KEBERMAKNAAN HIDUP MANTAN PELAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Lynda Yenie Listaunsanti B07211017
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk-bentuk KDRT pelaku, menggambarkan proses kebermaknaan hidup, dan menemukan manfaat kebermaknaan hidup yang dialami pelaku KDRT. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subjek penelitian adalah mantan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada dua subjek yang dijadikan sumber informasi dengan jenis studi kasus kebermaknaan hidup mantan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penelitian ini menemukan beberapa temuan, yaitu bentuk-bentuk KDRT pelaku adalah kekerasan verbal dan fisik. Kebermaknaan hidup yang dialami pelaku KDRT sehingga akhirnya insaf diperoleh dengan melakukan berbagai metode. Seperti, metode pemahaman diri; metode bertindak positif; metode pengakraban; metode pendalaman nilai; dan metode ibadah. Sehingga makna hidup memberikan manfaat kepada subjek seperti hidup menjadi lebih bernilai dan lebih bahagia.
Kata kunci: Kekerasan, Mantan Pelaku KDRT, Kebermaknaan Hidup
ABSTRACT
This research Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk-bentuk KDRT pelaku, menggambarkan proses kebermaknaan hidup, dan menemukan manfaat kebermaknaan hidup yang dialami pelaku KDRT. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subjek penelitian adalah mantan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ada dua subjek yang dijadikan sumber informasi dengan jenis studi kasus kebermaknaan hidup mantan pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Penelitian ini menemukan beberapa temuan, yaitu bentuk-bentuk KDRT pelaku adalah kekerasan verbal dan fisik. Kebermaknaan hidup yang dialami pelaku KDRT sehingga akhirnya insaf diperoleh dengan melakukan berbagai metode. Seperti, metode pemahaman diri; metode bertindak positif; metode pengakraban; metode pendalaman nilai; dan metode ibadah. Sehingga makna hidup memberikan manfaat kepada subjek seperti hidup menjadi lebih bernilai dan lebih bahagia.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
PENGANTAR ... iv
INTISARI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 15
E. Keaslian Penelitian ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) ... 19
1. Definisi ... 19
2. Pelaku ... 21
3. Mantan Pelaku ... 21
4. Bentuk-Bentuk KDRT... 22
5. Tempat KDRT ... 26
6. Dampak KDRT ... 27
7. Penyelesaian KDRT ... 29
B. KEBERMAKNAAN HIDUP 1. Teori Makna Hidup ... 31
2. Kriteria Makna Hidup ... 33
3. Metode Makna Hidup ... 34
C. TEORI SKINNER ... 35
D. PERSPEKTIF TEORITIK ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41
B. Lokasi Penelitian ... 42
C. Sumber Data ... 42
D. Cara Pengumpulan Data ... 43
E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 44
F. Keabsahan Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. DESKRIPSI PARTISIPAN ... 46
1. Profil Subjek Pertama ... 47
2. Profil Subjek Kedua ... 50
3. Significant Others Pertama ... 51
4. Significant Others Kedua ... 51
5. Significant Others Kegita ... 52
6. Significant Others Keempat ... 52
7. Significant Others Kelima ... 52
B. TEMUAN PENELITIAN ... 52
1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 52
2. Analisis Temuan Penelitian ... 63
C. PEMBAHASAN ... 67
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 76
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak diinginkan
oleh setiap anggota keluarga. KDRT dapat diartikan sebagai tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.
KDRT dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, di antaranya: Kekerasan
fisik, penggunaan kekuatan fisik; kekerasan seksual, setiap aktivitas seksual
yang dipaksakan; kekerasan emosional, tindakan yang mencakup ancaman,
kritik dan menjatuhkan yang terjadi terus menerus; dan mengendalikan untuk
memperoleh uang dan menggunakannya (Wahab, 2010). Menurut Tarigan,
Sutjipto, Wibowo, Yudhan, Soenaryo (2001) kekerasan dalam rumah tangga
adalah segala bentuk tindakan kekerasan baik fisik maupun psikis yang
terjadi dalam rumah tangga, baik antara suami dan istri maupun orang tua dan
anak.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi dengan segala
bentuk kekerasan baik fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. Berdasarkan
Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Wahab, 2010, hal.3).
Salah satu bentuk kekerasan sebagaimana termaktub dalam UU KDRT
pasal 1, diatur juga tentang ruang lingkup KDRT pada pasal 2 ayat 1
2
menyebutkan bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a) Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau (c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga), (Wahab, 2010, hal.4).
Tindak kekerasan dalam rumah tangga tidak pernah diinginkan oleh
setiap anggota keluarga baik dari pihak suami, istri, dan anak. Menurut
Wahab (2010) pada dasarnya setiap keluarga ingin membangun keluarga
bahagia dan penuh rasa saling mencintai baik secara lahir maupun batin,
dengan kata lain bahwa setiap keluarga sungguh menghendaki dapat
membangun keluarga harmoni dan bahagia yang sering disebut keluarga
sakinah, mawaddah wa rahmah. Pada kenyataannya bahwa tidak semua keluarga dapat berjalan mulus dalam mengarungi hidupnya, karena dalam
keluarga tidak sepenuhnya dapat dirasakan kebahagiaan dan saling
mencintai dan menyayangi, melainkan terdapat rasa ketidaknyamanan,
tertekan, atau kesedihan, saling takut dan benci di antara sesamanya.
Tabel 1
Jumlah Kasus Kekerasan yang terjadi dalam Rumah Tangga / Domestik di LBH APIK JAKARTA Tahun 1998 - 2002
Jenis kasus 1998 1999 2000 2001 2002 Kekerasan fisik Kekerasan psikis Kekerasan ekonomi Kekerasan seksual 33 199 58 3 52 122 58 15 69 174 85 1 82 76 16 0 86 250 135 7
Jumlah keluarga yang diliputi ketidaknyamanan, tertekan, atau
3
secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini dapat dilihat dari sebuah data
yang berasal dari lembaga bantuan hukum di Jakarta di atas. Data tersebut
mengindikasikan bahwa ada kecenderungan terjadi peningkatan KDRT di
Indonesia khususnya di Jakarta, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga hanya suatu fenomena gunung es.
Masih banyak kasus yang tidak terlaporkan. Pada semester pertama tahun
2009, Komnas mencatat sekitar 1.891 kasus kekerasan terhadap anak. Pada
tahun sebelumnya komnas menerima laporan 1.626 kasus (Hawari, 2009).
Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat
memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk-bentuk KDRT, antara lain:
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah
tangga (Selviana, 2010). Kekerasan bisa dalam bentuk kekerasan fisik
(physical abuse) seperti tamparan, tendangan, dan pukulan; kekerasan seksual (sexual abuse) seperti melakukan hubungan seks dengan paksa, rabaan yang tidak berkenan, pelecehan seksual, ataupun penghinaan
seksual; dan kekerasan emosional (emotional abuse) seperti rasa cemburu atau rasa memiliki berlebihan, cemburu atau rasa memiliki berlebihan,
merusak barang-barang milik pribadi, dan caci maki (Yayasan Jurnal
Perempuan Indonesia, 2002, hal. 148).
Bentuk-bentuk KDRT tidak hanya terjadi di dalam lingkup keluarga.
Menurut Poerwandari (1995, dalam Sembiring, 2009) bentuk-bentuk
kekerasan antara lain: (a). Kekerasan yang terjadi di dalam hubungan
4
Tercakup disini penganiayaan atau serangan seksual terhadap istri, pacar,
bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, terhadap orang tua., (b).
