PERAN KH. MAHBUB IHSAN DALAM PERKEMBANGAN
MUHAMMADIYAH DI TUBAN (1966-2000)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh :
M. TAUFIQURROHMAN NIM: A9.22.13.153
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Peran KH. Mahbub Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban 1966-2000” ini meneliti beberapa masalah, yaitu: (1) Bagaimana Biografi KH. Mahbub Ihsan; (2) Bagaimana perkembangan Muhammadiyah di Tuban, dan (3) Apa saja Kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi Muhammadiyah di Tuban.
Permasalahan-permasalahan tersebut akan penulis teliti dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan Biografis dan Historis. Pendekatan biografis adalah pendekatan dengan rujukan eksplisit terhadap kehidupan, kepribadian, dan pengalaman seseorang, atau suatu subyek dengan berbagai latar belakang. Sedangkan pendekatan historis bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan asal-usul perkembangan serta pertumbuhan suatu agama. Adapun teori yang digunakan sesuai teori yang diutarakan oleh Max Weber yaitu kepemimpinan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode sejarah yaitu melalui tahapan Heuristik, Kritik sumber, Interpretasi, dan Historiografi.
ABSTRACT
This thesis, which entitled “The Role of KH. Mahbub Ihsan in the Development of Muhammadiyah in Tuban 1966-2000” examines several problems; (1) How is the biography of KH Mahmud Ihsan; (2) How is the development of Muhammadiyah in Tuban; and (3) What is the contribution of KH. Mahbub Ihsan for Muhammadiyah in Tuban.
Those problems will be analyzed carefully by the researcher by using two approaches. Those are Biographical and Historical approach. Biographical approach is an approach with explicit reference to one's life, personality, and experience, or a subject with multiple backgrounds whereas historical approach aims to know and describe the origin of the development and growth of a religion. The theory used is theory of leadership by Max Weber, while the method used is the method of history through the stages of Heuristic, Source Criticism, Interpretation, and Historiography.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
TABEL TRANSLITERASI ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penelitian Terdahulu ... 8
F. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 9
G. Metode Penelitian ... 11
H. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II: BIOGRAFI KH. MAHBUB IHSAN A.Latar Belakang Keluarga ... 19
C.Karir ... 25
BAB III: PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI TUBAN
A. Masuknya Muhammadiyah di Tuban ... 29
B. Cabang dan Ranting ... 34
C. Amal Usaha ... 46
BAB IV: KONTRIBUSI KH. MAHBUB IHSAN BAGI MUHAMMADIYAH
DI TUBAN
A.Bidang Pendidikan ... 57
B.Bidang Sosial ... 61
C.Bidang Keagamaan ... 62
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah adalah organisasi yang mendasarkan gerakannya pada
bidang sosial keagamaan. Organisasi ini didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H / 18 November 1912.1 Nama
Muhammadiyah mengandung harapan agar pengikutnya benar-benar bisa
mengikuti jejak Nabi Muhammad S.A.W. Sedangkan maksud dan tujuan
pendirian Muhammadiyah adalah untuk menegakkan dan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama Islam, sehingga terwujud sebenar-benarnya masyarakat
Islam.2
Kehadiran Muhammadiyah tidak lepas dari kondisi masyarakat yang
ada pada waktu itu. Deliar Noer mengatakan bahwa pada waktu itu terjadi
kemerosotan umat Islam dalam berbagai bidang, baik bidang sosial, politik,
pendidikan, kultural, dan terutama bidang pemahaman agama.3 Dengan kata
lain Muhammadiyah lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi yang
terjadi di masyarakat luas yang berupa kemerosotan kehidupan sosial
keagamaan masyarakat.
Muhammadiyah merasakan bahwa ayat-ayat kemanusiaan
(al-Insaniyah) dalam al-Qur’an yang selalu dikutip dan dikupas dalam dakwah,
tidak dilaksanakan dalam praktek kehidupan sehari-hari masyarakat muslim
1Syafiq A. Mughni, Nilai-Nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001), 116.
2 Suyoto, et al, Pola Gerakan Muhammadiyah Ranting: Ketegangan Antara Purifikasi dan
Dinamisasi (Yogyakarta: IRCISOD, 2005), 17.
2
saat itu.4 Melihat kondisi yang demikian itu, para pendiri Muhammadiyah
merasa prihatin dan gelisah yang teramat mendalam terhadap model dakwah,
di mana ayat-ayat al-Qur’an hanya terbatas pada ucapan lisan dai tetapi tidak
pada pemberian model suri tauladan dari para dai tersebut. Para pendiri
Muhammadiyah merasa tidak puas dengan ayat-ayat al-Qur’an yang tegas
menyatakan “kuntum khaira ummatin” tetapi dalam realitasnya hampir semua
muslim hidup dalam kolonialisme, termasuk muslim Indonesia yang berada
dalam cengkraman penjajahan Belanda.
Muhammadiyah melakukan pembaharuan pemikiran keagamaan Islam
dengan senantiasa menggabungkan ajaran kembali ke al-Qur’an dan Sunnah
Rasul, dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan. Pembaharuan
pemikiran keagamaan Islam model Muhammadiyah ditandai dengan adanya
hubungan yang bersifat dialektis hermeneutis (hubungan timbal-balik dan
bolak-balik) bukan hubungan yang bersifat dikotomis-ekslusif antara sisi
normatifitas Qur’an (dengan simbolisasi kembali ke Qur’an dan
Sunnah) dan historisitas pemahaman manusia muslim atas norma-norma
al-Qur’an tersebut pada wilayah kesejahteraan tertentu (dengan simbolisasi
perlunya ijtihad dan tajdid setiap saat).
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang terbesar telah
membuktikan bahwa organisasi ini tidak sekedar merupakan gerakan
pendidikan dan sosial keagamaan, melainkan juga merupakan organisasi yang
sangat aktif mendorong kebangkitan kembali masyarakat muslim di
3
Indonesia.5 Selain itu, Muhammadiyah telah memberikan peran dan
sumbangan yang penting dalam bidang pendidikan, sosial, dan politik. Lebih
dari itu, sayap gerakan perempuan Muhammadiyah, Aisyiah merupakan
gerakan kaum perempuan yang paling dinamis di dunia Muslim.6 Dengan
melihat fakta-fakta tersebut, menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan
gerakan yang sangat eksis dalam kehidupan beragama di Indonesia.
Empat tahun setelah berdirinya Muhammadiyah di Jogyakarta,
tepatnya pada tahun 1916 paham mengenai pembaharuan Islam mulai masuk
Jawa Timur yaitu di kota Surabaya. Paham ini dibawa oleh KH. Ahmad
Dahlan. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 1
November 1921 organisasi Muhammadiyah berdiri di Surabaya. Ketua
Muhammadiyah pada waktu itu adalah KH. Mas Mansur,7 dan dibantu oleh H
Ali, H. Azhari Rawi, H. Ali Ismail dan Kiai Usman.
Dari Surabaya inilah akhirnya paham Muhammadiyah (pemurnian
ajaran Islam) mulai menyebar ke seluruh pelosok propinsi Jawa Timur.
Termasuk salah satunya di Tuban.
Menurut catatan PDM Tuban, Muhammadiyah masuk di Tuban sekitar
tahun 1933 M / 1346 H yang dibawa oleh Saleh Umar Bayasut dan KH.
Misbach. Mereka memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada warga
Tuban dengan melalui proses pengajian (dakwah). Sambutan masyarakat pada
5 Abdul Munir Mulkhan, Menggugat Muhammadiyah (Jakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000),
157-158.
6 Alwi Sihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi
Kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), 3.
7 Faturrohmin Syuhadi, Mengenang Perjuangan Muhammadiyah Lamongan 1936-2005
4
awalnya penuh dengan kecurigaan, tetapi dengan melalui pendekatan yang
intens akhirnya kecurigaan-kecurigaan itu sedikit demi sedikit dapat diredam.
Waktu itu Muhammadiyah Tuban masih berstatus sebagai Cabang dengan
struktur kepengurusan ketua Saleh Umar Bayasut. Sedang untuk posisi lainnya
diisi sebagai berikut: Wakil Ketua: Aid El Yamani, Sekretaris: Muh. Danawir,
Bendahara: Abdurrohman Dartak, Pembantu: Muh. Basalamah, Pembantu:
Muh Baswedan.8
Setelah berjalan sekian lama, kepengurusan Muhammadiyah Tuban
mengalami penyusutan pada tahun 1942-1945 M. Roda organisasi tidak
bergerak sama sekali (non-aktif). Hal itu lebih disebabkan karena pada waktu
itu Jepang mengambil alih kependudukan di Indonesia dari jajahan Belanda.
