyak mencampuradukkan antara ajaran Islam yang murni
dengan paham atau keyakinan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam,
seperti kepercayaan menurut cara yang primitif, yaitu menyembah makam,
pohon-pohon, gunung, batu sungai dan lain sebagainya. Hal ini dikatakan
dengan dalil sebagai perantara dan menyembah Allah SWT. Mereka juga
melakukan penghormatan kepada keris, tongkat, tempat yang
dikeramatkan, makam yamg dikeramatkan bahkan dukun untuk meminta
40
Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah, 1996), Jus II, 422.
41
Abdur Rahman Madjrie, Meluruskan Aqidah, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997), 125.
42
38
pertolongan dalam berbagai masalah yang dihadapinya. Masalah pribadi,
sosial, ekonomi, politik, maupun untuk memperoleh kedudukan (jabatan)
yang semua ini merupakan sikap beragama yang menuju kepada
kemusyrikan.
Macam-macam syirik:
a. Syirik akbar, yaitu menyembah selain Allah. Hal ini termasuk dosa
besar yang tidak dapat diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana
firmanya:
Yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa’: 48)
b. Syirik Asghar, yaitu Riya’, yaitu orang yang menginginkan
kemanfaatan dunia dengan melalui amalan akhirat. Syirik ini
adalah kebalikan dari ikhlas.43 Syirik ini disebut juga dengan syirik
khafi, yaitu syirik yang sangat rahasia, sehingga yang melakukan
amal ibadah itu pun tidak sadar bahwa amal ibadahnya itu adalah
syirik dan merupakan dosa yang tidak diketahui oleh pelakunya.
Seolah-olah amal ibdahnya itu diterima oleh Allah dan padahal
43
A. Izzuddin Al-Bayanuni, Kafir dan Indikasinya, Terjemah Zubair Suryadi dan Mu’ammal
39
ditolak. Kalau dikaitkan dengan Dzat Allah, langsung atau tidak,44
ia dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Syirik Dzatiyah yaitu perbuatan penyekutuan itu langsung
dengan keyakinan bahwa benda yang dimintai pertolongan
itu memang benar-benar Tuhan selain Allah.
2) Syirik Sifatiyah yaitu tindakan penyekutuan itu sama sekali
bukan dimaksudkan sebagai keyakinan bahwa benda itu
Tuhan, tidak melainkan ia memiliki kelebihan atau sifat
yang tidak ada pada benda semisalnya tetap ada pada diri
Allah. Contohnya: keyakinan seseorang pada keris atau batu
akik yang suatu saat dapat memberitahukan adanya bahaya.
C. Tata Cara Ziarah Kubur
Dalam pelaksanaan ziarah kubur, ajaran Islam telah memberikan tuntunan
tentang adab atau tata cara berziarah yang dijelaskan dalam hadits-hadits Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu manusia tidak boleh seenaknya menginjak kaki
ke makam tanpa memperhatikan tata cara yang telah ditentukan oleh agama.
Adapun tat cara ziarah kubur adalah sebagai berikut:
1. Mengucapkan Salam atau Do’a.
Jika seseorang yang berziarah sampai ke kubur, hendaklah ia
menghadap ke muka mayat dan memberi salam serta mendo’akanya,
supaya diringankan siksa dan adzabnya, diberi rahmat dan kelapangan
hidup di alam barzah. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:
44
40
“Selamat sejahteralah kamu wahai penduduk kaum mukminin dan kaum
muslimin, dan Insya Allah kami mengikutimu, kami mohon kepada Allah
semoga kami dan kamu sama-sama selamat”. (HR. Ibnu Majah)45
2. Menanggalkan Terompah di Kubur.
Kebanyakan para Ulama’ berpendapat bahwa tak ada salahnya
berjalan di pekuburan dengan memakai terompah. Berkata Jureir bin Ibnu
Hazim: “Saya melihat Hasan dan Ibnu Sirin berjalan diantara kubur
dengan memakai terompah”. Dan diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim,
Abu Daud, dan Nasa’i dari Anas bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya:
“Seorang hamba jika ia diletakkan dalam kuburnya dan teman -temanya telah berpaling, maka sesungguhnya ia mendengar terompah-terompah mereka”.
Para Ulama’ mengambil hadits ini sebagai alasan dibolehkanya
berjalan di kuburan dengan memakai terompah, karena tidaklah akan
didengar bunyi terompahitu jika tidak dipakai”.46
Sebaliknya, Imam Ahmad menganggap makruh memakai terompah
mewah di pekuburan. Berdasarkan riwayat Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu
Majah dari Basyir, yaitu bekas budaknya Rasulullah berkata yang artinya:
“Rasululah SAW melihat seoramg laki-laki yang berjalan di pekuburan
dengan berterompah, maka Beliau bersabda: “Hai orang yang
berterompah, Sibtit, lemparkanlah terompahnya itu! Laki-laki itupun
45
Muhammad Abdul Baqi, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 275 H), 494.
46
41
menoleh dan demi dikenalnya Rasulullah SAW maka ditinggalkanya
terompahnya lalu dilemparkanya”.47
3. Larangan Duduk dan Berjalan di Kubur dan Bersandar Padanya.
Larangan duduk dan berjalan di kubur dan bersandar padanya,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
<