• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh habit forming (pembiasaan) terhadap motivasi belajar mata pelajaran PAI siswa kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh habit forming (pembiasaan) terhadap motivasi belajar mata pelajaran PAI siswa kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH HABIT FORMING (PEMBIASAAN) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN PAI SISWA KELAS VII DI

SMP NEGERI 4 SURABAYA

SKRIPSI

Oleh :

IMROATUL AZIZAH D01213017

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

viii

ABSTRAK

Imroatul Azizah, D01213017, 2017. Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan)

terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya, Skripsi, Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Al-Qudus NES, Lc. MH.I dan Dr. H. Amir Maliki Abitolkha, M.Ag.

Kata kunci: Habit Forming, Motivasi Belajar.

Penelitian ini dengan judul “Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4

Surabaya”.

Dalam skripsi ini ada tiga hal yang dibahas yaitu: (1) Bagaimana Pengaruh Habit forming (Pembiasaan) siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya)? (2) Bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya ? (3) Adakah pengaruh Habit forming (Pembiasaan) terhadap motivasi belajar mata pelajaran PAI siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya?.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan jenis dalam penelitian ini menggunakan Regresi Studies, yakni ada pengaruh antara variabel independent dan variabel dependen, sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tempatnya adalah penelitian lapangan (Field research) yaitu jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data kuantitatif maupun data kualitatif yang diperlukan dalam penelitian.

(7)

xii

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

ABSTRAK ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian...8

D. Kegunaan Penelitian ...8

E. Penelitian Terdahulu ...9

F. Hipotesis ...10

G. Batasan Penelitian ...11

(8)

xiii

I. Sistematika Pembahasan ...13

BAB II : LANDASAN TEORI A. Habit Forming (Pembiasaan) a. Pengertian Habit Forming (Pembiasaan) ...16

b. Dasar dan Tujuan Habit Forming (Pembiasaan) ...17

c. Kelebihan dan Kekurangan- Habit Forming (Pembiasaan) ...20

d. Indikator-indikator Habit Forming (Pembiasaan) ...22

e. Langkah-Langkah Habit Forming (Pembiasaan) ...22

f. Pendekatan Keteladanan ...25

B. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar ...27

b. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar ...31

c. Macam – macam Motivasi...32

d. Fungsi Motivasi dalam Belajar ...35

e. Indikator Motivasi Belajar ...38

f. Pengertian Mata Pelajaran Pendidikan- Agama Islam ...38

(9)

xiv

C. Tinjauan tentang Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) -

Pendekatan Habit Forming terhadap Motivasi Belajar ...42

BAB III : METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian 1. Profil SMP Negeri 4 Surabaya ...45

2. Sejarah berdirinya SMP Negeri 4 Surabaya ...46

3. Letak Geografis SMP Negeri 4 Surabaya ...47

4. Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 4 Surabaya ...48

5. Prestasi yang Diraih SMP Negeri 4 Surabaya ...50

6. Struktur Organisasi SMP Negeri 4 Surabaya ...51

7. Keadaan Guru SMP Negeri 4 Surabaya ...53

8. Keadaan Siswa SMP Negeri 4 Surabaya ...56

9. Keadaan Sarana dan Prasarana SMP Negeri 4 Surabaya ...57

10. Program Unggulan SMP Negeri 4 Surabaya ...59

11. Kegiatan Ekstrakurikuler SMP Negeri 4 Surabaya ...61

B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian ...67

2. Rancangan Penelitian ...69

3. Populasi dan Sampel ...70

4. Variabel dan Indikator Penelitian ...72

(10)

xv

6. Teknik Pengolahan Data ...80

7. Teknik Analisis Data ...80

BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ...85

B. Analisis Data ...100

C. Analisis Regresi...125

BAB V : PENUTUP

A. Simpulan ...136

B. Saran ...137

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat. Pada

negara-negara yang sudah berkembang ataupun yang sudah mengalami stabilitas politik

dan agama, Bahkan pada sekitar waktu peluncuran pesawat ruang angkasa

pertama kali, sebagian besar masyarakat dunia tidak lagi hanya memperhatikan,

melainkan menjadi demam memikirkan pendidikan. Masyarakat mulai ramai

memperdebatkan fungsi dan tujuan pendidikan1.

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, karena manusia

di saat dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun, sebagaimana firman Allah di

dalam al-Qur’an2:

ةد ْفأ ر صْبأ عْ هسل مكل لعج ً ْيش لْعت ا ْمكت همأ طب ْ م ْمكجرْخأ هّ ْمكهلعل

ركْشت

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan

hati, agar kamu bersyukur. (Qs. An-Nahl:78).

Namun, disisi lain manusia memiliki potensi dasar (fitrah) yang harus

dikembangkan sampai batas maksimal. Menurut Hasan Langgulung potensi dasar

1

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan), (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 1998), h.1.

2

(12)

2

tersebut berjumlah sifat-sifat Tuhan yang terangkum dalam Asmaul Husna yaitu

99 sifat.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup

dan kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia

memerlukan pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dan

komunitas tersebut akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab

pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.3

Pada Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Republik Indonesia

Serikat No. 4/1950 yang dikemudian menjadi UU Pendiidkan dan Pengajaran RI

No. 12/1954, pada Bab II Pasal 3, menyebutkan tentang Tujuan Pendidikan dan

Pengajaran:

“Tujuan Pendidikan dan Pengajaran ialah membentuk manusia susila

yang cakap dan warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab

tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu

yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Setelah belajar orang

akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang dapat digunakan

untuk hidup bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian

generasi yang lahir dari dunia pendidikan diharapkan bisa membangun Bangsa di

3

(13)

3

segala bidang. Oleh karena itu, keberadaan sekolah, madrasah, perguruan tinggi,

dan lembaga pendidikan lainnya baik formal maupun informal sangat penting

dan menjadi faktor yang harus diperhatikan untuk mendukung tercapainya suatu

tujuan Bangsa dan Negara.4

Ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak hanya dapat membawa dampak

positif bagi diri seseorang melainkan juga dapat membawa dampak negatif. Tidak

sedikit orang yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi namun menggunakan

kepandaiannya untuk kepentingan pribadinya dan merugikan orang lain atau

bahkan merampas hak-hak orang lain. Itu berarti pengetahuan dan kepandaian

yang dimiliki tidak digunakan secara bijak.

Manusia itu sendiri yang menentukan bagaimana ilmu yang dimiliki

bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri atau juga untuk orang-orang yang ada

disekitarnya. Kepribadian yang telah terbentuk pada diri seseoranglah yang akan

menentukan sikap yang dipilih sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

Sehingga pelaksanaan pendidikan tidak boleh hanya menekankan pada aspek

intelektualitas melainkan juga pembangunan mental dan kepribadian.