Kepengurusan baru berfungsi kembali setelah Indonesia memploklamirkan
kemerdekaannya, dengan struktur kepengurusan semula, yakni di bawah
pimpinan Saleh Umar Bayasut. Pada tahun 1950 akibat beberapa pengurus
intinya pindah tempat tinggal karena kedinasan dan kepentingan keluarga,
maka kepengurusan pun mengalami perubahan. Misalnya, Saleh Umar
Bayasut diangkat menjadi pegawai Departemen Agama yang kemudian
ditugaskan di Bojonegoro, kemudian ditugaskan lagi ke Surabaya. Kendali
organisasi akhirnya digantikan oleh wakil ketua yakni Aid El Yamani dan
posisi sekretaris diisi oleh Muh Munawir. Karena Muh Munawir berpindah ke
Jogjakarta, posisi tersebut digantikan oleh Muhammad Umar Bayasut.
Sedang, posisi Bendahara diganti Muhammad Martak.
5
Tahun selanjutnya, 1960, dilakukan perubahan kepengurusan. A.A.
Ghozali dipilih sebagai ketua dan dibantu Muhammad Bakri, Abd Jabbar,
serta Abdullah Hidayat.9 pada kepengurusan A.A. Ghazali ini hanya bertahan
1 tahun.
Kemudian pada tahun 1961 dilakukan “Musyawarah Luar Biasa” yang
dihadiri anggota-anggota Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda
Muhammadiyah Cabang Tuban. Agenda tersebut berhasil melahirkan
keputusan penting, dengan juga membuat struktur kepengurusan yang baru.
Struktur kepengurusan baru yang dihasilkan sebagai berikut: ketua
Moehammad Oemar Tauchid. Wakil ketua I dan II: Moehammad Zoehri dan
Abdul Wahab Nurhadi. Sekretaris I dan II: Moehammad Umar Bayasut dan
Ahmadi Ms. Bendahara I dan II: Ghozali dan Muntahir Syujak. Pembantu
Umum: Nurjono Basyar, Adia, dan Salim Lahdji, serta R. Soentoro sebagai
penasehat.
Tak hanya itu, dikepengurusan yang baru juga dilengkapi divisi yang
bertugas mengampu amal usaha PKU (Pembina Kesehatan Umum),
Pengajaran, Tabligh, dan Aisyiah. Struktur kepemimpinan pun berjalan hingga
pada tahun 1964. Lalu untuk membuat roda organisasi tetap berjalan, pada
tahun tersebut puncak pimpinan Muhammadiyah diganti. Dengan masih
berstatus Cabang Muhammadiyah Tuban, Mochammad Bakri dipercaya
sebagai ketua yang baru.
9 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004
6
Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1966, kepengurusan diganti
dengan yang baru, yakni KH. Mahbub Ihsan sebagai ketua Cabang
Muhammadiyah Tuban. Pada kepengurusan beliau lah terjadi perubahan nama
“Cabang” menjadi dengan sebutan “Daerah”. KH Mahbub Ihsan memimpin
Muhammadiyah di Tuban mulai tahun 1966-2000. Kepengurusan beliau inilah
terjadi perkembangan yang pesat terhadap Muhammadiyah baik dari aspek
keorganisasian maupun amal usaha.
KH. Mahbub Ihsan adalah orang Muhammadiyah yang tidak
diragukan lagi ketokohannya. Perjuangannya di Tuban diawali dengan
mendirikan al-Ma’had al-Islami (pondok pesantren). Melalui lembaga inilah ia
menggelar pengajian rutin, kegiatan keagamaan serta kemuhammadiyahan
secara terus menerus. Bahkan awal mula mengenalkan Muhammadiyah
kepada warga Tuban, banyak dilakukan melalui lembaga ini.10
Tidak mudah menyebarkan paham Muhammadiyah kepada warga
Tuban. Awalnya, paham tersebut ditentang oleh warga sekitar yang kebetulan
tidak sepaham dengan tajdid keagamaan yang berpedoman kepada al-Qur’an
dan hadits secara murni. Bahkan, pengajian yang dilakukan oleh KH. Mahbub
pernah dibubarkan oleh orang-orang yang serupa. Tetapi semua ini dihadapi
dengan sabar oleh KH. Mahbub Ihsan. Sehingga tak heran jika penyebaran
Muhammadiyah bisa pesat seperti sekarang. Ini semua tidak lepas dari
perjuangan KH. Mahbub dalam melakukan ceramaah kegamaan serta
menyampaikan paham Muhammadiyah kepada masyarakat Tuban.
10 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press
7
Setelah masyarakat mulai banyak yang mengikuti paham tersebut.
Akhirnya KH. Mahbub mulai dipercaya untuk mengelola beberapa masjid
yang ada di Tuban antara lain: Masjid Taqwa Baturetno, Al-Ikhlas Kebonsari,
Masjid Nur salim, dan Masjid Muhdhor Tuban. Masjid-masjid tersebut
kemudian ia jadikan sebagai media dakwah sampai sekarang. Disisi lain KH.
Mahbub bersama teman seperjuangan juga mendirikan beberapa lembaga
pendidikan seperti: SD, SMP, SMA, dan STIE Muhammadiyah.
Banyak hal yang telah dilakukan selama memimpin Muhammadiyah
sepanjang waktu itu. Mulai dari pembenahan organisasi maupun amal usaha
Muhammadiyah.
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka skripsi yang
berjudul “PERAN KH. MAHBUB IHSAN DALAM PERKEMBANGAN
MUHAMMADIYAH DI TUBAN 1966-2000” sangat menarik untuk dikaji,
karena sosok KH. Mahbub Ihsan memiliki keunggulan yang berbeda dengan
tokoh sebelumnya dalam memperjuangkan Muhammadiyah dan membawanya
menjadi sebuah persyarikatan atau organisasi keagamaan yang lebih maju di
Tuban.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi KH. Mahbub Ihsan?
2. Bagaimana Perkembangan Muhammadiyah di Tuban?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Biografi KH. Mahbub Ihsan.
2. Untuk mengetahui Perkembangan Muhammadiyah di Tuban.
3. Untuk mengetahui kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi Muhammadiyah di
Tuban.
D. Kegunaan Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat di
antaranya:
1. Bagi akademis, ikut serta menambah dan memperkaya khazanah keilmuan
dalam bidang sejarah dalam bentuk karya ilmiah khususnya di Jurusan
Sejarah Peradaban Islam di Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Bagi masyarakat, dapat mengetahui bagaimana Peran KH. Mahbub Ihsan
dalam perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000).
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan untuk memberikan pemantapan dan
penegasan mengenai kekhasan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu
untuk mengetahui keaslian data yang akan diteliti oleh peneliti-peneliti
terdahulu sebagai suatu awal pijakan untuk mengetahui perbedaan dari peneliti
yang lain. Adapun penelitian berupa tugas akhir atau skripsi yang di tulis oleh
mahasiswa sebelumnya, yang hampir sama adalah:
9
Dalam skripsi ini menekankan pada proses aktivitas dakwah
Muhammadiyah Cabang Tuban.
2. Ani Dyah Ariesta, Pengaruh Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada Rumah Sakit Anak Dan Bersalin Muhammadiyah Tuban (Disertasi: Universitas Muhammadiyah Malang, 2013). Dalam disertasi ini
menekankan bagaimana komitmen keryawan rumah sakit anak dan
bersalin di RSAB Tuban.
Dari Judul-judul di atas tidak ada kemiripan dengan judul yang
dipilih oleh peneliti, yaitu tentang peran tokoh dan perkembangan
Muhammadiyah. Penelitian ini membahas tentang “Peran KH Mahbub
Ihsan dalam Perkembangan Muhammadiyah di Tuban (1966-2000).
F. Pendekatan dan Kerangka Teori
Dalam penelitian yang berjudul ”Peran KH. Mahbub Ihsan dalam
Perkembangan Muhammadiyah di Tuban 1966-2000” penulis akan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan biografis dan pendekatan
historis.
Pendekatan biografis yaitu pendekatan dengan rujukan eksplisit
terhadap kehidupan, kepribadian dan pengalaman seseorang, atau suatu
subyek dengan berbagai latar belakangnya.11 Pendekatan biografis sangat
penting untuk memahami riwayat hidup seorang tokoh sejak lahir sampai
meninggal yaitu dengan cara mengungkapkan bermacam-macam aspek
kehidupan dan pandangan hidupnya.
10
Sedangkan Pendekatan historis bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan asal-usul perkembangan serta petumbuhan agama. Untuk
mengetahui sejarah perkembangan lembaga-lembaga dengan mendasarkan
pada sumber teks.12 Berkaitan dengan penelitian ini, maka pendekatan
historis sebagai cara untuk melihat peristiwa masa lampau, yakni
menjelaskan bagaimana awal masuknya Muhammadiyah ke Tuban sampai
dengan perkembangan Muhammadiyah yang dipimpin oleh KH. Mahbub
Ihsan pada tahun 1966-2000 melalui sudut pandang diakronis. Sehingga dapat
diulas narasi peristiwa masa lampau yang telah terjadi.
