SKRIPSI
Oleh :
H. AKHMAD BAIQUNI NIM. D01212071
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
vi
skripsi yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa Di Smp Negeri 26 Surabaya” Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya? Apa faktor pendukung dan penghambat internalisi nilai-nilai agama Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya? Untuk mendeskripsikan proses internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
Peneliti mengunakan jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya di lapangan. Penelitian lapangan merupakan study terhadap kehidupan sosial masyrakat secara langsung.
ix
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGHANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional... 10
F. Metode Penelitian... 11
G. Penelitian Terdahulu ... 23
H. Sistematika Pembahasan ... 24
x
B. Pendidikan Karakter Religius ... 36
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 36
2. Karakter Religius ... 40
3. Tujuan Pendidikan Karakter Religius ... 41
4. Dasar Pembentukan Berbasis Karakter Religius... 43
5. Aspek-Aspek Karakter Religius ... 47
C. Pengertian Peserta Didik ... 49
BAB III DISKIRIPSI SM NEGERI26 SURABAYA A. Sejarah Berdiri SMP Negeri 26 Surabaya ... 53
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya ... 53
2. Visi dan Misi dan Tujuan SMP Negeri 26 Surabya ... 54
3. Data Sekolah ... 55
4. Organisasi SMP Negeri 26 Surabaya ... 56
5. Tenaga Guru Dan Siswa di SMP Negeri 26 Surabya ... 58
6. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 26 Surabaya ... 61
xi
B. Faktor Penghambat... 96
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA
xii
Tabel II ... 61
Tabel III ... 62
Tabel IV ... 63
Tabel V ... 63
Tabel VI ... 64
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah menciptakan manusia sebagai pemimpin di bumi dan untuk
menerima amanat-Nya untuk mengelola dan menjaga kekayaan alam.
Manusia merupakan hamba Allah yang mempunyai kewajiban untuk
beribadah dan menyembah kepadaNya dengan tulus. Allah memberi
kepada seluruh umat manusia potensi untuk mengimani Allah dan
mengamalkan ajaran-Nya. Karena fitrah ini manusia dijuluki sebagai
makhluk beragama.
Karena manusia yang diciptakan oleh Allah bertujuan untuk
menjalankan dan mengamalkan ajaran agama Islam untuk beribadah
kepada Allah, sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an surat Adz
-Dzariyat 56 :
Dalam ayat tersebut dikemukakan bahwa Allah menciptakan
manusia dan jin hanya untuk beribadah kepadanya.1 Dan dapat diartikan
bahwa manusia memiliki fitrah beragama untuk selalu beribadah kepada
yang Maha Pencipta. Fitrah beragama ini merupakan (kemampuan dasar)
yang mengandung kemungkinan atau peluang untuk berkembang. Namun
dalam perkembangannya manusia sangat tergantung kepada proses
pendidikan yang diterima dalam masyarakat dan semua di kembalikan lagi
terhadap orang tua masing-masing.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk
yang memilki potensi untuk berahlak baik (taqwa) atau buruk (fujur)
potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang
lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan)2
Jiwa beragama atau kesadaran beragama merujuk pada aspek
rohaniah individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah dan
pengaktualisasiannya melalui peribadatan kepada-Nya., baik yang bersifat
(hablminAllah) hubungan dengan Allah dan (hablminan-nas) hubungan
dengan manusia. Keimanan kepada Allah dan aktualisasinya dalam ibadah
1Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV penerbit diponegoro,
2007), h. 536
2
merupakan hasil dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahamamn,
dan kesadaran pada diri seseorang terhadap nilai-nilai agama Islam.
Dan untuk memahami nilai-nilai agama Islam, manusia pasti
membutuhkan pendidikan dalam mengenal arti nilai-nilai agama Islam.
Maka pendidikan merupakan faktor utama dalam memahami arti dari
agama tersebut. Setelah mengetahui arti dari nilai-nilai agama Islam
tersebut maka dibutuhkan pembentukkan dalam pribadi manusia.
Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup
(Hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu
membuahkan (Hasanah) di akhirat kelak.3
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya
pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut,
pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan
sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa
yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Karena agama sangat berperan dalam pembentukan prilaku siswa,
sehingga pembentukan pribadi siswa sesusai pertumbuhan dan
perkembangannya memerlukan pendidikan yang memadai. Untuk
membina agar siswa memiliki sifat terpuji, tidaklah mungkin hanya
3
Muhaimin, Pengembangan Kurikulim PAI di Sekolah Madrasa, Perguruan Tinggi,
dengan penjelasan dan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya
untuk melakukan yang terbaik dan diharapkan nantinya akan mempunyai
sifat-sifat terpuji dan bisa menjauhi sifat tercela.
Dalam melaksanakan pendidikan untuk memahami nilai-nilai
agama Islam tersebut, peran pendidikan sangat penting dalam proses awal,
karena pendidikan yang bertangung jawab dan menentukan arah serta
tujuan pendidikan tersebut.Dengan pendidikan untuk siswaini bertujuan
mengembangkan potensi yang ada dalam siswa tersebut agar bermanfaat
bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa karakter siswa itu berbeda-beda, karena karakter setiap siswa
tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya.
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah
individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan setiap akibat dari keputusannya.4
Dalam pandangan Islam karakter itu sama dengan akhlak. Akhlak
dalam pandangan Islam adalah kepribadian. Komponen kepribadian itu
ada tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan perilaku.5 Dari ketiga
4
Muchlas Samani,dkk,Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.41
5
komponen tersebut, jika antara pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang
sama maka orang tersebut berkepribadian utuh, akan tetapi jika antara
pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang tidaklah sama antara satu
dengan yang lainnya belum memiliki kepribadian yang utuh.
Oleh karena itu dalam kehidupan manusia pasti membutuhkan
namanya pendidikan nilai-nilai agama Islam untuk mengembangkan
karakter siswa yang sesuai dengan syariat Islam, maka sebab itu
pendidikan merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam
mengembangkan potensi yang ada dalam seseorang siswa. Sebab tanpa
pendidikan manusia pasti tidak dapat berkembang dengan baik.