Tujuan untuk mengembangkan peserta didik dapat dilakukan melalui

proses pendidikan, salah satunya dilakukan melalui sekolah. Sekolah adalah suatu

lembaga yang menjalankan proses pendidikan dengan memberikan pengajaran

kepada siswa-siswanya. Usaha pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan

4

(14)

4

pendidikan dalam keluarga. Sekolah juga merupakan lembaga di mana terjadi

proses sosialisasi kedua setelah keluarga sehingga mempengaruhi pribadi anak

dan perkembangan sosialnya dan diselenggarakan secara formal.

Belajar di sekolah menjadi pola umum dalam kehidupan warga

masyarakat Indonesia. Keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh warga,

karena belajar telah dijadikan alat hidup yaitu wajib belajar 9 tahun. Oleh karena

itu, warga masyarakat mendambakan agar anak-anaknya memperoleh tempat

belajar di sekolah yang baik.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah

adalah dengan cara melalui proses belajar-mengajar. Berbagai konsep dan

wawasan baru tentang proses belajar-mengajar di sekolah telah muncul dan

berkembang seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena metode dan strategi dalam belajar mengajar harus yang inovatif dan

kreatif, salah satunya dengan metode pembiasaan.

Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah penting, khususnya dalam

pembentukan pribadi dan akhlak. Pembiasaan agama akan memasukkan

unsur- unsur positif pada pertumbuhan anak. Semakin banyak pengalaman

agama yang didapat anak melalui pembiasaan, maka semakin banyak unsur

agama dalam pribadinya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.

Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Ketika suatu praktik

(15)

5

yang melakukannya, kemudian akan menjadi ketagihan dan pada waktunya

menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Di sinilah pentingnya

pembiasaan dalam Proses pendidikan.

Setiap hal dan permasalahan yang kita kerjakan pasti ada gelombang naik

dan turun, kadang rajin, tekun dan teliti bahkan tidak menutup kemungkinan sifat

malas datang menghampiri. Oleh karena itu sangat pentingnya motivasi, baik

memotivasi diri sendiri maupun memotivasi orang lain, karena arti motivasi

adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada

saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan yang sangat

dirasakan atau mendesak5.

Motivasi merupakan faktor penting yang selalu mendapat perhatian di

dalam berbagai usaha yang ditujukan untuk mendidik dan membelajarkan

manusia, baik di dalam pendidikan formal, non formal ataupun informal. Biasanya

guru merefleksikan perhatiannya terhadap motivasi siswa dengan berbagai macam

pertanyaan6.

Motivasi menurut Sumadi Suryabrata7, adalah keadaan yang terdapat

dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna

mencapai suatu tujuan.

5

Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 73.

6

Martini JAmaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h.170.

7

(16)

6

Masalah memotivasi siswa dalam belajar, merupakan masalah yang

sangat kompleks. Dalam usaha memotivasi siswa tersebut, tidak ada aturan-aturan

yang sederhana. Penyelidikan tentang motivasi, kiranya menjadikan guru peka

terhadap kompleksitas masalah ini. Guru hendaknya mengetahui prinsip-prinsip

motivasi yang dapat membantu pelaksanaan tugas mengajarnya, meskipun tidak

ada pedoman khusus yang pasti8.

Dalam penyelesaian suatu masalah atau kendala dalam proses kegiatan

belajar mengajar tentu ada metode yang bervariasi yang dilakukan pendidik

secara inovatif agar tujuan daripada pendidikan tercapai dengan maksimal. Karena

belajar merupakan suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu

kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil latihan penguatan

(reinforcement). Penguatan itulah yang merupakan sebab adanya perubahan

tersebut.9

Metode dan model pendekatan yang bervariasi akan menjadikan kegiatan

belajar mengajar lebih menarik, salah satunya pendekatan habit forming

(Pembiasaan) yang model pembelajarannya konsisten dan terprogram. Konsisten

dalam pembinaan akhlak, kemampuan berbahasa, baik dan ritual ibadah

(pembiasaan: sholat tertib dan tepat waktu baik wajib maupun sunnah, minggu

bahasa, bersikap dan bertutur kata sopan). Terprogram menjalankan kegiatan

8

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan., Ibid. 201.

9

(17)

7

pembinaan secara rutin dan periodik (Pembiasaan: perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan).10

Berdasarkan pemaparan beberapa paragraf diatas, pendidikan tidak hanya

menjadikan manusia pandai secara intelektual saja, melainkan juga pandai dalam

mengaplikasikan dan menerapkan pengetahuannya secara benar dan tepat guna,

dengan membiasakan hal-hal yang dianggap kecil dan remeh akan menjadi kunci

utama dan modal terbesar dalam kehidupan bermasyarakat baik di keluarga,

maupun disekolah, juga dalam belajar pasti ada naik dan turun dari semangat

belajar kita baik individu maupun kelompok yang tak lain adalah motivasi yang

sangat penting dalam mempengaruhi faktor belajar. Sehingga penulis membuat

penelitian yang berjudul “Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) Terhadap

Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Habit Forming (Pembiasaan) siswa kelas VII SMP Negeri 4

Surabaya?

2. Bagaimana motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya?

3. Adakah pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) terhadap motivasi belajar

mata pelajaran PAI siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya ?

10

(18)

8

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh habit forming (Pembiasaan) siswa kelas VII

SMP Negeri 4 Surabaya.

2. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya.

3. Untuk mengetahui dan memahami pengaruh habit forming (Pembiasaan)

terhadap motivasi belajar mata pelajaran PAI siswa kelas VII SMP Negeri 4

Surabaya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, yakni secara teoritis dan

praktis:

1. Secara teoritis

a. Memberikan kontribusi ilmiah berupa wacana yang dapat dijadikan

pemikiran dari hasil penelitian dalam hal pendidikan.

b. Sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut dan pedoman dalam

penelitian selanjutnya yang berkaitan.

c. Menambah kepustakaan sebagai bantuan dan studi banding bagi

mahasiswa dimasa yang akan datang.

2. Secara praktis

(19)

9

Sebagai bahan informasi dan suatu pengalaman bagi penulis sebagai

calon pendidik guna menambah dan memperluas ilmu pengetahuan

tentang pengaruh habit forming (pembiasaan) yang berorientasi kepada

motivasi belajar siswa.

b. Bagi Lembaga

Sebagai sumbangan pikiran, masukan dan evaluasi kepada pihak

sekolah agar sekolah tersebut selalu memperhatikan kondisi siswa dan

selalu memotivasi siswa sehingga dapat menghasilkan kualitas siswa

yang unggul dan bermutu.

