18
TINJAUAN PUSTAKA
A. Strategi Pembinaan
1. Pengertian Strategi Pembinaan
Menurut Ngalimun dalam bukunya yang berjudul Strategi dan Model
Pembelajaran bahwa:
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.1
Dengan demikian awal mula strategi dipakai dalam dunia militer
untuk mencapai kemenangan dalam berperang, dalam mencapai
kemenangan berperang seseorang sebelumnya mengetahui dan menimbang
akan kekuatan dari pasukan-pasukannya, setelah semua diketahui dengan
baik lalu menyusun suatu tindakan berupa siasat berperang melalui taktik,
teknik dan waktu melakukan serangan terhadap musuh, untuk itu strategi
digunakan untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan yang
diinginkan dalam berperang.
1
Menurut Sanjaya Wina sebagai dicatat oleh Ngalimun istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, termasuk juga strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah, strategi berarti pola umum perbuatan guru terhadap peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat pola umum tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru terhadap peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru peserta didik di dalam peristiwa belajar mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu dari strategi yang lain secara fundamental.2
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan..3
Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.4
Dapat dipahami bahwa pembinaan itu suatu usaha, tindakan dan kegiatan
yang dilakukan agar memperoleh hasil yang baik.
Pembinaan juga dapat diartikan : “ bantuan dari seseorang atau
sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain
melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan
kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.5
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam pembinaan terdapat
unsur tujuan, materi, proses, cara, pembaharuan, dan tindakan pembinaan.
2
Ibid., hal. 4. 3
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain, Stategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hal. 5.
4
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 995. 5
Selain itu, untuk melaksanakan kegiatan pembinaan diperlukan adanya
perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian.
a. Perencanaan
Menurut Roger A. Kauffman, Perencanaan adalah proses
penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan
jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisian
dan seefektif mungkin.6
Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan yaitu (1)
Perumusan tujuan yang ingin dicapai (2) Pemilihan program untuk
mencapai tujuan itu (3) Identifikasi dan pengerahan sumber.7
1) Perumusan tujuan komponen tujuan memiliki fungsi yang
sangat penting dalam sistem pembelajaran. Akan terjadi proses
pembelajaran manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.8 Dengan demikian, sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang
dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran hendaknya
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan
merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu,
merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan
dalam merancang sebuah perencanaan program pembelajaran ataupun
kegiatan.
6
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 49.
7
Ibid.,hal. 49. 8
2) Pemilihan program, pemilihan program di sini meliputi materi
maupun kegiatan/upaya yang akan dilaksanakan. Pemilihan materi
sekaligus kegiatan/upaya harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,
yang terkait tentang kegiatan pembinaan. Sehingga antara materi dan
kegiatan menjadi berkesinambungan dalam mencapai tujuan.
3) Identifikasi dan pengerahan sumber, sumber dalam kegiatan
pembinaan disini ada 2 macam, yaitu sumber manusia dan sumber non
manusia. Sumber manusia adalah tenaga atau orang yang bertanggung
jawab serta yang berperan serta dalam kegiatan pembinaan, diantaranya
kepala sekolah, guru agama, guru lain dan siswa. Sedangkan dari
sumber non manusianya meliputi , sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan pembinaan shalat berjamaah tersebut.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kumpulan orang dengan sistem kerja
sama untuk mencapai tujuan bersama.9 Dengan kata lain, pengorganisasian adalah pelaksanaan suatu kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya, aktualisasi atas suatu program kerja.
Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu
badan atau wadah secara berencana, teratur, dan terarah guna mencapai
tujuan yang diharapkan.
9
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh seorang guru
dalam melaksanakan kegiatan pembinaan dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu:
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada
materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai
media dan sumber belajar yang bervariasi.
2. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran,
diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara
berulangulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas. Guru
wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan
antara mata pelajaran dan/ atau praktik nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina
hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas.
5. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara
individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya
tersebut.10
Upaya dalam pencapaian tujuan suatu kegiatan harus
dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, walaupun pada
kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaan
dalam berbagai hal. Athiyah Al-Abrasyi menyairkan satu syair : “ setiap
10
sesuatu mempunyai tujuan yang diusahakan untuk dicapai, seseorang
bebas menjadikan pencapaian tujuan pada taraf yang paling tinggi”.11
c. Pengendalian
Menurut Randy R Wrihatnolo & Riant Nugroho Dwijowijoto,
.Pengendalian adalah suatu tindakan pengawasan yang disertai tindakan
pelurusan (korektif).
Contextual Teaching & Learning : Pengendalian merupakan
mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan
mengarahkan orang untuk bertindak menurut norma- norma yang telah
melembaga.
Bateman & Snell : Pengendalian adalah memantau kemajuan dari
organisasi atau unit kerja terhadap tujuan - tujuan dan kemudian
mengambil tindakan - tindakan perbaikan jika diperlukan.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengendalian
kegiatan itu bisa dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan
evaluasi. Monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek
penampilan dari aktivitas yang sedang dikerjakan.Monitoring adalah
bagian dari kegiatan pengawasan, dalam pengawasan ada aktivitas
memantau (monitoring). Pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan
tertentu, untuk memeriksa apakah program yang telah berjalan itu
sesuai dengan sasaran atau sesuai dengan tujuan dari program. Jadi
11
kegiatan monitoring ini bisa dilaksanakan dengan cara memantau dan
mengecek dari aktivitas kegiatan pembinaan.
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan,
memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk
membuat alternatif- alternatif keputusan Mehrens & Lehmann.12
Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti
bahwa evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana
dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya
merupakan kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu,
melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama
program berlangsung, dan pada akhir program setelah program itu
dianggap selesai.13
Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
tujuan evaluasi itu sendiri. Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk
mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana
tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian
tujuantujuan. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan
para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di
mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan
belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan.14 Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau menilai
12
Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 3.
13
Ibid., hal. 3-4. 14
keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatankegiatan
belajar, dan metode - metode mengajar yang digunakan.
Dihubungkan dengan Strategi Guru Agama Islam Dalam
Pembinaan Akhlak Siswa15
Strategi guru agama islam mengandung pengertian rangkaian
perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk
menginformasikan, mentransformasikan dan menginternalisasikan
nilainilai Islam agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya.
Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya pendidikan atau
pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang digunakan
diantaranya ialah :
a. Pendidikan secara langsung
Yaitu dengan mengadakan hubungan langsung secara pribadi
dan kekeluargaan dengan individu yang bersangkutan. Dengan cara
mempergunakan petunjuk, nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat
dan bahaya-bahayanya.