Kekerasan dalam area publik. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di
luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain, di tempat kerja, di
tempat umum misalnya pornografi, perdagangan seks (pelacuran)., (c).
Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup negara. Kekerasan secara
fisik, seksual, dan/atau psikologis yang dilakukan, pelanggaran hak asasi
manusia dalam pertentangan antar kelompok, dan situasi konflik bersenjata
yang berkaitan dengan pembunuhan, pemerkosaan (sistematis), Perbudakan,
seksual dan kekerasan paksa.
Kecenderungan terjadi peningkatan KDRT dengan berbagai bentuk dan
dengan alasan apapun dari waktu ke waktu akan berdampak terhadap
keutuhan keluarga, yang pada akhirnya bisa membuat keluarga berantakan.
Adapun dampak KDRT yang dialami oleh istri, diantaranya: (1).
lebam pada wajah, mata, tangan, paha akibat dipukul suami., (2).
Lebam-lebam pada bokong, paha, kaki akibat ditendang suami., (3). Memar pada
kepala akibat jambakan rambut oleh suami., (4). Lebam pada leher akibat
cekikan oleh suami (Hawari, 2009).
Dampak KDRT juga dialami oleh anak. Menurut James, 1994 (dalam Wahab, 2010) menegaskan bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat
berarti terhadap perilaku anak, baik berkenaan dengan kemampuan kognitif,
5
Anak-anak baik yang masih berusia bayi hingga usia remaja yang
menjadi saksi peristiwa kekerasan dalam lingkup keluarga dapat mengalami
gangguan fisik, mental dan emosional (Bair-Merritt, Blackstone & Feudtner,
2006). Ekspos KDRT pada anak dapat menimbulkan berbagai persoalan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek
seperti: ancaman terhadap keselamatan hidup anak, merusak struktur
keluarga, munculnya berbagai gangguan mental. Sedangkan dalam jangka
panjang memunculkan potensi anak terlibat dalam perilaku kekerasan dan
pelecehan di masa depan, baik sebagai pelaku maupun korbannya (Wahab,
2010).
Pelaku KDRT adalah suami/ ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua,
anak laki-laki, majikan, dan istri perkasa; sedangkan yang menjadi korban
adalah anak, pembantu, istri, lansia, dan suami yang tidak bekerja. Sebagian
besar pelaku berusia antara 31-45 tahun (Hidayat, 2006). Ironisnya, para
pelaku tindak kekerasan tersebut merupakan orang terdekat korban,
misalnya orang tua (ayah dan ibu) dan kerabat dekat (paman, bibi, atau
nenek). Bahkan, menurut catatan KPA, terdapat 70% kasus dengan pelaku
yang berasal dari orang terdekat dan 30% kasus dengan pelaku yang tidak
dikenal anak (Firmansyah, 2007 dan Hadi, 2006). Di Indonesia sekitar
kurang lebih hampir 24 juta perempuan (yang tercatat) atau 11,4 persen dari
total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak KDRT, sementara 52
persen pelaku KDRT di Indonesia adalah pria yang berperan sebagai suami
6
Keberadaan pelaku KDRT yang mayoritas didominasi dari pihak pria
yang berperan sebagai suami, tidak terlepas pula dari budaya masyarakat di
Indonesia yang memperlakukan laki – laki atau pria dengan cara yang
istimewa. Menurut Handayani (2011, dalam Hasanah, 2009) mengemukakan
bahwa terdapat empat faktor yang menjadi alasan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga yaitu: 1) individual. 2) keluarga. 3) komunitas. 4) struktural.
Keempat faktor tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain.
Kecenderungan perilaku KDRT dengan berbagai alasan apapun tidak
dapat diterima baik secara akal, nurani, agama, sosial, dan hukum sehingga
perlu dicarikan penyelesaiannya. Hal ini menjadi motivasi sendiri bagi
sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Perempuan di Jombang
untuk menekan dan memutuskan siklus KDRT. Namun cara yang dilakukan
berbeda. Jika biasanya lembaga tersebut memberi pendampingan terhadap
istri atau korban dari kasus KDRT, kali ini kaum pria yang notabene
merupakan akar permasalahan terjadinya KDRT-lah yang diberi
pendampingan atau konseling.
Koalisi Perempuan Indonesia di Jombang, mengatakan bahwa
"Kalau konseling pada pelaku itu sebetulnya lebih pada menumbuhkan penyadaran bahwa apa yang dilakukan lakukan suami itu sebenarnya tidak pas, tidak baik, karena apa yang dilakukukan suami itu akan berimbas pada anak, kepada keluarga. Karena ketika melakukan kekerasan dalam rumah tangga kemudian si anak tahu, otomatis anaknya tidak menutup kemungkinan dia kelak juga akan menjadi pelaku seperti orang tuanya." (Kutipan Surabaya Pagi, 14 Oktober 2014).
7
secara adat atoin meto di Kupang. Menurut Missa, 2010 (1). Pola
penyelesaian terhadap kekerasan fisik; kekerasan psikologis, terarah pada
bagaimana agar kondisi fisik korban bisa dipulihkan dan agar korban
mendapatkan kembali kepercayaan diri (self confidence) itu dilakukan dengan pelaku memberikan sebuah botol sopi (arak) beserta seekor babi dan juga tais (sarung) kepada korban. Pemberian ini sebagai bentuk permohonan maaf atas
tindakan pelaku terhadap korban. (2). Pola penyelesaian terhadap
penelantaran, diarahkan agar bagaimana pelaku dapat kembali hidup bersama
keluarga. Untuk meneguhkan janji untuk kembali hidup bersama keluarga,
maka pelaku memberikan sebotol sopi (arak), tais (sarung) dan juga seekor
sapi. Pemberian ini sebagai bukti bahwa pelaku insaf dari perbuatannya.
Hasil wawancara dengan informan FI di rumah peneliti dikemukan bahwa
dengan usia pernikahan selama 33 tahun terungkap sudah terjadi kekerasan
sejak masa perkenalan hingga pernikahan. Kekerasan yang dilakukan baik
berbentuk fisik maupun psikis berlangsung terus-menerus hingga usia
pernikahan 27 tahun. Seperti menampakkan sikap acuh tak acuh, dan
membentak hingga pada suatu waktu terjadi perubahan perilaku pada diri
sejak mengalami kelumpuhan dan secara intensif melakukan ibadah seperti
sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan dzikir (Hasil wawancara, 1 Mei
2015).
Hasil wawancara dengan informan PBU di rumah peneliti dikemukan
bahwa kecenderungan perilaku kekerasan dalam rumah tangga terjadi sebagai
8
Kegemaran mempelajari ilmu kebal dan hal-hal mistik mempengaruhi emosi
menjadikan mudah marah terhadap hal-hal yang sepele. Hingga di tahun 2007
terjadi perubahan perilaku. Sejak mengenal tasawuf, mendalami ajaran agama
Islam, dan melakukan serangkaian ibadah secara konsisten mampu memaknai
kehidupan dengan lebih positif dan berdampak kepada perubahan perilaku
(Hasil wawancara, 05 Mei 2015).