E. Penelitian Terdahulu

Dari sumber yang kami temukan, terdapat beberapa penelitian terdahulu

(prior research) yang berhubungan dengan judul yang kami buat, antara lain:

Skripsi yang ditulis oleh M. Syamsul Huda (IAIN Sunan Ampel, 2013)

yang berjudul “Penerapan Metode Pembiasaan Pada Pendidikan Agama

Islam Di MI Al-Muthmainah Bulak Surabaya” menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini menunjukkan implementasi metode pembiasaan pada pendidikan

agama Islam dinilai sangat tepat, karena dalam implementasi metode pembiasaan

siswa dibiasakan untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan ajaran agama Islam

serta mengamalkan ajara-ajaran agama Islam dengan baik dan benar11. Penerapan

11M.Syamsul Huda, “Penerapan Metode Pembiasaan Pada Pendidikan Agama Islam Di MI

(20)

10

metode pembiasaan sangat tepat diterapkan pada siswa Sekolah Dasar, karena

pada usia ini siswa tumbuh dan berkembang menjadi mumayyiz (bisa

membedakan), mulai bisa menalar, memahami dan mengetahui. Sementara

fitrahnya masih tetap suci dan beban pikirannya belum seberat beban pikiran yang

menggelayuti kaum remaja dan orang dewasa. Oleh karena itu, pembiasaan yang

baik perlu diterapkan agar kelak bisa menjadi kebiasaannya diwaktu dewasa.

F. Hipotesis

Hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo yang berarti kurang dan

kata thesis yang berarti pendapat. Hypothesis yang dalam dialek Indonesia

menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah

suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang belum sempurna.12

Hipotesis adalah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi

harus dibuktikan atau dites atau diuji kebenarannya. Disini penulis membuat

hipotesis yaitu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data yang terkumpul, antara lain:13

1. Hipotesis kerja atau hipotesis alternative (Ha)

Yaitu: “Ada Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) Terhadap Motivasi

Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya”.

2. Hipotesis nol atau hipotesis nihil (Ho)

12

Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 75.

13

(21)

11

Yaitu: “Tidak ada Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) Terhadap

Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4

Surabaya”.

G. Batasan Penelitian

Supaya penelitian ini lebih mengarah, maka peneliti memberikan batasan

masalah dengan fungsi sebagai penyempit obyek yang akan diteliti agar fokus

dalam penelitian ini tidak melebar luas, antara lain:

1. Penelitian ini hanya terbatas pada siswa kelas VII SMP Negeri 4 Surabaya.

2. Motivasi belajar dalam penelitian ini hanya ditentukan oleh pengaruh

Habit Forming siswa yang tentunya dari latar belakang dan keadaan yang

berbeda-beda.

H. Definisi Operasional

Agar diperoleh gambaran yang jelas serta untuk menghindari salah

pengertian dalam memahami judul ini, maka penulis akan memberi pengertian

yang jelas atas beberapa istilah yang terkandung dalam judul tersebut, antara lain:

1. Pengaruh

Berarti daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda,

dan sebagainya).14

2. Habit Forming

14

(22)

12

Pendekatan habit forming (Pembiasaan) yang model

pembelajarannya konsisten dan terprogram. Konsisten dalam pembinaan

akhlak, kemampuan berbahasa, baik dan ritual ibadah (pembiasaan: sholat

tertib dan tepat waktu baik wajib maupun sunnah, minggu bahasa,

bersikap dan bertutur kata sopan). Terprogram menjalankan kegiatan

pembinaan secara rutin dan periodik (Pembiasaan: perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan).15

3. Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat

non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,

merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi

yang kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan

belajar16.

4. PAI

Adalah mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik untuk

memahami Hukum dan tuntunan dalam mengahadapi persoalan dan

masalah-masalah keseharian dalam Agama Islam. Menurut Zakiyah

Darajat (1987:87) Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk

membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami

ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada

15

Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.

16

(23)

13

akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan

hidup.

Jadi, Berdasarkan definisi beberapa istilah di atas maka yang di

maksud dengan judul “Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan)

Terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas VII di SMP Negeri 4 Surabaya.”

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman dalam skripsi ini, perlu

adanya sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasan dapat

digambarkan sebagai berikut:

BAB I : Berupa Pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan

penelitian, Hipotesis, Penelitian terdahulu, Batasan Penelitian,

Definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Merupakan Landasan Teori, dalam hal ini penulis membagi beberapa sub bab, Sub bab yang pertama Habit Forming yang

meliputi, Pengertian Habit Forming (Pembiasaan), Dasar dan

Tujuan Habit Forming (Pembiasaan), Kelebihan dan Kekurangan

Habit Forming (Pembiasaan), indikator-indikator Habit Forming

(Pembiasaan), Langkah-langkah Habit Forming (Pembiasaan), dan

(24)

14

Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI yang meliputi, Pengertian

Motivasi Belajar, Prinsip-prinsip Motivasi Belajar, Macam –

macam Motivasi, Fungsi Motivasi dalam Belajar, Indikator

Motivasi Belajar, Pengertian Mata Pelajaran PAI, Fungsi dan

Tujuan Mata Pelajaran PAI. Sedangkan sub bab yang terakhir

adalah Tinjauan tentang Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan)

terhadap Motivasi Belajar.

BAB III : Pada Bab III ini memuat tentang Objek Penelitian yang didalamnya meliputi; Profil SMP Negeri 4 Surabaya, Sejarah berdirinya

sekolah, Letak geografis, Visi Misi dan Tujuan Sekolah, Prestasi

yang diraih, Struktur Organisasi SMP Negeri 4, Data Guru, Data

Siswa, Keadaan Sarana dan prasarana, Program Unggulan SMP

Negeri 4, dan Kegiatan Ekstrakurikuler SMP Negeri 4. Selanjutnya

Metode Penelitian, yang berisikan tentang jenis dan rancangan

penelitian, populasi dan sampel, Variabel dan Indikator Penelitian,

Metode pengumpulan data, Teknik Pengolahan data dan Teknik

Analisis Data.

BAB IV : Bab ini berisikan tentang Analisis Data dari Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) dan Motivasi Belajar Mata Pelajaran PAI,

Nominasi Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) dan Motivasi

(25)

15

sebagai kesimpulan memperkuat penjelasan keseluruhan

menggunakan rumus analisa prosentase dari analisa kesatu dan

analisa kedua.

BAB V : Penutup, Merupakan Simpulan dan Saran-saran dari skripsi. Dan diakhiri dengan Daftar Kepustakaan, Biografi penulis dan

(26)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Habit Forming (Pembiasaan)

a. Pengertian Habit Forming (Pembiasaan)

Metode atau methode berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu

metha dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati, dan hodos berarti

jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu24.

Sedangkan pengertian pembiasaan, Muhammad Rasyid Dimas

mendefinisikan pembiasaan25 maksudnya adalah membiasakan anak untuk

melakukan hal-hal tertentu sehingga menjadi kebiasaan yang mendarah

daging, yang untuk melakukannya tidak perlu pengarahan lagi.

Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembinaan dan

pembentukan akhlak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan oleh pendidik

adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didik. Kebiasaan adalah suatu

tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih

dahulu, dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi26.

24

Abdul Ghafir, Zuhairini, dkk, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Ramadhani, 1993), h. 66.

25

Muhammad Rasyid Dimas, 25 Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak, (Bandung: Syamil Cipta Media, 2005), h. 47.