Adapun teori yang digunakan sesuai yang diutarakan oleh Max Weber
yaitu kepemimpinan, yang di antaranya adalah kepemimpinan kharismatik.13
kepemimpinan traditional yang berdasarkan hukum yang menjadi kesepakatan
masyarakat, dan kepemimpinan legal-rasional yang berdasarkan atas
ketentuan struktur birokrasi.14
Atas dasar teori yang digunakan sesuai yang diutarakan oleh Weber,
maka penelitian nantinya akan melihat sosok KH. Mahbub Ihsan sebagai
tokoh Muhammadiyah di Tuban yang membawa banyak kemajuan selama
masa kepemimpinannya dalam memajukan Muhammadiyah. KH. Mahbub
Ihsan menggunakan tiga pola sesuai dengan teori yang diutarakan Weber.
12Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 17.
13Weber mendefinisikan kharisma (berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugrah”) suatu sifat
tertentu dari seseorang yang membedakan mereka dari orang kebanyakan, dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Weber membatasi kharisma sebagai “suatu kualitas” tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana ia dibedakan dari orang biasa yang diperlukan sebagai seorang yang
memperoleh anugrah kekuasaan. Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal
(Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1995), 41.
11
Yaitu Beliau merupakan tokoh agama yang kharismatik, hal ini terlihat pada
sosok sebagai seorang Kyai Pesantren yang berwibawa dan disegani oleh
seluruh masyarakat dan pengikutnya, ditambah KH. Mahbub Ihsan secara
kekuasaan tradisional, keputusan-keputusan agama untuk memajukan
Muhammadiyah selalu dilakukan dan ditaati, dan secara kekuasaan
legal-rasional, KH. Mahbub Ihsan adalah seorang ketua Muhammadiyah (secara
struktur berada pada posisi tertinggi atau penguasa organisasi) di Tuban pada
tahun 1966-2000 yang secara otomatis para bawahannya mengikuti
kebijakan-kebijkan yang telah diberikannya.
Melihat sosok pemimpin seperti KH. Mahbub Ihsan, perkembangan
Muhammadiyah di masa kepemimpinannya membawa banyak kemajuan dan
sumbangan bagi masyarakat Muslim umumnya dan masyarakat Muslim
Muhammadiyah khususnya. Bukti-bukti perubahan dalam kemajuannya dapat
dilihat nanti pada bab selanjutnya.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode
itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.
Adapun yang disebut penelitian menurut Florence M.A. Hilbish (1952),
adalah penyelidikan seksama dan teliti terhadap suatu masalah atau untuk
menyokong atau menolak suatu teori. Oleh karena itu metode sejarah dalam
pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan
mengaplikasikan jalan pemecahannya dari persepektif historis.15
12
Louis Gottchalk menjelaskan bahwa Metode Sejarah sebagai proses
menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang
otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu
menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.16 Secara lebih ringkas, penelitian
sejarah mempunyai empat langkah, yaitu: Heuristik, kritik atau verivikasi, Aufassung atau interpretasi, dan Darstellung atau historiografi. Sedangkan menurut Kuntowijoyo, sebelum melangkah terhadap empat hal tersebut, ada
tambahan satu poin, yaitu pemilihan topik dan rencana penelitian.17
1. Heuristik (pengumpulan data)
Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh. Heuristik adalah suatu teknik atau seni, dan bukan ilmu. Heuristik
merupakan tahapan mengumpulkan sebanyak-banyaknya sumber sejarah
yang relevan dengan tulisan yang akan dikaji. Sumber sejarah
bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulan data atau informasi yang
nantinya digunakan sebagai instrumen dalam pengolahan data dan
merekonstruksi sejarah.18 Jadi secara ringkas, heuristik adalah teknik yang
dilakukan oleh sejarawan untuk memperoleh atau mengumpulkan sumber,
baik sumber primer maupun sumber sekunder.
a. Sumber primer
Sumber primer adalah kesaksian daripada seorang saksi yang
melihat dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera
16Ibid.,43-44.
17 Ibid.
13
yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon.19 Dalam rangka
memperoleh sumber primer, penulis akan membawa bukti tertulis.
Yakni berupa dokumen yang dimiliki oleh kantor PDM berupa surat
keputusan kepemimpinan daerah Muhammadiyah kabupaten Tuban.
Selain itu penulis juga akan melakukan wawancara dengan beberapa
narasumber yang langsung melihat dengan mata kepala sendiri
aktivitas KH. Mahbub Ihsan, terutama yang berhubungan dengan
Muhammadiyah Tuban. Berikut ini adalah sumber primer tertulis
maupun berupa wawancara:
1) Surat keputusan penetapan ketua pimpinan daerah Muhammadiyah
Tuban.
2) Struktur kepengurusan pimpinan daerah Muhammadiyah Tuban.
3) Arsip Laporan Amal Usaha Muhammadiyah tahun 1997.
4) Fahmi Djaya Putra (Putra pertama KH. Mahbub Ihsan).
5) Qurratul Ain (Putri Kedua KH. Mahbub Ihsan).
6) KH. Masduqi Ns (sahabat KH. Mahbub Ihsan).
7) Ahmad Na’im (Kerabat KH. Mahbub Ihsan).
b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang
yang tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang
ditulis.20 Di antaranya adalah:
19Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1985), 35.
14
1) Syafiq A. Mughni, Nilai-Nilai Islam: Perumusan dan Upaya Aktualisasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
2) Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen Di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998).
3) Tim Penulis, Menembus Banteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004 (Surabaya: Hikmah Press, 2004).
4) A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005).
5) Agus Miswanto, Sejarah Islam dan Kemuhammadiyahan (Magelang: P3SI, 2014).
2. Verifikasi (kritik Sumber)
Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentitas dan
kredibilitas sumber. Adapun caranya yaitu dengan melakukan kritik. Yang
dimaksud adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi
sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian. Dari data yang
terkumpul dalam tahap heuristik diuji kembali kebenarannya melalui kritik
guna memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini keabsahan sumber
tentang keasliannya (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan
keabsahan tentang kesahihannya (kreadibilitasnya) ditelusuri lewat kritik
intern.21 Hal ini dilakukam untuk memperoleh fakta yang mendekati
kebenaran. Adapun kritik sumber dibagi menjadi dua yaitu:
15
a. Kritik Intern
Kritik Intern adalah kritik yang mengacu pada kreadibilitas
sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya ataupun tidak
adanya manipulasi. Kritik intern berguna untuk memahami teks.
Memahami isi teks diperlukan sebagai latar belakang pikiran dan
budaya penulisannya.22 Dari sumber primer yang sudah didapatkan,
yaitu: penelitian ini menggunakan dokumen yang dimiliki oleh kantor
PDM berupa surat keputusan pimpinan daerah Muhammadiyah
kabupaten Tuban tahun 1966-2000. Wawancara dengan keluarga besar
KH. Mahbub Ihsan, sahabat-sahabat beliau dan orang terdekatnya
yaitu KH. Masduqi Ns (sahabat), Fahmi Djaya Putra, dan Qurratul Ain
Putra KH. Mahbub Ihsan.
Dari sumber di atas, peneliti telah mengklarifikasi dengan cara
membandingkan isi sumber tersebut dengan sumber data yang lain
yang berupa data sekunder atau pendukung. Setelah peneliti
melakukan perbandingan, terdapat sebab kesamaan isi dan kesesuain
data dengan yang ada pada sumber lain, sehingga
sumber-sumber primer yang didapatkan tersebut dapat dijadikan sebagai
sumber yang relevan untuk bahan pokok kajian penelitian ini.
Selain itu dalam isi sumber yang disebutkan di atas, tidak
ditemukan tulisan-tulisan yang mengarah pada pembuatan karya untuk
kepentingan tertentu. Maka dari itu, peneliti menyimpulkan bahwa
16
sumber tersebut adalah sumber primer, karena isi dan sumber tersebut
setelah dibandingkan dengan sumber sekunder dapat
dipertanggungjawabkan isinya dan isinya dapat dipastikan
kebenarannya.