Perilaku merupakan respon terhadap stimulus yang ada di luar, dapat
berupa pendapat, pikiran, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Menurut WHO, bentuk perilaku seseorang dikelompokan dalam pengetahuan,
sikap dan kepercayaan. Perilaku dalam bentuk pengetahuan diperoleh dari
pengalaman yang pernah dialami oleh diri individu tersebut atau orang lain
(Notoatmodjo, 2007). Perilaku dalam bentuk sikap seringkali diperoleh dari
pengalaman individu itu sendiri atau orang lain yang terdekat. Sikap biasanya
menunjukkan seseorang suka atau tidak terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
Sikap dalam bentuk kepercayaan seringkali diperoleh dari orang-orang
terdekat, misalnya orang tua, kakek atau nenek (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang
memengaruhi perilaku seseorang antara lain pengalaman, keyakinan,
sarana-sarana fisik, sosial budaya, pengetahuan, sikap, keinginan, kehendak,
keperluan, emosi, motivasi, reaksi, dan persepsi (Ana, 2006). Menurut
Notoatmodjo (2007), perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut
9
merupakan respon seseorang terhadap stimulus masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain. Sedangkan perilaku terbuka (overt behaviour) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah diamati atau dilihat oleh orang lain.
Bentuk perilaku terbuka akan mudah diamati saat terjadi perubahan.
Perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang memengaruhi perubahan perilaku yaitu susunan syaraf pusat,
persepsi, motivasi dan emosi (Ana, 2006). Faktor eksternal yang
mempengaruhi perubahan perilaku yaitu dukungan keluarga, besarnya
stimulus, dan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Perilaku dapat berubah secara konsisten dipengaruhi oleh beberapa hal.
Menurut Katz (1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang
bersangkutan. Katz berasumsi bahwa: a) Perilaku memiliki fungsi
instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap
kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap objek
untuk memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi
kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. b) Perilaku berfungsi sebagai
defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Dengan perilaku dan tindakan-tindakan, manusia dapat
10
sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan
tersebut seseorang selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Untuk memenuhi kebutuhan dan memberi arti (makna) dalam kehidupan
seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungannya dengan melakukan
perubahan perilaku. Kehidupan yang penuh makna membawa individu pada
kehidupan yang lebih sehat, baik secara fisik maupun mental (Gan, 2012).
Penemuan makna hidup berkaitan dengan kepribadian dan religiusitas
(Steger, Frazier, Oishi, & Kaler, 2006), serta berefek positif pada well-being (Steger, Oisi, & Kashdan, 2009; Park, Park, & Peterson, 2010). Orang-orang yang telah memasuki masa dewasa akhir diketahui dapat menemukan makna
hidupnya (Steger, Oisi, & Kashdan, 2009). Kepuasan hidup yang lebih besar,
lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai pada individu yang telah
memiliki makna hidup yang kuat (Park, Malone, Suresh, Bliss, & Rosen,
2008).
Makna hidup didefinisikan Steger (2011) dalam tiga istilah. Pertama,
purpose-centered definitions, setiap orang punya tujuan hidup dan nilai-nilai personal. Makna didapatkan ketika individu mencoba untuk membuat
nilai-nilai personal. Makna hidup berfungsi sebagai motivasi, mengacu pada
pengejaran individu terhadap tujuan hidupnya. Kedua, significance-centered definitions, seseorang memperoleh makna hidup ketika dapat memahami informasi atau pesan yang didapat dari hidupnya. Makna hidup tercipta
11
kombinasi dimensi afeksi dengan motivasi dan kognitif. Makna diartikan
sebagai kemampuan untuk merasakan keteraturan dan keterhubungannya
dengan eksistensi individu dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuan.
Individu yang percaya hidupnya bermakna memiliki tujuan yang jelas dan
mengisinya dengan afeksi yang hangat.
Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam Chaplin (2006) mempunyai arti : (1). Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan, (2).
Sesuatu yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu. Sehingga
makna hidup dapat diartikan sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan
dalam hidup yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu dalam
hidup. Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang
harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya (Bastaman,
2007).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kebermaknaan hidup adalah penghayatan individu dalam menemukan
sesuatu yang berharga atau penting bagi individu, dimana hal tersebut
memberikan alasan individu untuk hidup. Makna hidup memberikan nilai
dan tujuan bagi seseorang untuk menjalani hidup dan berjuang untuk
mencapainya ataupun mempertahankannya.
Nilai-nilai yang dianggap penting sebagai tujuan hidup yang harus
12
kreatif), b) mencoba untuk mengalami sesuatu atau bertemu dengan
seseorang (nilai pengalaman), c) mengambil sikap untuk menghadapi
penderitaan yang tidak dapat dihindari (nilai sikap). Kepuasan hidup yang
lebih besar, lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai pada individu
yang telah memiliki makna hidup yang kuat (Park, Malone, Suresh, Bliss, &
Rosen, 2008).
Makna hidup secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. Orang
dewasa yang memiliki makna hidup kuat selama penelitian Krause (2009)
diketahui masih hidup dan dapat mengikuti penelitian follow up dibandingkan yang makna hidupnya lemah, hal tersebut dikarenakan
kebermaknaan hidup berkaitan dengan kesehatan dan secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat lamanya usia dan memperlambat kematian individu.
Makna hidup selalu berubah namun tidak pernah bisa berhenti (Frankl,
1992). Relatif stabil meskipun usia seseorang terus bertambah (Baumeister
& Vohs, 2002).
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga
serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan
tujuan dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan
seseorang merasakan kehidupan berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia (Bastaman, 2007). Mereka yang merasakan
hidup mereka bermakna, mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan jarang
13
Keinginan untuk hidup bermakna yang mendorong seseorang
menginginkan dirinya menjadi orang yang berguna, berharga bagi
lingkungan, masyarakat dan dirinya sendiri. Menurut Frankl (1992) bahwa
manusia dalam bertingkah laku tidak semata-mata didorong atau terdorong,
melainkan mengarahkan dirinya sendiri kepada apa yang ingin dicapainya
yakni makna. Menurut Schiraldi (2007) Kepuasan hidup tercapai ketika
individu memiliki kecerdasan emosi, tetap konsisten melakukan hal-hal
tertentu, mengalami pertumbuhan personal, dan memahami kebermaknaan
dan tujuan hidupnya.
Hasil wawancara dengan FI di rumah peneliti dikemukakan bahwa
dengan konsisten melakukan hal-hal tertentu seperti belajar ilmu agama, taat
beribadah, dan mengerjakan dzikir mampu memaknai kehidupan dengan
lebih positif dan berdampak kepada perubahan perilaku yang lebih positif,
berguna, berharga bagi lingkungan, masyarakat dan dirinya sendiri (Hasil
wawancara, 05 Mei 2015).
Hasil wawancara dengan PB di rumah peneliti selanjutnya dikemukakan
bahwa dalam kurun waktu delapan tahun terakhir terjadi perubahan perilaku
dari yang sebelumnya cenderung arogan menjadi lebih mampu mengontrol
emosi. Sebelumnya cenderung reaktif terhadap stimulan yang dirasa tidak
cocok baik di dalam rumah tangga, di pekerjaan, bahkan di jalan raya.
Tetapi tidak dalam kurung waktu delapan tahun terakhir yang cenderung
lebih sabar. Mampu merespon stimulan yang dirasa tidak cocok dengan
14
Dari uraian di atas maka dapat disampaikan bahwa arti penting
penelitian Kebermaknaan Hidup Mantan Pelaku Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) adalah perilaku kekerasan baik dalam bentuk kekerasan
fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan dan membahayakan
terhadap korbannya. Di antara dampaknya, gangguan kesehatan fisik,
gangguan pencernaan, gangguan perilaku, dan gangguan kepribadian.