26

(27)

17

Dalam kaitannya dengan metode pengajaran dalam pendidikan

Islam, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat

dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak

sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.27

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa seseorang

yang terbiasa dilatih maka dia akan mejadi seorang yang terlatih (ahli),

dalam hal ini adalah anak didik menjadi seorang siswa yang pandai karena

sudah dilatih secara terus menerus sehingga apa yang telah diajarkan

tertanam dalam dirinya dan menjadikan anak didik lebih mempunyai

kemampuan untuk menjalani proses belajar pada tahap selanjutnya.

Dengan berbagai pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwasanya metode pembiasaan adalah cara yang ditempuh oleh sekolah

untuk membiasakan anak didiknya melaksanakan amalan-amalan atau

ajaran-ajaran keagamaan sehingga mampu mewujudkan tujuan mata

pelajaran pendidikan agama Islam dan memberikan bekal bagi jiwa

keberagamaan siswa selanjutnya.

b. Dasar dan Tujuan Habit Forming (Pembiasaan) a) Dasar Habit Forming (Pembiasaan)

Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang

sangat penting, terutama bagi anak-anak. Mereka juga belum

27

(28)

18

mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada

orang dewasa, sehingga perlu dibiasakan dengan tingkah laku,

keterampilan, kecakapan, dan pola pikir tertentu yang baik.

Cara lain yang digunakan oleh al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara

bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang

negatif. Al-Qur’an28 menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat

baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menuanaikan kebiasaan

itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa

menemukan banyak kesulitan.

Dalam kasus menghilangkan kebiasaan meminum khamr

misalnya, al-Qur’an memulai dengan menyatakan bahwa hal itu

merupakan kebiasaan orang-orang kafir Quraisy (Qs. An-Nahl. 16:67)

dilanjutkan dengan menyatakan bahwa dalam khamr itu ada unsur dosa

dan manfaatnya, namun unsur dosanya lebih besar dari unsur

manfaatnya (Qs.Al-Baqarah, 2:219). Dilanjutkan dengan larangan

mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk (Qs.An-Nisa’, 4:43)

kemudian dengan menyuruh agar menjauhi minuman khamr itu (Qs.

Al-Maidah. 5:90).

28

(29)

19

Jika contoh diatas berkenaan dengan cara menghilangkan

kebiasaan yang buruk dengan cara bertahap, maka al-Qur’an pun mempergunakan cara cara berthap pula dalam menciptakan kebiasaan

yang baik dalam diri seseorang. Dalam hubungan ini terdapat petunjuk

Nabi yang menyuruh orang tua agar menyuruh anaknya menunaikan

shalat pada usia tujuh tahun, selanjutnya dibolehkan memukulnya jika

anak itu sampai usia 10 tahun belum mengerjakan shalat.

Dengan demikian, metode pembiasaan dilakukan dengan cara

bertahap, selal ada proses untuk mencapai sebuah tujuan yang baik.

Berkaitan dengan ini semua harus disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak didik. Al-Ghazali berkata:”Kewajiban utama dari seorang juru didik ialah mengajarkan kepada anak-anak, apa-apa yang

mudah dan gampang dipahaminya, oleh karena masalah-masalah yang

pelik akan mengakibatkan kekacauan pikiran dan menyebabkan ia lari

dari ilmu”. Isyarata ini dapat dijumpai dalam al-Qur’an tentang

memberikan beban sesuai dengan kesanggupannya.29

b) Tujuan Habit Forming (Pembiasaan)

Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan

baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada.

Pembiasaan selain menggunakan perintah, suri teladan, dan

29

(30)

20

pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran.

Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan

kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras

dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Selain itu, arti

tepat dan positif di atas ialah selaras dengan norma dan tata nilai

moral yang berlaku, baik yang bersifat religious, tradisional

maupun kultural.

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

tujuan diadakannya metode pembiasaan di sekolah adalah untuk

melatih serta membiasakan anak didik secara konsisten dan

continue dengan sebuah tujuan, sehingga benar-benar tertanam

pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit

ditinggalkan di kemudian hari.

c. Kelebihan dan Kekurangan Habit Forming (Pembiasaan)

Sebagaimana metode-metode pendidikan lainnya di dalam proses

pendidikan, metode pembiasaan tidak bisa terlepas dari dua aspek

yang saling bertentangan, yaitu kelebihan dan kekurangan.

Tidak satupun dari hasil pemikiran manusia yang sempurna dan

bebas dari kelemahan. Adapun kelebihan dan kekurangan metode

(31)

21

a) Kelebihan

1) Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan

metode pembiasaan akan menambah ketepatan dan kecepatan

pelaksanaan.

2) Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak

konsentrasi dalam pelaksanaannya.

3) Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang

kompleks dan rumit menjadi otomatis.30

4) Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan lahiriyah tetapi

juga berhubungan dengan aspek batiniyah.

b) Kekurangan

1) Metode ini dapat menghambat bakat dan inisiatif murid. Hal ini

oleh murid lebih banyak dibawa kepada konformitas

(kesesuaian) dan diarahkan kepada uniformitas (keseragaman).

2) Kadang-kadang pelatihan yang dilaksanakan secara

berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.

3) Membentuk kebiasaan yang kaku karena murid lebih

banyak ditujukan untuk mendapat kecakapan memberikan

respon otomatis, tanpa menggunakan intelegensinya.

30

(32)

22

4) Dapat menimbulkan verbalisme (bersifat kabur atau tidak

jelas) karena murid lebih banyak dilatih menghafal soal-soal dan

menjawab secara otomatis.

d. Indikator – indikator Habit Forming (Pembiasaan)

Kegiatan yang secara terus-menerus dilakukan akan menjadi

kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang tentunya mengarah kepada hal-hal

yang positif, berdasarkan dari kelebihan dan kekurangan habit forming

(pembiasaan) didapatkan beberapa indikator, diantaranya:

1) Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan

2) Pemberian Tugas

3) Pemberian Bimbingan Belajar Pada Waktu Tertentu

4) Berperilaku Terpuji

5) Keteladanan

e. Langkah – langkah Habit Forming (Pembiasaan)

Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya

yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan

pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan

celaka dan binasa. Sedangkan memelihara anak adalah dengan upaya

pendidikan dan mengajari akhlak yang baik.31 Adapun sistem Islam

dalam memperbaiki anak adalah dengan cara pengajaran dan

pembiasaan. Pengajaran yang dimaksud ialah pendekatan aspek

31

(33)

23

teoritis dalam upaya memperbaiki. Sedangkan pembiasaan ialah segi

praktik nyata dalam proses pembentukan dan persiapannya.32

Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinyu

(berulang-ulang), teratur, dan terprogram, sehingga akhirnya menjadi suatu

kebiasaan yang utuh, permanen, kontinyu, dan otomatis. Oleh

karena itu, faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian

keberhasilan dari proses ini.

Dibawah ini adalah beberapa langkah dalam Pembiasaan,

diantaranya;

a) Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten, dan tegas.

Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk melanggar

kebiasaan yang telah ditanamkan.

b) Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistis,

hendaknya secara berangsur-angsur diubah menjadi kebiasaan

yang disertai dengan kata hati anak itu sendiri.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwasanya dalam

menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan. Pengawasan hendaknya

digunakan meskipun secara berangsur-angsur peserta didik diberi

kebebasan. Dengan perkataan lain, pengawasan dilakukan dengan

32

(34)

24

mengingat usia peserta didik, serta perlu ada keseimbangan antara

pengawasan dan kebebasan.

Selain itu, pembiasaan hendaknya disertai dengan usaha

membangkitkan kesadaran atau pengertian secara terus- menerus akan

maksud dari tingkah laku yang dibiasakan, sebab pembiasaan digunakan

bukan untuk memaksa peserta didik agar melakukan sesuatu secara

otomatis, melainkan agar anak dapat melaksanakan segala kebaikan

dengan mudah tanpa merasa susah atau berat hati.

Oleh karena itu, pembiasaan yang pada awalnya bersifat

mekanistik hendaknya diusahakan peserta didik sendiri. Hal ini sangat

mungkin apabila pembiasaan secara berangsur-angsur disertai dengan

penjelasan-penjelasan dan nasihat-nasihat, sehingga semakin lama akan

timbul pengertian dari peserta didik. Adapun petunjuk dalam menanamkan

kebiasaan yaitu:

a) Kebiasaan jelek yang sudah lama terlanjur dimiliki anak, wajib

sedikit demi sedikit dilenyapkan dan diganti dengan kebiasaan

yang baik.

b) Dalam menanamkan kebaikan, pendidik terkadang hendaknya

secara sederhana menerangkan motifnya, sesuai dengan

(35)

25

c) Sebelum peserta didik menerima dan mengerti motif perbuatan

yang dibiasakan, kebiasaan ditanamkan secara latihan terus-menerus

disertai pemberian penghargaan dan pembetulan.

d) Kebiasaan tetap hidup sehat, tentang adat istiadat yang baik,

tentang kehidupan keagamaan yang pokok, wajib sejak kecil

sudah mulai ditanamkan.

e) Pemberian motif selama pendidikan suatu kebiasaan, wajib disertai

usaha menyentuh perasaan anak didik. Rasa suka ini wajib selalu

meliputi sikap anak didik dalam melatih diri memiliki kebiasaan.

Demikianlah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam

pembiasaan agar pembiasaan dapat dilakukan dengan mudah, lekas

tercapai, dan baik hasilnya.

f. Pendekatan Keteladanan

Keteladanan berasal dari kata teladan yang memiliki arti patut

ditiru (perbuatan, barang, dan lain sebagainya). Sedangkan keteladanan

berarti hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.33 Dalam bahasa Inggris

keteladanan sama dengan modeling, yaitu bentuk pengajaran di mana

seseorang belajar bagaimana melakukan suatu tindakan dengan

memperhatikan dan meniru sikap serta tingkah laku orang lain.34

33

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 917

34

(36)

26

Benyamin B. Wolman35 memberikan pengertian ”Modeling a

behavior therapy technique designed to modify behavior through

perceptual learning and allowing the individual to imitate” (Modeling

adalah teknik terapi tingkah laku yang bertujuan untuk memodifikasi

tingkah laku melalui pembelajaran persepsi dan memberikan kesempatan

kepada individu untuk meniru).

Dalam bahasa Arab Al-Ashfahani mendefinisikan kata ”uswah“ dan ”al-iswah” sebagaimana kata ”al-qudwah” dan ”al-qidwah” berarti suatu keadaan ketika seseorang manusia mengikuti manusia lain, apakah

dalam kebaikan, ataupun dalam kejelekan, kejahatan atau kemurtadan.

Begitu pula Ibn-Zakaria mendefinisikan, bahwa ”uswah” berarti

”qudwah” yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian

keteladanan adalah hal-hal yang ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari

orang lain. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan

yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan

yang baik, sesuai dengan pengertian ”uswah”.36

Dalam Standar Kompetensi Kurikulum 2004 dijelaskan bahwa,

”Pendekatan keteladanan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang

menempatkan guru serta komponen madrasah lainnya sebagai teladan, sebagai

35

Benyamin B. Wolman, Dictionary of Behavioral, (New York: Litton Educational Publishing, 1973), h. 241

36

(37)

27

cerminan dari individu yang memiliki keimanan teguh dan berakhlak

mulia.”37

Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa pendekatan

keteladanan merupakan suatu perbuatan atau usaha yang ditempuh

seseorang, guru dan komponen sekolah lainnya dalam proses pembelajaran

melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut ditiru (modeling).

B. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai

pengggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan

sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).

Berawal dari kata (motif) itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai

daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat

tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan

atau mendesak.38

Mc.Donald mengatakan bahwa;

motivation is a energy change within the person characterized by affective

arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan

37

Departemen Agama RI, Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah Kurikulum 2004, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2004), h. 25

38

(38)

28

energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif

(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Oemar Hamalik, 1992:173).

Dari pengertian yang dikemukakan Mc.Donald ini mengandung tiga

elemen penting, diantaranya39:

1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energy pada diri

setiap individu manusi energi. Perkembangan motivasi akan membawa

beberapa perubahan energi di dalam sistem “neurophysiological” yang

ada pada organisme manusia.

2) Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau feeling, afeksi

seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan

kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku

manusia.

3) Motivasi akan dirangsang dengan adanya tujuan. Yang dalam hal ini

tujuan akan menyangkut soal kebutuhan.

Dari ke tiga elemen diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu

sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya

suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut

dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk

kemudian bertindak melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya

tujuan, kebutuhan atau keinginan.

39

(39)

29

Motivasi merupakan faktor penting yang selalu mendapat perhatian

di dalam berbagai usaha yang ditujukan untuk mendidik dan membelajarkan

manusia, baik di dalam pendidikan formal, non formal ataupun informal.

Biasanya guru merefleksikan perhatiannya terhadap motivasi siswa dengan

berbagai macam pertanyaan40.

Motivasi menurut Sumadi Suryabrata, adalah keadaan yang terdapat

dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas

tertentu guna mencapai suatu tujuan41.

Gates dan kawan-kawan mengemukakan bahwa motivasi42 adalah

suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang

yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu. Greenberg menyebutkan

bahwa motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan

memantapkan perilaku arah suatu tujuan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi43

adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang

yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai

suatu tujuan (kebutuhan).

Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas

nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu

40

Martini JAmaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h.170.

41

Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), h. 101.

42

Ibid., 101.

43

(40)

30

dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk

mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk

mencapainya44.

Dalam buku The Magic Power of Emotional Appeal, mengatakan

bahwa terdapat empat prinsip motivasi, diantaranya45:

1) Pertahanan diri, bila orang berada dalam keadaan mendesak dan

tersudut, maka ia akan berbuat apa saja dengan kekuatan yang luar

biasa. Dengan tenaga supernatural, ia berupaya melawan. Motif ini

merupakan motif yang terkuat.