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode
tertentu sehingga orang dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman,
dan cara tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.6
Agama sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Zakiyah Daradjat juga
menjadi salah satu kebutuhan rohani manusia.7 Karena manusia hidup di
dunia ini membutuhkan rasa aman, maka manusia mencari perlindungan
atau proteksi. Perlengkapan dan persenjataan merupakan usaha manusia
dalam menyalurkan kebutuhan proteksi jasmaniahnya, sedangkan agama
merupakan penyaluran kebutuhan proteksi rohaniahnya.8
6
Muhibin syah, PsikologiPendidikan dengan Pendekatan Baru, Cet V ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 10.
7
Jalaluddin Rahmat, Psikologo Agama, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997) hal.: 87
8
Yang dimaksud dengan pendidikan agama disini bukanlah
pelajaran agama yang diberikan oleh guru disekolah saja, akan tetapi
penanaman jiwa beragama yang dimulai dari rumah, sejak masih kecil,
dengan jalan membiasakan si anak kepada sifat-sifat dan kebiasan yang
baik.9
Karena pendidikan mempunyai peranan penting dalam
membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-menerus dibangun dan
dikembangkan agar dari proses pelaksanaannya menghasilkan generasi
yang diharapkan. Dalam rangka menghasilkan peserta didik yang unggul
dan diharapkan, proses pendidikan juga senantiasa dievaluasi dan
diperbaiki. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah melalui
pendidikan karakter.10
Karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.11 Sedangkan
menurut Ryan dan Bohlin istilah karakter mengandung tiga unsur pokok,
yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
9
Zakiyat Dradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung 1983), Cetakan II, h. 113
10
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), h. 9
11
(loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).12 Yakni,
suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the
mind, heart, and hands.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Dalam
sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW, sang nabi terakhir dalam
ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik
manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik
(good character).13
Melalui pendidikan karakter religius diharapkan peserta didik
mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter
dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang masalah dan penjelasan yang telah
diuraikan diatas, maka penulis memberikan maksud dari penulisan skripsi
yang berjudul “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan
Karakter Religius Siswa Di Smp Negeri 26 Surabaya” ini mengadakan
12
Abdul Majid Dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2011), h. 11
13
penelitian tentang bagaimana proses internalisasi dalam pembinaan
keagamaan dalam meningkatkan karakter siswa disekolah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai keagamaan dalam
pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26
Surabaya?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat internalisi nilai-nilai agama
Islam dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP
Negeri 26 Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan proses internalisasi nilai-nilai agama Islam
dalam pembentukan karakter religius siswa di sekolah SMP Negeri 26
Surabaya.
2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung
internalisasi nilai-nilai agama Islam dalam meningkatkan karakter
relegius di sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
D. Manfaat Penetlitian
Pembahasan secara teoristik ini diharapkan dapat memberikan
1. Bagi lembaga.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
bahan evaluasi dalam pembelajaran (PAI) Pendidika Agama Islam
serta bagaimana mengatasi problem dalam pembentukan karakter
religius siswa.
2. Bagi Guru mata pelajaran (PAI) Pendidika Agama Islam.
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan evaluasi dan
masukan bagi guru mata (PAI) Pendidika Agama Islamuntuk
penyelenggaraan pembelajaran agama dan juga sebagai acuan untuk
pengembangan pembelajaran agama dalam pembentukan karakter
religius siswa.
3. Bagi Peneliti.
Bagi peneliti penelitian ini memberikan beberapa keguanaan,
diantaranya adalah memberikan pengetahuan dibidang penelitian
seperti bagaimana teknik-teknik penulisan serta apa saja prosedur
dalam melakukan penelitian. Selain itu penelitian ini memberikan
pengalaman bagaimana melakukan penelitian secara langsung ke
tempat sekolah serta mengidentifikasi masalah-masalah yang ada
disekolah sebagai bahan penelitian. Penelitian ini juaga memberikan
manfaat bagi peneliti tentang ilmu pengetahuan dibidang agama
terutama Pendidikan Agama Islam. Dengan melakukan penelitian ini,
religius siswa di sekolah dan upaya mengatasinya sebagai bahan
evaluasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Agama
Pembahasansecara praktis ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada:
1. Peneliti, sebagai bahan pembelajaran dan pengalaman dalam hal
penelitian yang nantinya bisa menjadi lebih baik lagi.
2. Fakultas Tarbiyah, sebagai bahan informasi dan menambah
kepustakaan dalam nilai-nilai agama dalam pembentukan karakter
religius siswa.
3. SMP Negeri 26 Surabaya, diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengeahuan dan dapat memberikan solusi untuk menunjang
keberhasilan pembinaan karakter religius di sekolah.