Hal ini harus dilakukan karena berguna untuk mengetahui
apakah sumber yang telah didapatkan oleh peneliti dapat memberikan
informasi yang akurat tentang peran KH. Mahbub Ihsan dalam
perkembangan Muhammadiyah di Tuban pada tahun 1966-2000.
b. Kritik Ekstern
Kritik ekstern adalah usaha untuk mendapatkan otentitas
sumber dengan cara melakukan penelitian fisik terhadap sumber
sejarah yang mengarah pada aspek luar sumber.23 Pada bagian ini
penulis sangat berhati-hati dalam memilih dan menguji data baik dari
wawancara dan literature yang bertujuan agar mendapatkan data yang
otentik. Beberapa teks yang telah ditemukan oleh peneliti seperti
dokumen-dokumen PDM Tuban, dan beberapa piagam-piagam MTQ
yang dimiliki KH. Mahbub Ihsan, memberikan bukti bahwa dokumen
yang ada merupakan dokumen yang asli. Hal ini dapat dilihat pada
kertas dan tinta yang digunakan untuk mencetak dokumen yang telah
peneliti dapatkan adalah model kertas dan tinta yang dipakai sezaman
dengan peristiwa yang diteliti. Sedangkan dalam sumber wawancara,
17
peneliti mengidentifikasi dan memilih kepada orang-orang yang
benar-benar hidup sezaman dengan peristiwa yang diteliti seperti KH. M.
Masduqi Ns (kerabat KH. Mahbub Ihsan), KH. Ahmad Na’im (sahabat
KH. Mahbub Ihsan), dan putranya Fahmi Djaya Putra.
3. Interpretasi (penafsiran)
Interpretasi atau penafsiran terhadap sumber atau data sejarah
seringkali disebut dengan analisis sejarah. Menguraikan sumber-sumber
yang telah dikumpulkan baik sumber dari hasil wawancara (sumber lisan),
sumber sekunder, dan sumber kepustakaan (sumber primer) yang
kemudian disimpulkan agar dapat dibuat penafsiran terhadap data yang
diperoleh sehingga dapat diketahui kesesuaian dengan masalah yang
dibahas. Dalam hal ini data yang terkumpul dibandingkan kemudian
disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga
dapat diketahui hubungan kausalitas dan kesesuaian dengan masalah yang
diteliti.24
4. Historiografi
Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta-fakta
yang tersusun yang didapatkan penafsiran sejarawan terhadap
sumber-sumber sejarah dalam bentuk tulisan.25 Historiografi adalah tahap terakhir
dari metode sejarah. Setelah peneliti melewati tiga tahapan di atas, maka
tahap pamungkas yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun penelitian
ini menjadi rangkaian tulisan yang sistematis.
24Ibid., 64.
18
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan merupakan tata urutan dalam penyusunan suatu
tulisan yang akan memberikan gambaran secara garis besar mengenai isi yang
terkandung dalam suatu penulisan. Adapun secara keseluruhan, karya ilmiah
ini terbagi atas lima Bab.
Pada bab pertama ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Penelitian Terdahulu, Pendekatan dan Kerangka Teori, Motode
Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua membahas tentang Biografi KH. Mahbub Ihsan yang
meliputi: Latar belakang keluarga, pendidikan, dan karir yang pernah
diperoleh KH. Mahbub Ihsan.
Bab ketiga menjelaskan bagaimana Perkembangan Muhammadiyah di
Tuban. Di mana pada bab ini akan dijelaskan masuknya Muhammadiyah di
Tuban, cabang dan ranting serta amal usaha yang ada pada Muhammadiyah
Tuban.
Bab keempat menjelaskan kontribusi KH. Mahbub Ihsan bagi
Muhammadiyah di Tuban, baik bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan.
Bab kelima atau bab terakhir adalah bab penutup yang akan
memaparkan kesimpulan dan saran-saran dari penulis setelah para pembaca
BAB II
BIOGRAFI KH. MAHBUB IHSAN
Dalam membahas sejarah seorang tokoh masyarakat tertentu, perlu diketahui latar belakang tokoh tersebut yang meliputi latar belakang keluarga, pendidikan, dan karir. Dalam rangka memenuhi uraian tersebut akan dipaparkan hal-hal yang berhubungan dengan KH. Mahbub Ihsan.
A. Latar Belakang Keluarga
KH. Mahbub Ihsan dilahirkan di Desa Sedayu Lawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan pada tanggal 05 Maret 1931. Ayahnya bernama Ihsan dan Ibunya bernama Astiah. Adapun pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah bertani.1 Selain sebagai petani juga mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam di kampungnya.
KH. Mahbub Ihsan adalah putra pertama dari dua bersaudara, di antara saudara kandung KH. Mahbub Ihsan adalah Muhammad Amjad.2KH. Mahbub Ihsan ketika memasuki usia sekolah, dia sudah mengikuti sekolah Madrasah Ibtidaiyah pada waktu itu, dari sini ia sudah memiliki kelebihan yang menonjol dibandingkan dengan saudaranya, selain cerdas, ia juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama dan memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan. Sejak kecil dia sudah mendapatkan didikan ilmu agama dari ayahnya selanjutnya dia menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren.
1 Fahmi Djaja Putra, Wawancara, Tuban, 14 Mei 2017.
20
Sebagai salah satu putra dari pemuka agama di Desa Sedayu Lawas pada saat itu, sudah sewajarnya bila KH. Mahbub Ihsan mendapatkan pendidikan agama yang intensif dalam lingkungan keluarganya sebagai pondasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa selanjutnya.
Ketika memasuki usia dewasa, KH. Mahbub Ihsan mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi seorang istri yang bernama Suwari Budi Utami putri M. Shodiq dengan Kastining. Mereka menikah dengan model perjodohan yang disepakati kedua keluarga mereka. Hingga akhirnya KH. Mahbub Ihsan menikah dengan Suwari Budi Utami pada tahun 1958.3
Mahbub Ihsan dengan Suwari Budi Utami tinggal bersama, mereka hidup bersama dengan rukun dan damai. Mereka saling memberi dan menerima (take and give) dalam menghadapi situasi dan kondisi keluarga yang pada waktu itu penghasilan beliau hanya bisa mencukupi kebutuhan kesehariannya saja. Untuk kehidupan sehari-harinya, beliau tidak merasa kesulitan karena beliau bisa mengatur gaya hidup yang sederhana berkat ilmu yang ia dapatkan selama di pesantren. Dengan bekal ilmu yang didapatkan di pondok Al-Amin, kemudian ia menularkan ilmunya dengan menjadi guru yang ditekuninya sejak tahun 1945-an. Selain itu, ia juga aktif mengabdi di kepanduan Hizbul Wathan di desanya. Beliau bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya walaupun dalam hidup sederhana. Meski banting tulang menjadi guru, ia tidak berharap dapat menumpuk harta. Hingga pada tahun 1962 akhirnya mereka memutuskan untuk pindah ke Tuban.
21
Setelah mereka pindah ke Tuban, KH. Mahbub Ihsan juga ikut turut membenahi serta mengembangkan Muhammadiyah di Tuban yang sudah berdiri sejak 1933 M / 1346 H.4 Dengan waktu yang relatif singkat ini ia kemudian terpilih menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) pada tahun 1966.
Ayah dari 5 anak ini juga pernah ditahan selama 10 bulan di Mojokerto dan Surabaya, pada tahun 1977.5 karena dituduh menjadi komando jihad yang akan mendirikan Negara Islam di Indonesia.
Sosok KH. Mahbub Ihsan adalah tipe seorang pejuang yang sabar, alim dan istiqomah. Di kalangan rekannya, ia dikenal seorang yang sederhana ia tidak terlalu mengejar materi dalam hidupnya. Bahkan seringkali ia mengajar di sekolah Muhammadiyah tanpa menerima gaji. Selain itu juga mempunyai jiwa pendidik. Kemampuan manajerialnya juga dibuktikan dengan mendirikan puluhan sekolah Muhammadiyah Tuban.
Menjelang akhir hidupnya, KH. Mahbub Ihsan secara tersembunyi sempat berpesan kepada keluarga dan kader-kader Muhammadiyah Tuban. Pesan itu adalah agar para kader Muhammadiyahh bisa meneruskan perjuangan untuk mengembangkan dakwah islamiyah di Tuban. Dakwah itu
tidak hanya dilakukan dengan ceramah saja, tetapi bisa melalui berbagai cara, termasuuk lewat amal usaha Muhammadiyah, baik mulai pendidikan, kesehatan, maupun Panti Asuhan.
4 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 144.
22
KH. Mahbub Ihsan menghembuskan nafasnya pada tanggal 26 Februari 2003 di Rumah Sakit Medika Mulia Tuban dikarenakan sakit. Jenazah dikebumikan di pemakaman keluarga Sedayu Lawas Lamongan. Almarhum meninggalkan seorang istri Suwari Budi Utami dan lima anak kandungnya.
