• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Pembinaan

1. Pengertian Strategi Pembinaan

Menurut Ngalimun dalam bukunya yang berjudul Strategi dan Model

Pembelajaran bahwa:

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.1

Dengan demikian awal mula strategi dipakai dalam dunia militer

untuk mencapai kemenangan dalam berperang, dalam mencapai

kemenangan berperang seseorang sebelumnya mengetahui dan menimbang

akan kekuatan dari pasukan-pasukannya, setelah semua diketahui dengan

baik lalu menyusun suatu tindakan berupa siasat berperang melalui taktik,

teknik dan waktu melakukan serangan terhadap musuh, untuk itu strategi

digunakan untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan yang

diinginkan dalam berperang.

1

(2)

Menurut Sanjaya Wina sebagai dicatat oleh Ngalimun istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, termasuk juga strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah, strategi berarti pola umum perbuatan guru terhadap peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat pola umum tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru terhadap peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru peserta didik di dalam peristiwa belajar mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu dari strategi yang lain secara fundamental.2

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar

haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah

ditentukan..3

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara

berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.4

Dapat dipahami bahwa pembinaan itu suatu usaha, tindakan dan kegiatan

yang dilakukan agar memperoleh hasil yang baik.

Pembinaan juga dapat diartikan : “ bantuan dari seseorang atau

sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain

melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan

kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.5

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam pembinaan terdapat

unsur tujuan, materi, proses, cara, pembaharuan, dan tindakan pembinaan.

2

Ibid., hal. 4. 3

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain, Stategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hal. 5.

4

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 995. 5

(3)

Selain itu, untuk melaksanakan kegiatan pembinaan diperlukan adanya

perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian.

a. Perencanaan

Menurut Roger A. Kauffman, Perencanaan adalah proses

penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan

jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisian

dan seefektif mungkin.6

Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan yaitu (1)

Perumusan tujuan yang ingin dicapai (2) Pemilihan program untuk

mencapai tujuan itu (3) Identifikasi dan pengerahan sumber.7

1) Perumusan tujuan komponen tujuan memiliki fungsi yang

sangat penting dalam sistem pembelajaran. Akan terjadi proses

pembelajaran manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.8 Dengan demikian, sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang

dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran hendaknya

diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan

merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu,

merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan

dalam merancang sebuah perencanaan program pembelajaran ataupun

kegiatan.

6

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 49.

7

Ibid.,hal. 49. 8

(4)

2) Pemilihan program, pemilihan program di sini meliputi materi

maupun kegiatan/upaya yang akan dilaksanakan. Pemilihan materi

sekaligus kegiatan/upaya harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,

yang terkait tentang kegiatan pembinaan. Sehingga antara materi dan

kegiatan menjadi berkesinambungan dalam mencapai tujuan.

3) Identifikasi dan pengerahan sumber, sumber dalam kegiatan

pembinaan disini ada 2 macam, yaitu sumber manusia dan sumber non

manusia. Sumber manusia adalah tenaga atau orang yang bertanggung

jawab serta yang berperan serta dalam kegiatan pembinaan, diantaranya

kepala sekolah, guru agama, guru lain dan siswa. Sedangkan dari

sumber non manusianya meliputi , sarana dan prasarana yang

menunjang kegiatan pembinaan shalat berjamaah tersebut.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kumpulan orang dengan sistem kerja

sama untuk mencapai tujuan bersama.9 Dengan kata lain, pengorganisasian adalah pelaksanaan suatu kegiatan yang telah

direncanakan sebelumnya, aktualisasi atas suatu program kerja.

Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu

badan atau wadah secara berencana, teratur, dan terarah guna mencapai

tujuan yang diharapkan.

9

(5)

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh seorang guru

dalam melaksanakan kegiatan pembinaan dalam kegiatan pembelajaran,

yaitu:

1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada

materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai

media dan sumber belajar yang bervariasi.

2. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran,

diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara

berulangulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas. Guru

wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan

antara mata pelajaran dan/ atau praktik nyata dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina

hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas.

5. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara

individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya

tersebut.10

Upaya dalam pencapaian tujuan suatu kegiatan harus

dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, walaupun pada

kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaan

dalam berbagai hal. Athiyah Al-Abrasyi menyairkan satu syair : “ setiap

10

(6)

sesuatu mempunyai tujuan yang diusahakan untuk dicapai, seseorang

bebas menjadikan pencapaian tujuan pada taraf yang paling tinggi”.11

c. Pengendalian

Menurut Randy R Wrihatnolo & Riant Nugroho Dwijowijoto,

.Pengendalian adalah suatu tindakan pengawasan yang disertai tindakan

pelurusan (korektif).

Contextual Teaching & Learning : Pengendalian merupakan

mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan

mengarahkan orang untuk bertindak menurut norma- norma yang telah

melembaga.

Bateman & Snell : Pengendalian adalah memantau kemajuan dari

organisasi atau unit kerja terhadap tujuan - tujuan dan kemudian

mengambil tindakan - tindakan perbaikan jika diperlukan.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengendalian

kegiatan itu bisa dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan

evaluasi. Monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek

penampilan dari aktivitas yang sedang dikerjakan.Monitoring adalah

bagian dari kegiatan pengawasan, dalam pengawasan ada aktivitas

memantau (monitoring). Pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan

tertentu, untuk memeriksa apakah program yang telah berjalan itu

sesuai dengan sasaran atau sesuai dengan tujuan dari program. Jadi

11

(7)

kegiatan monitoring ini bisa dilaksanakan dengan cara memantau dan

mengecek dari aktivitas kegiatan pembinaan.

Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan,

memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk

membuat alternatif- alternatif keputusan Mehrens & Lehmann.12

Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti

bahwa evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana

dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya

merupakan kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu,

melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama

program berlangsung, dan pada akhir program setelah program itu

dianggap selesai.13

Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari

tujuan evaluasi itu sendiri. Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk

mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana

tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian

tujuantujuan. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan

para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di

mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan

belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan.14 Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau menilai

12

Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 3.

13

Ibid., hal. 3-4. 14

(8)

keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatankegiatan

belajar, dan metode - metode mengajar yang digunakan.

Dihubungkan dengan Strategi Guru Agama Islam Dalam

Pembinaan Akhlak Siswa15

Strategi guru agama islam mengandung pengertian rangkaian

perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk

menginformasikan, mentransformasikan dan menginternalisasikan

nilainilai Islam agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya.

Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya pendidikan atau

pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang digunakan

diantaranya ialah :

a. Pendidikan secara langsung

Yaitu dengan mengadakan hubungan langsung secara pribadi

dan kekeluargaan dengan individu yang bersangkutan. Dengan cara

mempergunakan petunjuk, nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat

dan bahaya-bahayanya.

15

(9)

b. Pendidikan secara tidak langsung

Yaitu strategi guru yang bersifat pencegahan, penekanan

padahal-hal yang akan merugikan. Strategi ini dibedakan menjadi 3

(tiga)bagian diantaranya adalah:

1). Larangan

Larangan adalah suatu keharusan untuk tidak melaksanakan

atau melakukan pekerjaan yang merugikan. Alat inipun bertujuan

untuk membentuk disiplin.

2). Koreksi dan pengawasan

Adalah untuk mencegah dan menjaga, agar tidak terjadi

sesuatu hal yang tidak di inginkan. Mengingat manusia bersifat

tidak sempurna maka kemungkinan untuk berbuat salah serta

penyimpangan-penyimpangan maka belum kesalahan-kesalahan

itu berlangsung lebih jauh lebih baik selalu ada usaha-usaha

koreksi dan pengawasan.

3). Hukuman

Adalah suatu tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik

secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan penyesalan.

Dengan adanya penyesalan tersebut siswa akan sadar atas

perbuatannya dan ia berjanji untuk tidak melakukannya dan

(10)

telah diberikan ternyata masih dilakukan oleh siswa. Namun

hukuman tadi tidak harus hukuman badan, melainkan bisa

menggunakan tindakan-tindakan, ucapan dan syarat yang

menimbulkan mereka tidak mau melakukannya dan benar-benar

menyesal atas perbuatannya.

Dengan demikian Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya

pendidikan atau pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang

digunakan melalui 1. pendidikan secara langsung, guru langsung

berhadapan langsung dengan peserta didik atau dengan wali murid peserta

didik. Pada saat diundangnya wali murid ke sekolah pihak guru

menyampaikan nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat dan

bahaya-bahayanya, Agar peserta didik dapat berperilaku baik. 2. Pendidikan secara

tidak langsung, dengan cara guru melakukan larangan bagi peserta didik

dalam melakukan perbuatan yang menyimpang, koreksi dan pengawasan

bagi peserta didik pada saat jam-jam diluar pembelajaran sebelum

kesalahan-kesalahan itu berlangsung lebih baik selalu ada usaha-usaha

koreksi dan pengawasan, dan hukuman bagi peserta didik yang berperilaku

menyimpang atau melanggar dari aturan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni dalam bukunya yang

berjudul Teori Belajar & Pembelajaran bahwa:

(11)

individu siswa sehingga menentukan kualitas hasil belajar yang dalam konteks soft-skills ada yang terkait dengan pengembangan intra-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu konsep akademik dan penguasaan suatu prinsip keterampilan, sekaligus terkait dengan pengembangan inter-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu tata-nilai.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. 1). Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.

2). Faktor psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.

- Kecerdasan/inteligensi siswa. Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.

(12)

siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya.16

- Minat. Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun terlepas dari masalah populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang manaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.17

- Sikap. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran , apalagi jika diiringi kebencian kepada guru atau kepada mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.18

- Bakat. Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Menurut Syah secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang

16

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hal. 19-23.

17

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004), hal. 136.

18

(13)

sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.19

b. Faktor-faktor eksternal

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1). Lingkungan sosial yang terdiri dari tiga macam seperti di bawah ini.

a. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.20

b. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang-tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang-tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat

digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum

(14)

sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi,dan lain sebagainya.

c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.21

Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

peserta didik salah satunya adalah faktor internal ialah faktor yang berasal

dari dalam diri setiap peserta didik yang meliputi 1. Faktor fisiologis ialah

faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu oleh karena

itu bagi peserta didik perlu menjaga kesehatan fisiknya, salah satunya

dengan mengonsumsi makanan bergizi. 2. Faktor psikologis ialah

faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan psikologis peserta didik,

misalnya kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat peserta didik.

Selain faktor internal peserta didik, faktor-faktor eksternal juga dapat

mempengaruhi proses belajar peserta didik yang meliputi 1. Faktor

lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial

masyarakat, lingkungan sosial keluarga. 2. Faktor lingkungan nonsosial

diantaranya lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi

pelajaran.

(15)

B. Kedisiplinan

1. Pengertian kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Secara etimologi, kata disiplin

berasal dari bahasa latin, yaitu disciplina dan discipulus yang berarti

perintah dan murid. Berarti, disiplin adalah perintah yang diberikan oleh

orang tua kepada anak atau guru kepada murid. Perintah tersebut diberikan

kepada anak atau murid agar ia melakukan apa yang diinginkan oleh orang

tua dan guru.22 Disiplin dalam bahasa inggris adalah discipline, berasal dari akar kata bahasa Latin yang sama (discipulus) dengan kata disciple dan

mempunyai makna yang sama: mengajari atau mengikuti pemimpin yang

dihormati.23 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat tiga arti disiplin, yaitu tata tertib, ketaatan, dan bidang studi.24 Dengan demikian

disiplin merupakan suatu perintah dari atasannya misalnya ( pemimpin,

guru, orang tua) yang harus dipatuhi, ditaati dan dijalani oleh bawahannya

misalnya (peserta didik, anak, dan karyawan).

Ali Imron mengutip pendapat para ahli mengenai pengertian disiplin. Menurut The Liang Gie, disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati.25

22

Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 41.

23

Jane Elizabeth Allen dan Marilyn Cheryl Ph. D, Disiplin Positif Menciptakan Dunia Penitipan Anak yang Edukatif Bagi Anak Pra-Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2005), hal. 24.

24

Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini…, hal. 41.

25

(16)

Singgih D. Gunarsa mengutip pendapat para ahli bahwa menurut Webster‟s New World Dictionary, disiplin sebagai latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efesien. Menurut Eliza-beth B. Hurlock, disiplin sebagai suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan. Seseorang dikatakan telah berhasil mempelajari kalau ia bisa mengikuti dengan sendirinya tokoh-tokoh yang telah mengajarkan sesuatu yaitu orang tua atau guru-guru. Apa yang dipelajari akan mengarahkan kehidupannya agar bisa bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat dan menimbulkan perasaan bahagia dan sejahtera.26

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa disiplin itu seseorang harus

mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemimpinnya

dengan menjalankannya secara tertib dan efisen.