15
b. Pendidikan secara tidak langsung
Yaitu strategi guru yang bersifat pencegahan, penekanan
padahal-hal yang akan merugikan. Strategi ini dibedakan menjadi 3
(tiga)bagian diantaranya adalah:
1). Larangan
Larangan adalah suatu keharusan untuk tidak melaksanakan
atau melakukan pekerjaan yang merugikan. Alat inipun bertujuan
untuk membentuk disiplin.
2). Koreksi dan pengawasan
Adalah untuk mencegah dan menjaga, agar tidak terjadi
sesuatu hal yang tidak di inginkan. Mengingat manusia bersifat
tidak sempurna maka kemungkinan untuk berbuat salah serta
penyimpangan-penyimpangan maka belum kesalahan-kesalahan
itu berlangsung lebih jauh lebih baik selalu ada usaha-usaha
koreksi dan pengawasan.
3). Hukuman
Adalah suatu tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik
secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan penyesalan.
Dengan adanya penyesalan tersebut siswa akan sadar atas
perbuatannya dan ia berjanji untuk tidak melakukannya dan
telah diberikan ternyata masih dilakukan oleh siswa. Namun
hukuman tadi tidak harus hukuman badan, melainkan bisa
menggunakan tindakan-tindakan, ucapan dan syarat yang
menimbulkan mereka tidak mau melakukannya dan benar-benar
menyesal atas perbuatannya.
Dengan demikian Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya
pendidikan atau pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang
digunakan melalui 1. pendidikan secara langsung, guru langsung
berhadapan langsung dengan peserta didik atau dengan wali murid peserta
didik. Pada saat diundangnya wali murid ke sekolah pihak guru
menyampaikan nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat dan
bahaya-bahayanya, Agar peserta didik dapat berperilaku baik. 2. Pendidikan secara
tidak langsung, dengan cara guru melakukan larangan bagi peserta didik
dalam melakukan perbuatan yang menyimpang, koreksi dan pengawasan
bagi peserta didik pada saat jam-jam diluar pembelajaran sebelum
kesalahan-kesalahan itu berlangsung lebih baik selalu ada usaha-usaha
koreksi dan pengawasan, dan hukuman bagi peserta didik yang berperilaku
menyimpang atau melanggar dari aturan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni dalam bukunya yang
berjudul Teori Belajar & Pembelajaran bahwa:
individu siswa sehingga menentukan kualitas hasil belajar yang dalam konteks soft-skills ada yang terkait dengan pengembangan intra-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu konsep akademik dan penguasaan suatu prinsip keterampilan, sekaligus terkait dengan pengembangan inter-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu tata-nilai.
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. 1). Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.
2). Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
- Kecerdasan/inteligensi siswa. Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.
siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya.16
- Minat. Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun terlepas dari masalah populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang manaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.17
- Sikap. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran , apalagi jika diiringi kebencian kepada guru atau kepada mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.18
- Bakat. Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Menurut Syah secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang
16
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hal. 19-23.
17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004), hal. 136.
18
sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.19
b. Faktor-faktor eksternal
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1). Lingkungan sosial yang terdiri dari tiga macam seperti di bawah ini.
a. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.20
b. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang-tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang-tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi,dan lain sebagainya.
c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.21
Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
peserta didik salah satunya adalah faktor internal ialah faktor yang berasal
dari dalam diri setiap peserta didik yang meliputi 1. Faktor fisiologis ialah
faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu oleh karena
itu bagi peserta didik perlu menjaga kesehatan fisiknya, salah satunya
dengan mengonsumsi makanan bergizi. 2. Faktor psikologis ialah
faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan psikologis peserta didik,
misalnya kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat peserta didik.
Selain faktor internal peserta didik, faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar peserta didik yang meliputi 1. Faktor
lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial
masyarakat, lingkungan sosial keluarga. 2. Faktor lingkungan nonsosial
diantaranya lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi
pelajaran.
B. Kedisiplinan
1. Pengertian kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Secara etimologi, kata disiplin
berasal dari bahasa latin, yaitu disciplina dan discipulus yang berarti
perintah dan murid. Berarti, disiplin adalah perintah yang diberikan oleh
orang tua kepada anak atau guru kepada murid. Perintah tersebut diberikan
kepada anak atau murid agar ia melakukan apa yang diinginkan oleh orang
tua dan guru.22 Disiplin dalam bahasa inggris adalah discipline, berasal dari akar kata bahasa Latin yang sama (discipulus) dengan kata disciple dan
mempunyai makna yang sama: mengajari atau mengikuti pemimpin yang
dihormati.23 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat tiga arti disiplin, yaitu tata tertib, ketaatan, dan bidang studi.24 Dengan demikian
disiplin merupakan suatu perintah dari atasannya misalnya ( pemimpin,
guru, orang tua) yang harus dipatuhi, ditaati dan dijalani oleh bawahannya
misalnya (peserta didik, anak, dan karyawan).
Ali Imron mengutip pendapat para ahli mengenai pengertian disiplin. Menurut The Liang Gie, disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati.25
22
Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 41.
23
Jane Elizabeth Allen dan Marilyn Cheryl Ph. D, Disiplin Positif Menciptakan Dunia Penitipan Anak yang Edukatif Bagi Anak Pra-Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2005), hal. 24.
24
Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini…, hal. 41.
25
Singgih D. Gunarsa mengutip pendapat para ahli bahwa menurut Webster‟s New World Dictionary, disiplin sebagai latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efesien. Menurut Eliza-beth B. Hurlock, disiplin sebagai suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan. Seseorang dikatakan telah berhasil mempelajari kalau ia bisa mengikuti dengan sendirinya tokoh-tokoh yang telah mengajarkan sesuatu yaitu orang tua atau guru-guru. Apa yang dipelajari akan mengarahkan kehidupannya agar bisa bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat dan menimbulkan perasaan bahagia dan sejahtera.26
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa disiplin itu seseorang harus
mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemimpinnya
dengan menjalankannya secara tertib dan efisen.
