• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIFE-based LEARNING dalam PENDIDIKAN TEKNOLOGI dan VOKASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LIFE-based LEARNING dalam PENDIDIKAN TEKNOLOGI dan VOKASIONAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LIFE-based LEARNING dalam

PENDIDIKAN TEKNOLOGI dan VOKASIONAL

Dr. Putu Sudira, M.P.

putupanji@uny.ac.id 087838846696

Vocational and Technology Education Graduate School YSU

A. Pendahuluan

Life and Career skills merupakan salah satu agenda Partnership 21. Life skills adalah ketrampilan menjalani node kehidupan diantara kelahiran dan kematian.

Banyak orang merayakan kelahirannya sebagai ulang tahun tetapi masih sedikit orang

merayakan kehidupannya sebagai perjuangan dan kesuksesan hidup sehari-hari.

Disamping merayakan ulang tahun setahun sekali, merayakan kehidupan dalam setiap

detik, menit, jam, hari tidak kalah penting dan baiknya.

Perjalanan kehidupan seseorang sesungguhnya unik tidak bisa diformat sama satu

sama lain. Pasangan sehidup semati pun tidak akan bisa mati dalam waktu bersamaan.

Alam akan memaksa bahwa setiap orang harus bertanggungjawab akan kehidupan

pribadinya. Ketrampilan menjalani kehidupan atau life skills sebagai manusia seutuhnya secara kontekstual mencakup aspek seni-budaya, ekonomi,

emosional-spiritual, sosial-ekologi, kinestetik, teknologi, politik, intelektual, dan belajar sepanjang

hayat. Sebagian dari ketrampilan menjalani masa-masa kehidupan adalah ketrampilan

berkarir (career skills) yang perlu dipilih, diraih, dipupuk, dikembangkan, dirawat oleh setiap manusia. Karir merupakan jalur hidup seseorang bukan sekedar pekerjaan dan

penghasilan yang didapat. Karir pun bukan merupakan segala-galanya bagi manusia

dalam menapaki kehidupan. Bidang karir yang dapat dipilih antara lain dalam bidang:

seni-budaya, ekonomi, emosional-spiritual, sosial-ekologi, kinestetik, teknologi, politik,

dan intelektual.

Bangunan karir seseorang terkait dengan aktivitas pekerjaan yang dipilih. Suasana

kehidupan di tempat kerja, interaksi antar manusia di tempat kerja, interaksi antara

manusia dengan mesin di tempat kerja, interaksi kelompok manusia lintas

unit/lembaga/organisasi kerja, jenis dan karakterisktik pekerjaan berkembang ke

kondisi yang semakin rumit, tidak menentu, kontradiktif, penuh perbedaan dan

perubahan. Bagaimana Pendidikan Teknologi dan Vokasional (PTV) mengantisipasi

(2)

relevan dengan kebutuhan dunia baru yang sering disebut dengan the new era Knowledge-based Industry .

The new era Knowledge-based Industry membutuhkan knowledge workers yang siap menerima tantangan pekerjaan dan pembelajaran dengan kondisi lingkungan yang

semakin kontemporer dengan arus tekanan yang semakin kontradiktif. Indikator

pembangunan manusia knowledge workers di era baru the Knowledge era belakangan ditandai dengan gairah belajar dan pengembangan kapabilitas (baca:

kemampuan dan kemauan) diri secara berkelanjutan. Indikator ini muncul karena

kehidupan manusia semakin dihadapkan pada masalah kehidupan yang semakin rumit,

tidak menentu, kontradiktif, penuh perbedaan, dan perubahan. Kapabilitas diri

knowledge workers dalam sektor PTV menurut Staron, Jasinski, Weatherley (2006)

antara lain: (1) keseimbangan antara kerja, belajar, dan pengetahuan; (2) melakukan

penelitian; (3) melakukan perolehan skill baru secara cepat; (4) menerapkan skill dan

pengetahuan pada masalah baru berdasarkan high pattern-recognition skills; (5) pemecahan masalah dalam konteks baru; (6) memelihara keseimbangan antara

produktivitas dan kreativitas; (7) kolaborasi dengan lingkungan virtual. Kemudian

secara khusus pengembangan kapasitas meliputi kemampuan berbagi dan saling asuh,

kapasitas dukungan pada kelompok, pengembangan profesionalisme, kepemimpinan

pleksibel dan responsif, dengan tujuan yang jelas.

Life-based learning menjadi kunci perubahan dan pengembangan ekologi baru pembelajaran PTV. Life-based learning dapat dijadikan umpan balik penyelenggaraan pembelajaran PTV yang semakin kontekstual-integratif-holistik. Dalam the Knowledge era, akvitas belajar berubah dari aktvitas segmental terpisah-pisah ke aktivtas yang terintegrasi dan terinterkoneksi. Gambar 1 menunjukkan ilustrasi perubahan ekologi

belajar dari segmental terpisah-pisah ke pola baru aktivitas belajar

teintegrasi-terinterkoneksi.