2. Cara menanamkan kedisiplinan

Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja bahwa cara menanamkan disiplin dengan

cara:

a. Cara otoriter

Pada cara ini orangtua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orangtua, ia akan diancam dan dihukum. Orangtua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak lebih merasa takut kalau tidak melakukan dan bukan karena kesadaran apalagi dengan senang hati melakukan. Orangtua menentukan tanpa memperhitungkan keadaan anak, tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan kebijaksanaan orangtua. Sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus dilakukan karena hanya dengan sikap demikian anak menjadi penurut. Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam, akan menjadikan anak “patuh” dihadapan orangtua, tetapi di belakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-reaksi misalnya menentang atau melawan

26

(17)

karena anak merasa “dipaksa”. Reaksi menentang dan melawan bisa ditampilkan dalam tingkahlaku-tingkahlaku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya maupun lingkungannya rumah, sekolah dan pergaulannya. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi hanya bisa pada hal-hal tertentu atau ketika sianak berada dalam tahap perkembangan dini yang masih sulit menyerap pengertian-pengertian. Cara otoriter masih bisa dilakukan asal memperhatikan bahwa dengan cara tersebut anak merasa terhindar, aman dan tidak menyebabkan anak ketakutan, kecewa, menderita sakit karena dihukum fisik. Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak. Inisiatif dan aktivitas-aktivitasnya menajadi “tumpul”. Secara umum kepribadiannya lemah, demikian pula kepercayaan dirinya.

b. Cara bebas

Orangtua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tatacara yang memberi batasan-batasan dari tingkahlakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orangtua baru bertindak. Pada cara bebas ini pengawasan menjadi longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orangtuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya. Orangtua merasa sudah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada orang lain yang bisa mengasuh khusus atau bisa pula anggota keluarga yang tinggal di rumah. Orangtua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegor, dan mungkin memarahi. Orangtua tidak biasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan merasa bahwa anak harus tahu sendiri.

c. Cara demokratis

(18)

dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang memang bisa berbeda dengan norma pribadinya.27

Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa

dalam menanamkan perilaku disiplin terhadap anak itu dilakukan melalui

cara yang pertama melalui cara otoriter yaitu cara ini digunakan orangtua

dalam menentukan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dituruti oleh anak,

anak harus patuh sesuai dengan aturan orang tuanya, kalau anak tidak mau

patuh terhadap aturan orangtuanya anak akan mendapat hukuman dan

ancaman dari orangtuanya. Dengan demikian anak merasa takut bila tidak

melakukan aturan dari orang tuanya. Orang tua memberikan sikap keras

terhadap anak diharapkan anak menjadi penurut, orang tua dalam membuat

aturan-aturan itu tanpa melihat keadaan dan keinginan anaknya. Dengan

cara otoriter yang dilakukan orangtua mengakibatkan anak mempunyai

sikap menentang atau melawan karena anak merasa dipaksa melakukan

aturan tersebut. Cara yang kedua dalam menanamkan disiplin terhadap anak

dengan cara bebas, orang tua memberi kebebasan pada anak dalam

berperilaku. Anak bebas mengatur dan menentukan sendiri apa yang

menurutnya baik dilakukan. Pengawasan orang tua terhadap anak menjadi

longgar, hanya pada perilaku yang keterlaluan orang tua baru bertindak. Hal

seperti ini dikarenakan orangtua lebih menyibukkan dirinya dengan

pekerjaannya sehingga tidak ada waktu dalam mengawasi dan mendidik

anaknya. Cara yang ketiga dalam menanamkan disiplin terhadap anak

dengan cara demokratis, orang tua menghargai dan memperhatikan

27

(19)

kebebasan anak disamping memberikan kebebasan anak namun orang tua

memberi bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak antara

anak dan orangtua. Orangtua menghargai pendapat dan keinginan anaknya,

kalau sesuai dengan norma-norma orang tuanya maka pendapat dan

keinginan anaknya disetujui untuk dilakukan. Tetapi kalau pendapat dan

keinginan anaknya tidak berkenan dihati orang tuanya dan tidak sesuai

norma-norma orang tuanya, anak diberikan pengertian dan diterangkan

secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan akan perbuatan dan

keinginannya itu, kalau baik bisa dilakukan dan kalau tidak baik hendaknya

tidak dilakukan lagi.

Masih menurut Singgih D. Gunarsa klasifikasi lain mengenai penanaman disiplin dikemukakan oleh Haimowitz, M.L dan Haimowitz N melalui penerapan dua teknik. Pertama, tehnik yang berorientasi pada kasih sayang (love oriented technique). Tehnik ini dikenal pula sebagai menanamkan disiplin dengan meyakinkan tanpa kekuasaan (non-power assertive discipline). Memberikan pujian dan menerangkan sebab-sebab sesuatu tingkahlaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran dengan dasar kasih sayang yang dirasakan oleh anak, akan memperkembangkan rasa tanggungjawab dan disiplin diri yang baik. Kedua, tehnik yang bersifat material. Tehnik ini mempergunakan hadiah-hadiah yang benar-benar berujud atau hukuman-hukuman fisik. Tehnik ini juga dikenal dengan menanamkan disiplin dengan meyakinkan melalui kekuasaan (power-assertive discipline). Tingkah laku baru dari luar ditanamkan dengan paksaan. Anak patuh karena takut tidak memperoleh apa yang diinginkan (hadiah) atau takut dihukum. Karena tingkah-lakunya bukan tingkah-laku yang benar-benar ingin diperlihatkan, maka perlu terus menerus diawasi oleh orang tua (parental control) dan mudah timbul masalah-masalah lain misalnya sikap yang selalu menentang dan agresif.28

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam menanamkan disiplin

terhadap anak dilakukan dengan kasih sayang, anak diterangkan melalui

28

(20)

penalaran dengan dasar kasih sayang mengenai tingkah-laku yang boleh

dilakukan anak dan tingkah-laku yang tidak boleh dilakukan anak, agar anak

mempunyai rasa tanggungjawab untuk berbuat disiplin yang baik. Selain itu

dalam menanamkan disiplin terhadap anak bisa dilakukan dengan tehnik

yang bersifat material, dengan cara mempergunakan hadiah dan hukuman

fisik, dengan demikian anak akan patuh karena suatu paksaan, kalau anak

itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya terhadap hukuman yang akan

diterimanya, atau bila anak itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya

kalau tidak memperoleh hadiah yang diinginkan. Oleh karena itu semua

teknik diatas membutuhkan peran yang aktif dari orang tua atau guru yang

ingin menanamkan disiplin pada anak. Orang tua atau guru bisa berperan

pasif yakni sebagai tokoh model untuk diperhatikan, diamati dan ditiru

tingkahlakunya oleh anak.