Kecenderungan perilaku KDRT dengan berbagai alasan apapun tidak dapat
diterima baik secara akal, nurani, agama, sosial, dan hukum sehingga perlu
dicarikan penyelesaiannya. Seperti, menemukan makna hidup yang
dengannya kehidupan di dalam keluarga menjadi harmonis.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini dapat dirumuskan: Pertama, yaitu apa sajakah
bentuk-bentuk KDRT oleh pelaku ? Kedua, bagaimanakah gambaran
kebermaknaan hidup yang dialami pelaku KDRT sehingga akhirnya insaf ?
Ketiga, apa sajakah manfaat kebermaknaan hidup ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk-bentuk KDRT
oleh pelaku, menggambarkan proses kebermaknaan hidup, menemukan
15
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu Psikologi terutama Psikologi Klinis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif jalan
keluar memutus mata rantai persoalan KDRT yang marak di
masyarakat.
E. Keaslian Penelitian
Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya
memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk
membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian
dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah
mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian mengenai kebermaknaan hidup yang dilakukan peneliti
terdahulu antara lain:
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Bukhori (2012), dengan judul
Hubungan Kebermaknaan Hidup dan Dukungan Sosial Keluarga dengan
Kesehatan Mental Narapidana. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat
korelasi positif yang signifikan antara kebermaknaan hidup dan dukungan
sosial keluarga dengan kesehatan mental narapidana Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Semarang. Semakin tinggi kebermaknaan hidup dan
dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi kesehatan. Sebaliknya
16
semakin rendah kesehatan mental narapidana. Kebermaknaan hidup dan
dukungan sosial keluarga secara bersama-sama mampu mempengaruhi
variabel terikat (kesehatan mental) sebesar 41,4 %. Kebermaknaan hidup
dan dukungan sosial keluarga dapat dijadikan prediktor kesehatan mental
narapidana, sedangkan sisanya sebesar 58,6 dijelaskan oleh prediktor lain
dan kesalahan-kesalahan lain (erorsampling dan non sampling).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Setyarini (2011) , dengan judul , Self-Esteem dan Makna Hidup pada Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa berdasarkan hasil perhitungan
diketahui self-esteem dan makna hidup berkorelasi positif secara signifikan. Semakin tinggi self-esteem maka kebermaknaan hidup juga semakin tinggi. Hasil tersebut mendukung hipotesis penelitian “ada hubungan positif antara
self-esteem dengan makna hidup pada pensiunan PNS.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Charlys (2007), dengan judul,
Makna Hidup pada Biarawan. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa
Subjek mendapatkan makna hidup dalam kaul kemurnian, kemiskinan dan
ketaatan. Dari sinilah Subjek memaknai kebebasan dalam arti yang berbeda.
Kebebasan menurut subjek adalah tidak terikat pada satu orang atau satu
keluarga tertentu tapi bisa memberikan diri pada siapa saja yang sedang
membutuhkan, dengan kata lain orang-orang yang sedang mengalami
kesusahan dan sedang membutuhkan pertolongan kapan saja dan di mana
17
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Melati (2007), dengan judul,
Pencapaian kehidupan bermakna (the meaningful life) setelah kematian pasangan berdasarkan teori viktor frankl pada janda lanjut usia. Pada
penelitian tersebut dijelaskan bahwa setelah kematian pasangannya terjadi
kondisi tidak menyenangkan, namun karena Subjek memikirkan nasib
anak-anaknya maka dia memilih untuk ikhlas menerima kematian pasangannya.
Subjek juga mulai mencari kesibukan antara lain mengikuti pengajian,
merawat cucu-cucunya, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Kebahagiaan yang dirasa saat berkumpul bersama anak-anak dan
cucu-cucunya dan pilihannya untuk fokus merawat cucu-cucu-cucunya menambah
alasan untuk menjadikan kebahagiaan anak-anak dan cucunya sebagai
makna hidupnya.
Penelitian yang lain yang dilakukan oleh Mirzawati (2013), dengan
judul, Kebermaknaan hidup pada odha (orang dengan hiv aids) wanita di
kota Bukit Tinggi dapat dijelaskan bahwa subjek mampu menghayati hidup
penuh makna. Individu yang menghayati hidup bermakna, menunjukkan
corak kehidupan penuh semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, terdapat kesamaan dalam
penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tema
penelitian, yaitu kebermaknaan hidup. Untuk perbedaannya dengan
penelitian terdahulu dengan penelitian yang telah dilakukan adalah subjek
penelitian, dan tempat penelitian. Subyek pada penelitian ini adalah dua
18
metode penelitian. Dua penelitian sebelumnya mempergunakan metode
kuantitatif sedangkan penelitian yang akan dilakukan mempergunakan studi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Menurut Tarigan, Sutjipto, Wibowo, Yudhan, Soenaryo (2001),
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindakan
kekerasan baik fisik maupun psikis yang terjadi dalam rumah tangga,
baik antara suami dan istri maupun orang tua dan anak yang berakibat
menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman,
perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga.
Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT
pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (Wahab, 2010, hal.3)
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. KDRT dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orangtua, atau pasangan.
Dapat dikatakan pula bahwa kekerasan dalam rumah tangga
terhadapperempuan adalah tindakan yang menghambat, melangar, atau
meniadakankenikmatan dan pengabaikan hak asasi perempuan atas
dasar gender (Subhan,2004).
20
Menurut Selviana (2010) KDRT adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atas penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran
rumah tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah segala bentuk tindak
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat
menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman,
perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga.
Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan
secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan
menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca
definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri bukan
hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal
yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa
yang akan datang (Baquandi, 2009).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindakan
kekerasan yang dilakukan suami, isteri atau orang tuasecara fisik
maupun psikis yang terjadi dalam rumah tangga yang berakibat
menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman,
21
2. Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Salah satu bentuk kekerasan sebagaimana termaktub dalam UU
KDRT pasal 1, diatur juga tentang ruang lingkup KDRT pada pasal 2
ayat 1 (Wahab, 2010, hal.4)
menyebutkan bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a) Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau (c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Pelaku KDRT adalah suami / ayah, keponakan, sepupu, paman,
mertua, anak laki-laki, majikan, dan istri perkasa; sedangkan yang
menjadi korban adalah anak, pembantu, istri, lansia, dan suami yang
tidak bekerja. Sebagian besar pelaku berusia antara 31-45 tahun .
Ironisnya, para pelaku tindak kekerasan tersebut merupakan orang
terdekat korban, misalnya orang tua (ayah dan ibu) dan kerabat dekat
(paman, bibi, atau nenek) (Hidayat, 2006).
Pelaku KDRT, diantaranya adalah: (1). Suami (2). Istri (3). Ayah
(4). Ibu (5). Wali (6). Saudara (7). Anggota keluarga lainnya (8). Pacar
(9). Aparat negara (10). Guru (11). Majikan/mandor (12). Sesama
pekerja (13). Warga masyarakat (Hawari, 2009).
3. Mantan Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Persamaan kata mantan menurut KBBI adalah bekas, eks.
22
dipegang, diinjak, dilalui, dsb); kesan (nomina). Contoh, ada ban bekas
di halaman. (2). Sesuatu yang tertinggal sebagai sisa (yang telah rusak,
terbakar, tidak dipakai lagi): mantan (nomina). Contoh, tidak ada
bekasnya lagi. (3). Pernah menjabat atau menjadi, tetapi sekarang tidak
lagi; mantan (nomina). Contoh, dia adalah bekas kekasih teman saya.
(4). Sudah pernah dipakai (nomina). Contoh, barang bekas. (5). Tempat
menaruh sesuatu. Contoh, tinta bekas.
Menurut Suharto (1995) pengertian mantan adalah bekas, eks,
pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian mantan adalah
pernah menjadi seorang, tapi sekarang tidak lagi.