Berikut putra dan putri KH. Mahbub Ihsan:
1. Fahmi Djaja Putra menikah dengan Ulfa Mayadah. Keduanya dikaruniai dua orang anak yaitu Ribkhi Amalia Putri dan Muhammad Rasif Zulfikar. 2. Qurratul Ain menikah dengan Samsun Najib. keduanya dikaruniai tiga
orang anak yaitu Muhammad Ghilinan Firdaus, Muhammad Wildan Firdaus dan Amalia Nur Saida Firdaus.
3. M. Adib Susilo menikah dengan Rita Sugiarti. Keduanya dikaruniai satu orang anak yaitu Zeyna Elhurriya Rahma.
4. Khusnil Abib menikah dengan Anik Sugiharti. Keduanya dikaruniai tiga orang anak yaitu Anisa Salsabila Ramadhona, Arindita Najwa Kamalia Zahra dan Aulia Airnahla Adinata.
5. Qurrotul Uyun (Almh) menikah dengan Hadi Subroto. Keduanya dikaruniai dua orang anak yaitu Saniya Hayu Rahmadita dan Muh. Mahdi
Al Baihaqi.6
B. Pendidikan
Adapun kehidupan KH. Mahbub Ihsan ketika masih kecil bersifat normatif sebagaimana anak kecil lainnya. Ia menikmati masa-masa kecil yang
23
indah, sebagaimana anak-anak seusianya. Ia bersama saudara kandungnya hidup dalam keluarga yang sangat sederhana. Ia diasuh dan dibesarkan dengan kekayaan jiwa dan raga kedua orangtuanya, tidak seperti kebiasaan masyarakat Sedayu Lawas yang waktu itu kurang mendapat perhatian dari orangtuanya terutama dalam hal pendidikan pada umumnya. Masa kecil Mahbub Ihsan dilalui dengan belaian kasih sayang kedua orangtuanya dan dalam pelukan cinta keduanya sehingga KH. Mahbub Ihsan tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang sehat batinnya. Waktu senggangnya tidak hanya dihabiskan di luar atau bermain-main saja, tetapi ia lebih sering berkumpul dengan kedua orangtuanya, saudara, dan kerabat dekatnya untuk mendapatkan ilmu agama.
Kesadaran keluarga KH. Mahbub akan pentingnya pendidikan mengantarkannya saat kecil mulai menyelami dunia akademik secara formal dan non-formal, pendidikan yang ditempuh KH. Mahbub Ihsan dimulai dari belajar pendidikan agama seperti mengaji Al-Qur’an di ayahnya sendiri yang pada waktu itu ayahnya menjadi Kyai terpandang di desanya.
KH. Mahbub Ihsan melampaui masa-masa pertumbuhan remajanya di lingkungan pesantren, baik di Lamongan maupun di luar Lamongan.
24
kedua orangtuanya. Sehingga pada tahun 1944 setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah, ia melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren Al-Amin yang berada di Desa Tanggul Kecamatan Paciran Lamongan asuhan Kyai Amin.7 Selain belajar ilmu agama, di sini ia juga melanjutkan pendidikan formalnya ke jenjang PGA (tingkat SMP) dan lulus pada tahun 1947. Setelah lulus dari PGA, ia melanjutkan pendidikannya ke tingkat SLTA dan lulus pada tahun 1950. Dengan bekal ilmu yang ia dapatkan melalui jalur pendidikan ataupun pesantren ini kemudian KH. Mahbub diminta oleh Kyai Amin untuk mengajar di pondoknya.
Selain di pondok Al-Amin, ia juga sempat melanjutkan ilmu agamanya di pondok pesantren Tebuireng Jombang. Di pondok ini, ia hanya menghafalkan al-Qur’an yang sudah ia tekuni selama di pondok Al-Amin, dan ini ia lakukan setiap bulan Ramadan. Ia juga pernah mondok di Krapyak Yogyakarta untuk memperlancar hafalan al-Qur’annya. Dari pendidikan ini menjadikan KH. Mahbub Ihsan sebagai seorang Hafidz, meskipun tidak membawa bekal yang banyak sebagaimana kondisi masyarakat Sedayu Lawas yang sebagian bertani. Kondisi yang demikian tidak membuat KH. Mahbub Ihsan putus semangat dalam menuntut ilmu, keinginan yang besar dan sabar
inilah yang dijadikan modal utama oleh beliau, sehingga dari ilmu-ilmu yang ia peroleh selama di pondok pesantren nantinya akan mengantarkan beliau menjadi seorang pejuang di Muhammadiyah Tuban.
25
C. Karir
Kata karir berasal dari bahasa Belanda “Carriere” yang berarti perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang. Ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu.8 Baik kehidupan, jabatan, dan sebagainya.
Dengan pengertian di atas maka berikut ini dapat dijelaskan karir yang sudah diperoleh oleh KH. Mahbub Ihsan semasa hidupnya, baik organisasi maupun jabatan pekerjaan.
KH. Mahbub Ihsan memulai karirnya pada usia 18 tahun, di mana pada usia yang masih muda ini ia sudah aktif di kepanduan Hizbul Wathan yang ada di desannya. Dari sini ia bersama dengan teman seperjuangan mendirikan beberapa lembaga pendidikan formal, baik di Lamongan maupun di Tuban, di antaranya: Madrasah Islam di Paciran dan Madrasah Islam di Parengan. Selain itu juga mendirikan MI di Labuhan, MI Sedayu Lawas, dan Kalen Babat. Amal usaha ini sekarang sudah berkembang pesat.9
Selain aktif di Hizbul Wathan, KH. Mahbub Ihsan juga berjiwa pendidik yang dibuktikan pernah menjadi guru di pondok pesantren Al-Amin yang di bawah asuhan Kyai Amin semasa ia mondok di sana. Pada tahun 1951
ia diangkat oleh kementerian P.P. & K sebagai guru P.B.H (pemberantas buta huruf) yang ada di Desa Sedayu Lawas Lamongan. Hal ini ia lakukan selama masih tinggal di Lamongan, namun pada tahun 1962 ia hijrah ke Tuban
26
dikarenakan ia mengikuti istrinya yang kebetulan menjadi pegawai negeri yang ditugaskan di Tuban.10
Setelah KH. Mahbub Ihsan pindah di Tuban, berkat ilmu yang ia dapatkan selama di kepanduan Hizbul Wathan dan di pondok pesantren Lamongan, ia melanjutkan karirnya dengan masih sebagai guru. Di Tuban ia mengajar di SMP 1 Muhammadiyah Tuban pada tahun (1964-1966) yang mengampu mata pelajaran Bahasa Arab. Selain menjadi guru di SMP 1 Muhammadiyah Tuban, ia juga turut aktif dalam pembenahan Muhammadiyah Tuban. Di mana pada waktu itu Muhammadiyah Tuban masih belum terstruktur dan amal usahanya masih belum berkembang.
Pada saat beliau memegang majelis Tarjih dan Tajdid, awalnya tidak mudah menyebarkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban. Banyak tantangan yang timbul dari masyarakat Tuban yang kebetulan tidak sepaham dengan tajdid keagamaan yang berpedoman al-Quran dan hadits secara murni ini. Namun lambat laun makin banyak warga yang mengikuti paham tersebut, dikarenakan kearifan beliau dalam berdakwah memperkenalkan paham Muhammadiyah. Hingga akhirnya KH. Mahbub Ihsan mulai dipercaya untuk mengelola beberapa masjid yang ada di Tuban, di antaranya: Masjid Taqwa
Baturetno, Al-Ikhlas Kebonsari, Nur salim Tuban, dan Masjid Muhdhor. Dari masjid-masjid inilah yang kemudian ia jadikan sebagai media dakwahnya.
Setelah ikut aktif di Muhammadiyah Tuban, dengan waktu yang relatif singkat ini, kemudian ia terpilih untuk memimpin pimpinan daerah
27
Muhammadiyah Tuban pada tahun 1966. Pada masa kepemimpinan beliau lah terjadi perkembangan yang signifikan terutama dalam bidang amal usaha, ia bersama teman seperjuangannya mendirikan beberapa amal usaha terutama dalam bidang pendidikan seperti: pendidikan SD, SMP, dan SMA bahkan STIE Muhammadiyah Tuban. Selain itu juga merintis pendirian Rumah Sakit Muhammadiyah serta Poliklinik. Ini semua tidak lepas dari perjuangan KH. Mahbub Ihsan.
Perjuangannya di Tuban dimulai dengan mendirikan al-Ma’had al Islami (pondok pesantren), pada tahun 1968. Dengan mendirikan pondok pesantren inilah ia memulai dakwahnya dengan menggelar pengajian rutin, ceramah agama, serta kegiatan keagamaan dan kemuhammadiyahan secara terus menerus.11Awal mula mengenalkan Muhammadiyah kepada warga Tuban, banyak dilakukan melalui lembaga ini. Selain itu tujuan didirikannya pondok pesantren al-Ma’had al-Islami ini untuk mengimbangi anak-anak dalam hal agama Islam, di mana pada umumnya kebanyakan mereka mengenyam pendidikan formal saja.12 Atas dasar inilah yang membuat KH. Mahbub Ihsan untuk terus bersemangat dalam mengembangkan pondok pesantren dan mengenalkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban.