2) Pengakuan, ini adalah motif kedua yang terpenting. Tiada seorang pun

yang ingin menjadi orang yang tidak berarti apa-apa; tetapi pada

kenyataannya banyak orang yang demikian, mereka kehilangan

identitas dan kebanggan diri.

3) Prinsip yang ketiga adalah cinta kasih. Dapat dipastikan bahwa bila

cinta mewarnai pekerjaan seseorang, begitu pula dirumahnya, maka

hidupnya dinamis dan penuh kegembiraan.

4) Dan prinsip yang ke empat adalah uang, inilah prinsip yang paling

rendah tingkatannya.

Setiap orang bersifat individualistik. Orang yang satu berbeda

dengan orang yang lain. Kita harus memahami dan mengenal diri kita

44

Syaiful Bahri Djamarah, PSIKOLOGI BELAJAR, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, 2002), h.114.

45

(41)

31

dengan baik. Jika kita menentukan prinsip motivasi dari ke empat prinsip

diatas manakah yang terpenting yang harus di dahulukan untuk kita.

Manusia dimotivasi oleh impian, harapan dan keinginan. Archibald

Alexander mengatakan, “Manusia berharga terutama karena motif yang dimiliki, bukan karena faktor-faktor yang lainnya; dan yang terlebih pokok

adalah karena moral yang terkandung dalam motif itu, yakni cinta dan kasih

sayang.

b. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar

Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang

terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang

melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa

suatu dorongan yang kuat dari dalam yang lebih utama maupun luar sebagai

upaya lain yang tak kalah pentingnya.

Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar

seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Agar peranan

motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak

hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar

mengajar. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar, diantaranya46:

1) Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar;

46

(42)

32

2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam

belajar;

3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman;

4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar;

5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar;

6) Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar.

c. Macam – macam Motivasi

Beberapa teori yang telah dibahas sebelumnya menyatakan bahwa

motivasi menempati posisi penting dalam kegiatan belajar siswa. Dengan

motivasi hasil belajar menjadi optimal, karena motivasi mengembangkan

aktivitas dan inisiatif, mengarahkan tujuan, memelihara ketekunan dan

keuletan dalam kegiatan belajar.

Ada banyak macam dan jenis motivasi dilihat dari berbagai sudut

pandang diantaranya.47

1) Motivasi dilihat dari dasar pembentuknya.

a) Motif – motif bawaan

Yaitu motif yang dibawa sejak lahir, yang ada tanpa dipelajari.

Seperti; dorongan untuk makan, minum, beristirahat dan lain

sebagainya.

b) Motif – motif yang dipelajari

47

(43)

33

Motif ini sering disebut motif yang disyaratkan sosial,

sebab manusia hidup dalam lingkungan sosial. Sehingga

motivasi itu terbentuk, contoh: dorongan untuk belajar suatu

cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di

masyarakat. Dalam hal ini Frandsen mengistilahkan dengan

affiliative needs. Sebab justru dengan kemampuan berhubungan,

kerjasama dalam masyarakat tercapai suatu kepuasan diri.

Disamping itu Frandsen menambahkan jenis motif ini :

i. Cognitive motives

Menyangkut kepuasan individual yang berada dalam

diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk

mental. Motif ini sangat primer dalam kegiatan sekolah,

terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.

ii. Self – expression

Yaitu ada keinginan untuk aktualisasi diri, sehingga

diperlukan kreatifitas dan imajinasi.

iii. Self – enhancement

Meningkatkn kemajuan diri seseorang melalui aktualisasi

diri dan pengembangan kompetensi.

2) Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis.

a) Motif atau kebutuhan organis

(44)

34

b) Motif – motif darurat

Motivasi yang timbul karena ada rangsangan dari luar seperti:

dorongan untuk menyelamatkan diri, membalas, dan lain-lain.

c) Motif – motif objektif

Motif ini muncul karena untuk menghadapi kehidupan luar

secara selektif, menyangkut kebutuhan untuk eksplorasi,

menaruh minat dan melakukan manipulasi.

3) Motivasi jasmaniah dan rohaniah.

Yang termasuk motivasi jasmaniah misalnya : refleks, instink otomatis,

nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah yaitu kemauan.

Kemauan terbentuk melalui empat momen: momen timbulnya alasan,

momen dipilih, momen putusan dan momen terbentuknya kemauan.

4) Motivasi instrinsik dan ekstrinsik.

a) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau

fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri

individu ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Adapun

dalam kegiatan belajar motivasi intrinsik berarti motivasi yang

di dalamnya aktifitas belajar mulai dan diteruskan berdasarkan

suatu dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas

belajar. Misalnya anak belajar karena ingin mengetahui

(45)

35

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki

tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan, ahli di

bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan yang dapat menuju

kepada tujuan yang ingin dicapai adalah belajar, tanpa belajar

tidak akan didapatkan sebuah ilmu pengetahuan.

b) Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar. Adapun

dalam kegiatan belajar motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

di dalamnya aktivitas belajar mulai dan diteruskan berdasarkan

suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan

aktifitas belajar. Misalnya anak belajar karena untuk

memperoleh hadiah yang dijanjikan oleh orang tuanya.

Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik tetap

penting, karena keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan

mungkin ada komponen-komponen dalam proses belajar

mengajar yang kurang menarik bagi kegiatan belajar siswa.

Sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

d. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang

malas berpartisipasi dalam belajar. Sementara anak didik yang lain aktif

(46)

36

dengan santainya di kursi mereka dengan alam pemikiran yang jauh entah

kemana. Sedikit pun tidak bergerak hatinya untuk mengikuti pelajaran

dengan cara mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas-tugas

yang diberikan.

Karenanya, dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi.

Motivation is an assential condition of learning. Hasil belajar akan menjadi

optimal, kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan

makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi, motivasi akan senantiasa memntukan

intensitas usaha belajar bagi para siswa.

Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi48:

1) Mendorong manusia untuk berbuat, sebagai motor penggerak dari

setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak

dicapai. Dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuannya.

3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa

yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai suatu tujuan,

dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat

bagi tujuan tersebut.

48

(47)

37

Disamping itu ada juga fungsi-fungsi yang lain. Motivasi dapat

berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Dengan kata

lain usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka

seseorang yang belajar itu akan dapat melahirkan prestasi yang baik.

Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menetukan tingkat

pencapaian prestasi belajarnya.