Berdasarkan judul penelitian Kebermaknaan Hidup Mantan Pelaku
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pengertian mantan adalah
orang yang pernah melakukan KDRT dan telah bertaubat sehingga
perilakunya berubah menjadi lebih baik.
4. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat
memiliki bentuk yang beragam. Diantara bentuk-bentuk KDRT, antara
lain: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan
penelantaran rumah tangga (Selviana, 2010). Kekerasan bisa dalam
23
(emotional abuse) seperti rasa cemburu atau rasa memiliki berlebihan, cemburu atau rasa memiliki berlebihan, merusak barang-barang milik
pribadi, dan caci maki (Yayasan Jurnal Perempuan Indonesia, 2002, hal.
148).
Bentuk-bentuk KDRT tidak hanya terjadi di dalam lingkup keluarga.
Menurut Poerwandari (1995, dalam Sembiring, 2009) bentuk-bentuk
kekerasan antara lain: (a). Kekerasan yang terjadi di dalam hubungan
keluarga, antara pelaku dan korbannya memiliki kedekatan tertentu.
Tercakup disini penganiayaan atau serangan seksual terhadap istri, pacar,
bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, terhadap orang tua. (b).
Kekerasan dalam area publik. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di
luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain, di tempat kerja, di
tempat umum misalnya pornografi, perdagangan seks (pelacuran). (c).
Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup negara. Kekerasan secara
fisik, seksual, dan/atau psikologis yang dilakukan, pelanggaran hak asasi
manusia dalam pertentangan antar kelompok, dan situasi konflik
bersenjata yang berkaitan dengan pembunuhan, perbudakan, pemerkosaan
( sistematis ), seksual dan kekerasan paksa.
Bentuk – bentuk KDRT antara lain: (1). Diskriminasi, (2).
Ketidak-adilan, (3). Tekanan psikologis, (4). Kekejaman, (5). Penganiayaan, (6).
Pelecehan seksual, (7). Perkosaan, (8). Eksploitasi ekonomi/sosial, (9).
Pembunuhan, (10). Perdagangan, (11). Perlakuan salah, dan sebagainya
24
Bentuk-bentuk kekerasan suami terhadap istri meliputi: kekerasan
fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Kekerasan fisik misalnya :
memukul, menendang, mencekik, melukai dengan alat atau senjata,
bahkan membunuh. Kekerasan psikologis misalnya: berteriak-teriak,
mengancam, memberikan sumpah-serapah, serta tindakan lain yang
menimbulkan rasa takut. Kekerasan seksual misalnya: melakukan
hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajaryang tidak disukai
oleh korban, pemaksaan hubungan seksual yang tidak disetujui korban,
atau menjauhkan dari kebutuhan seksual. Kekerasan ekonomi misalnya:
menelantarkan, lalai dalam memberikan kebutuhan hidup, mengambil
uang korban, dan mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya
(Sukri, 2004).
Bentuk kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya kekerasan fisik,
tetapi juga kekerasan seksual dan mental seperti caci maki, penghinaan
dan terror mental berupa ancaman bunuh diri oleh pelaku jika korban
meninggalkan atau melaporkan kejadian, juga ancaman dibunuh.
Akibatnya, korban kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya mengalami
luka fisik tetapi juga luka mental (Anderson, 2005; Caetano, Schafer, &
Cunradi, 2001).
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri, antara lain: (1). Kekerasan
fisik seperti: memukul, menendang, dan lain-lain yang mengakibatkan
25
Seperti menghina, berkata kasar dan kotor yang mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya
kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. (3). Kekerasan Seksual
adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk
melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau
bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri. (4). Kekerasan Ekonomi.
adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di
luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, termasuk membiarkan
istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si suami tidak memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga, suami juga tidak memberikan gajinya pada
istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya,
mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang mencukupi, atau
tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh
penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan
karirnya (Baquandi, 2009).
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa
pengguguran janin perempuan, pembunuhan bayi perempuan, pelarangan
dan pemutusan sekolah bagi anak perempuan, pembatasan gerak pergaulan
anak perempuan yang telah haid, pelecehan seksual yang dapat meningkat
menjadi perkosaan terhadap anak perempuan. Yang lainnya misalnya,
komersialisasi pelayanan seksual anak perempuan, kawin paksa,
26
pemaksaan alat kontrasepsi pada istri, tidak memberi nafkah istri atu
melarang istri bekerja dan sebagainya (Tamrib, 2000).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diantaranya fisik, psikis, seksual,
ekonomi. Yang mengakibatkan luka fisik seperti lebam-lebam pada tubuh ,
luka psikis seperti hilangnya harga diri, derita ekonomi merampas hak
isteri, dan luka secara seksual seperti mengabaikan kebutuhan seksual
isteri.
5. Tempat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Tempat-tempat KDRT , antara lain : (1). Rumah tinggal, (2). Tempat
lain, (3). Sekolah (4). Tempat kerja (5). Tempat umum (6). Markas
tentara/polisi (7). Rumah korban (8). Tempat pengungsian (Hawari, 2009).
Tempat terjadinya KDRT adalah di lingkungan biasanya istri
mendapat kekerasan yaitu di rumah sendiri, rumah kerabat, tempat kerja
maupun tempat umum (Nurrachmawati, 2011).
Kekerasan domestik terhadap perempuan, tempat kejadiannya
berlangsung dalam keluarga, dilakukan oleh orang-orang yang dikenal.
Seksualitas, gender dan ketergantungan perempuan terhadap laki-laki
dalam keluarga merupakan motif-motif utama kekerasan dosmetik
terhadap perempuan (Tamrib,2000).
27
6. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Menurut Baquandi (2009) Kekerasan terhadap istri menimbulkan
berbagai dampak yang merugikan. Diantaranya adalah : (1). Dampak
kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami
sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri,
mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami
yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami
depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.(2). Dampaknya bagi anak adalah:
kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang
terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak
dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan
pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku
dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh
orang tuanya.
Dampak KDRT yang dialami oleh istri secara fisik, diantaranya: (1)
Lebam-lebam pada wajah, mata, tangan, paha akibat dipukul suami. (2)
Lebam-lebam pada bokong, paha, kaki akibat ditendang suami (3) Memar
pada kepala akibat jambakan rambut oleh suami. (4) Lebam pada leher
akibat cekikan oleh suami (Hawari, 2009).
Dampak KDRT juga dialami oleh anak. Menurut James, 1994 (dalam Wahab, 2010) menegaskan bahwa KDRT memiliki dampak yang sangat
28
kognitif, kemampuan pemecahan masalah, maupun fungsi mengatasi
masalah dan emosi berdasarkan tahapan perkembangannya.
Anak-anak baik yang masih berusia bayi hingga usia remaja yang
menjadi saksi peristiwa kekerasan dalam lingkup keluarga dapat
mengalami gangguan fisik, mental dan emosional (Bair-Merritt,
Blackstone & Feudtner, 2006). Ekspos KDRT pada anak dapat
menimbulkan berbagai persoalan baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam jangka pendek seperti: ancaman terhadap
keselamatan hidup anak, merusak struktur keluarga, munculnya berbagai
gangguan mental. Sedangkan dalam jangka panjang memunculkan potensi
anak terlibat dalam perilaku kekerasan dan pelecehan di masa depan, baik
sebagai pelaku maupun korbannya (Wahab, 2010).