E. Difinisi Oprasional
1. Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara
mendalam melalui binaan, bimbingan dan sebagainya.14
2. Nilai dalam istilah, diartikan sebagai konsep abstrak mengenai masalah
dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia,
mengenai hal-hal yang dianggap benar dan dianggap salah.15
14 Heni Puspitasari, “
Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Pembentukan Akhlak Siswa Di
Madrasah Aliyah Negeri Malang 1” ,Skripsi, Fakultas, Tarbiyah UIN Malang, 2009, h. 7
15
3. Agama Islam, adalah agama yang ajaran-ajarannya bersumber kepada
wahyu dari Allah yang disampaikan kepada umat manusia melalui
Nabi Muhammad SAW. Untuk kesejahteraan umat manusia didunia
maupun diakhirat.16
4. Pembentukan adalah proses atau cara. Perbuatan membentuk.17
5. Pendidikan karakter religius adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter religius kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.18
F. Metode Penelitian.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Agar suatu penelitian dapat diperoleh suatu hasil yang maksimal
maka diperlukan suatu metodologi penelitian yang kebenaranya dapat
dipertanggung jawabkan. Pendekatan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Bogdan dan Taylor
dalam Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
16
Abdurrahman Shaleh, Pendidikan Agama Islam di SD (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 115
17
KBBI, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jjakarta , 2008), h. 180
18
Akhmad Sudrajat, Apa itu Pendidikan karakter
diamati. Sejalan dengan pendapat di atas, Kirk dan Miller
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung dari
pengamatan kepada manusia dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya19
Berdasarkan sumber data, jenis penelitian dalam penulisan
skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian
yang pengumpulan datanya di lapangan. Penelitian lapangan
merupakan study terhadap kehidupan sosial masyrakat secara
langsung.20 Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 26 Surabaya.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu prosedur pemecahan
masalah diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subyek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
atau sebagaimana adanya.21
Sebagaimana yang dikatakan Bogdan dan Taylor yang dikutip
oleh Lexy J. Moleong, bahwasanya metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut
mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
19
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya, 2007), h. 4
20
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatid, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 52
21
secara holistik (utuh) jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.22
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan.Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.23
Berdasarkan pengertian datas, maka dalam penelitian ini penulis
berusaha menyajikan data deskritif berupa hasil wawancara dengan
pihak sekolah yaitu kepala sekolah, guru PAI, guru dan beberapa
peserta didik. serta melihat data tentan nilai karakter religius peserta
didik, melainkan juga proses menganalisaan dengan penafsiran
kesimpulan.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti mutlak diperlukan
karena peneliti merupakan instrumen kunci dari penelitian ini
sehingga kehadiran peneliti sangatlah penting dalam seluruh proses
22 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3.
penelitian. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama yaitu bertindak
sebagai pengumpul data, penyaji data, penganalisis dan pelapor data.
Hal ini sejalan yang dipaparkan oleh Lexy Moeloeng bahwa
kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit.Ia
sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data,
analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitiannya.24
Peran peneliti dalam hal ini adalah pengamat penuh dan
statusnya diketahui oleh informan sebagai sumber data karena
sebelum penelitian, peneliti sudah mengajukan surat izin kepada
kepala sekolah SMP Negeri 26 Surabaya.
3. Lokasi Peneliti
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 26 Surabaya yang
terletak di Jalan Raya Banjarsugihan No. 21 Surabaya. Sekolah ini
menggunakan sistem sekolah pada umumnya, yang mana sekolah ini
menyatukan antara laki-laki dan perempuan.
SMP Negeri 26 ini berada di tepi jalan Raya Banjarsugihan,
yang mana jalan ini dilewati oleh semua jalur transportasi sehingga
mudah dijangkau oleh peniliti. Dengan memilih letak yang strategis
maka pemilihan peneliti di SMP Negeri 26 Surabaya ini masih berada
di wilayah Surabaya sehingga mudah di jangkau oleh peneliti.
24
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat
diperoleh. Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
data tindakan seperti dokumen dan lain-lain.
Menurut Sugiono melakukan penelitian dilihat dari data yang
diperlukan dapat menggunakan dua sumber, yaitu:
a. Data Primer.
Data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung,
diamati, dan dicatat secara langsung, seperti, observasi,
wawancara, dokumentasi dengan pihak yang terkait, khususnya
Kepala Sekolah, guru-guru,dan siswa-siswi.
b. Data Sekunder
Yaitu sumber yang secara tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Contohnya dokumentasi organisasi,
dokumentasi pribadi dan internet yang digunakan peneliti dalam
penelitiannya.25
5. Prosedur Pengumpulan Data
Setelah menentukan subyek penelitian, maka langkah selanjutnya
adalah menentukan metode pengumpulan data. Dalam hal ini ada beberapa
25
yang harus diperhatikan yaitu tentang apa, dimana, bagaimana, dan
beberapa data yang diperlukan.26
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Observasi.
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengadakan pengamatan, baik itu secara langsung/ tidak
langsung terhadap gejala-gejala, subyek atau obyek yang
diselidiki, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi khusus yang sengaja diadakan.27
Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk
mengetahui gambaran umum sekolah, meliputi geografis, sarana
dan prasarana sekolah serta pelaksanaan integrasi nilai-nilai
agama dalam pembentukan karakter religius siswa di SMP Negeri
26 Surabaya.
b. Wawancara.
Wawancara atau interview adalah cara pengumpulan
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya
26 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), h. 66
jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan.28
Adapun jenis wawancara yang peneliti lakukan adalah
wawancara yang dilakukan dengan narasumber menggunakan
pedoman wawancara, tetapi tidak mengabaikan pertanyaan yang
muncul seketika saat wawancara berlangsung.Wawancara
dilakukan kepada kepala sekolah, guru pelajaran PAI serta
Siswa-siswi SMP Negeri 26 Surabaya.
c. Dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah cara memperoleh informasi
data-data yang terdapat dalam dokumen-dokumen, majalah,
buku-buku, catatan harian, dan lain-lain.29 Metode ini merupakan cara
mengumpulkan data dilakukan dengan mengumpulkan tulisan,
gambar, catatan atau arsip. Adapun data yang dikumpulkan
dengan metode ini yaitu :
1) Sejarah SMP Negeri 26 Surabaya.
2) Visi, dan misi SMP Negeri 26 Surabaya.
3) Struktur organisasi SMP Negeri 26 Surabaya.
4) Keadaan guru dan pegawai SMP Negeri 26 Surabaya.
5) Keadaan murid SMP Negeri 26 Surabaya.
28
Anas Sudjiono, Teknik Evaluasi Pendidikan Suatu Pengantar (Yogyakarta: U.D. Rama, 1986), h. 38
29
6) Keadaan sarana dan prasarana SMP Negeri 26 Surabaya.
6. Analisis Data.
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.30 Adapun langkah-langkah peneliti dalam menganalisis
data adalah sebagai berikut :
a. Reduksi Data.
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan dimikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan.31Dengan demikian, data yang
direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
30
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), h. 248.