Menurut Ali Imron terdapat tiga macam teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik. Pertama, dinamai dengan teknik external control adalah suatu teknik di mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Kedua, dinamainya dengan teknik inner control atau internal control. Teknik ini mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan diri sendiri. Ketiga, adalah teknik cooperatit control. Konsep teknik ini adalah antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin.29

Dengan demikian teknik-teknik alternatif pembinaan disiplin peserta

didik dilakukan dengan cara 1. Teknik disiplin peserta didik yang

dikendalikan dari luar peserta didik, peserta didik terus menerus disuruh

untuk disiplin. Apabila peserta didik tidak mau disiplin peserta didik diberi

(21)

ancaman atau hukuman yang akan membuatnya takut dan apabila peserta

didik mau disiplin dengan baik peserta didik diberi hadiah atau ganjaran. 2.

Teknik disiplin peserta didik yang mengupayakan agar peserta didik dapat

disiplin dengan dirinya sendirinya, peserta didik disadarkan akan pentingnya

disiplin apabila peserta didik sadar ia akan berusaha mendisiplinkan diri

sendiri. 3. Teknik disiplin peserta didik antara pendidik dan peserta didik

harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin, guru dan

peserta didik membuat perjanjian berupa aturan-aturan kedisiplinan yang

harus ditaati bersama guru dan peserta didik.

3. Fungsi pembentukan kedisiplinan

Menurut Mahmud Al-Khawa‟awi dan M. Said Mursi dalam bukunya yang berjudul Mendidik Anak Dengan Cerdas bahwa:

Pada dasarnya disiplin diperlukan dalam pendidikan, supaya anak:

a) Dapat mengendalikan diri.

b) Mempunyai pengertian dan menurut.

c) Tahu kewajiban dan hak yang harus dijalankan.

d) Dapat mengerti perintah dan larangan-larangan.

e) Dapat membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk.

f) Ada kesadaran bagaimana mengendalikan keinginan-keinginan dan berbuat sesuatu tanpa ada perasaan takut dan ancaman hukuman.30 4. Peran guru dalam mendisiplinkan peserta didik

Menurut Mulyasa dalam bukunya yang berjudul ”Menjadi Guru

Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan”,

bahwa:

30

(22)

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisipliner. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik. Ketika berada di tengah-tengah para siswa, guru tidak dibenarkan lengah dengan tugas pendampingan dalam rangka menumbuh-kembangkan berbagai perilaku yang mengantarkan mereka memiliki kedisiplinan yang relatif tinggi. Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.31

Dengan demikian tugas guru disekolah tidak hanya mengajar dikelas

akan tetapi guru harus membentuk kompetensi dan pribadi yang ada

didalam diri peserta didik maka dari itu guru harus menjadi seorang

pembimbing, teladan, pengawas dan pengendali perilaku peserta didik agar

tidak terjadi perilaku yang menyimpang dan kurang disiplin.

31

(23)

C. Shalat Berjama’ah

1. Pengertian Shalat

Shalat menurut bahasa berarti do‟a. Sedangkan menurut syara‟ adalah

berhadap diri kepada Allah SWT sebagai suatu amal ibadah yang tersusun

dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang

telah ditentukan.32 Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa

dan berakal ialah lima kali sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah

wajib shalat itu ialah pada malam Isra‟, setahun sebelum tahun Hijriah. 33

Dalil yang mewajibkan shalat antara lain:

Artinya: “Kerjakanlah shalat, sesunggunya shalat itu mencegah perbuatan

yang jahat ( keji) dan munkar”. (Surat Al-Ankabut, ayat 45).34



orang-orang yang ruku”. ( Surat Al-Baqarah, ayat 43). 35

32

Labib dan Harniawati, RISALAH FIQIH ISLAM, (Surabaya: BINTANG USAHA JAYA, 2006), hal. 121.

33

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal.53. 34

Al-Qur‟ān dan Terjemahnya, Mujamma‟ Al-Malik Fahd li Thiba‟at al-Mushhaf, Asy- Syarif Madinah Al-Munawwarah Kerajaan Saudi Arabia, 1422H, hal. 635.

35

(24)

Dengan demikian shalat adalah suatu gerakan dan bacaan-bacaan doa

yang dimulai dari takbir yang berakhir dengan salam yang dilaksanakan

sesuai dengan syarat-syarat dan rukun shalat yang telah ditetapkan,

mengerjakan shalat suatu kewajiban bagi setiap umat islam di dunia baik

laki-laki maupun perempuan yang memenuhi syarat wajib dan syarat sah

shalat. Shalat yang diwajibkan bagi umat islam sebanyak 5 kali sehari

semalam yaitu shalat subuh, shalat dhuhur, shalat asar, shalat magrib, shalat

isya‟. Perintah shalat di peroleh dari nabi Muhammad saw pada peristiwa

isra‟ mi‟raj.

Menurut Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi dalam bukunya

yang berjudul ETIKA BERIBADAH Berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah

bahwa:

Shalat dalam Islam memiliki kedudukan yang teramat penting, selain karena shalat adalah perintah Allah dan amalan yang pertama kali akan ditanyakan di hari kiamat, shalat juga merupakan tolok ukur atau barometer baik dan tidaknya amal dan perbuatan seseorang. Artinya, jika shalat seseorang baik maka ia termasuk golongan orang yang baik amal perbuatannya, yang akan mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya, jika shalat seseorang jelek maka ia termasuk dalam golongan orang yang jelek amal perbuatannya, ia tergolong orang merugi dan akan mendapatkan celaka di dunia dan juga di akhirat. Baik dilihat dari sejarah diturunkannya maupun perhatian yang diberikan Al-qur‟an dan hadits ataupun manfaat yang dapat diperoleh, shalat merupakan ibadah yang utama dan istimewa. Dilihat dari sejarah turunnya, perintah untuk mengerjakan shalat berbeda dengan perintah untuk menjalankan ibadah lainnya, misalnya perintah untuk mengeluarkan zakat, menjalankan puasa, mengerjakan haji dan sebagainya. Apabila perintah untuk mengerjakan haji atau puasa diterima Rasulullah melalui perantara Malaikat Jibril melalui wahyu, maka perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu tidaklah demikian karena perintah untuk mengerjakan shalat dalam sehari lima

(25)

waktu langsung disampaikan Allah kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra‟ dan Mij‟ra.36

Dengan demikian ibadah shalat dalam agama Islam sangat utama,

shalat adalah ibadah yang pertama kali diperintah oleh Allah swt yang

disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad saw dalam peristiwa

isra‟ mij‟raj dan shalat adalah ibadah yang pertama kali akan ditanyakan

dihari kiamat selain itu shalat merupakan tolok ukur baik dan tidaknya

amalan ibadah dan perbuatan manusia, jika shalatnya baik semua amalan

ibadah lainnya dianggap baik sebaliknya jika shalatnya jelek semua amalan

ibadah lainnya dianggap jelek.