Menurut Josephine (2009), dampak KDRT menyebabkan gangguan
kesehatan baik fisik maupun mental dapat terjadi pada korban, gangguan
tersebut berupa trauma, keguguran, penyakit seksual yang menular, sakit
kepala, masalah kandungan, gangguan pencernaan, perilaku hidup tidak
sehat dan kecacatan. Gangguan kesehatan mental berupa stres, gangguan
depresi, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, psikotik, kepribadian
ganda, gangguan obsesif kompulsi.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa dampak KDRT diantaranya
dapat menyebabkan gangguan terhadap korbannya. Seperti kesehatan fisik,
29
7. Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kecenderungan perilaku KDRT dengan berbagai alasan apapun tidak
dapat diterima baik secara akal, nurani, agama, sosial, dan hukum
sehingga perlu dicarikan penyelesaiannya. Kekerasan dalam rumah tangga
yang terjadi di masyarakat dapat diselesaikan secara adat. Misal
penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga secara adat atoin meto di
Kupang. Menurut Missa, 2010 (1). Pola penyelesaian terhadap kekerasan
fisik; kekerasan psikologis, terarah pada bagaimana agar kondisi fisik
korban bisa dipulihkan dan agar korban mendapatkan kembali
kepercayaan diri (self confidence) itu dilakukan dengan pelaku memberikan sebuah botol sopi (arak) beserta seekor babi dan juga tais (sarung) kepada korban. Pemberian ini sebagai bentuk permohonan maaf
atas tindakan pelaku terhadap korban. (2). Pola penyelesaian terhadap
penelantaran, diarahkan agar bagaimana pelaku dapat kembali hidup
bersama keluarga. Untuk meneguhkan janji untuk kembali hidup bersama
keluarga, maka pelaku memberikan sebotol sopi (arak), tais (sarung) dan
juga seekor sapi. Pemberian ini sebagai bukti bahwa pelaku insaf dari
perbuatannya.
Beberapa solusi untuk mencegah KDRT antara lain : (1). Membangun
kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan
individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.
(2). Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di
30
dan patut menerima penghargaan. (3). Peranan Media massa. Media cetak,
televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola
budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan
dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari
penganiayaan. (4). Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan
(konseling) serta kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat
penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi
serta konselor dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis
(Baquandi, 2009).
Jika biasanya suatu lembaga memberi pendampingan terhadap istri
atau korban dari kasus KDRT, Koalisi Perempuan Indonesi melakukan hal
yang berbeda dengan melakukan pendampingan kepada kaum pria yang
notabene merupakan akar permasalahan terjadinya KDRT. Koalisi
Perempuan Indonesia di Jombang, mengatakan bahwa
"Kalau konseling pada pelaku itu sebetulnya lebih pada menumbuhkan penyadaran bahwa apa yang dilakukan lakukan suami itu sebenarnya tidak pas, tidak baik, karena apa yang dilakukukan suami itu akan berimbas pada anak, kepada keluarga. Karena ketika melakukan kekerasan dalam rumah tangga kemudian si anak tahu, otomatis anaknya tidak menutup kemungkinan dia kelak juga akan menjadi pelaku seperti orang tuanya." (Kutipan Surabaya Pagi, 14 Oktober 2014).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tentang penyelesaian atau
31
seperti isteri, anak-anak bahkan diri sendiri. Penyadaran dapat berbentuk
konseling dan pendampingan kepada pelaku KDRT sehingga akhirnya
insaf.
B.Kebermaknaan Hidup 1. Teori makna hidup
Makna hidup didefinisikan Steger (2011) dalam tiga istilah. Pertama,
purpose-centered definitions, setiap orang punya tujuan hidup dan nilai-nilai personal. Makna didapatkan ketika individu mencoba untuk membuat
nilai-nilai personal. Makna hidup berfungsi sebagai motivasi, mengacu
pada pengejaran individu terhadap tujuan hidupnya. Kedua, significance-centered definitions, seseorang memperoleh makna hidup ketika dapat memahami informasi atau pesan yang didapat dari hidupnya. Makna hidup
tercipta ketika seseorang menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya
menjadi tujuan dan arti hidup. Ketiga, multifaceted definitions, merupakan kombinasi dimensi afeksi dengan motivasi dan kognitif. Makna diartikan
sebagai kemampuan untuk merasakan keteraturan dan keterhubungannya
dengan eksistensi individu dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuan.
Individu yang percaya hidupnya bermakna memiliki tujuan yang jelas dan
mengisinya dengan afeksi yang hangat.
Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam Chaplin (2006) mempunyai arti :(1). Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan, (2).
32
Dengan demikian makna hidup adalah sesuatu yang dimaksudkan atau
diharapkan dalam hidup yang menunjukkan satu istilah atau simbol
tertentu dalam hidup. Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap
penting dan sangat berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi
sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan
kegiatan-kegiatannya (Bastaman, 2007).
Nilai-nilai yang dianggap penting sebagai tujuan hidup yang harus
dipenuhi bisa ditemukan melalui tiga cara logotheraphy dari Frankl (1990), yaitu: a) menciptakan suatu pekerjaan atau melakukan suatu
perbuatan (nilai kreatif), b) mencoba untuk mengalami sesuatu atau
bertemu dengan seseorang (nilai pengalaman), c) mengambil sikap untuk
menghadapi penderitaan yang tidak dapat dihindari (nilai sikap). Kepuasan
hidup yang lebih besar, lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai
pada individu yang telah memiliki makna hidup yang kuat.
Manusia dapat (berpeluang) menemukan makna hidup atau membuat
hidupnya bermakna sampai nafasnya yang terakhir. Individu hanya bisa
menemukan makna dari hidupnya dengan merealisasikan nilai yang ada
yaitu: (a). Nilai-nilai daya cipta dan kreatif. Nilai-nilai kreatif dalam
wujud kongkritnya muncul berupa pelaksanaan aktivitas kerja menurut
Frankl (1992) setiap bentuk pekerjaan bisa mengantarkan individu kepada
hidup (kehidupan diri dan sesama) yang didekati secara kreatif dan
33
aktivitas kerja menghasilkan sumbangan bagi masyarakat. Komunitas atau
masyarakat pada giliranannya mengantarkan individu pada penemuan
makna., (b). Nilai-nilai pengalaman. Menurut Bastaman (2007) hal ini
meliputi meyakini dan menghayati kebenaran, kebajikan, keindahan,
keadilan, keimanan dan nilai-nilai yang dianggap berharga., (c). Nilai-nilai
sikap Frankl (1992) menyebut nilai ke tiga ini sebagai nilai yang paling
tinggi, dengan merealisasikan nilai bersikap ini berarti individu
menunjukkan keberaniaan dan kemuliaan menghadapi penderitaannya.
Frankl menekankan bahwa penderitaannya itu memiliki makna pada
dirinya ketika menderita karena sesuatu, individu bergerak kedalam
menjauhi sesuatu itu. Membentuk suatu jarak diantara kepribadiannya dan
sesuatu itu. Penderitaan menurut Frankl memiliki makna ganda,
membentuk karakter sekaligus membentuk kekuatan dan ketahanan diri.
Menurut Frankl, esensi suatu nilai bersikap terletak pada cara seseorang
secara ikhlas dan tawakkal menyerahkan dirinya pada suatu keadaan yang
tidak bisa dihindarinya.