2. Cara menanamkan kedisiplinan
Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja bahwa cara menanamkan disiplin dengan
cara:
a. Cara otoriter
Pada cara ini orangtua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orangtua, ia akan diancam dan dihukum. Orangtua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak lebih merasa takut kalau tidak melakukan dan bukan karena kesadaran apalagi dengan senang hati melakukan. Orangtua menentukan tanpa memperhitungkan keadaan anak, tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan kebijaksanaan orangtua. Sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus dilakukan karena hanya dengan sikap demikian anak menjadi penurut. Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam, akan menjadikan anak “patuh” dihadapan orangtua, tetapi di belakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-reaksi misalnya menentang atau melawan
26
karena anak merasa “dipaksa”. Reaksi menentang dan melawan bisa ditampilkan dalam tingkahlaku-tingkahlaku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya maupun lingkungannya rumah, sekolah dan pergaulannya. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi hanya bisa pada hal-hal tertentu atau ketika sianak berada dalam tahap perkembangan dini yang masih sulit menyerap pengertian-pengertian. Cara otoriter masih bisa dilakukan asal memperhatikan bahwa dengan cara tersebut anak merasa terhindar, aman dan tidak menyebabkan anak ketakutan, kecewa, menderita sakit karena dihukum fisik. Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak. Inisiatif dan aktivitas-aktivitasnya menajadi “tumpul”. Secara umum kepribadiannya lemah, demikian pula kepercayaan dirinya.
b. Cara bebas
Orangtua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tatacara yang memberi batasan-batasan dari tingkahlakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orangtua baru bertindak. Pada cara bebas ini pengawasan menjadi longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orangtuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya. Orangtua merasa sudah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada orang lain yang bisa mengasuh khusus atau bisa pula anggota keluarga yang tinggal di rumah. Orangtua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegor, dan mungkin memarahi. Orangtua tidak biasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan merasa bahwa anak harus tahu sendiri.
c. Cara demokratis
dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang memang bisa berbeda dengan norma pribadinya.27
Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa
dalam menanamkan perilaku disiplin terhadap anak itu dilakukan melalui
cara yang pertama melalui cara otoriter yaitu cara ini digunakan orangtua
dalam menentukan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dituruti oleh anak,
anak harus patuh sesuai dengan aturan orang tuanya, kalau anak tidak mau
patuh terhadap aturan orangtuanya anak akan mendapat hukuman dan
ancaman dari orangtuanya. Dengan demikian anak merasa takut bila tidak
melakukan aturan dari orang tuanya. Orang tua memberikan sikap keras
terhadap anak diharapkan anak menjadi penurut, orang tua dalam membuat
aturan-aturan itu tanpa melihat keadaan dan keinginan anaknya. Dengan
cara otoriter yang dilakukan orangtua mengakibatkan anak mempunyai
sikap menentang atau melawan karena anak merasa dipaksa melakukan
aturan tersebut. Cara yang kedua dalam menanamkan disiplin terhadap anak
dengan cara bebas, orang tua memberi kebebasan pada anak dalam
berperilaku. Anak bebas mengatur dan menentukan sendiri apa yang
menurutnya baik dilakukan. Pengawasan orang tua terhadap anak menjadi
longgar, hanya pada perilaku yang keterlaluan orang tua baru bertindak. Hal
seperti ini dikarenakan orangtua lebih menyibukkan dirinya dengan
pekerjaannya sehingga tidak ada waktu dalam mengawasi dan mendidik
anaknya. Cara yang ketiga dalam menanamkan disiplin terhadap anak
dengan cara demokratis, orang tua menghargai dan memperhatikan
27
kebebasan anak disamping memberikan kebebasan anak namun orang tua
memberi bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak antara
anak dan orangtua. Orangtua menghargai pendapat dan keinginan anaknya,
kalau sesuai dengan norma-norma orang tuanya maka pendapat dan
keinginan anaknya disetujui untuk dilakukan. Tetapi kalau pendapat dan
keinginan anaknya tidak berkenan dihati orang tuanya dan tidak sesuai
norma-norma orang tuanya, anak diberikan pengertian dan diterangkan
secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan akan perbuatan dan
keinginannya itu, kalau baik bisa dilakukan dan kalau tidak baik hendaknya
tidak dilakukan lagi.
Masih menurut Singgih D. Gunarsa klasifikasi lain mengenai penanaman disiplin dikemukakan oleh Haimowitz, M.L dan Haimowitz N melalui penerapan dua teknik. Pertama, tehnik yang berorientasi pada kasih sayang (love oriented technique). Tehnik ini dikenal pula sebagai menanamkan disiplin dengan meyakinkan tanpa kekuasaan (non-power assertive discipline). Memberikan pujian dan menerangkan sebab-sebab sesuatu tingkahlaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran dengan dasar kasih sayang yang dirasakan oleh anak, akan memperkembangkan rasa tanggungjawab dan disiplin diri yang baik. Kedua, tehnik yang bersifat material. Tehnik ini mempergunakan hadiah-hadiah yang benar-benar berujud atau hukuman-hukuman fisik. Tehnik ini juga dikenal dengan menanamkan disiplin dengan meyakinkan melalui kekuasaan (power-assertive discipline). Tingkah laku baru dari luar ditanamkan dengan paksaan. Anak patuh karena takut tidak memperoleh apa yang diinginkan (hadiah) atau takut dihukum. Karena tingkah-lakunya bukan tingkah-laku yang benar-benar ingin diperlihatkan, maka perlu terus menerus diawasi oleh orang tua (parental control) dan mudah timbul masalah-masalah lain misalnya sikap yang selalu menentang dan agresif.28
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam menanamkan disiplin
terhadap anak dilakukan dengan kasih sayang, anak diterangkan melalui
28
penalaran dengan dasar kasih sayang mengenai tingkah-laku yang boleh
dilakukan anak dan tingkah-laku yang tidak boleh dilakukan anak, agar anak
mempunyai rasa tanggungjawab untuk berbuat disiplin yang baik. Selain itu
dalam menanamkan disiplin terhadap anak bisa dilakukan dengan tehnik
yang bersifat material, dengan cara mempergunakan hadiah dan hukuman
fisik, dengan demikian anak akan patuh karena suatu paksaan, kalau anak
itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya terhadap hukuman yang akan
diterimanya, atau bila anak itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya
kalau tidak memperoleh hadiah yang diinginkan. Oleh karena itu semua
teknik diatas membutuhkan peran yang aktif dari orang tua atau guru yang
ingin menanamkan disiplin pada anak. Orang tua atau guru bisa berperan
pasif yakni sebagai tokoh model untuk diperhatikan, diamati dan ditiru
tingkahlakunya oleh anak.