31
b. Model Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
melalui teks yang bersifat naratif paling sering digunakan oleh
peneliti.32Melalui penyajian data tersebut, maka data
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,sehingga akan
mudah dipahami.33 Maka peneliti menggunakan penyajian data
dalam bentuk teks naratif untuk menguraikan kata-kata yang perlu
dijelaskan.
c. Penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penggambaran
yang utuh dari obyek yang utuh untuk konfigurasi yang utuh dari
obyek penelitian. Proses pengambilan kesimpulan ini merupakan
pengambilan inti dari penelitian yang kemudian disajikan dalam
bentuk pernyataan atau kalimat. Penulis menggunakan
trianggulasi dengan cara membandingkan informasi yang
diperoleh dari beberapa sumber sehingga diperoleh data yang
absah.34
32Ibid, h. 247 33Ibid, h. 341
34
Dalam melakukan analisis data diatas menggunakan pola berfikir
yaitu induktif, yaitu metode berpikir yang berangkat dari
fakta-fakta/peristiwa-peristiwa khusus tersebut ditarik generalisasi yang
memiliki sifat umum.35
7. Pengecekan Keabsahan Data.
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari
konsep validitas.36 Untuk menciptakan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu. Ada 4
kriteria yang digunakan yaitu : derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan, (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability).37
Untuk mengetahui keabsahan data, maka yang digunakan adalah :
1. Perpanjangan keikutsertaan. Sebagaimana sudah dikemukakan,
peneliti penelitian kualitatif adalah instrument itu sendiri.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat tapi memerlukan waktu perpanjangan.
2. Ketekunan pengamatan. Ketekunan pengamatan bermaksud
menemukan cirri-ciri dan unsure-unsur dalam situasi yang sangat
35Sutrisno Hadi, Metodologi Riset2, (Yogyakarta: Andi Offset, 1987), h. 42
36 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya, 2002), h, 173
revelan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan
kemudian memusatkan diri dari hal-hal tersebut secara rinci.
3. Tringulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Tringulasi merupakan aspek yang pentik karena untuk
kesesuaianantara empiris teori.38
4. Menggunakan bahan refensi yang banyak sangat mempermudah
peneliti dalam pengecekan keabsahan data, karena dari referensi
yang ada sebagai pendikung dari observasi penelitian yang
dilaksanakan oleh peneliti. Menurut Eisner (dalam Lexy
Moleong) kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung
dan menyesuaikan dengan kritik untuk keperluan evaluasi.
8. Tahap-tahap penelitian.
Dalam penyelesaian penelitian tentang integrasii nilai-nilai agama
untuk pembentukan karakter religius siswa di SMP Negeri 26 Surabaya
ini terdapat beberapa tahap sebagai berikut:
a. Tahap Pra Lapangan.
Dalam tahap pra lapangan ini peneliti memulai dengan
mengajukan judul kepada dosen wali dan jurusan yang kemudian
akan ditentukan dosen yang akan membimbing dalam
38
penyusunan proposal ini. Sebelum penyusunan proposal ini
peneliti lebih dahulu harus mengetahui objek yang akan diteliti
yaitu SMP Negeri 26 Surabaya melalui sumber-sumber yang ada
maupun melalui observasi. Pada tahap pra lapangan peneliti
mengurus surat permohonan izin penelitian di SMP Negeri 26
Surabaya yang telah disediakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk selanjutnya surat
permohonan izin penelitian diserahkan ke sekolah yang dilampiri
satu berkas proposal penelitian. Selama kegiatan pra lapangan ini
peneliti juga mengkaji bahan-bahan pustaka yang relevan dengan
kajian penelitian yang akan dilakukan.
b. Tahap Kegiatan Lapangan.
Pada tahap kegiatan lapangan, peneliti perlu
memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada subyek atau
informan serta mengadakan observasi di lingkungan sekolah.
Kemudian peneliti mulai mengumpulkan data, mengadakan
wawancara dengan informan, mencatat keterangan-keterangan
dari dokumen-dokumen, mencatat hal-hal yang sedang diamati
pada saat berlangsungnya proses integrasi nilai-nilai agama dalam
c. Tahap Penyelesaian.
Setelah kegiatan penelitian lapangan selesai, penulis mulai
menyusun langkah-langkah berikutnya yaitu menyusun kerangka
laporan hasil penelitian dengan mentabulasikan dan menganalisis
data yang telah diperoleh, yang kemudian dikonsultasikan kepada
dosen pembimbing dengan harapan apabila ada hal-hal yang perlu
adanya perbaikan (revisi), maka akan segera dilakukan sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
G. Penelitian Terdahulu.
1. Dengan judul “Proses Internalisasi Islam Dalam Membentuk Kepribadian Siswa (Studi Kasus Proses Pembelajaran Di Smp
Roudhatul Aqo’idi Bangil)”.Iman Zamroni, 2007.Metode dalam
penelitian tersebut dengan sumber data (data primer) dan (data
sekunder), prosedurnya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan
analisis data. Hasil dari data yang di peroleh dari penelitian bahwa
proses internalisasi nilai-nilai Islam di sekolah SMP Rhoudhatul
Aqo’idi bangil dilakukan dengan dua cara akan tetapi pada skripsi ini
peneliti menekankan pada pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia,
Biologi, Fisika, Matematika, Kimia, dan lain sebagainya serta non
formal yaitu member tauladan yang baik, menciptakan lingkungan
2. Dengan judul “Internalisasi Nilai-Nilai Islam Dalam Pembentukan
Akhlak Siswa Di Madrasah Aliyah Negeri Malang 1”. Heni
Puspitasari, 2009. Metode dalam penelitian tersebut dengan sumber
data (data primer) dan (data sekunder), prosedurnya yaitu observasi,
wawancara, dokumentasi, dan analisis data. Hasil dari data yang di
peroleh dari penelitian bahwa proses internalisasi nilai-nilai Islam di
sekolah MAN 1 Malang dilakukan melakui penyampaian mata
pelajaran yang di kelas maupun di luar kelas dengan cara mengkaitkan
antara materi-materi yang disampaikan dengan nilai-nilai agama serta
adanya interaksi antara guru PAI dan guru Umum dalam
menyampaikan kegiatan belajar mengajar.