Kiprahnya di Muhammadiyah secara struktural cukup lama. Ia menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tuban kurang lebih 34 tahun (1966 – 2000). Setelah ia menyelesaikan tuganya sebagai ketua PDM Tuban, ia juga dipercaya sebagai penasehat pada periode 2000-2005.
11 A. Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 144.
28
Bersamaan dengan itu, ia pernah menjadi ketua MUI Tuban pada tahun 1999 dan juga menjadi anggota MUI Jatim.13
Selain aktif di bidang keorganisasian, KH. Mahbub Ihsan juga seorang Hafidz. Di mana KH. Mahbub Ihsan mempunyai keunggulan yang lebih terutama di bidang Ulumul Qur’an, ilmu ini ia dapatkan selama masih di pondok pesantren, baik di pondok pesantren Al-Amin, Tebuireng dan di Krapak Yogyakarta. Dengan kemampuannya di bidang Ulumul Qur’an inilah ia dipercaya untuk menjadi juri MTQ, baik tingkat propinsi Jawa Timur maupun tingkat Nasional. Piagam-piagam penghargaan yang pernah ia peroleh selama menjadi juri MTQ adalah:
1. Juri Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Tingkat Nasional, XI kota Palu (1995).
2. Pembina STQ Jawa Timur di Surabaya (1989-1990). 3. Juri MTQ Tingkat Propinsi di Jombang (1996). 4. Juri LPTQ TK. Nasional di Jambi (1997).
5. Juri Seleksi Nasional Tilawatil Qur’an Palangka Raya (1990).14
selain itu ia juga pernah menjadi pegawai negeri di Departemen Agama (DEPAG) bagian penerangan agama selama 6 tahun (1984 – 1990).
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, organisasi, dan karir yang dimiliki oleh KH. Mahbub Ihsan, beliau merupakan sosok Kyai yang memiliki ilmu dan wawasan yang luas, dan sabar dalam menghadapi berbagai masalah yang ia hadapi selama memperjuangkan Muhammadiyah terutama di Tuban.
13A. Fatichuddin, Siapa & Siapa, 145.
BAB III
PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI TUBAN
A. Masuknya Muhammadiyah di Tuban
Paham Muhammadiyah mulai masuk di Tuban sekitar tahun 1933 M /
1346 H yang dibawa oleh Saleh Umar Bayasut dan KH. Misbach. Mereka
memperkenalkan paham Muhammadiyah kepada warga Tuban dengan
melalui proses pengajian (dakwah).1 Sambutan masyarakat pada awalnya
penuh dengan kecurigaan, tetapi dengan melalui pendekatan yang intens
akhirnya kecurigaan-kecurigaan itu sedikit demi sedikit dapat diredam. Waktu
itu pengikut paham Muhammadiyah banyak dari keturunan Arab. Terutama
dari keluarga Saleh Umar Bayasut.2
Selain itu Muhammadiyah Tuban masih berstatus sebagai Cabang
dengan struktur kepengurusan antara lain ketua Saleh Umar Bayasut. Sedang
untuk posisi lainnya diisi sebagai berikut: Wakil Ketua: Aid El Yamani,
Sekretaris: Muh. Danawir, Bendahara: Abdurrohman Dartak, Pembantu: Muh.
Basalamah, Pembantu: Muh Baswedan.
Setelah berjalan sekian lama, kepengurusan Cabang Muhammadiyah
Tuban, mengalami penyusutan pada tahun 1942-1945 M. Roda organisasi
tidak bergerak sama sekali (non-aktif). Hal itu lebih disebabkan karena pada
waktu itu Jepang mengambil alih kependudukan di Indonesia dari jajahan
Belanda. Kepengurusan baru berfungsi kembali setelah Indonesia
1 PDM Tuban, “Sejarah”, dalam http://tuban.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html (11
Juni 2017).
30
memploklamirkan kemerdekaannya, dengan struktur kepengurusan semula,
yakni di bawah pimpinan Saleh Umar Bayasut.
Pada tahun 1950, akibat beberapa pengurus intinya pindah tempat
tinggal karena kedinasan dan kepentingan keluarga, maka kepengurusan pun
mengalami perubahan. Misalnya, Saleh Umar Bayasut diangkat menjadi
pegawai Departemen Agama yang kemudian ditugaskan di Bojonegoro,
kemudian ditugaskan lagi ke Surabaya. Kendali organisasi akhirnya
digantikan oleh wakil ketua yakni Aid El Yamani dan posisi sekretaris diisi
oleh Muh Munawir. Karena Muh Munawir berpindah ke Jogjakarta, posisi
tersebut digantikan oleh Muhammad Umar Bayasut. Sedang, posisi Bendahara
diganti Muhammad Martak.
Tahun selanjutnya, 1960, dilakukan perubahan kepengurusan. A.A.
Ghozali dipilih sebagai ketua dan dibantu Muhammad Bakri, Abd Jabbar,
serta Abdullah Hidayat.3 pada kepengurusan A.A. Ghazali ini banyak
tokoh-tokoh yang masuk pada partai Masyumi, bahkan aktivitaspun nyaris lenyap.
Hingga kemudian pada tahun 1961 dilakukan “Musyawarah Luar Biasa” yang
dihadiri anggota-anggota Muhammadiyah, Aisyiyah dan pemuda
Muhammadiyah Cabang Tuban. Agenda tersebut berhasil melahirkan
keputusan penting, dengan juga membuat struktur kepengurusan yang baru.
Struktur kepengurusan baru yang dihasilkan sebagai berikut: ketua
Moehammad Oemar Tauchid. Wakil ketua I dan II: Moehammad Zoehri dan
Abdul Wahab Nurhadi. Sekretaris I dan II: Moehammad Umar Bayasut dan
3 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004
31
Ahmadi Ms. Bendahara I dan II: Ghozali dan Muntahir Syujak. Pembantu
Umum: Nurjono Basyar, Adia, dan Salim Lahdji, serta R. Soentoro sebagai
penasehat.
Tak hanya itu, di kepengurusan yang baru juga dilengkapi divisi yang
bertugas mengampu amal usaha PKU (Pembina Kesehatan Umum),
Pengajaran, Tabligh, dan Aisyiah. Pada kepengurusan ini Muhammadiyah
mulai berkembang, ini disebabkan banyak orang-orang Masyumi yang
berpindah ke Muhammadiyah sebagai wadah organisasinya. Sehingga
memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan Muhammadiyah
Tuban. Akhirnya Muhammadiyah Tuban membuka cabang baru yakni
Cabang Jatirogo, Bancar, Palang, Kerek, Rengel, Merak Urak, dan
Kenduruan.4 Struktur kepemimpinan pun berjalan hingga pada tahun 1964.
Lalu untuk membuat roda organisasi tetap berjalan, pada tahun
tersebut puncak pimpinan Muhammadiyah diganti. Dengan masih berstatus
Cabang Muhammadiyah Tuban, Mochammad Bakri dipercaya sebagai ketua
yang baru. Pada kepemimpinan ini terjadi perkembangan Muhammadiyah
Tuban, dikarenakan bubarnya PKI sehingga anggotanya masuk ke organisasi
Muhammadiyah.
Dua tahun kemudian, yakni pada tahun 1966, kepengurusan diganti
dengan yang baru, yakni KH. Mahbub Ihsan terpilih sebagai ketua Cabang
Muhammadiyah dibantu dengan Abd. Wahab Nurhadi wakil ketua, Achmad
Manan sekretaris, Asiaf sebagai bendahara. Kepengurusan ini terjadi
32
perubahan nama yang dulunya masih “Cabang” resmi diganti dengan sebutan
“Daerah” ini dibuktikan berupa surat yang dikirimkan kepada Dan Dim 0811
Tuban, Pada 26 Juli 1976. Di era ini pula, terjadi perkembangan yang pesat
terhadap Muhammadiyah, baik dari aspek keorganisasian maupun amal
usaha.5
Selain perkembangan amal usaha, juga terjadi perluasan
cabang-cabang yang ada di beberapa kecamatan Tuban. sampai sekarang Cabang
Muhammadiyah Tuban berjumlah 18 cabang.
Karena KH. Mahbub Ihsan terkena sakit akhirnya dilakukan Musyda
pada tanggal 28 Sya’ban 1421 H / 25 November 2000. Dengan terpilihnya
Drs. H. Saifullah sebagai ketua dan didampingi Drs. H. Suhadi, Bs (wakil
ketua I), Achmad Raechan (wakil ketua II), H. Moch. Sidik (sekretaris), Drs.