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah

Mengenal Allah bahwa:

Ibadah shalat terdiri dari ucapan dzikir, doa, dan sejumlah aktivitas tubuh. Secara lahiriah ibadah shalat memiliki sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah. Rukun shalat ada Sembilan belas, diantaranya adalah: niat, takbiratul ihram, berdiri, membaca

al-Fatihah, ruku‟ dan tuma‟ninah, i‟tidal dan tuma‟ninah, sujud dan

tuma‟ninah, duduk di antara dua sujud dan tuma‟ninah, sujud kedua dan tuma‟ninah, duduk tasyahud, membaca shalawat Nabi saw, salam,

dan tertib. Tetapi secara batiniah, ibadah shalat terdiri dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu. Tanpa kehadiran hati, maka ucapan dzikir dan doa kita, akan sia-sia, dan tak ada artinya, karena ucapan yang tidak menggambarkan isi hati akan setara dengan igauan. Tanpa kehadiran hati, percuma saja segala gerakan tubuh selama shalat. Karena kalau badan sehat, tetapi hatinya tidak hadir, maka gerakan tubuh yang tampak dianggap sebagai gerakan yang tak punya arti apa-apa.37

36

Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, ETIKA BERIBADAH Berdasarkan

Al-Qur‟an dan Sunnah, ( Jakarta: AMZAH, 2011), hal. 1. 37

(26)

Dengan demikian shalat dipandang dari segi lahiriah memiliki

sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah dan secara batiniah shalat terdiri

dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu.

Asfa Davy Bya mengutip pendapat Hasan al-Bashri ra yang

Berkata, “ Setiap shalat yang tidak menghadirkan hati, maka shalatnya

akan lebih mempercepat kepada siksa. Sementara syaitan yang dilaknat Allah selalu menyibukkan orang Mukmin ketika sedang shalat. Tujuan syaitan yang demikian adalah jelas, yaitu orang mukmin yang sedang shalat supaya tidak menghadapkan wajahnya kepada Allah dan hadir bersama-Nya dalam shalatnya. Memang, kadang-kadang orang Mukmin keluar dari shalat malah dalam keadaan dosa. Oleh karena itu, para ulama menyunahkan kepada orang yang hendak mengerjakan shalat untuk membaca „Qul audzu bi rabbinnas‟. Doa ini dapat menjaga kita dari syaitan yang dirajam.38

Dengan demikian apabila mengerjakan shalat yang paling penting

harus dengan kesungguhan hati, tanpa ada kesungguhan hati menghadap

Alloh swt shalatnya akan sia-sia karena syaitan akan mudah mengganggu

manusia yang tidak besungguh-sungguh menyembah Alloh.

Shalat adalah satu-satunya ibadah dimana Rasulullah secara tegas dan

terangan-terangan menyangkut kemutlakan tata cara dan pelaksanaanya

yang baku. Rasulluhlah saw. Bersabda, ”Shalatlah kalian sebagimana kalian

melihatku shalat” (HR.Bukhori), artinya bahwa shalat kita harus bena

r-benar sesuai dengan apa yang dicontohkan dan diperintahkan Rasullullah

Saw. Ketika beliau sedang shalat, kecuali dalam masalah-masalah

menyangkut kelengkapan teknis operasionalnya. Misalnya tentang bentuk

38

(27)

pakaian, tempat shalat yang dirasa terbaik, dan semacamnya, tentu

menyesuaikan keadaan masing-masing.39

Menurut Akhmad Muhaimin Azzet dalam bukunya yang berjudul

Tuntunan Sholat Fardhu dan Sunnah bahwa:

Shalat fardhu yang dimaksudkan adalah shalat yang hukumnya

fardhu „ain, yakni wajb dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan yang

telah memenuhi syarat wajib untuk mengerjakan shalat. Shalat fardhu

„ain yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan, sebagai berikut:

a) Shalat dzuhur, terdiri dari empat rekaat , awal waktunya adalah setelah matahari tergelincir dari pertengahan langit dan condong, dan matahari sama panjang dengan sesuatu tersebut.

b) Shalat ‟ashar, terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari

habisnya waktu dzuhur sampai dengan matahari terbenam.

c) Shalat maghrib terdiri dari tiga rekaat, waktunya mulai dari terbenamnya matahari smpai dengan terbenamnya atau hilangny asyafaq (cahaya matahari yang terpancar sesudah terbenamnya : mulai berwarna merah, lalu putih).

d) Shalat isya‟ terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari

terbenamnya atau hilangnya syafaq hingga terbit fajar kedua (cahaya matahari dilangit tepi timur.

e) Sholat subuh, terdiri dari dua rekaat, waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai dengan terbit matahari.40

Dengan demikian waktunya shalat telah ditentukan supaya umat

manusia mengerjakan shalatnya tepat pada waktunya, shalat dhuhur

waktunya mulai matahari miring ke sebelah barat sampai bayang-bayang

suatu benda sama panjang dengan benda itu sendiri kira-kira antara jam

12.00- 15.00 siang, shalat ashar waktunya mulai bayang-bayang suatu benda

lebih panjang dari bendanya sendiri sampai matahari terbenam kira-kira

antara jam 15.00-18.00 sore, shalat maghrib waktunya mulai matahari

39

Muhammad Nashirudin al Albani, Rahaasia sifat Shalat Nabi, (Riyadh:Dar al Ma‟arif.

1996),hal. 9. 40

(28)

terbenam sampai hilangnya awan merah dilangit kira-kira antara jam

18.00-19.00 sore, shalat isya‟ waktunya mulai hilangnya awan merah sampai terbit

fajar pagi kira-kira antara jam 19.00-14.00 pagi, shalat shubuh waktunya

mulai terbit fajar sampai matahari terbit kira-kira antara jam 04.00-06.00

pagi.