(3)

B. Konsep Life-Based Learning

Ilustrasi Gambar 1 menunjukkan terjadinya perubahan pola baru belajar dari pola

segmental ke pola ekologi belajar terintegrasi-interkoneksi diantara diri pribadi,

pekerjaan, keluarga, dan pemanfaatan waktu luang. Pola belajar baru ini disebut

dengan life-based learning. Life-based learning tidak terbatas hanya pada belajar bekerja, belajar mendapatkan pekerjaan, apalagi hanya belajar di tempat kerja, belajar

untuk sekedar mendapat nilai raport, ijazah, sertifikat, mengisi waktu luang di keluarga,

masyarakat. Staron (2011) menyatakan Life-based learning proposes that learning for

work is not restricted to learning at work . Pernyataan Staron inipun tidak cukup untuk kondisi Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia belajar untuk bekerja (learnig for work) merupakan sebagian saja dari kebutuhan hidup. Masih banyak kebutuhan lain yang

harus dipenuhi seperti kebutuhan bersosialisasi, beribadah sesuai agama, memelihara

lingkungan (hamemayu ayuning bhawana), menjaga tradisi kearifan lokal, bermasyarakat-berbangsa, bernegara. Semuanya membutuhkan pengalaman belajar.

Perumusan pola belajar life-based learning dalam PTV menyongsong pendidikan kejuruan masa depan sangat penting didiskusikan.

Life-based learning adalah proses pemerolehan pengetahuan dan skills memahami hakekat kehidupan, terampil memecahkan masalah-masalah kehidupan, menjalani

kehidupan secara seimbang dan harmonis. Life-based learning mengetengahkan konsep bahwa belajar dari kehidupan adalah belajar yang sesungguhnya. Adanya

manusia ditengah-tengah masyarakat harus mengada. Sekolah sejati bagi manusia

adalah kehidupannya atau pengalaman hidupnya itu sendiri. Kampus dan sekolah

adalah bagian dari keseluruhan. Pendidikan yang sejati adalah proses keseluruhan yang

dijalani seseorang dalam seluruh masa kehidupannya. Apa yang perlu dipelajari,

bagaimana cara belajar yang efektif, bagaimana kita berubah, bagaimana kita hidup

dalam nilai-nilai, bagaimana kita dapat hidup bersama secara damai, harmonis,

seimbang, menyenangkan, membahagiakan?

Fokus dari life-based learning adalah pengembangan kapabilitas di era ilmu pengetahuan untuk berkontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.

Kapabilitas berilmu diukur dari kemanfaatan ilmu yang dikembangkan (widyaguna) dalam membangun kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama. Ilmu yang

(4)

berkembang di ladang ilmu. Sedangkan ilmu yang tidak memberi manfaat

kesejahteraan dan kebahagiaan pasti usang masuk gudang. Ilmu yang bermafaat

adalah ilmu yang dapat dipraktikkan, ilmu yang membangun kebiasaan-kebiasaan

hidup yang bermanfaat bagi sesama. Ilmu pengetahuan, seni, dan agama saling

mendukung. Ilmu pengetahuan memudahkan hidup sedangkan seni mengindahkan

hidup dan agama yang mengarahkan hidup. Ketiganya harus berkembang

berdampingan digunakan secara baik dalam membangun prestasi dengan harmoni

Sudira (2014).

Visi life-based learning dalam PTV adalah terbangunnya keyakinan dan budaya bekerja, belajar untuk saling membantu diantara peserta didik, pendidik, dan tenaga

kependidikan dalam pengembangan potensi diri mereka masing-masing agar

berkembang kapabilitasnya secara terus-menerus dalam bidang atau bisnis

kejuruannya. Nilai-nilai inti (core values) yang signifikan untuk pribadi seseorang antara lain sifat saling mempercayai, kejujuran, integritas, taat pada janji, ketenangan hati.

Nilai bekerjasama dengan orang lain yaitu kedermawanan, kolaborasi/kerjasama,

kerendahan hati, keterbukaan, toleransi. Nilai-nilai bersama dalam suatu kelompok

antara lain mengambil tanggung jawan bukan menyalahkan orang lain, membuat

perencanaan dan penerapan secara bijak, membangun sifat positif, menyeimbangkan

antara kebutuhan pribadi dan kerja, menjadi pendukung pengambilan resiko, bersama

mendukung komunitas (Staron, Jasinski, Weatherley, 2006).