Damam Purwanto (wakil sekretaris), H. M. Masduqi Ns (bendahara),
Mochtarom S. Ag (wakil bendahara). Sementara KH. Mahbub Ihsan
ditetapkan sebagai penasehat. Kepengurusan Drs. H. Saifullah ini berhasil
mendirikan beberapa amal usaha terutama dalam bidang pendidikan. Selain
itu, juga membentuk beberapa Cabang yang ada di kecamatan Tuban, seperti
Cabang Grabagan, Plumpang, dan Soko. Akhirnya kepengurusan Drs. H.
Saifullah berakhir pada tahun 2005.
Periode berikutnya yakni tahun 2005-2010 kepengurusan PDM Tuban
dipimpin oleh H. M. Masduqi Ns (ketua), dibantu dengan Drs. H. Suhadi Hs
(wakil ketua), Drs. Mambaul Musofa (Sekretaris), Drs. Kasadikin, M. Ag
33
(wakil sekretaris), Drs. Damam Purwanto (bendahara), Drs. M. Mahinu (wakil
bendahara), dan angggota-anggotanya Drs. Rastam Effendi, H. Nurul Yakin,
SH, Drs. Nono Sukano. Kepengurusan ini menghasilkan kemajuan dalam
sarana prasarana Muhammadiyah Tuban, salah satunya pembuatan Gedung
Dakwah Muhammadiyah (GDM). Selain itu, juga memperbanyak tanah wakaf
yang dimiliki Muhammadiyah. Akhirnya perluasan tanah wakaf ini
dilanjutkan pada kepengurusan berikutnya yakni pada periode 2010-2015
yang diketuai oleh Drs. Mambaul Musofa, sedangkan wakil ketua yakni Nurul
Yakin SH, sekretaris Ariful Mahsun, SH. M. Hum. Wakil sekretaris Drs.
Sumarno, M. Pd.I. bendahara Drs. Damam Purwanto, dan wakil bendahara
diisi Sadir, S. Pd.
Pada taggal 16 Januari 2016, diadakan Musyda ke XI di gedung
KSPKP Tuban. Musyda ini menghasilkan struktur kepengurusan yang baru
yakni terpilihnya Nurul Yakin, SH sebagai ketua PDM Tuban periode
2015-2020. Pada saat pelantikan kepengurusan ini dihadiri oleh Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Jawa Timur yakni Dr. M. Saad Ibrahim, serta dihadiri semua
pengurus Cabang dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban. Hingga
sekarang yang sudah dikembangkan yakni amal usaha (BUMM) Badan Usaha
Milik Muhammadiyah, didirikannya Air Isi Ulang Suli Lima, Koperasi BMT,
Koperasi Surya Abadi, dan BMT Surya. Selain itu, juga mendirikan TPQ
Darus Salam.6
34
B. Cabang dan Ranting
Setelah membahas perkembangan Muhammadiyah Tuban, pada sub
bab ini akan menjelaskan tentang perkembangan Cabang dan Ranting yang
ada di Tuban. Dalam membahas Cabang Muhammadiyah sudah dijelaskan
dalam Anggaran Dasar dan ART Muhammadiyah pada bab VI pasal 14:
Pimpinan Cabang
1. Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam Cabangnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
2. Pimpinan Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya tujuh orang ditetapkan
oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dan calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Cabang.
3. Ketua Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah dan atas usul
calon-calon anggota Pimpinan Cabang terpilih yang telah disahkan oleh
musyawarah Cabang.
4. Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu
dengan mengusulkannya kepada musyawarah Pimpinan Cabang yang
kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Daerah.7
Sedangkan dalam perkembangan Ranting juga sudah ditentukan dalam
AD, ART Muhammadiyah BAB VI Pasal 15: Pimpinan Ranting:
1. Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta
melaksanakan kebijakan Pimpinan di atasnya.
7 PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah
35
2. Pimpinan Ranting terdiri atas sekurang-kurangnya lima orang ditetapkan
oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dan calon-calon yang
terpilih dalam Musyawarah Ranting.
3. Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas
usul calon-calon anggota Pimpinan Ranting terpilih yang telah disahkan
oleh Musyawarah Ranting.
4. Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya apabila dipandang perlu
dengan mengusulkannya kepada Musyawarah Pimpinan Ranting yang
kemudian dimintakan ketetapan Pimpinan Cabang.8
Berdasarkan rumusan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di atas,
maka Muhammadiyah Tuban dalam upaya untuk memperluas persyarikatan
Muhammadiyah diberbagai Kecamatan yang ada di Tuban di antaranya:
1. Cabang Tuban
Paham Muhammadiyah mulai masuk di Cabang Tuban pada tahun
1976 yang dipimpin oleh Fatah Nawawi. Di bawah kepemimpinan beliau
lah Muhammadiyah Cabang Tuban mengalami perkembangan yang cukup
pesat dari tahun ke tahun dari sisi paham maupun organisasi, hal itu
terbukti melalui dakwah yang dilaksanakan secara rutin maupun berkala.
Bahkan menginventarisir potensi dakwah tersebut. Selain itu juga
berusaha meningkatkan mutu pendidikan agama dan kemuhammadiyahan
pada lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi milik Cabang. Memang
Cabang Muhammadiyah Tuban ini wilayahnya berada di kota kabupaten,
36
maka amal usaha Muhammadiyah sebagian besar didominasi oleh
organisasi daerah Muhammadiyah Tuban. Meskipun demikian masih ada
beberapa ranting-ranting yang ada di Cabang Muhammadiyah Tuban.9
Adapun ranting-ranting yang telah berdiri dan ber-SK adalah
Sidomulyo, Sukolilo, Latsari. Selain yang sudah ber-SK masih banyak lagi
ranting Cabang Tuban di antaranya: Kutorejo, Karangsari, Baturetno,
Kebonsari, Sumurgung, Perbon, Sidorejo, Ronggomulyo, Sendangharjo,
Mondoan, Kembangbilo, Sugiharjo, Kingking, dan Doromukti. Sedangkan
Ortom yang terbentuk di Cabang Tuban yakni Pemuda Muhammadiyah,
Aisyiah, NA, IRM, IMM, Tapak Suci dan Hizbul Wathan.
2. Cabang Palang
Di Palang, paham Muhammadiyah masuk pada tahun 1968, yang
dikenalkan oleh H. Anan Nawawi, ia mengenalkan paham
Muhammadiyah kepada masyarakat Palang dengan melalui berbagai
pengajaran, baik akidah, akhlak, dan ibadah syariah. Dengan pendekatan
pengajian-pengajian inilah akhirnya paham Muhammadiyah bisa diterima
di masyarakat Palang. Namun dalam mengembangkan Cabang Palang
sempat mendapat tantangan dari warga yang kebetulan tidak sepaham
dengan paham ini. Tantangan datang dari kelompok tradisionalis yang
menolak adanya paham Muhammadiyah.10 Hingga sekarang Cabang
Palang terdapat 14 Ranting namun yang sudah ber-SK baru 2 Ranting
yakni Ranting Pucangan dan Tasikmadu. Selain itu masih 12 ranting yang
9 Tim Penulis, Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004
(Surabaya: Hikmah Press, 2004), 219.
37
belum mempunyai SK pendirian di antaranya: Ranting Cendoro, Leran
Kulon, Pliwetan, Panyuran, Cepokorejo, karangagung, Glodog, Wangun,
Leran wetan, Ngimbang, Randuhening, dan Gesikharjo.
Sedangan untuk Ortom (organisasi otonom) yang terbentuk yakni:
Aisyiyah, NA, IRM, Pemuda Muhammadiyah, dan Tapak Suci.
3. Cabang Semanding
Cabang Semanding, paham Muhammadiyah masuk pada tahun
1994 yang dibawa oleh Mahmud. Dalam perkembangan Muhammadiyah
di Cabang Semanding tidak jauh beda dengan cabang-cabang
Muhammadiyah yang lainnya yakni melalui pendekatan
pengajian-pengajian keagamaan dan kemuhammadiyahan. Hingga sekarang Cabang
Semanding masih belum ber-SK namun Cabang Semanding sudah
mempunyai 7 ranting yang di naunginya yakni ranting Kowang,
Gedongombo, Bejagung, Tegalagung, Penambangan, Semanding, dan
Karang. Adapun untuk Ortomnya masih belum ada hingga sekarang.
4. Cabang Merak Urak
Muhammadiyah Cabang Merak Urak masuk sekitar tahun 1964,11
yang diperkenalkan oleh Masduqi Ns, Anwar, dan Abdul Kholik, mereka
memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat sekitar dengan
melalui pengajian dan ceramah-ceramah agama yang kebetulan disambut
oleh tokoh-tokoh setempat, yakni: Saeran, Ahmad Husein, dan Ahmad
Salam.