3. Dengan judul “Penanaman Nilai_Nilai Agama Pada Siswa Bustanul
Athfal Restu Malang”. Nurul Fitriyah, 2005. Metode dalam penelitian
tersebut dengan sumber data (data primer) dan (data sekunder),
prosedurnya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis
data. Hasil dari data yang di peroleh dari penelitian ini menjelaskan
tentang penggunaan metode serta apliasi untuk menamkan nilai-nilai
agama kepada peserta didik dengan penyertaan guru dalam
memberikan pemahaman dan pengertian pada aktiftas siswa di
sekolah.
Dari hasil tinjauan pustaka peneliti menyimpulkan bahwa
menitik beratkan pada proses formal melalui mata pelajaran Islam maupun
pelajaran umum yang terangkum dalam kurikulim atau peraturan
organisasi.
Bedanya dengan penelitian terdahulu, berfokus dalam karakter
religius bertujuan untuk mengetahui proses dan apa saja yang
bersangkutan dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai agama untuk
meningkatkan karakter religius siswa SMP Negeri 26 Surabaya, sehingga
dapat menjadikan siswa menjadi lebih baik dari segi etika, moral, dan
kepribadian dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.
H. Sistematika Pembahasan
Peneliti menyusun sistematika pembahasan penelitian menjadi 6
Bab. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :
Bab Satu Pendahuluan, pada bab ini membahas tentang rancangan
penelitian secara umum. Terdiri dari sub-sub bab tentang Pendahuluan,
meliputi latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
penelitian, Definisi Oprasional, Metode Penelitian, pada bab ini berisi
tentang pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian
tersebut, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, metode analisis
data dan pengecekkan keabsahan data, Penelitian Terdahulu dan
Bab Dua Kajian Teori, pada bab ini membahas tentang kajian pustaka
yang berkaitan tentang dengan pengertian internalisasi, nilai-nilai agama,
karakter religius dan siswa / peserta didik.
Bab Tiga Deskripsi SMP Negeri 26 Surabaya, dalam bab ini berisi data
sejarah berdirinya, visi dan misi sekolah, data sekolah, organisasi SMP
Negeri 26 Surabaya, tenaga guru dan siswa, sarana dan prasarana,
Bab Empat Paparan Data Penelitian, dalam bab ini berisi data-data serta
pembahasan data hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Bab Lima Pembahasan Hasil Penelitian, pada bab ini berisi data-data serta
pembahasan data hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Bab Enam Penutup, pada bab ini akan membahas tentang penutup yang
mencangkup kesimpulan akhir penelitian dan saran-saran bagi pihak-pihak
27 A. Internalisasi Nilai-Nilai Agama
1. Pengertian Internalisasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Internalisasi diartikan
sebagai penghayatan, penugasan, penguasaan secara mendalam yang
berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan, penataran, dan
sebagainya.39 Pol mendalam berlansung lewat penyuluhan, penataran,
dan sebagainya merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran
doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku.
Internalisasi adalah penghayatan, pendalaman, penguasaan secara
mendalam melalui binaan, bimbingan dan sebagainya. Dengan demikan
Internalisasi merupakan suatu proses penanaman sikap ke dalam diri
pribadi seseorang melalui pembinaan, bimbingan dan sebagainya agar
ego menguasai secara mendalam suatu nilai serta menghayati sehingga
dapat tercermin dalam sikap dan tingkah laku sesuai dengan standart
yang diharapkan.40
Jadi internalisasi merupakan proses yang mendalam untuk
menghayati nilai-nilai agama yang dipadukan dengan nilai-nila
39
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.336
40
pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian
peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik.
Dalam pengertian psikologis, internalisasi mempunyai arti
penyatuan sikap atau penggabungan, standart tingkah laku, pendapat,
dalam kepribadian. Freud menyakini bahwa super ego atau aspek moral
kepribadian berasal dari internalisasi sikap-sikap orang tua41
Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan
peserta didik ada 3 tahapan yang terjadi yaitu :
a. Tahap tranformasi nilai : Tahap ini merupakan suatu proses
yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan
nilai-nilai yang baik dan kuran baik. Pada tahap ini hanya terjadi
komuniasi verbal antara guru dan siswa.
b. Tahap Transaksi nilai : suatu tahap pendidikan nilai dengan
jalan melakukan komunikasi dua arah atau interaksi antara
siswa dengan pendidik yang bersifat timbale balik.
c. Tahap transinternalisasi tahap ini jauh lebih mendalam dari
tahap transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan
komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi
41
pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara
aktif.42
Dari pengertian internalisasi yang dikaitkan dengan perkembangan
manusia, bahwa proses internalisasi harus sesuai dengan tugas-tugas
perkembangan. Internalisasi merupkan sentral perubahan kepribadian yang
merupakan dimensi kritis terhadap perubahan diri manusia yang
didalamnya memiliki makna kepribadian terhadap respon yang terjadi
dalam proses pembentukan watak manusia.
2. Pengertian Nilai-nilai Agama
Istilah nilai adalah sesuatu yang abstrak yang tidak bisa dilihat,
diraba, maupun dirasakan dan tak terbatas ruang lingkupnya. Nilai sangat
erat kaitannya dengan pengertian-pengertian dan aktifitas manusia yang
kompleks, sehingga sulit ditentukan batasannya, karena keabstrakannya
itu maka timbul bermacam-macam pengertian, di antaranya sebagai
berikut :
a. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus pada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun
perilaku.43
42
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), h.153
43
b. Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah
laku yang diinginkan bagi suatu sistem yang ada kaitannya
dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi-fungsi
bagian-bagiannya.44
c. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.45
d. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat
didefinisikan, tetapi hanya dapat dialami dan dipahami secara
langsung.46
e. Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan
benda kongkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar
salah yang menurut pembuktian empirik, melainkan soal
penghayatan yang dikehendaki, disenangi dan tidak
disenangi.47
Beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat difahami bahwa
nilai itu adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan
keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan memberikan corak pada pola
pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah
44
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.141
45
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), h.11
46
Thoba Chatib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), h. 61
47
nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan,
tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.