Menurut Ali Imron terdapat tiga macam teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik. Pertama, dinamai dengan teknik external control adalah suatu teknik di mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Kedua, dinamainya dengan teknik inner control atau internal control. Teknik ini mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan diri sendiri. Ketiga, adalah teknik cooperatit control. Konsep teknik ini adalah antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin.29
Dengan demikian teknik-teknik alternatif pembinaan disiplin peserta
didik dilakukan dengan cara 1. Teknik disiplin peserta didik yang
dikendalikan dari luar peserta didik, peserta didik terus menerus disuruh
untuk disiplin. Apabila peserta didik tidak mau disiplin peserta didik diberi
ancaman atau hukuman yang akan membuatnya takut dan apabila peserta
didik mau disiplin dengan baik peserta didik diberi hadiah atau ganjaran. 2.
Teknik disiplin peserta didik yang mengupayakan agar peserta didik dapat
disiplin dengan dirinya sendirinya, peserta didik disadarkan akan pentingnya
disiplin apabila peserta didik sadar ia akan berusaha mendisiplinkan diri
sendiri. 3. Teknik disiplin peserta didik antara pendidik dan peserta didik
harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin, guru dan
peserta didik membuat perjanjian berupa aturan-aturan kedisiplinan yang
harus ditaati bersama guru dan peserta didik.
3. Fungsi pembentukan kedisiplinan
Menurut Mahmud Al-Khawa‟awi dan M. Said Mursi dalam bukunya yang berjudul Mendidik Anak Dengan Cerdas bahwa:
Pada dasarnya disiplin diperlukan dalam pendidikan, supaya anak:
a) Dapat mengendalikan diri.
b) Mempunyai pengertian dan menurut.
c) Tahu kewajiban dan hak yang harus dijalankan.
d) Dapat mengerti perintah dan larangan-larangan.
e) Dapat membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk.
f) Ada kesadaran bagaimana mengendalikan keinginan-keinginan dan berbuat sesuatu tanpa ada perasaan takut dan ancaman hukuman.30 4. Peran guru dalam mendisiplinkan peserta didik
Menurut Mulyasa dalam bukunya yang berjudul ”Menjadi Guru
Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan”,
bahwa:
30
Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisipliner. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik. Ketika berada di tengah-tengah para siswa, guru tidak dibenarkan lengah dengan tugas pendampingan dalam rangka menumbuh-kembangkan berbagai perilaku yang mengantarkan mereka memiliki kedisiplinan yang relatif tinggi. Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.31
Dengan demikian tugas guru disekolah tidak hanya mengajar dikelas
akan tetapi guru harus membentuk kompetensi dan pribadi yang ada
didalam diri peserta didik maka dari itu guru harus menjadi seorang
pembimbing, teladan, pengawas dan pengendali perilaku peserta didik agar
tidak terjadi perilaku yang menyimpang dan kurang disiplin.
31
C. Shalat Berjama’ah
1. Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa berarti do‟a. Sedangkan menurut syara‟ adalah
berhadap diri kepada Allah SWT sebagai suatu amal ibadah yang tersusun
dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang
telah ditentukan.32 Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa
dan berakal ialah lima kali sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah
wajib shalat itu ialah pada malam Isra‟, setahun sebelum tahun Hijriah. 33
Dalil yang mewajibkan shalat antara lain:
Artinya: “Kerjakanlah shalat, sesunggunya shalat itu mencegah perbuatan
yang jahat ( keji) dan munkar”. (Surat Al-Ankabut, ayat 45).34
orang-orang yang ruku”. ( Surat Al-Baqarah, ayat 43). 35
32
Labib dan Harniawati, RISALAH FIQIH ISLAM, (Surabaya: BINTANG USAHA JAYA, 2006), hal. 121.
33
Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal.53. 34
Al-Qur‟ān dan Terjemahnya, Mujamma‟ Al-Malik Fahd li Thiba‟at al-Mushhaf, Asy- Syarif Madinah Al-Munawwarah Kerajaan Saudi Arabia, 1422H, hal. 635.
35
Dengan demikian shalat adalah suatu gerakan dan bacaan-bacaan doa
yang dimulai dari takbir yang berakhir dengan salam yang dilaksanakan
sesuai dengan syarat-syarat dan rukun shalat yang telah ditetapkan,
mengerjakan shalat suatu kewajiban bagi setiap umat islam di dunia baik
laki-laki maupun perempuan yang memenuhi syarat wajib dan syarat sah
shalat. Shalat yang diwajibkan bagi umat islam sebanyak 5 kali sehari
semalam yaitu shalat subuh, shalat dhuhur, shalat asar, shalat magrib, shalat
isya‟. Perintah shalat di peroleh dari nabi Muhammad saw pada peristiwa
isra‟ mi‟raj.
Menurut Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi dalam bukunya
yang berjudul ETIKA BERIBADAH Berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah
bahwa:
Shalat dalam Islam memiliki kedudukan yang teramat penting, selain karena shalat adalah perintah Allah dan amalan yang pertama kali akan ditanyakan di hari kiamat, shalat juga merupakan tolok ukur atau barometer baik dan tidaknya amal dan perbuatan seseorang. Artinya, jika shalat seseorang baik maka ia termasuk golongan orang yang baik amal perbuatannya, yang akan mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya, jika shalat seseorang jelek maka ia termasuk dalam golongan orang yang jelek amal perbuatannya, ia tergolong orang merugi dan akan mendapatkan celaka di dunia dan juga di akhirat. Baik dilihat dari sejarah diturunkannya maupun perhatian yang diberikan Al-qur‟an dan hadits ataupun manfaat yang dapat diperoleh, shalat merupakan ibadah yang utama dan istimewa. Dilihat dari sejarah turunnya, perintah untuk mengerjakan shalat berbeda dengan perintah untuk menjalankan ibadah lainnya, misalnya perintah untuk mengeluarkan zakat, menjalankan puasa, mengerjakan haji dan sebagainya. Apabila perintah untuk mengerjakan haji atau puasa diterima Rasulullah melalui perantara Malaikat Jibril melalui wahyu, maka perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu tidaklah demikian karena perintah untuk mengerjakan shalat dalam sehari lima
waktu langsung disampaikan Allah kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra‟ dan Mij‟ra.36
Dengan demikian ibadah shalat dalam agama Islam sangat utama,
shalat adalah ibadah yang pertama kali diperintah oleh Allah swt yang
disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad saw dalam peristiwa
isra‟ mij‟raj dan shalat adalah ibadah yang pertama kali akan ditanyakan
dihari kiamat selain itu shalat merupakan tolok ukur baik dan tidaknya
amalan ibadah dan perbuatan manusia, jika shalatnya baik semua amalan
ibadah lainnya dianggap baik sebaliknya jika shalatnya jelek semua amalan
ibadah lainnya dianggap jelek.
Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah
Mengenal Allah bahwa:
Ibadah shalat terdiri dari ucapan dzikir, doa, dan sejumlah aktivitas tubuh. Secara lahiriah ibadah shalat memiliki sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah. Rukun shalat ada Sembilan belas, diantaranya adalah: niat, takbiratul ihram, berdiri, membaca
al-Fatihah, ruku‟ dan tuma‟ninah, i‟tidal dan tuma‟ninah, sujud dan
tuma‟ninah, duduk di antara dua sujud dan tuma‟ninah, sujud kedua dan tuma‟ninah, duduk tasyahud, membaca shalawat Nabi saw, salam,
dan tertib. Tetapi secara batiniah, ibadah shalat terdiri dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu. Tanpa kehadiran hati, maka ucapan dzikir dan doa kita, akan sia-sia, dan tak ada artinya, karena ucapan yang tidak menggambarkan isi hati akan setara dengan igauan. Tanpa kehadiran hati, percuma saja segala gerakan tubuh selama shalat. Karena kalau badan sehat, tetapi hatinya tidak hadir, maka gerakan tubuh yang tampak dianggap sebagai gerakan yang tak punya arti apa-apa.37
36
Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, ETIKA BERIBADAH Berdasarkan
Al-Qur‟an dan Sunnah, ( Jakarta: AMZAH, 2011), hal. 1. 37
Dengan demikian shalat dipandang dari segi lahiriah memiliki
sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah dan secara batiniah shalat terdiri
dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu.
Asfa Davy Bya mengutip pendapat Hasan al-Bashri ra yang
Berkata, “ Setiap shalat yang tidak menghadirkan hati, maka shalatnya
akan lebih mempercepat kepada siksa. Sementara syaitan yang dilaknat Allah selalu menyibukkan orang Mukmin ketika sedang shalat. Tujuan syaitan yang demikian adalah jelas, yaitu orang mukmin yang sedang shalat supaya tidak menghadapkan wajahnya kepada Allah dan hadir bersama-Nya dalam shalatnya. Memang, kadang-kadang orang Mukmin keluar dari shalat malah dalam keadaan dosa. Oleh karena itu, para ulama menyunahkan kepada orang yang hendak mengerjakan shalat untuk membaca „Qul audzu bi rabbinnas‟. Doa ini dapat menjaga kita dari syaitan yang dirajam.38
Dengan demikian apabila mengerjakan shalat yang paling penting
harus dengan kesungguhan hati, tanpa ada kesungguhan hati menghadap
Alloh swt shalatnya akan sia-sia karena syaitan akan mudah mengganggu
manusia yang tidak besungguh-sungguh menyembah Alloh.
Shalat adalah satu-satunya ibadah dimana Rasulullah secara tegas dan
terangan-terangan menyangkut kemutlakan tata cara dan pelaksanaanya
yang baku. Rasulluhlah saw. Bersabda, ”Shalatlah kalian sebagimana kalian
melihatku shalat” (HR.Bukhori), artinya bahwa shalat kita harus bena
r-benar sesuai dengan apa yang dicontohkan dan diperintahkan Rasullullah
Saw. Ketika beliau sedang shalat, kecuali dalam masalah-masalah
menyangkut kelengkapan teknis operasionalnya. Misalnya tentang bentuk
38
pakaian, tempat shalat yang dirasa terbaik, dan semacamnya, tentu
menyesuaikan keadaan masing-masing.39
Menurut Akhmad Muhaimin Azzet dalam bukunya yang berjudul
Tuntunan Sholat Fardhu dan Sunnah bahwa:
Shalat fardhu yang dimaksudkan adalah shalat yang hukumnya
fardhu „ain, yakni wajb dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan yang
telah memenuhi syarat wajib untuk mengerjakan shalat. Shalat fardhu
„ain yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan, sebagai berikut:
a) Shalat dzuhur, terdiri dari empat rekaat , awal waktunya adalah setelah matahari tergelincir dari pertengahan langit dan condong, dan matahari sama panjang dengan sesuatu tersebut.
b) Shalat ‟ashar, terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari
habisnya waktu dzuhur sampai dengan matahari terbenam.
c) Shalat maghrib terdiri dari tiga rekaat, waktunya mulai dari terbenamnya matahari smpai dengan terbenamnya atau hilangny asyafaq (cahaya matahari yang terpancar sesudah terbenamnya : mulai berwarna merah, lalu putih).
d) Shalat isya‟ terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari
terbenamnya atau hilangnya syafaq hingga terbit fajar kedua (cahaya matahari dilangit tepi timur.
e) Sholat subuh, terdiri dari dua rekaat, waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai dengan terbit matahari.40
Dengan demikian waktunya shalat telah ditentukan supaya umat
manusia mengerjakan shalatnya tepat pada waktunya, shalat dhuhur
waktunya mulai matahari miring ke sebelah barat sampai bayang-bayang
suatu benda sama panjang dengan benda itu sendiri kira-kira antara jam
12.00- 15.00 siang, shalat ashar waktunya mulai bayang-bayang suatu benda
lebih panjang dari bendanya sendiri sampai matahari terbenam kira-kira
antara jam 15.00-18.00 sore, shalat maghrib waktunya mulai matahari
39
Muhammad Nashirudin al Albani, Rahaasia sifat Shalat Nabi, (Riyadh:Dar al Ma‟arif.
1996),hal. 9. 40
terbenam sampai hilangnya awan merah dilangit kira-kira antara jam
18.00-19.00 sore, shalat isya‟ waktunya mulai hilangnya awan merah sampai terbit
fajar pagi kira-kira antara jam 19.00-14.00 pagi, shalat shubuh waktunya
mulai terbit fajar sampai matahari terbit kira-kira antara jam 04.00-06.00
pagi.