Dicatat oleh Labib dan Harniawati, Shalat adalah tiang agama yang

menduduki peringkat kedua setelah syahadat. Meninggalkan shalat adalah

suatu kekufuran yang dapat mengeluarkan dari ke Islaman. Maka, tiada

agama maupun ke-Islaman bagi orang yang tidak shalat , baik laki-laki

maupun perempuan.41

Menurut Labib dan Harniawati dalam bukunya yang berjudul Risalah

FIQIH ISLAM bahwa:

Ibadah shalat adalah merupakan ibadah yang paling utama dibandingkan dengan ibadah yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh At- Thabrani, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: “Amal yang pertama kali akan dihisap bagi seseorang hamba pada hari kiamat ialah shalat. Jika shalatnya baik maka dinilai baiklah seluruh amalnya yang lain dan jika

shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalnya yang lain”. Perintah

shalat ini adalah hendaklah ditanamkan ke dalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “ Perintahkanlah

anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukullah (kalau enggan melakukan shalat) diwaktu

mereka meningkat usia sepuluh tahun”.42

Dengan demikian bahwa ibadah yang paling utama dan mulia

dihadapan alloh swt adalah shalat, karena amal yang pertama dihisap nanti

41

Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM..., hal. 121. 42

(29)

pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya baik maka baik pula

seluruh amal ibadah yang lain tetapi jika shalatnya tidak baik atau rusak

maka rusaklah seluruh amal ibadah yang lain. Shalat harus ditanamkan

kepada anak sejak kecil agar anak tersebut dapat melihat dan terbiasa

melaksanakan shalat yang diajarkan oleh orang tuanya.

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah

Mengenal Allah bahwa:

Shalat adalah sarana untuk memelihara agar rasa takut kepada Allah tetap meliputi pikiran kita. Karena dialog secara teratur yang dilakukan dalam shalat akan membuat Allah swt terasa hadir di dalam hati, yang pada akhirnya akan membuat kita menjadi orang saleh. Shalat adalah juga sarana untuk menjaga agar tetap berada di jalan kebenaran dan menjaga dari segala bentuk kejahatan, karena keteraturan dalam shalat akan membangkitkan semangat ketaatan pada perintah-perintah Ilahi.43

Dengan demikian shalat sebagai sarana untuk memelihara rasa takut

kepada Allah tetap dipikiran manusia, apabila mengerjakan shalat dengan

sungguh-sungguh diniatkan dari hati paling dalam dan ucapan-ucapan doa

yang teratur dalam shalat akan membuat hati manusia merasakan kehadiran

Allah swt dan akan menjadikan manusia sholeh sholehah selain itu akan

menjaga manusia berada dijalan kebenaran dan menjauhkan dari segala

tindakan kejahatan.

Asfa Davy Bya mengutip pendapat Ibnu Mas‟ud ra yang menyatakan

bahwa, “Barang siapa yang shalatnya tidak menjadikannya berbuat baik dan

tidak mencegahnya dari berbuat kejahatan, maka tidak akan bertambah

43

(30)

sesuatu baginya kecuali kejauhan dari Allah.44” Lalu ibnu Mas‟ud ra

Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-

perbuatan) keji dan mungkar.(QS. Al-Ankabut [29]: 45).45

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah

Mengenal Allah bahwa:

Mendirikan shalat fardhu secara tepat waktu adalah hal yang utama bagi setiap Muslim apalagi bagi hamba-Nya yang sedang menjalani proses penyucian jiwa. Shalat tepat waktu adalah amal yang

paling dicintai Allah. Dalam hal ini, Sayyidina „Umar bin Khaththab

ra menerangkan bahwa, suatu ketika ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “Ya Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah dalam Islam? Rasulullah saw

menjawab, “Shalat tepat pada waktunya. Barang siapa meninggalkan

shalat, maka tidak ada agama yang sempurna baginya. Sebab shalat adalah tiang agama.” (HR. Baihaqi).46

Dengan demikian mengerjakan shalat yang paling baik dan utama

dikerjakan dengan tepat pada waktunya karena hal tersebut akan lebih

dicintai oleh Allo\ah swt, manusia harus berhenti sejenak melakukan

aktivitas dunianya untuk melaksanakan shalat dengan tepat waktu sebab

apabila meninggalkan shalat maka tidak ada agama bagi manusia itu karena

shalat adalah tiangnya agama.

(31)

Masih menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak

Langkah Mengenal Allah bahwa:

Sadarilah bahwa shalat merupakan media utama dari penyucian diri seseorang dari seluruh godaan jahat, dari dalam dan luar diri kita. Shalat merupakan jalan utama untuk mencapai Allah swt. Syaikh

„Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Mendirikan shalat berarti Anda

menuju ke pintu Allah swt, dia diumpamakan sebagai suatu perjalanan ruhani, karena semua gerak-gerikmu dikontrol oleh niat kamu yang dilafadzkan dari awal shalat. Jadi dengan mendirikan shalat, Anda telah menjalani separuh dari jalan menuju kepada Allah swt. Dengan ditambah puasa, maka anda telah sampai di pintu Allah swt, dan apabila dilengkapi dengan sedekah, maka anda telah memasuki rumah-Nya.”47

Menurut M.Luthfi Ubaidilah dan Ahmad Baihaki dalam bukunya

yang berjudul Fiqih Untuk MTs Kelas VII, bahwa:

Shalat jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama‟ah yang berarti

kumpul atau bersama. Sedangkan menurut istilah, shalat berjama‟ah

adalah salat yang dilakukan secara bersama-sama (minimal dua orang) dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam, dan yang mengikuti dinamakan makmum.48

Dengan demikian shalat jama‟ah yaitu shalat yang dikerjakan

bersama-sama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang yaitu imam dan

ma‟mum, imam berdiri di depan dan ma‟mum di belakangnya, ma‟mum

harus mengikuti setiap gerakan imam dan tidak di bolehkan mendahuluinya.

2. Hukum Shalat Berjamaah

Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih

Islam bahwa:

47

Ibid., hal. 463. 48

(32)

Sebagian ulama mengatakan shalat berjamaah itu adalah fardhu

„ain (wajib „ain), sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjamaah

itu fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunat muakkat (sunat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak selain shalat jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut diatas, berkata pengarang Nailul Authar: Pendapat seadil-adil dan sehampir-hampirnya pada yang betul ialah shalat berjamaah itu sunat muakat. Shalat lima waktu dengan barjamaah di masjid lebih baik daripada shalat berjamaah di rumah, kecuali shalat sunat, maka dirumah lebih baik.49

3. Syarat-syarat Shalat Berjamaah

Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam

bahwa:

Didalam sholat berjama‟ah terdapat beberapa syarat-syarat yang

harus dipahami oleh para jama‟ah, antara lain:

a) Makmum hendaknya meniatkan mengikuti imam. Adapun imam tidak menjadi syarat berniat menjadi imam, hanya sunat agar ia mendapat ganjaran berjamaah.