Nilai merupakan gagasan umum orang-orang, yang berbicara
seputar apa yang baik atau buruk, yang diharapkan atau yang tidak
diharapkan, nilai mewarnai pemikiran seseorang yang telah menjadi satu
dan tidak dapat di lepaskan.
Dengan demikian nilai dapat dirumuskan sebagai sifat yang
terdapat pada sesuatu yang menempatkan pada posisi yang berharga dan
terhormat yakni bahwa sifat ini manjadikan sesuatu itu dicari dan
dicintai, baik dicintai oleh satu orang maupun sekelompok orang, contoh
hal itu adalah nasab bagi orang-orang terhormat mempunyai nilai yang
tinggi, ilmu bagi ulama’ mempunyai nilai yang tinggi dan keberanian
bagi pemerintah mempunyai nilai yang dicintai dan sebagainya.
Pengertian agama menurut Tholhah Hasan adalah mendasari
orientasi pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.48
Dan pengertian agama Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
bersumber kepada wahyu dari Allah yang disampaikan kepada umat
manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Untuk kesejakteraan umat
manusia didunia maupun diakhirat.49
48
M. Thohah Hasan, Produk Islamdalam Menghadapi Tantangan Zaman, (Jakarta : Bangun Prakarya, 1986), h.57
49
Jadi pengertian nilai Agama Islam dalam pembahasan diskripsi ini
adalah suatu upaya mengembangkan pengetahuan dan potensi yang ada
mengenai masalah dasar yaitu berupa ajaran yang bersumber kepada
wahyu Allah yang meliputi keyakinan, pikiran, akhlak dan amal dengan
orientasi pahala dan dosa, sehingga ajaran-ajaran Islam tersebut dapat
merasuk kedalam diri manusia sebagai pedoman dalam hidupnya.50
Macam-macam nilai-nilai agama menurut Nurchois Madjid, ada
beberapa nilai-nilai agama yang harus ditanamkan pada anak dan
kegiatan pendidikan yang mana ini merupakan inti dari pendidikan
agama. Diantara nilai-nilai dasar yaitu :51 Iman, Islam, Ihsan, Taqwa,
Ikhlas, Tawakkal, Syukur, Sabar.
3. Proses Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam.
Ada beberapa proses untuk menginternalisasikan nilai-nilai
keagamaan pada siswa yaitu :52
a. Pendekatan indoktrinasi, yaitu suatu pendekatan yang digunakan
oleh guru / pendidik dengan maksud untuk mendoktrinkan atau
menanamkan materi pembelajaran dengan unsur memaksa untuk
dikuasai oleh siswa tersebut. Hal–hal yang bisa dilakukan oleh
guru dalam pendekatan ini terbagi menjadi 3 yaitu :
50
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h.414
51
Nurcholis madjid, Masyarakat religious Membumikan Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan Masyarakat, (Jakarta,2000), h. 98-100
52
1) Melakukan brainwashing, yaitu guru memulai pendidikan nilai
dengan jalan menanamkan tata nilai yang sudah mapan dalam
pribadi siswa untuk dikacaukan.
2) Penanaman fanatisme, yakni guru menanamkan ide-ide baru
atau nilai-nilai yang benar sesuai dengan nilai-nilai islam.
3) Penanaman doktrin, yakni guru mengenalkan satu nilai
kebenaran yang harus diterima siswa tanpa harus
mempertanyakan itu.
b. Pendekatan moral reasoning, yaiyu suatu pendekatan yang
digunakan guru untuk menyajikan materi yang berhubungan
dengan moral melalui alasan–alasan logis untuk menentukan
pilihan yang tepat. Hal–hal yang bisa dilakukan oleh guru dalam
pendekatan ini adalah :
1) Penyajian dilema moral yaitu : siswa dihadapkan pada isu-isu
moral yang bersifat kontradiktif
2) Pembagian kelompok diskusi yaitu : siswa dibagi kedalam
beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan
3) Diskusi kelas, hasil diskusi kelompok kecil dibawa kedalam
diskusi kelas untuk memperoleh dasar pemikiran siswa untuk
4) Seleksi nilai terpilih yaitu : setiap siswa dapat melakukan
seleksi sesuai tingkat perkembangan moral yang dijadikan
dasar pengambilan keputusan moral serta dapat melakukan
seleksi nilai yang terpilih sesuai alternatif yang diajukan.
c. Pendekatan forecasting concequence : yaitu pendekatan yang
digunakan yang digunakan guru dengan maksud mengajak siswa
untuk menemukan kemungkinan akibat–akibat yang ditimbulkan
dari suatu perbuatan. Hal hal yang bisa dilakukan guru dalam hal
ini adalah
1) Penyajian kasus-kasus moral-nilai, siswa diberi kasus moral
nilai yang terjadi di masyarakat.
2) Pengajuan pertanyaan, siswa dituntun untuk menemukan nilai
dengan pertanyaan-pertanyaan penuntun mulai dari
pertanyaan tingkat sederhana sampai pada pertanyaan tingkat
tinggi.