Dicatat oleh Labib dan Harniawati, Shalat adalah tiang agama yang
menduduki peringkat kedua setelah syahadat. Meninggalkan shalat adalah
suatu kekufuran yang dapat mengeluarkan dari ke Islaman. Maka, tiada
agama maupun ke-Islaman bagi orang yang tidak shalat , baik laki-laki
maupun perempuan.41
Menurut Labib dan Harniawati dalam bukunya yang berjudul Risalah
FIQIH ISLAM bahwa:
Ibadah shalat adalah merupakan ibadah yang paling utama dibandingkan dengan ibadah yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh At- Thabrani, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: “Amal yang pertama kali akan dihisap bagi seseorang hamba pada hari kiamat ialah shalat. Jika shalatnya baik maka dinilai baiklah seluruh amalnya yang lain dan jika
shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalnya yang lain”. Perintah
shalat ini adalah hendaklah ditanamkan ke dalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “ Perintahkanlah
anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukullah (kalau enggan melakukan shalat) diwaktu
mereka meningkat usia sepuluh tahun”.42
Dengan demikian bahwa ibadah yang paling utama dan mulia
dihadapan alloh swt adalah shalat, karena amal yang pertama dihisap nanti
41
Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM..., hal. 121. 42
pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya baik maka baik pula
seluruh amal ibadah yang lain tetapi jika shalatnya tidak baik atau rusak
maka rusaklah seluruh amal ibadah yang lain. Shalat harus ditanamkan
kepada anak sejak kecil agar anak tersebut dapat melihat dan terbiasa
melaksanakan shalat yang diajarkan oleh orang tuanya.
Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah
Mengenal Allah bahwa:
Shalat adalah sarana untuk memelihara agar rasa takut kepada Allah tetap meliputi pikiran kita. Karena dialog secara teratur yang dilakukan dalam shalat akan membuat Allah swt terasa hadir di dalam hati, yang pada akhirnya akan membuat kita menjadi orang saleh. Shalat adalah juga sarana untuk menjaga agar tetap berada di jalan kebenaran dan menjaga dari segala bentuk kejahatan, karena keteraturan dalam shalat akan membangkitkan semangat ketaatan pada perintah-perintah Ilahi.43
Dengan demikian shalat sebagai sarana untuk memelihara rasa takut
kepada Allah tetap dipikiran manusia, apabila mengerjakan shalat dengan
sungguh-sungguh diniatkan dari hati paling dalam dan ucapan-ucapan doa
yang teratur dalam shalat akan membuat hati manusia merasakan kehadiran
Allah swt dan akan menjadikan manusia sholeh sholehah selain itu akan
menjaga manusia berada dijalan kebenaran dan menjauhkan dari segala
tindakan kejahatan.
Asfa Davy Bya mengutip pendapat Ibnu Mas‟ud ra yang menyatakan
bahwa, “Barang siapa yang shalatnya tidak menjadikannya berbuat baik dan
tidak mencegahnya dari berbuat kejahatan, maka tidak akan bertambah
43
sesuatu baginya kecuali kejauhan dari Allah.44” Lalu ibnu Mas‟ud ra
Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar.(QS. Al-Ankabut [29]: 45).45
Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah
Mengenal Allah bahwa:
Mendirikan shalat fardhu secara tepat waktu adalah hal yang utama bagi setiap Muslim apalagi bagi hamba-Nya yang sedang menjalani proses penyucian jiwa. Shalat tepat waktu adalah amal yang
paling dicintai Allah. Dalam hal ini, Sayyidina „Umar bin Khaththab
ra menerangkan bahwa, suatu ketika ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “Ya Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah dalam Islam? Rasulullah saw
menjawab, “Shalat tepat pada waktunya. Barang siapa meninggalkan
shalat, maka tidak ada agama yang sempurna baginya. Sebab shalat adalah tiang agama.” (HR. Baihaqi).46
Dengan demikian mengerjakan shalat yang paling baik dan utama
dikerjakan dengan tepat pada waktunya karena hal tersebut akan lebih
dicintai oleh Allo\ah swt, manusia harus berhenti sejenak melakukan
aktivitas dunianya untuk melaksanakan shalat dengan tepat waktu sebab
apabila meninggalkan shalat maka tidak ada agama bagi manusia itu karena
shalat adalah tiangnya agama.
Masih menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak
Langkah Mengenal Allah bahwa:
Sadarilah bahwa shalat merupakan media utama dari penyucian diri seseorang dari seluruh godaan jahat, dari dalam dan luar diri kita. Shalat merupakan jalan utama untuk mencapai Allah swt. Syaikh
„Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Mendirikan shalat berarti Anda
menuju ke pintu Allah swt, dia diumpamakan sebagai suatu perjalanan ruhani, karena semua gerak-gerikmu dikontrol oleh niat kamu yang dilafadzkan dari awal shalat. Jadi dengan mendirikan shalat, Anda telah menjalani separuh dari jalan menuju kepada Allah swt. Dengan ditambah puasa, maka anda telah sampai di pintu Allah swt, dan apabila dilengkapi dengan sedekah, maka anda telah memasuki rumah-Nya.”47
Menurut M.Luthfi Ubaidilah dan Ahmad Baihaki dalam bukunya
yang berjudul Fiqih Untuk MTs Kelas VII, bahwa:
Shalat jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama‟ah yang berarti
kumpul atau bersama. Sedangkan menurut istilah, shalat berjama‟ah
adalah salat yang dilakukan secara bersama-sama (minimal dua orang) dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam, dan yang mengikuti dinamakan makmum.48
Dengan demikian shalat jama‟ah yaitu shalat yang dikerjakan
bersama-sama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang yaitu imam dan
ma‟mum, imam berdiri di depan dan ma‟mum di belakangnya, ma‟mum
harus mengikuti setiap gerakan imam dan tidak di bolehkan mendahuluinya.
2. Hukum Shalat Berjamaah
Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih
Islam bahwa:
47
Ibid., hal. 463. 48
Sebagian ulama mengatakan shalat berjamaah itu adalah fardhu
„ain (wajib „ain), sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjamaah
itu fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunat muakkat (sunat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak selain shalat jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut diatas, berkata pengarang Nailul Authar: Pendapat seadil-adil dan sehampir-hampirnya pada yang betul ialah shalat berjamaah itu sunat muakat. Shalat lima waktu dengan barjamaah di masjid lebih baik daripada shalat berjamaah di rumah, kecuali shalat sunat, maka dirumah lebih baik.49
3. Syarat-syarat Shalat Berjamaah
Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam
bahwa:
Didalam sholat berjama‟ah terdapat beberapa syarat-syarat yang
harus dipahami oleh para jama‟ah, antara lain:
a) Makmum hendaknya meniatkan mengikuti imam. Adapun imam tidak menjadi syarat berniat menjadi imam, hanya sunat agar ia mendapat ganjaran berjamaah.