Selain itu, Motivasi yang baik akan mendorong intensitas,

ketekunan dan keuletan dalam kegiatan belajar. Sehingga hasil belajar

menjadi optimal. Sebab seseorang yang memiliki motivasi akan memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:49

a. Tekun menghadapi tugas dan dapat bekerja terus menerus

dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai;

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah;

d. Lebih senang bekerja mandiri;

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat

mekanis, berulang-ulang, begitu saja, sehingga kurang kreatif);

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu);

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu;

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

49

(48)

38

e. Indikator Motivasi Belajar

Seseorang yang telah sukses tidak akan terlepas dengan yang

dinamakan motivasi, baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik karena

keduanya saling mempengaruhi. Berdasarkan ciri – ciri seseorang yang telah memiliki motivasi, didapatkan beberapa indikator, diantaranya:

1) Tekun dalam mengerjakan tugas;

2) Tidak mudah putus asa dalam berbagai masalah;

3) Tidak menyukai sesuatu yang instant (Kurang kreatif);

4) Teguh pada pendirian.

f. Pengertian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama pada umumnya merupakan salah satu dari tiga

subyek pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga

pendidikan formal di Indonesia. Sedangkan Pendidikan Agama Islam50

merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subyek pelajaran yang

harus dipelajari oleh siswa Muslim dalam menyelesaikan pendidikannya

pada tingkat tertentu

Pendidikan Agama Islam ini sangat diperlukan dalam membentuk

manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk

manusia Indonesia yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Pendidikan agama Islam dicantumkan dalam urutan nomor satu dari

50

Saifuddin Zuhri & H. Syamsuddin Yahya, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta:

(49)

39

sembilan bidang studi yang harus diselesaikan dalam perencanaan

program pengajaran di sekolah dasar. Program studi pendidikan agama

merupakan program wajib yang harus diikuti oleh setiap anak didik

pada sepanjang tahun selama bersekolah.

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam mempunyai dasar yang

kuat, baik secara yuridis, religius, maupun sosial psikologis.

g. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam 1) Fungsi

Sebagai suatu subyek pelajaran, Pendidikan Agama Islam

mempunyai fungsi yang berbeda dari subyek pelajaran yang lain. Ia dapat

memiliki fungsi yang bermacam-macam, sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai oleh masing-masing lembaga pendidikan. Secara umum, menurut

John Sealy51, Pendidikan Agama termasuk Pendidikan Agama Islam dapat

di arahkan untuk mengemban salah satu atau gabungan dari beberapa

fungsi, diantaranya:

a) Konfensional

Dalam fungsi ini, Pendidikan Agama dimaksudkan untuk

meningkatkan komitmen dan perilaku keberagamaan peserta didik.

b) Neo Konfensional

51

(50)

40

Dalam fungsi Neo Konfensional Pendidikan Agama juga

dimaksudkan untuk meningkatkan keberagaman peserta didik sesuai

keyakinannya.

c) Konfensional Tersembunyi

Dalam rangka membantu fungsi ini, Pendidikan Agama menawarkan

sejumlah pilihan ajaran agama dengan harapan peserta didik nantinya

akan memilih salah satunya yang dianggap paling benar atau sesuai

dengan dirinya, tanpa ada arahan pada salah satu diantaranya.

d) Implisit

Fungsi ini dimaksudkan untuk mengenalkan kepada peserta didik

ajaran agama secara terpadu dengan seluruh aspek kehidupan melalui

berbagai subyek pelajaran.

e) Non Konfensional

Dalam fungsi ini, Pendidikan Agama dimaksudkan sebagai alat untuk

memahami keyakinan atau pandangan hidup yang dianut oleh orang

lain.

Dari beberapa fungsi diatas, nampaknya tidak sesuai dengan

tujuan Pendidikan Agama di Indonesia. Sesuai dengan penjelasan pasal

39 ayat 2 Undang-undang No. 2 tahun 1989, Pendidikan Agama52

“merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap

52

(51)

41

Tuhan Yang Maha Esa sesuai denga ajaran agama yang dianut oleh

peserta didik yang bersangkutan dengan mempertimbangkantuntutan

untuk menghormati agama laindalam hubungan kerukunan antar umat

beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.

2) Tujuan

Menurut Ibnu Siena yang dikutip oleh Abuddin Nata53, bahwa

tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi

yang dimiliki oleh seseorang kearah perkembangannya yang sempurna,

yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu, tujuan

pendidikan menurut Ibnu Siena harus diarahkan pada upaya

mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara

bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang

dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi

yang dimilikinya.

Menurut Mahmud Yunus dalam buku yang berjudul

Metodik Khusus Pendidikan Agama, beliau mengemukakan bahwa54:

“Tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak-anak,

pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi seorang muslim sejati,

beriman teguh, beramal saleh, dan berakhlak mulia, sehingga ia

53

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 67.

54

(52)

42

menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas

kaki sendiri, mengabdi kepada Allah SWT, dan berbakti kepada

bangsa dan tanah airnya, bahkan umat manusia.”

Pendidikan Agama pada dasarnya memiliki dua tujuan, yaitu

meningkatkan keberagamaan peserta didik dan mengembangkan sikap

kerukunan hidup antar umat beragama.

Hal ini berarti bahwa fungsi yang sesuai untuk Pendidikan Agama

Islam, sebagai salah satu pendidikan Agama di Indonesia adalah yang

kedua, neo-konfensional. Dengan fungsi ini Pendidikan Agama Islam

diharapkan dapat mengantarkan peserta didik memiliki “sosok manusia

Muslim” yang diidealkan sekaligus memiliki sikap toleransi yang tinggi

terhadap pemeluk agama lain.

C. Tinjauan tentang Pengaruh Habit Forming (Pembiasaan) terhadap Motivasi Belajar

Dalam kegiatan belajar baik itu yang dilakukan di sekolah, di

lembaga lain maupun di rumah pasti mengalami kesulitan-kesulitan dalam

belajar. Kesulitan-kesulitan tersebut pasti disebabkan oleh berbagai macam

faktor yang menyebabkannya, sehingga kegiatan belajar pun akan terganggu.

Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut tentu ada solusi

yang tepat untuk mengatasinya.

Menurut aliran kognitif, belajar merupakan proses internal yang

(53)

43

tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari perubahan internalisasi persepsi

dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya.55

Menyikapi beberapa hal dalam belajar, salah satu kemampuan untuk

membangkitkan semangat adalah emosi. Karena dengan emosi pengorganisasi

yang hebat terjadi baik dalam perbuatan maupun pikiran. Emosi juga

berfungsi56 untuk membangkitkan intuisi dan rasa ingin tahu, yang akan

membantu mengantisipasi masa depan yang tidak menentu dan merencanakan

tindakan-tindakan kita sesuai dengan itu dan akan selalu berhubungan denga

apa itu kecerdasan emosi, karena kecerdasan emosi adalah dasar bagi lahirnya

kecakapan emosi yang diperoleh dari hasil belajar, dan dapat menghasilkan

kinerja menonjol dalam sebuah pekerjaan.

Kecerdasan emosional siswa pasti berbeda dengan siswa yang

lainnya, pada dasarnya seseorang yang memiliki IQ saja belum cukup tetapi

yang ideal alah IQ yang dibarengi dengan EQ yang seimbang. Hal ini juga

didukung oleh pendapat Goleman yang dikutip oleh Patton, bahwa para ahli

psikologi sepakat kalau IQ hanya mendukung sekitar 20% faktor yang

menentukan keberhasilan, sedangkan 80% sisanya berasal dari faktor lain,

termasuk kecerdasan emosional.