3) Perbandingan nilai yang terjadi dengan yang seharusnya
4) Meramalkan konsekuensi, siswa disuruh meramalkan akibat
yang terjadi dari pemilihan dan penerapan suatu nilai.
d. Pendekatan klasifikasi nilai, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan guru untuk mengajak siswa menemukan suatu
tindakan yang mengandung unsur–unsur nilai (baik positif
seharusnya dilakukan. Hal-hal yang bisa dilakukan guru. Dalam
pendekatan ini adalah
1) Membantu siswa untuk menemukan dan
mengkategori-sasikan macam- macam nilai
2) Proses menentukan tujuan, mengungkapkan perasaan,
menggali dan memperjelas nilai
3) Merencanakan tindakan
4) Melaksanakan tindakan sesuai keputusan nilai yang diambil
dengan model-model yang dapat dikembangkan melalui
moralizing, penanaman moral langsung dengan pengawasan
yang ketat, laisez faire, anak diberikebebasan cara
mengamalkan pilihan nilainya tanpa pengawasan, modelling
melakukan penanaman nilai dengan memberikan
contoh-contoh agar ditiru.
e. Pendekatan ibrah dan amtsal, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan oleh guru dalam menyajikan materi dengan maksud
siswa dapat menemukan kisah-kisah dan
perumpamaan-perumpamaan dalam suatu peristiwa, baik yang sudah terjadi
maupun yang belum terjadi. Hal hal yang bisa dilakukan guru
1) Mengajak siswa untuk menemukan melalui membaca teks
atau melihat tayangan media tentang suatu kisah dan
perumpamaan.
2) Meminta siswa untuk menceritakannya dari kisah suatu
peristiwa, dan menemukan perumpamaan-perumpamaan
orang-orang yang ada dalam kisah peristiwa tersebut.
3) Menyajikan beberapa kisah suatu peristiwa untuk
didiskusikan dan menemukan perumpamaannya sebagai
akaibat dari kisah tersebut.
B. Pendidikan Karakter Religius.
1. Pengertian Pendidikan Karakter.
Secara etimologi, istilah karakter berasa dari bahasa Latin
“character”, yang artinya bias berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Istilah karakter juga diambil dari
bahasa Latin kharakter, kharesian dan xharaz yang berarti tool for
marking,to engrave dan pointed stake.53
Dalam bahasa inggris, karakter diterjemahkan menjadi character
yang berasal dari bahasa yunani yaitu “charassein” yang berarti to
53
engrave.54 Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,
memahatkan, atau menggores.
Karakter merupakan nilai dasar yang membangun pribadi
seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh
lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan
dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.55 Sedangkan
orang yang berkarakter adalah orang yang dapat merespon segala situasi
secara bermoral dan dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata
melalui tingkah laku yang baik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut.56
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga
sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran, dan tindakan
dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut.57
54
Asmaun Sahlan & Angga Teguh Prasetyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012),h.25
55
Muchlas Samani Dan Hariyanto, M.S. Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011), h.43.
56
Akhmad Sudrajat, Apa itu Pendidikan karakter
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ diaskses 17 november 2014)
57
Sedangkan pendidikan karakter di sekolah sebagai Pembelajaran
yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara
utuh yang berdasarkan suatu nilai yang dirujuk oleh sekolah. Dan tujuan
pendidikan karakter di sekolah adalah :
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian
atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana
nilai-nilai yang dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian
dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan
karakter secara bersama.58
Menurut Suyanto, dalam nilai-nilai luhur universal terdapat
Sembilan karakter untuk menjadi tujuan pendidikan karakter. 9 karakter
itu yaitu :
a. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
b. Kemandirian dan tanggung jawab.
c. Kejujuran/amanah.
d. Hormat dan santun.
58
e. Dermawan, suka menolong, dan kerja sama.
f. Percaya diri dan pekerja keras.
g. Kepemimpinan dan keadilan.
h. Baik dan rendah hati.
i. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.59
Adapun pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, yaitu
pendekatan penanaman nilai (Inculcation Approach). Pendekatan
penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang
memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.60
Dalam pendekatan ini, metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif,
stimulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Dalam pendidikan karakter disekolah adalah pelaku dalam
memebina seorang peserta didik yaitu pendidik atau guru, sebagus
apapun konsep sebuah pendidikan karakter, apabila seorang guru dalam
mendidik dan mengajar anak didiknya masih belum bisa dijadikan
teladan dalam berprilaku maka guru itu tidak bisa dijadikan panutan
dalam membina dan mendidik anak didiknya. Oleh karena itu seorang
guru harus menjadi suri taudalan bagi peserta didiknya, dan ini akan
59
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2011), h.36
60
mempermudah membangun karakter seorang peserta didik bila guru bisa
menjadi panutan dan contoh bagi siswanya serta memudahkan dalam
meningkatkan suatu lembaga pendidikan.
Dari uraian di atas dikatakan bahwasanya semua pendidikan
karakter menyangkup sikap, moral, prilaku, perbuatan yang dilakukan
keseharian yang menjadikannya memiliki watak yang tidak menyimpang
dari pembelajaran yang telah didapatkan oleh peserta didik dan menjadi
pedoman hidup siswa tersebut.
2. Karakter Religius
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi
yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai
karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam
diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan
buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.61
Dalam pendidikan karakter, akhlak yang menjadi orientasi pertama
dalam pembembentukan karakter siswa tersebut. Pada hakekatnya setiap
manusia memiliki prilaku untuk menjadikan prilaku baik ataupun
sebaliknya. Manusia memiliki potensi itu sejak lahir untuk memilih, tapi
yang menjadikanya adalah pengaruh dari sekitar untuk memiliki karakter
positif atau tidak.62
Sehingga, ketika pembelajaran pendidikan karakter diberikan
melalui aspek-aspek keagamaan atau berbasis pada religi, maka akan
membentuk suatu kombinasi yang baik tanpa ada nilai-nilai yang saling
berlawanan atau bertolak belakang. Hal ini dikarenakan agama
merupakan salah satu sumber nilai dalam membangun pembelajaran
pendidikan karakter.63
3. Tujuan Pendidikan Karakter Religius.
Dengan adanya gagasan pendidikan karakter religius, bertujuan
dalam pembinaan proses pembelajaran mempunyai tujuan untuk
memgembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
61
Elearning Pendidikan. 2011. Membangun Karakter Religius Pada Siswa Sekolah Dasar. dalam, (http://www.elearningpendidikan.com), diakses 22 Oktober 2015.