b) Makmum hendaklah mengikuti imamnya dalam segala pekerjaanya. Maksudnya, makmum hendaklah membaca takbiratulihram sesudah imamnya, begitu juga permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh Imamnya.

c) Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, umpamanya dari

berdiri ke ruku‟, dari ruku‟ ke i‟tidal, dari i‟tidal ke sujud, dan

seterusnya, baik diketahui dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang dibelakang imam, mendengar suara imam atau suara mubalighnya, agar makmum dapat mengikuti imamnya.

d) Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah. Setengah ulama berpendapat bahwa shalat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, hanya sunat karena yang perlu ialah mengengetahui gerak-gerik perpindahan imam dari rukun ke rukun atau dari rukun ke sunat, dan sebaliknya agar makmum dapat mengikuti gerak-gerik imamnya.

e) Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan dari imamnya, maksudnya ialah lebih depan ke pihak kiblat. Bagi orang shalat berdiri, diukur tumitnya, dan bagi orang duduk, pinggulnya.

(33)

f) Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain; kalau ia makmum tentu ia akan mengikuti imamnya.

g) Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum, sedangkan imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak beralangan.

h) Keadaan imam tidak ummi, sadangkan makmum qari‟. Artinya,

imam itu hendaklah orang yang baik bacaanya.

i) Janganlah makmum beriman kepada orang yang diketahui bahwa shalatnya tidak sah (batal). Seperti mengikuti imam yang diketahui oleh makmum bahwa ia bukan orang islam, atau ia berhadats atau bernajis badan, pakaian, atau tempatnya. Karena imam yang seperti itu hukumnya tidak sah dalam shalat.50

4. Unsur-unsur yang membolehkan tidak ikut sholat jama’ah

Allah menyuruh kita untuk melaksanakan sholat berjamaah, akan

tetapi terdapat beberapa hal yang membolehkan kita untuk tidak ikut sholat

berjamaah, antara lain:

a) Hujan lumpur dan angin kencang pada malam yang gelap.

b) Tersedianya makanan dan nafsu seseorang yang sangat

menginginkannya.

c) Menahan buang air besar dan kecil.

d) Takut dan sakit.51 Sakit disini bukan sekedar sakit biasa, tapi sakit yang berat. Misalnya lumpuh, orang yang sudah tua renta dan buta,

karena agama Islam bukan agama yang memberatkan umatnya.

Sedangkan takut disini adalah kekhawatiran terkena mudharat pada

50

Ibid., hal. 116. 51

(34)

badan, harta atau kehormatan, misalnya kekhawatiran terhadap orang

dhalim.52

Bila salah satu dari beberapa poin terjadi pada seseorang, maka orang

tersebut boleh tidak mengikuti shalat berjamaah, karena kesemua poin

tersebut memang dapat dimaklumi dan tidak direncanakan dan di sengaja

oleh orang itu.

5. Syarat imam dan makmum

Menurut Anis Tanwir Hadi dalam bukunya yang berjudul Pengantar FIKIH 2 untuk kelas II Madrasah Ibtidaiyah bahwa:

Syarat menjadi imam adalah53

a. Laki-laki mengimami jamaah laki-laki dan perempuan. b. Perempuan mengimami jamaah perempuan.

c. Bacaan imam harus benar dan fasih serta tidak ria. d. Mengetahui hukum hukum shalat.

e. Mengetahui syarat dan rukun shalat. f. Sanggup menunaikan shalat.

g. Dapat diterima oleh jamaah.

h. Paling tua umurnya dan mulia akhlaknya. i. Tidak fasik dan tidak sombong.

j. Tidak tertuduh melakukan kejahatan. k. Tidak meminta bayaran.

l. Tidak batal shalatnya karena murtad.

Syarat menjadi makmum, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Berniat menjadi makmum. Sebelum memulai salat, seseorang

harus mempunyai niat bahwa ia akan makmum (mengikuti imam). b. Posisi makmum tidak boleh menjorok ke depan melebihi imam.

Apabila makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam atau sejajar. Apabila makmum dua orang atau lebih, ia hendaknya berdiri di belakang imam.

c. Gerakan makmum, harus mengikuti imam, tidak boleh mendahului. Makmum yang mendahului gerakan imam di ancam akan diganti kepalanya dengan kepala himar (keledai) kelak di akhirat.

d. Salat makmum harus sama dengan imam.

e. Laki-laki tidak sah menjadi makmum apabila imamnya perempuan.54

52

Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Shalat: Kajian Berbagai Madzhab (Bandung: Pustaka Media Utama, 2004), hal. 551.

53

(35)

6. Macam-macam makmum

Makmum adalah pengikut imam pada sholat berjamaah. Makmum

dibedakan menjadi dua, yaitu makmum muwafiq dan ada makmum

masbuq.55

Penjelasan dari macam makmum tersebut sebagai berikut:

a) Makmum muafiq adalah makmum yang cukup waktu membaca

al-fatihah. Missal ia datang terlambat namun dalam keterlambatannya ia

masih ada sisa cukup waktu untuk membaca fatihah.apabila

al-fatihahnya pada raka‟at kedua maka dinamakan makmum masbuq.

b) Masbuq ialah orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat

membaca fatikhah beserta imam di raka‟at pertama. 56

Jika seorang makmum mendapatkan imamnya sedang rukuk dan terus

megikutinya, maka sempurnalah raka‟at itu baginya meskipun ia tidak

sempat membaca fatihah. Jika ia mengikuti imam sesudah ruku‟, maka ia

harus mengulangi raka‟at itu nanti, karena raka‟at ini tidak sempurna dan

tidak termasuk hitungan baginya. Jika makmum yang mengikuti imam

tasyahud akhir dari salah satu shalat, maka tasyahud yang dikerjakan oleh

makmum itu tidak termasuk bilangan baginya dan ia harus

menyempurnakan shalatnya sebagaimana biasa sesudah imam memberi

salam.57

54

T.ibrahim dan H. Darsono, Penerapan Fikih jilid 1 untuk kelas VII Madrasah Tsanawiyah, (solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hal. 48.