38
Pada periode pertama Cabang Merak Urak dipimpin H. Rosjidi
(ketua), Masduqi Ns (sekretaris) H. Masjhuri (bendahara), dan H. Muchtar
(wakil bendahara). Disaat orang masih trauma dengan peristiwa
G-30-SPKI 1965, Mughni sebagai sesepuh tokoh Islam di Desa Sambonggede
berusaha untuk memperkenalkan pikiran-pikiran pembaharuan
Muhammadiyah kepada warganya dan gagasan ini diterima oleh
tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kota Tuban. Gagasan Mughni di lingkungan
desa itu belakangan mendapat respons positif dari masyarakat sekitar.
Tidak sedikit yang kemudian membantu Mughni mendirikan persyarikatan
di Desa Sambonggede, seperti H. Rosyidi, H. Saeran, Achmad Husen, H.
Masyhuri, dan Achmad Salam pada tahun 1966. Kegiatan terus
berlangsung melalui pengajian-pengajian. Namun Cabang Merak Urak
baru mempunyai SK pada tahun 2010. Cabang Merak Urak menaungi 5
ranting hingga sekarang, semua ranting ini sudah terdaftar dan ber-SK
yakni Ranting Manderejo, Sambenggede, Tuwiri Wetan, Tuwiri Kulon,
dan Banggel.
Adapun untuk Ortom yang sudah berdiri adalah Aisyiah, NA,
IRM, Tapak Suci, dan Pemuda Muhammadiyah.
5. Cabang Kerek
Muhammadiyah menembus Kecamatan Kerek pada tahun 1962,
tepatnya di Desa Margomulyo yang dikenalkan oleh H. Fathurrohman,
beliau memperkenalkan paham Muhammadiyah dengan cara melalui
39
Muhammadiyah di daerah ini terbilang lamban. Dan Cabang Kerek baru
ber-Sk pada tahun 2010. Sedangkan jumlah ranting di Cabang Kerek
terdapat 3 buah, yakni: Ranting Margomulyo, Jarorejo, Margorejo.
Adapun untuk Ortom yang sudah ada yakni: Aisyiah dan NA.12
6. Cabang Jenu
Sementara di Jenu, Muhammadiyah masuk melalui Desa Sokorejo
yang diperkenalakan oleh Achmad Rais, Ahmad Rifa’I, Khusnan dan
Zaenal Ma’ruf pada tahun 1987. Mereka memperkenalkan paham
Muhammadiyah kepada masyarakat sekitar dengan cara melalui
pengajian-pengajian dan ceramah keagamaan. Hingga sekarang Cabang
Jenu menaungi 2 ranting yakni: Ranting Sokorejo dan Soco. Semua
Ranting dan Cabang di Jenu ini sampai sekarang masih belum mempunyai
SK dan belum ada Ortom yang berkembang hingga saat ini.
7. Cabang Tambakboyo
Pada tahun 1958, Muhammadiyah mulai masuk Kecamatan
Tambakboyo yang diperkenalkan oleh H. Abdullah, Syamsul Huda, dan
Siti Syamsiyah mengenalkan Aisyiyah. Secara organisatoris Cabang
Tambakboyo terbentuk pada tahun 1960, dengan susunan; H. Abdullah
(ketua), Zulkarnaen (sekretaris), Biro dan Gami (bendahara I dan II), dan
Syamsul Huda (anggota). Pengembangan masa awal dilakukan melalui
pengajian-pengajian. Reaksi masyarakat setempat semula menentang
karena dianggap ada unsur politikya. Namun dengan pendekatan yang
40
intens akhirnya masyarakat mulai banyak yang mengikuti paham ini.
Sekarang Cabang Tambakboyo memiliki 13 ranting yakni: Ranting
Tambakboyo, Pabeyan, Gadon, Sotang, Cakrowati, Belikanget,
Glondonggede, Ngulahan, Dasin, Kinanti, Sabontoro, Pulogede, dan
Mander. Adapun untuk Ortom yang ada di Cabang Tambakboyo antara
lain: Pemuda Muhammadiyah, Aisyiah, NA, Tapak Suci, dan IRM.
8. Cabang Bancar
Di Bancar paham Muhammadiyah masuk melalui Desa Bulujowo
pada tahun 1958, yang dipelopori H. Bisri. Tetapi secara resmi baru
berdiri pada 1968 dengan nama Muhammadiyah Cabang Bulu.
Penyebaran Muhammadiyah di Bancar dilakukan dengan cara melalui
pengajian-pengajian. Awalnya, mendapat reaksi keras dari masyarakat
sekitar yang tidak sepaham dengan paham pemurnian agama ini. Namun,
karena pemerintah setempat menghormati kehadiran Muhammadiyah.
Akhirnya paham Muhammadiyah lambat laun bisa diterima oleh
masyarakat setempat dan bisa berkembang hingga sekarang, ini karena
kesabaran dalam melakukan dakwah islamiyah kepada masyarakat
Bancar. Sekarang Cabang Bancar memiliki 6 ranting di antaranya: Ranting
Jahulu, Banjarejo, Bulu Jawa, Bulu Meduro, Sukolilo, dan Margosuko.
Adapun untuk Ortom yang sudah ada di Cabang Bancar adalah Aisyiah,
NA, Pemuda Muhammadiyah, IRM, dan Tapak Suci.13
41
9. Cabang Jatirogo
Muhammadiyah masuk Kecamatan Jatirogo pada tahun 1950, yang
dikembangkan oleh Abdullah, Sukaemi, dan Fatchurrahman yang awalnya
dimulai di Desa Watsogo. Pada masa itu masyarakatnya secara idealogis
nasionalis paham keagamaaannya masih sangat tradisional. Ketiga perintis
ini mengenalkan paham Muhammadiyah melalui forum-forum pengajian
Akidah. Ketiga tokoh ini mendapat tantangan keras dari masyarakat,
karena umumnya masyarakat di sini masih banyak yang memuja-muja
makam kuno dan suka membuat sesajian di tempat-tempat angker. Tetapi
karena pemerintah kecamatan merespon positif dengan hadirnya
Muhammadiyah yang dinilai sebagai amalan jamaah agama yang benar
sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga ketiga tokoh ini selalu
melakukan dakwah islamiyah kepada masyarakat Jatirogo dan akhirnya
paham Muhammadiyah bisa diterima di masyarakat. Menurut H. Windyo
Lelono, PCM Jatirogo (2004), perkembangan Muhammadiyah di Jatirogo
berjalan sangat lamban. Saat ini rantingnya baru 4 buah antara lain
Ranting Sadang, Sugihan, Wotsogo, dan Paseyan. Adapun untuk
Ortomnya masih belum ada hingga sekarang.
10.Cabang Kenduruan
Awalnya paham Muhammadiyah masuk Kecamatan Kenduruan
dari Desa Sidomukti pada 1968,14 yang dikenalkan oleh H. Mudaed,
beliau memperkenlakan paham Muhammadiyah kepada masyarakat
42
setempat dengan cara melalui pengajian akidah dan akhlak yang sesuai
dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketika sebagian masyarakat sudah
sedikit mulai mengenal Muhammadiyah, akhirnya Mudaed
mengembangkan paham ini dengan melalui berbagai acara kegiatan sosial.
Perkembangan Muhammadiyah di cabang ini relatif lamban.
Kepengurusannya baru secara resmi terbentuk pada 1970 dan sekarang
sudah terbentuk 3 ranting. Yakni Ranting Tawaran, Jamprong, dan
Sidomukti. Adapun untuk Ortomnya baru terbentuk Aisyiah dan NA.
11.Cabang Bangilan
Sedangkan di Bangilan, gerakan pembaharuan ini masuk ke Desa
Ngrojo tahun 1991 yang dipernalkan oleh H. Meotomo, dan Drs. Juwari.
Mereka memperkenalkan Paham Muhammadiyah di Bangilan dengan
melalui dakwah. Namun di Bangilan ini masyarakat kurang begitu banyak
yang mengikuti paham ini, sehingga bisa dikatakan warga Bangilan yang
mengikuti paham Muhammadiyah menjadi Minoritas. Walaupun begitu
Cabang Bangilan tetap berdiri yang kebetulan pada waktu itu Cabang
Bangilan diresmikan oleh KH. Mahbub Ihsan dan dihadiri oleh seluruh
Cabang Tuban. Kini di Cabang Bangilan terdapat 3 ranting yakni: Ranting
Ngrojo, Kabluan, dan Sidokumpul.
Adapun Ortom yang ada di Cabang Bangilan ada dua yakni:
a. Pemuda Muhammadiyah.
b. Aisyiah.15