62
Dr. Zubaedi, M.Ag., M.Pd.I, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2011), h.66
63
berprilaku baik.64 Dan ini dapat membentuk setiap pribadi menjadi
insane yang mempunyai nilai-nilai yang utama. Insan yang mempunyai
nilai-nilai utama ini dinilai dari prilakunya dalam kehidupan
sehari-hari.65
Tujuan dari pendidikan nilai karakter berbasis religius / agama
pada dasarnya sama dengan tujuan diadakannya pendidikan karakter,
hanya saja terdapat tujuan dari perspektif agama itu sendiri mengenai
pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter tersebut diantaranya
adalah membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, toleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila. Selain itu terdapat tujuan lain yakni :
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik
sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa;
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi
budaya bangsa yang religius;
64
Heri Gunawan, S.Pd.I, M.Ag, Pendidikan Karakter Konsepdan Implementasi, (Bandung: Alfabeta 2012), h.30
65
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa;
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
Dari uraian diatas dapat di simpulkan pendidikan karakter ini tidak
hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak,
tetapi pendidikan karakter ini menanamkan kebiasaan tentang yang baik
dalam membentuk dan membangun pola piker, sikap, dan prilaku serta
pribaik yang positif, sehingga peserta didik paham, mampu merasakan
dan mau melakukan yang baik. Dan ini menjadikan kepribadian yang
penting dalam mendidik seseorang untuk menjadi baik.
4. Dasar Pembentukan Berbasis Karakter Religius.
Memberikan pesan-pesan spiritualitan dalam pendidikan karakter
berkaitan antara moral, nilai-nilai spiritual yang membangun sikap
peserta didik dalam mengikat kehidupannya di masyarakat tersebut.66
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni baik dan buruk
didalam al-Qur’an Al-Syams dijelaskan dengan istilah Fujur
(celaka/Fasik) dan taqwa. Manusia memilikki dua kemungkinan jalan,
yaitu,menjadi makhluk yang beriman atau ingkar terhadap tuhannya.
Keberuntungan berpihak pada orang yang senantiasa menyucikan
dirinya dan kerugian berpihak pada orang-orang yang mengotori dirinya,
sebagaimana firman Allah :
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. (QS Al-Syams :8)67
Berdasarkan ayat diatas, setiap manusia memiliki potensi untuk
menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan
perintah Tuhan atau melanggar larangannya, menjadi orang yang
beriman atau kafir, mukmin atau musyrik.Manusia adalah makhluk tuhan
yang sempurna. Akan tetapi, ia bisa menjadi hamba yang paling hina dan
bahkan hina dari pada binatang, sebagaimana keterangan al-qur’an
sebagai berikut:
66
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, M.A. Pedidikan Karakter Prefpektif Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.58
67
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka). (QS At-Tiin 4-5)68
Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raf 179)69
Dengan dua potensi diatas, manusia dapat menentukan dirinnya
untuk menjadi baik atau buruk. Sifat baik manusia digerakkan oleh hati
yang baik pula (qalbun salim), jiwa yang tenang (Nafsul mutmainnah),
akal sehat (Aqlus salim) dan pribadi yang sehat (jismus salim).Potensi
yang menjadi buruk digerakkan oleh hati yang sakit (qolbun maridh) nafsu
68
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2007), h. 597
69
pemarah (amarah), lacur (lawwamah), rakus (suba’iyah) hewani
(bahimah) dan pikiran yang kotor (aqlus su’i).
Setiap manusia yang dapat menghancurkan diri sendiri antara lain
dusta (bohong, menipu) munafik, sombong, congkak, (takabbur), riya’,
sum’ah, materialistic (duniawi), egois dan sifat syaithoniyah yang lain
yang memberikan energi negatif kepada setiap individu sehingga
melahirkan manusia-manusia yang bekarakter buruk. Sebaliknya, sikap
jujur, rendah hati, qona’ah dan sifat positif lainnya dapat melahirkan
manusia-manusia yang berkarakter baik.
Dalam teori lama yang dikemukakkan oleh dunia barat disebutkan
bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan
(nativisme). Sebagai lawannya, berkembang pula teori yang berpendapat
bahwa seseorang hanya ditentukan oleh pengaruh lingkungan (empirisme).
Sebagai sintesisnya, kemudian dikembangkan teori ketiga yang
berpendapat bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan
dan lingkungan (konvergensi).
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal, maupun rohani.
Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain pembawaan);
aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain
pembawaan); aspek rohani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan
itu.Pengaruh itu menurut Al-Syaibani, dimulai sejak bayi berupa embrio
kadarpengaruh tersebut berbeda antara seorang dengan orang lain, sesuai
dengan segi-segi pertumbuhan masing-masing. Kadar pengaruh tersebut
juga berbeda, sesuai perbedaan umur dan perbedaan fase perkembangan.
Factor pembawaan lebih dominan pengaruhnya saat orang masih bayi.
Lingkungan (alam dan budaya) lebih dominan pengaruhnya saat orang
mulai tumbuh dewasa.
Manusia mempunyai banyak kecenderungan yang disebabkan oleh
banyaknya potensiyang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan
itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang baik dan
kecenderungan menjadi orang jahat. Oleh sebab itu pendidikan karakter
harus dapat memberikan nilai-nilai positif agar menjadikan seseorang
dapat membentuk pribadi-pribadi yang unggul dan berakhlak mulia.70
5. Aspek – Aspek Religius.
Kementrian Lingkungan Hidup menjelaskan 5 (lima) aspek religius
dalam Islam, yaitu:71
a. Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia
dengan Tuhan, malaikat, para nabi dan sebagainya.
70
Agus Zainul Fitri Reinventting Human Character: Pendidikan karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.34-37
71
b. Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan
ibadah yang telah ditetapkan, misalnya sholat, puasa dan zakat.
c. Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan tentang
kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain.
d. Aspek ilmu, yang menyangkut pengetahuan s