55

Fatihuddin, Bimbingan Shalat Lengkap (Surabaya: Karatika, t.t), hal. 187. 56

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 114. 57Moh. Rifa‟i,

(36)

7. Syarat-syarat wajib shalat

a. Islam, orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak

dituntut untuk mengerjakannya didunia hingga ia masuk islam, karena

meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapat siksaan

di akhirat karena ia tidak shalat, sedangkan ia dapat mengerjakan salat

dengan jalan masuk Islam terlebih dahulu. Begitulah seterusnya

hukum-hukum furu‟ terhadap orang yang tidak Islam.

b. Suci dari haid ( kotoran ) nifas. Sabsa Rasulullah Saw: Beliau berkata

kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “ Apabila datang haid, tinggalkanlah

salat,” ( Riwayat Bukhari).

c. Berakal. Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan salat.58

d. Baliq (dewasa). Baligh ditandai dengan hal-hal berikut ini: telah berumur

lima belas tahun, telah mengalami haid (menstruasi/ datang bulan) bagi

perempuan, kira-kira umur Sembilan tahun, telah keluar mania tau pernah

bermimpi bersetubuh. Kanak- kanak tidak wajib shalat, tetapi kewajiban

orang tua mendidiknya, sehingga ketika cukup umur mereka tidak

keberatan melakukannya, karena sudah terbiasa. Wajib atas orang tua

menyuruh anaknya shalat, apabila ia sudah berumur tujuh tahun, dan

apabila ia sudah berumur sepuluh tahun hendaklah dipukul bila ia tidak

melakukannya.59

58

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 64. 59

(37)

e.Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. kepadanya). Orang yang

belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.

f. Melihat dan mendengar. Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib

mengerjakan salat, walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan

mempelajari hukum-hukum syara‟. Orang yang buta dan tuli sejak

dilahirkan tidak dituntut dengan hukum karena tidak ada jalan baginya

untuk belajar hukum-hukum syara‟.

g. Jaga. Maka orang yang tidur tidak wajib salat; begitu juga orang yang

lupa.60

8. Syarat-syarat sah shalat

Syarat adalah sesuatu yang harus ada pada sesuatu pekerjaan amal

ibadah sebelum perbuatan dan selama amal ibadah itu dikerjakan. Adapun

syarat sahnya shalat adalah:

a. Suci badan dari najis dan dari hadats, baik hadats besar maupun kecil.

Orang yang berhadats, baik yang berhadats kecil misalnya buang air

kecil, buang air besar dan buang angin, maupun yang berhadats besar

misalnya junub, tidak sah shalatnya sebelum ia bersuci (wudhu‟).

Adapun bagi orang yang pada tubuhnya terdapat najis maka najis itu

harus dihilangkan.

(38)

b. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Selain suci badan, suci

pakaian juga termasuk syarat sahnya shalat. Untuk itu, sebelum shalat

harus diketahui bahwa pakaian yang digunakan untuk shalat benar-benar

suci dari najis. Bagi orang yang mempunyai najis sedikit pada tubuhnya,

misalnya nanah bisul dan darah khitan yang sukar memeliharanya, maka

diberi keringanan untuk dibawa shalat, artinya diperbolehkan untuk

shalat. Tempat shalat yang harus suci adalah tempat yang terletak antara

pijakan kaki sampai ke letak sujud, yaitu yang bersentuhan dengan salah

satu bagian tubuh ketika shalat. Sedangkan yang tidak bersentuhan

dengan tubuh, maka tidaklah mengapa sekalipun najis.

c. Menutup aurat dengan kain yang suci. Aurat laki-laki adalah antara pusar

sampai lutut. Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain

muka dan kedua telapak tangan. Jadi, aurat yang telah disebutkan tadi

harus ditutup dengan suatu yang menghalangi kelihatan warna kulitnya

misalnya kain.61

d. Mengetahui masuknya waktu shalat. Di antara syarat sah salat ialah

mengetahui bahwa waktu salat sudah tiba.

e. Menghadap ke kiblat (ka‟bah). Selama dalam salat, wajib menghadap ke

kiblat. Kalau salat berdiri atau salat duduk menghadapkan dada. Kalau

salat berbaring, menghadap dengan dada dan muka. Kalau salat

menelentang, hendaklah dua tapak kaki dan mukanya menghadap ke

(39)

kiblat; kalau mungkin, kepalanya diangkat dengan bantal atau sesuatu

yang lain.62

f. Mengetahui syarat dan rukun shalat serta menjauhi hal-hal yang

merusaknya.63

9. Rukun shalat

Rukun adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan atau amal

ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan atau amal ibadah itu

Adapun rukun-rukun shalat adalah64:

a. Niat, adalah menyengaja di dalam hati untuk mengerjakan shalat

karena Allah SWT. Karena niat adalah rukun yang dikerjakan

hati, maka niat ini termasuk rukun qalbi. Sahnya niat dalam

shalat, harus berbareng dengan Takbiratul Ihram yaitu ketika

mengucapkan takbir hendaknya hati sadar betul bermaksud

melakukan shalat yang akan dikerjakan. Misalnya shalat fardhu

seperti dzuhur, ashar, maghrib, isya‟,dan shubuh atau shalat

sunnat seperti dhuha, tahajjud dan lain lain.

b. Berdiri bagi yang mampu, bagi orang yang tidak mampu berdiri,

maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan shalat dengan duduk

atau dengan berbaring atau dengan terlentang atau dengan isyarat.

62 Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM…, hal. 70.

63 Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM…, hal. 140. 64

(40)

Yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih

ada.

c. Takbiratul Ihram, Adapun syarat sahnya takbiratul ihram yang

harus diperhatikan adalah: a) Takbiratul ihram diucapkan sambil

berdiri. Jadi, kalau diucapkannya ketika bangkit hendak

melakukan shalat maka takbir itu tidak sah. b) Takbiratul ihram

diucapkan dengan menghadap kiblat. c) Takbiratul ihram

hendaklah diucapkan dengan bahasa arab. Tetapi bagi orang yang

tidak mampu boleh menerjemahkan dan mengucapkan kata-kata

yang searti dengan takbir dengan bahasa apapun. d) Takbiratul

ihram diucapkan berbarengan dengan niat. e) Semua huruf dalam

takbiratul ihram harus bisa di dengar oleh dirinya sendiri, kalau ia

sehat pendengarannya.

d. Membaca Surat Al-Fatihah, Bagi orang yang shalat sendirian, ia

wajib membaca surat Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do‟a

iftitah pada rakaat pertama dan pada rakaat berikutnya secara

sempurna, jika orang yang shalat itu menjadi makmum, ketika

imam sedang membaca surat Al-Fatihah makmum tidak boleh

membaca apapun dan ia harus mendengarkan bacaan surat

Al-Fatihah yang dibaca oleh imam. Ketika imam sedang membaca

surat atau ayat dengan suara nyaring, pada waktu itulah makmum

membaca surat Al-Fatihah dengan suara pelan yang hanya bisa

Gambar

gambar berikut:

Referensi

Dokumen terkait