Hipmi Usulkan Moratorium Utang Korban Gempa Padang
Written by Artikel
Wednesday, 02 June 2010 13:43 - Last Updated Wednesday, 09 June 2010 19:58
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengusulkan pemberlakuan hapus tagih (moratorium) korban gempa di Padang, Sumatera Barat. Moratorium diutamakan bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM1 yang meninggal, mengalami kerusakan berat, fasilitas usaha serta bangunan tempat tinggal.
"Banyak sekali pelaku UKM yang harus mulai lagi dari nol termasuk membangun tempat tinggalnya sendiri, perbankan kami usulkan melakukan moratorium." kata Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa dalam rilisnya seusai meninjau pelaku UKM korban gempa di beberapa tempat di Padang. Sumatera Barat. Minggu (4/10).
Hipmi menyambut baik kebijakan perbankan yang akan merustrukturisasl utang debitor korban gempa Padang . Namun untuk korban tertentu, yang mengalami kerugian sangat besar,
kebijakan ini belum efektif untuk membangun kembali perekonomian. Sebelumnya. Erwin mengatakan. recovery ekonomi di Padang akan membutuhkan waktu yang cukup lama bila moratorium tidak diperlakukan. Kalangan pengusaha UMKM merasa semakin terbebani dengan status kredit macet pascagempa nantinya. Belum lagi pelaku
UKM akan kesulitan memperoleh permodalan lagi sebab rata-rata pelaku tidak memiliki bangunan yang layak dijaminkan.
Selain Itu, pemberlakuan moratorium sejalan dengan yang diberlakukan atas korban gempa Yogyakarta. Sebelumnya. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit UKM korban gempa.
Restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, antara Iain melalui penurunan suku bunga kredit, perpanjanganjangka waktu kredit. , pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Dalam PBI No 8/10/PBI/2006 tanggal 7 Juni 2006 tentang Perlakukan Khusus terhadap Kredit Pasca-Bencana di Provinsi DIY dan daerah sekitarnya di Provinsi Jateng tersebut antara lain, pertama kredit tersebut disalurkan kepada nasabah debitor dengan lokasi proyek atau usaha di DIY atau Klaten dengan plafon keseluruhan paling banyak Rp 5 miliar, hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.
Sumber : Warta Kota