2. Kriteria makna hidup
Makna hidup terdapat pada individu dengan kriteria: a. mempunyai
konsep positif tentang hidup , b. seseorang mempunyai kerangka tentang
tujuan hidupnya, c. seseorang selalu berupaya mengisi kerangka tujuan
hidupnya, d. mengisi hidup dengan penglaman dalam hidup adalah sesuatu
yang penting bagi hidupnya (Battista dan Almond, 1973 dalam Setiyono,
34
3. Metode makna hidup
Menurut (Bastaman, 2007) bahwa ada lima metode dalam menemukan
makna hidup yaitu: (a). Pemahaman pribadi, yaitu membantu memperluas
kelebihan dan kekurangan beberapa aspek pribadi dan corak kehidupan,
baik yang masih potensial maupun yang sudah teraktualisasikan. (b).
Bertindak positif, yaitu mencoba menerapkan hal-hal baik dalam perilaku
dan tindakan nyata sehari-hari. (c). Pengakraban hubungan, yaitu membina
hubungan yang akrab. Seseorang akan merasa diperlukan dan memerlukan
orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri
sendiri. (d). Pendalaman nilai, yaitu usaha-usaha untuk memahami dan
merealisasikan ketiga sumber nilai makna hidup yang telah disebutkan,
yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai sikap. (e). Ibadah, yaitu
melaksanakan tata cara ibadah yang diajarkan oleh agama. Ibadah yang
dilaksanakan dengan khidmat sering menimbulkan perasaan tenang,
tentram dan tabah serta merasa mendapat bimbingan dalam melakukan
tindakan Manusia dalam mencari tujuan hidup, mempunyai suatu
kebutuhan yang bersifat unik, spesifik, dan personal, yaitu suatu kebutuhan
akan makna hidup.
Makna hidup berfungsi sebagai pedoman terhadap kegiatan-kegiatan
yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang dan
mengundang seseorang untuk memenuhinya serta kegiatan-kegiatan yang
35
tidak dapt diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari dan ditemukan
sendiri (Bastaman, 2007).
Menurut Frankl (2004) baik dalam kondisi normal maupun dalam
penderitaan, kehidupan senantiasa mengandung hal-hal bermakna di
dalamnya. Setiap orang memiliki motivasi utama dalam hidupnya, yaitu
keinginan agar hidupnya bermakna dan bahagia.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia normal memiliki kemampuan
dan kebebasan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidupnya
melalui apa yang dikerjakannya, dihayatinya dan sikap tepat atas
penderitaannya yang tidak dapat dilekakkan lagi menurut Frankl (1992,
Bastaman, 2007).
C.Teori Skinner
Kepedulian utama Skinner (1987) adalah mengenai perubahan tingkah
laku. Jadi hakekat teori Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu
menjadi memiliki perilaku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih
tahu. Kehidupan terus-menerus dihadapkan dengan situasi eksternal yang
baru dan organisme harus belajar merespon situasi baru itu memakai
respon lama atau respon yang baru dipelajarinya (Feist, 2011).
Skinner (1987) percaya bahwa kepribadian dapat dipahami dengan
mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang
terus-menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah
36
(reinforcement), suatu strategi kegiatan yang membuat perilaku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang untuk tidak terjadi)
pada masa yangakan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yaitu
bahwa semua perilaku dapat dikontrol oleh konsekuensi (dampak yang
mengikuti) perilaku tersebut. Manusia dan binatang dapat dilatih
melakukan semua jenis tingkah laku manakala semua konsekuansi atau
penguatan yang tersedia di lingkungan dapat diubah atau diatur sesuai
dengan tujuan yang dikehendaki (Feist, 2011).
Berdasarkan skema penghayatan hidup Bastaman (1996) terkait
pengubahan sikap, hal ini dapat disesuaikan dengan teori belajar Skinner
tentang perubahan perilaku. Skinner (1987) membuat tiga asumsi dasar
tentang perilaku, yaitu: (1). Perilaku itu terjadi menurut hukum tertentu
(behavior is lawful).Walaupun mengakui bahwa perilaku manusia adalah organisme yang berperasaan dan berpikir, namun Skinner tidak mencari
penyebab perilaku di dalam jiwa manusia danmenolak alasan-alasan
penjelasan dengan mengendalikankeadaan pikiran (mind) atau motif-motif internal. (2). Perilaku dapat diramalkan (behavior can be predicted). Perilaku manusia (kepribadiannya) menurut Skinner ditentukanoleh
kejadian-kejadian di masa lalu dan sekarang dalam duniaobjektif dimana
individu tersebut mengambil bagian. (3). Perilaku manusia sapat dikontrol
37
kondisi sosial dan fisik di lingkungan sangat penting dalam menentukan
perilaku.
D.Perspektif Teoritik
Menurut Tarigan, Sutjipto, Wibowo, Yudhan, Soenaryo (2001),
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk tindakan
kekerasan baik fisik maupun psikis yang terjadi dalam rumah tangga, baik
antara suami dan istri maupun orang tua dan anak yang berakibat
menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman,
perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga.
Pelaku KDRT adalah suami/ ayah, keponakan, sepupu, paman,
mertua, anak laki-laki, majikan, dan istri perkasa; sedangkan yang menjadi
korban adalah anak, pembantu, istri, lansia, dan suami yang tidak bekerja.
Sebagian besar pelaku berusia antara 31-45 tahun . Ironisnya, para pelaku
tindak kekerasan tersebut merupakan orang terdekat korban, misalnya
orang tua (ayah dan ibu) dan kerabat dekat (paman, bibi, atau nenek)
(Hidayat, 2006).
Menurut Suharto (1995) pengertian mantan adalah bekas, eks,
pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian mantan adalah
pernah menjadi, tapi sekarang tidak lagi.
Menurut Poerwandari (1995, dalam Sembiring, 2009) bentuk-bentuk
kekerasan antara lain: (a). Kekerasan yang terjadi di dalam hubungan
38
Tercakup disini penganiayaan atau serangan seksual terhadap istri, pacar,
bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, terhadap orang tua., (b).
Kekerasan dalam area publik. Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di
luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain, di tempat kerja, di
tempat umum misalnya pornografi, perdagangan seks (pelacuran)., (c).
Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup negara. Kekerasan secara
fisik, seksual, dan/atau psikologis yang dilakukan, pelanggaran hak asasi
manusia dalam pertentangan antar kelompok, dan situasi konflik
bersenjata yang berkaitan dengan pembunuhan, perbudakan , pemerkosaan
( sistematis ), seksual dan kekerasan paksa.
Tempat-tempat KDRT , antara lain : (1). Rumah tinggal, (2). Tempat
lain, (3). Sekolah (4). Tempat kerja (5). Tempat umum (6). Markas
tentara/polisi (7). Rumah korban (8). Tempat pengungsian (Hawari, 2009).
Menurut Josephine (2009), dampak KDRT menyebabkan gangguan
kesehatan baik fisik maupun mental dapat terjadi pada korban, gangguan
tersebut berupa trauma, keguguran, penyakit seksual yang menular, sakit
kepala, masalah kandungan, gangguan pencernaan, perilaku hidup tidak
sehat dan kecacatan. Gangguan kesehatan mental berupa stres, gangguan
depresi, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, psikotik, kepribadian
ganda, gangguan obsesif kompulsi.
Penyelesaian atau memutus mata rantai KDRT adalah dengan
39
Penyadaran dapat berbentuk konseling dan pendampingan kepada pelaku
KDRT sehingga akhirnya insaf.
Menurut Frankl (1997) baik dalam kondisi normal maupun dalam
penderitaan, kehidupan senantiasa mengandung hal-hal bermakna di
dalamnya. Setiap orang memiliki motivasi utama dalam hidupnya, yaitu
keinginan agar hidupnya bermakna dan bahagia.