b) Makmum hendaklah mengikuti imamnya dalam segala pekerjaanya. Maksudnya, makmum hendaklah membaca takbiratulihram sesudah imamnya, begitu juga permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh Imamnya.
c) Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, umpamanya dari
berdiri ke ruku‟, dari ruku‟ ke i‟tidal, dari i‟tidal ke sujud, dan
seterusnya, baik diketahui dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang dibelakang imam, mendengar suara imam atau suara mubalighnya, agar makmum dapat mengikuti imamnya.
d) Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah. Setengah ulama berpendapat bahwa shalat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, hanya sunat karena yang perlu ialah mengengetahui gerak-gerik perpindahan imam dari rukun ke rukun atau dari rukun ke sunat, dan sebaliknya agar makmum dapat mengikuti gerak-gerik imamnya.
e) Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan dari imamnya, maksudnya ialah lebih depan ke pihak kiblat. Bagi orang shalat berdiri, diukur tumitnya, dan bagi orang duduk, pinggulnya.
f) Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain; kalau ia makmum tentu ia akan mengikuti imamnya.
g) Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum, sedangkan imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak beralangan.
h) Keadaan imam tidak ummi, sadangkan makmum qari‟. Artinya,
imam itu hendaklah orang yang baik bacaanya.
i) Janganlah makmum beriman kepada orang yang diketahui bahwa shalatnya tidak sah (batal). Seperti mengikuti imam yang diketahui oleh makmum bahwa ia bukan orang islam, atau ia berhadats atau bernajis badan, pakaian, atau tempatnya. Karena imam yang seperti itu hukumnya tidak sah dalam shalat.50
4. Unsur-unsur yang membolehkan tidak ikut sholat jama’ah
Allah menyuruh kita untuk melaksanakan sholat berjamaah, akan
tetapi terdapat beberapa hal yang membolehkan kita untuk tidak ikut sholat
berjamaah, antara lain:
a) Hujan lumpur dan angin kencang pada malam yang gelap.
b) Tersedianya makanan dan nafsu seseorang yang sangat
menginginkannya.
c) Menahan buang air besar dan kecil.
d) Takut dan sakit.51 Sakit disini bukan sekedar sakit biasa, tapi sakit yang berat. Misalnya lumpuh, orang yang sudah tua renta dan buta,
karena agama Islam bukan agama yang memberatkan umatnya.
Sedangkan takut disini adalah kekhawatiran terkena mudharat pada
50
Ibid., hal. 116. 51
badan, harta atau kehormatan, misalnya kekhawatiran terhadap orang
dhalim.52
Bila salah satu dari beberapa poin terjadi pada seseorang, maka orang
tersebut boleh tidak mengikuti shalat berjamaah, karena kesemua poin
tersebut memang dapat dimaklumi dan tidak direncanakan dan di sengaja
oleh orang itu.
5. Syarat imam dan makmum
Menurut Anis Tanwir Hadi dalam bukunya yang berjudul Pengantar FIKIH 2 untuk kelas II Madrasah Ibtidaiyah bahwa:
Syarat menjadi imam adalah53
a. Laki-laki mengimami jamaah laki-laki dan perempuan. b. Perempuan mengimami jamaah perempuan.
c. Bacaan imam harus benar dan fasih serta tidak ria. d. Mengetahui hukum hukum shalat.
e. Mengetahui syarat dan rukun shalat. f. Sanggup menunaikan shalat.
g. Dapat diterima oleh jamaah.
h. Paling tua umurnya dan mulia akhlaknya. i. Tidak fasik dan tidak sombong.
j. Tidak tertuduh melakukan kejahatan. k. Tidak meminta bayaran.
l. Tidak batal shalatnya karena murtad.
Syarat menjadi makmum, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Berniat menjadi makmum. Sebelum memulai salat, seseorang
harus mempunyai niat bahwa ia akan makmum (mengikuti imam). b. Posisi makmum tidak boleh menjorok ke depan melebihi imam.
Apabila makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam atau sejajar. Apabila makmum dua orang atau lebih, ia hendaknya berdiri di belakang imam.
c. Gerakan makmum, harus mengikuti imam, tidak boleh mendahului. Makmum yang mendahului gerakan imam di ancam akan diganti kepalanya dengan kepala himar (keledai) kelak di akhirat.
d. Salat makmum harus sama dengan imam.
e. Laki-laki tidak sah menjadi makmum apabila imamnya perempuan.54
52
Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Shalat: Kajian Berbagai Madzhab (Bandung: Pustaka Media Utama, 2004), hal. 551.
53
6. Macam-macam makmum
Makmum adalah pengikut imam pada sholat berjamaah. Makmum
dibedakan menjadi dua, yaitu makmum muwafiq dan ada makmum
masbuq.55
Penjelasan dari macam makmum tersebut sebagai berikut:
a) Makmum muafiq adalah makmum yang cukup waktu membaca
al-fatihah. Missal ia datang terlambat namun dalam keterlambatannya ia
masih ada sisa cukup waktu untuk membaca fatihah.apabila
al-fatihahnya pada raka‟at kedua maka dinamakan makmum masbuq.
b) Masbuq ialah orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat
membaca fatikhah beserta imam di raka‟at pertama. 56
Jika seorang makmum mendapatkan imamnya sedang rukuk dan terus
megikutinya, maka sempurnalah raka‟at itu baginya meskipun ia tidak
sempat membaca fatihah. Jika ia mengikuti imam sesudah ruku‟, maka ia
harus mengulangi raka‟at itu nanti, karena raka‟at ini tidak sempurna dan
tidak termasuk hitungan baginya. Jika makmum yang mengikuti imam
tasyahud akhir dari salah satu shalat, maka tasyahud yang dikerjakan oleh
makmum itu tidak termasuk bilangan baginya dan ia harus
menyempurnakan shalatnya sebagaimana biasa sesudah imam memberi
salam.57
54
T.ibrahim dan H. Darsono, Penerapan Fikih jilid 1 untuk kelas VII Madrasah Tsanawiyah, (solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hal. 48.