Disini, peneliti memfokuskan dengan menggunakan pendekatan

habit forming (pembiasaan) yang mana pada pendekatan pembiasaan tersebut

55

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, h.53.

56

(54)

44

siswa selalu dibiasakan dengan berbagai macam kegiatan yang mengarah pada

kegiatan yang positif tentunya, misalnya salam berjabat tangan dengan bapak

ibu guru dimanapun berjumpa dengan beliau, sholat dhuha berjamaah, minggu

bahasa dan yang lainnya. Hal itu semua akan mempengaruhi kecerdasan

emosional yang selalu erat hubungannya dengan emosi dalam belajar dan oleh

karena itu motivasi belajar lah yang sangat diperlukan untuk mengatasi hal

(55)

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

1. Profil SMP Negeri 4 Surabaya

NSS : 201056009004

NPSN : 20532573

Nama Sekolah : SMP Negeri 4 Surabaya

Status Sekolah : Negeri

Jenjang Sekolah : SMP

Nilai Akreditasi Sekolah : A

Tanggal Pendirian : 30 September 1950

Kepala Sekolah : Dra. Hj. Nanik Partiyah, M.Pd

Alamat : Jl. Tanjung Anom 12 Surabaya

Kelurahan : Genteng

Kecamatan : Genteng

Kota : Surabaya

Provinsi : Jawa Timur

Kode Pos : 60275

Tlp. / Fax. : 031-5341431 / 031-5453378

(56)

46

Email : spenfora@gmail.com

Waktu Belajar : Sekolah Pagi

Situs : smpn4sby.sch.id

Lintang : -7.257061432854155

Bujur : 112.73599147796631

Motto : Senyum, Salam dan Sapa (3S)

2. Sejarah berdirinya SMP Negeri 4 Surabaya

Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta. Kota

surabaya juga merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan

di Jawa Timur. Salah satunya adalah SMP Negeri 4 yang merupakan lembaga

pendidikan setingkat SMP yang tertua sekaligus pertama di Indonesia wilayah

timur. Hal ini cukup beralasan karena pada zaman kolonial Belanda sampai

dengan tahun 1941 gedung yang terletak di Jalan Tanjung Anom 12 (berada di

belakang jalan Praban) tepatnya di belakang SMP Negeri 3 Surabaya ini adalah

gedung M.U.L.O (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang dibangun pada

tahun 1890. Tidak hanya digunakan untuk M.U.L.O gedung ini juga pernah

digunakan markas ”gakkutotai” dai san chuutai pada zaman jepang serta

digunakan untuk markas BKR pelajar-rayon praban, markas TKR pelajar-staf

III.

Struktur bangunan SMP Negeri 4 Surabaya sampai saat ini sebagian

masih mempertahankan struktur aslinya, yaitu struktur Belanda. Bangunan

(57)

47

struktur bangunan Belanda yang masih ada di SMP Negeri 4 Surabaya ini,

maka sekolah ini termasuk bangunan Cagar Budaya.

SMP Negeri 4 Surabaya76 yang dikenal sebagai Cagar Budaya ini juga

memiliki lagu khusus yang diciptakan untuk SMP Negeri 4 Surabaya, yang

berjudul ”Mars SMP Negeri 4 Surabaya”. Prestasi yang diraihpun oleh SMP

Negeri 4 ini sangat membanggakan yaitu berhasil menjuarai lomba sekolah

Adiwiyata tingkat Surabaya, bahkan sampai di tingkat Nasional mewakili

Kota Surabaya untuk Program Adiwiyata.

3. Letak Geografis SMP Negeri 4 Surabaya

SMP Negeri 4 Surabaya merupakan tempat pendidikan formal tingkat

Sekolah Menengah Pertama yang sangat lama tetapi mudah dijangkau, baik

oleh kendaraan umum, bersepeda, maupun dengan jalan kaki. Adapun sekolah

ini terletak di Jl. Tanjung Anom No. 12 Surabaya. Sekolah ini memang mudah

dijangkau, namun bagi yang belum pernah kesini mungkin akan sedikit

mencari, karena gerbang depannya harus masuk terlebih dahulu ke pertigaan

depan Siola, tetapi pihak sekolah telah memasang palang tepat di pertigaan

Jl.Tanjung Anom menunjukkan bahwa SMP Negeri 4 belok ke arah kanan dari

jalan raya utama. Meskipun harus masuk ke pertigaan jalan raya sekolah ini

bisa dijangkau dengan kendaraan roda 4 dengan leluasa. Adapun Kepala

Sekolah di SMP Negeri 4 Surabaya ini adalah Ibu Dra. Hj. Nanik Partiyah,

M.Pd dengan dibantu Wakil Kepala Sekolah dan beberapa petugas administrasi

76

(58)

48

lainnya seperti sekretaris, bendahara, Para Dewan Guru serta Staffdan

Karyawan.

4. Visi, Misi dan Tujuan SMP Negeri 4 Surabaya

Dalam meningkatkan mutu SMP Negeri 4 Surabaya mempunyai

beberapa visi, Misi dan tujuan yaitu:

Visi

“UNGGUL DALAM IMTAQ DAN IPTEK TERWUJUD SDM YANG

BERKEBANGSAAN, BERBUDAYA LINGKUNGAN DAN GEMAR

MEMBACA”

Misi

1. Peningkatan penghayatan ajaran agama yang dianut terwujud SDM

termasuk inklusif yang berakhlaq mulia, jujur, arif, bijaksana dan berbudi

pekerti luhur.

2. Pengembangan sarana prasarana dan peningkatan lingkungan

pembelajaran yang konduksif dan sinergis terwujud SDM termasuk

inklusif yang berilmu, cakap, mandiri dan berketrampilan informatika

teknologi.

3. Terselenggara KBM konstekstual-saintifi

Gambar

 Tabel 3.1
     Tabel 3.2
      Tabel 3.3
      Tabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas nikmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat

HUBUNGAN PROBLEM FOCUSED COPING DENGAN STRES MENGAJAR PADA GURU ANAK BERKEBUTUHAN

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error. 3)

Perusahaan di atas dapat menyampaikan sanggahan atas penetapan hasil prakualifikasi ini kepada Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Paket I I APBD Pada Dinas Pekerjaan Umum Bina

Form tambah mahasiswa digunakan untuk registrasi mahasiswa sehingga dapat menerima pengumuman perubahan kuliah melalui nomer handphone yang didaftarkannya... 3.2.4.7 Form

[r]

(4) Lurah meneruskan laporan pertanggungjawaban pemakaian dana dari masing-masing Kelompok Kerja Penerima Sasaran Bantuan kepada Walikota melalui DPPKAD Kota yang

Varietas dapat didefinisikan sebagai sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies tanaman yang memiliki karakteristik tertentu seperti bentuk, pertumbuhan