Menurut Bastaman ( 2007) bahwa ada lima metode dalam menemukan
makna hidup yaitu: (a). Pemahaman pribadi, yaitu membantu memperluas
kelebihan dan kekurangan beberapa aspek pribadi dan corak kehidupan,
baik yang masih potensial maupun yang sudah teraktualisasikan. (b).
Bertindak positif, yaitu mencoba menerapkan hal-hal baik dalam perilaku
dan tindakan nyata sehari-hari. (c). Pengakraban hubungan, yaitu membina
hubungan yang akrab. Seseorang akan merasa diperlukan dan memerlukan
orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri
sendiri. (d). Pendalaman nilai, yaitu usaha-usaha untuk memahami dan
merealisasikan ketiga sumber nilai makna hidup yang telah disebutkan,
yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai sikap. (e). Ibadah, yaitu
melaksanakan tata cara ibadah yang diajarkan oleh agama. Ibadah yang
dilaksanakan dengan khidmat sering menimbulkan perasaan tenang,
tentram dan tabah serta merasa mendapat bimbingan dalam melakukan
tindakan Manusia dalam mencari tujuan hidup, mempunyai suatu
kebutuhan yang bersifat unik, spesifik, dan personal, yaitu suatu kebutuhan
40
Menurut Bastaman (1996) seseorang setelah mengalami kejadian tragis
akan berada dalam kondisi tidak bermakna. Selanjutnya akan muncul
kesadaran diri dengan menerima kondisi diri dan mengubah sikap. Dengan
perubahan sikap dan perilaku yang dilakukan secara konsisten seseorang
akan menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal sangat penting
untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercapai
kebahagiaan.
Skinner (1987) percaya bahwa kepribadian dapat dipahami dengan
mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang
terus-menerus dengan lingkungannya. Cara yang efektif untuk mengubah
dan mengontrol perilaku adalah dengan melakukan penguatan
(reinforcement), suatu strategi kegiatan yang membuat perilaku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya (berpeluang untuk tidak terjadi)
pada masa yangakan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yaitu
bahwa semua perilaku dapat dikontrol oleh konsekuensi (dampak yang
mengikuti) perilaku tersebut. Manusia dan binatang dapat dilatih
melakukan semua jenis tingkah laku manakala semua konsekuensi atau
penguatan yang tersedia di lingkungan dapat diubah atau diatur sesuai
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah makna hidup mantan pelaku KDRT,
guna mendalami fokus tersebut maka penelitian ini akan menggunakan
metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang
menggambarkan individu secara utuh dengan tidak menggolongkan
individu ke dalam variabel atau hipotesis (Poerwandari, 2005). Menurut
Cresswell (2004) Penelitian kualitatif model studi kasus adalah model
yang menekankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas”
(bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan
beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Secara lebih dalam,
studi kasus merupakan suatu model yang bersifat komprehensif, intens,
terperinci, dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya untukk
menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer
(berbatas waktu).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif model studi kasus untuk
mengungkap proses kebermaknaan hidup mantan pelaku KDRT. Model
studi kasus dipilih peneliti karena KDRT adalah pengalaman individu
sekaligus peristiwa yang dialami oleh beberapa orang secara umum hanya
saja jarang terjadi hingga akhirnya pelaku sampai insaf dan menemukan
kebermaknaan hidup.
42
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat di mana peneliti melakukan
penelitian seperti wawancara, observasi serta pengambilan dokumentasi.
Lokasi yang paling dominan dalam penelitian ini dilakukan di rumah
peneliti. Dalam kehidupan sehari-hari Subjek bersama beberapa orang
secara rutin menghadiri majlis dzikir di rumah peneliti.
C. Sumber Data
Pada penelitian kualitatif tidak mengutamakan jumlah informan
melainkan fokus pada informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian
(Idrus, 2011). Informan penelitian ini ditentukan dengan purposive
sampling yang memiliki kriteria, diantaranya; (1) subjek berjenis kelamin
pria, (2) pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga, (3) pelaku
kekerasan dalam rumah tangga yang tidak dihakimi dan atau tidak
dihukum, (4) terjadi perubahan perilaku sebelum dan sesudah menemukan
kebermaknaan hidup.
Selain key informan untuk memeriksa kebenaran hasil wawancara maka perlu menambah informasi dengan melibatkan significant other sebagai informan pendukung. Dengan menggunakan informan yang
diambil dari keluarga dekat dan masyarakat sekitar. Seperti isteri, anak,
guru spiritual, tokoh masyarakat, dan sesepuh setempat. Dengan
pertimbangan bahwa seorang isteri adalah orang yang mengalami KDRT,
43
D. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data akurat dan kredibel, dalam penelitian ini akan
menggunakan beberapa teknik pengambilan data. Teknik pengambilan
data sangat beragam. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode
wawancara mendalam dan observasi sebagaimana berikut : (1).
Wawancara mendalam, menurut Marzuki (2002, Balgies, 2012)
wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandasan tujuan
penelitian. Dalam peneltian ini wawancara merupakan alat utama dalam
menggali bagaimana cara individu mengalami perubahan perilaku. (2).
Observasi. Gunarsa (2004, Fauziah, 2011) mengemukakan bahwa
observasi adalah melihat perilaku orang lain dan memberi arti pada
perilaku serta mencari penyebab atau latar belakang timbulnya perilaku
tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis observasi non partisipan dimana
peneliti tidak ikut serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang subjek
lakukan, tetapi observasi dilakukan pada saat wawancara. Pengamatan
yang dilakukan menggunakan pengamatan berstruktur yaitu dengan
melakukan pengamatan menggunakan pedoman observasi pada saat
pengamatan dilakukan.
Kedua alat pengumpulan data digunakan untuk menggali informasi
informan. Setelah mendapatkan data, data wawancara dibuat transkip
44
E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilih-milih agar menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan pada orang lain. Teknik atau metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dengan menggunakan
prosedur deskriptif (Moleong, 2007).
Teknik dipilih karena penelitian ini akan berawal dari hasil temuan khas
yang ada dilapangan yang kemudian diinterpretasikan secara umum.
Menurut Creswel (2010) terdapat beberapa langkah dalam meganalisis data
sebagai berikut : (1). Mengolah data dan menginterprestasikan data untuk
dianalisis (2). Melibatkan transkrip wawancara, menscaning materi,
mengerti data (3). Lapangan atau memilah–milah dan menyusun data
tersebut ke dalam (4). Jenis–jenis yang berbeda tergantung sumber
informasi. (5). Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis
catatan khusus atau gagasan–gagasan umum tentang data yang diperoleh.
(6). Menganalisis lebih detail dengan mengkoding data, koding merupakan
proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen sebelum
memakainya. (7) Menerapkan proses koding untuk mendiskripsikan setting,
orang, kategori, dan tema–tema yang akan dianalisis. (8) Menunjukkan
45
Beberapa langkah dalam analisis data kualitatif diatas, akan diterapkan
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang didapat ditulis dalam
transkip wawancara, lalu dikoding, dipilah tema–tema sebagai hasil temuan,
dan selanjutnya dilakukan interpretasi data.
F. Keabsahan Data
Pengecekan keabasahan temuan pada dasarnya merupakan bagian yang
sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari penelitian kualitatif. Untuk
menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam hal ini
peneliti menggunakan teknik keabsahan data sebagai berikut: (1).
Ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan berarti mencari konsisten
interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis
yang konstan dan mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang
tidak dapat. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan
unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau itu
yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci (Moleong, 2001). (2). Triangulasi multiple sources of data.
Merupakan teknik pemeriksaan keabs