55
Fatihuddin, Bimbingan Shalat Lengkap (Surabaya: Karatika, t.t), hal. 187. 56
Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 114. 57Moh. Rifa‟i,
7. Syarat-syarat wajib shalat
a. Islam, orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak
dituntut untuk mengerjakannya didunia hingga ia masuk islam, karena
meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapat siksaan
di akhirat karena ia tidak shalat, sedangkan ia dapat mengerjakan salat
dengan jalan masuk Islam terlebih dahulu. Begitulah seterusnya
hukum-hukum furu‟ terhadap orang yang tidak Islam.
b. Suci dari haid ( kotoran ) nifas. Sabsa Rasulullah Saw: Beliau berkata
kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “ Apabila datang haid, tinggalkanlah
salat,” ( Riwayat Bukhari).
c. Berakal. Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan salat.58
d. Baliq (dewasa). Baligh ditandai dengan hal-hal berikut ini: telah berumur
lima belas tahun, telah mengalami haid (menstruasi/ datang bulan) bagi
perempuan, kira-kira umur Sembilan tahun, telah keluar mania tau pernah
bermimpi bersetubuh. Kanak- kanak tidak wajib shalat, tetapi kewajiban
orang tua mendidiknya, sehingga ketika cukup umur mereka tidak
keberatan melakukannya, karena sudah terbiasa. Wajib atas orang tua
menyuruh anaknya shalat, apabila ia sudah berumur tujuh tahun, dan
apabila ia sudah berumur sepuluh tahun hendaklah dipukul bila ia tidak
melakukannya.59
58
Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 64. 59
e.Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. kepadanya). Orang yang
belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.
f. Melihat dan mendengar. Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib
mengerjakan salat, walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan
mempelajari hukum-hukum syara‟. Orang yang buta dan tuli sejak
dilahirkan tidak dituntut dengan hukum karena tidak ada jalan baginya
untuk belajar hukum-hukum syara‟.
g. Jaga. Maka orang yang tidur tidak wajib salat; begitu juga orang yang
lupa.60
8. Syarat-syarat sah shalat
Syarat adalah sesuatu yang harus ada pada sesuatu pekerjaan amal
ibadah sebelum perbuatan dan selama amal ibadah itu dikerjakan. Adapun
syarat sahnya shalat adalah:
a. Suci badan dari najis dan dari hadats, baik hadats besar maupun kecil.
Orang yang berhadats, baik yang berhadats kecil misalnya buang air
kecil, buang air besar dan buang angin, maupun yang berhadats besar
misalnya junub, tidak sah shalatnya sebelum ia bersuci (wudhu‟).
Adapun bagi orang yang pada tubuhnya terdapat najis maka najis itu
harus dihilangkan.
b. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Selain suci badan, suci
pakaian juga termasuk syarat sahnya shalat. Untuk itu, sebelum shalat
harus diketahui bahwa pakaian yang digunakan untuk shalat benar-benar
suci dari najis. Bagi orang yang mempunyai najis sedikit pada tubuhnya,
misalnya nanah bisul dan darah khitan yang sukar memeliharanya, maka
diberi keringanan untuk dibawa shalat, artinya diperbolehkan untuk
shalat. Tempat shalat yang harus suci adalah tempat yang terletak antara
pijakan kaki sampai ke letak sujud, yaitu yang bersentuhan dengan salah
satu bagian tubuh ketika shalat. Sedangkan yang tidak bersentuhan
dengan tubuh, maka tidaklah mengapa sekalipun najis.
c. Menutup aurat dengan kain yang suci. Aurat laki-laki adalah antara pusar
sampai lutut. Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain
muka dan kedua telapak tangan. Jadi, aurat yang telah disebutkan tadi
harus ditutup dengan suatu yang menghalangi kelihatan warna kulitnya
misalnya kain.61
d. Mengetahui masuknya waktu shalat. Di antara syarat sah salat ialah
mengetahui bahwa waktu salat sudah tiba.
e. Menghadap ke kiblat (ka‟bah). Selama dalam salat, wajib menghadap ke
kiblat. Kalau salat berdiri atau salat duduk menghadapkan dada. Kalau
salat berbaring, menghadap dengan dada dan muka. Kalau salat
menelentang, hendaklah dua tapak kaki dan mukanya menghadap ke
kiblat; kalau mungkin, kepalanya diangkat dengan bantal atau sesuatu
yang lain.62
f. Mengetahui syarat dan rukun shalat serta menjauhi hal-hal yang
merusaknya.63
9. Rukun shalat
Rukun adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan atau amal
ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan atau amal ibadah itu
Adapun rukun-rukun shalat adalah64:
a. Niat, adalah menyengaja di dalam hati untuk mengerjakan shalat
karena Allah SWT. Karena niat adalah rukun yang dikerjakan
hati, maka niat ini termasuk rukun qalbi. Sahnya niat dalam
shalat, harus berbareng dengan Takbiratul Ihram yaitu ketika
mengucapkan takbir hendaknya hati sadar betul bermaksud
melakukan shalat yang akan dikerjakan. Misalnya shalat fardhu
seperti dzuhur, ashar, maghrib, isya‟,dan shubuh atau shalat
sunnat seperti dhuha, tahajjud dan lain lain.
b. Berdiri bagi yang mampu, bagi orang yang tidak mampu berdiri,
maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan shalat dengan duduk
atau dengan berbaring atau dengan terlentang atau dengan isyarat.
62 Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM…, hal. 70.
63 Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM…, hal. 140. 64
Yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih
ada.
c. Takbiratul Ihram, Adapun syarat sahnya takbiratul ihram yang
harus diperhatikan adalah: a) Takbiratul ihram diucapkan sambil
berdiri. Jadi, kalau diucapkannya ketika bangkit hendak
melakukan shalat maka takbir itu tidak sah. b) Takbiratul ihram
diucapkan dengan menghadap kiblat. c) Takbiratul ihram
hendaklah diucapkan dengan bahasa arab. Tetapi bagi orang yang
tidak mampu boleh menerjemahkan dan mengucapkan kata-kata
yang searti dengan takbir dengan bahasa apapun. d) Takbiratul
ihram diucapkan berbarengan dengan niat. e) Semua huruf dalam
takbiratul ihram harus bisa di dengar oleh dirinya sendiri, kalau ia
sehat pendengarannya.
d. Membaca Surat Al-Fatihah, Bagi orang yang shalat sendirian, ia
wajib membaca surat Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do‟a
iftitah pada rakaat pertama dan pada rakaat berikutnya secara
sempurna, jika orang yang shalat itu menjadi makmum, ketika
imam sedang membaca surat Al-Fatihah makmum tidak boleh
membaca apapun dan ia harus mendengarkan bacaan surat
Al-Fatihah yang dibaca oleh imam. Ketika imam sedang membaca
surat atau ayat dengan suara nyaring, pada waktu itulah makmum
membaca surat Al-Fatihah dengan suara pelan yang hanya bisa