Life-based learning dalam perspektif pendidikan Indonesia adalah pembelajaran

dalam proses pembentukan manusia seutuhnya (whole person) dan seluruhnya (all people). Pendidikan yang memanusiakan manusia dengan seluruh nilai-nilai dan hakikat hidupnya. Pendidikan untuk semua warga negara bukan pendidikan untuk sebagian

(5)

Gambar 2 Karakteristik kunci holistik dan terinterkoneksi dari life-based learning Sumber: © TAFE NSW

1. Emphasises capability development. This results in people learning to interact in dynamic balance with the various environments in which they live and work so that they can fulfil their potential, expand their work challenges, take responsibility for their choices and contribute to sustainability, relationship building and resilience within their organisations.

2. Promotes a strength based orientation to learning. It is the orientation that makes the difference, as much as the strategy.

3. Recognises multiple sources of learning. Individuals engage in a multitude of learning events and have capabilities that are not always visible or recognised as formal and significant contributions to organisational life. This needs to be acknowledged and supported.

4. Balances integrity and utility. For a life based learning model to prosper, mindset matters. A new strategy approached with an old mindset can undermine the integrity of the model. This is an inherent difficulty in a grab and go environment where there is a temptation to use the strategies without studying or fully appreciating the concepts that underpin them or their intent.

5. Shifts responsibility for learning to the individual.Learning is a unique event and adults access learning from a range of life sources. While we may never fully comprehend the learning of others, we can respect and appreciate the process and set up the environment and enablers to encourage its growth. Individuals need to take responsibility for designing their own learning and choosing options most appropriate to meeting their personal and professional goals.

6. Shifts the role of organisations to that of enabler. The role of the organisation shifts from the provider of the learning program to the creator of the best environment to enable learning to happen. The design of safe spaces, promotion of a positive work climate, provision of opportunities for learning as an integral part of everyday work, plus flexible options and openness to new ways of learning and working all contribute to the building of rich learning environments.

(6)

voices and multiple and competing interpretations of the world. Moving through this multiplicity requires judgement and wisdom.

8. Invests in developing the whole person. There is a refocus on the human factor. Life based learning is also about being having a robust sense of self and a sense of relationship with others, with the world and with organisational life, thereby enriching the knowledge and skills required to prosper and thrive in the contemporary world.

9. Acknowledges human dispositions as critical. Basic human foundation truths and human responsibility are the new constants. Life based learning shifts from what you know about the world to how you know about the world. This invites a new level of awareness, responsibility, trust and accountability.

10.Appreciates that change is qualitatively different. Change is both externally and internally oriented. How individuals understand themselves, their sense of identity, sense of being in the world and their mindset are just as important as changes in models, methods and strategies. This is because dispositions and mindsets influence how models, methods and strategies are used and can have a significant bearing on outcomes.

Pola Gambar 2 menunjukkan life-based learning memutar gear dengan sepuluh elemen secara siklis sehingga menghasilkan pola terinterkoneksi. Life-based learning pertama menekankan pengembangan kapabilitas (kemampuan dan kemauan) dimana

setiap pembelajaran harus berjalan sebagai interaksi dinamis dan seimbang bersama

kondisi lingkungan dan masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan tidak boleh

mencerabut anak dari akar budaya hidupnya sendiri. PTV akan efektif jika relevan

dengan kebutuhan hidup masyarakat dan dunia kerja. Life-based learning mengembangkan potensi peserta didik untuk meraih peluang-peluang kerja sebagai

respon dari pilihan mereka untuk bisa berkontribusi pada organisasi masyarakatnya

secara terus menerus. Kedua: mempromosikan pembelajaran berorientasi pada

kekuatan setiap individu sebagai pribadi unik. Setiap orang sesungguhnya merupakan

pribadi yang unik, memiliki gaya, cara, budaya belajar yang berbeda. Ketiga:

mengenali berbagai sumber belajar dalam setiap peristiwa dan pengalaman belajar.

Kecerdasan belajar seseorang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengenali

sumber-sumber belajar tak terbatas (internet) atau peristiwa yang telah dan sedang

terjadi. Keempat: Belajar membutuhkan keseimbangan antara integritas diri dan

keperluan atau kegunaan. Belajar yang baik adalah belajar sesuatu yang berguna dan

(7)

Belajar tidak boleh terjebak pada strategi baru tetapi tetap pada pola pikir lama. Belajar

harus dengan stratetgi baru dan pola pikir baru pula.

Kelima: pergeseran tanggungjawab belajar ada pada setiap diri individu anak. Di

atas telah dijelaskan bahwa belajar sepanjang hidup adalah tanggungjawab pribadi

setiap orang. Belajar harus terus berjalan disepanjang kehidupannya dari berbagai

sumber. Setiap individu perlu mengambil tanggung jawab untuk merancang

pembelajarannya sendiri dan memilih opsi yang paling tepat untuk mencapai tujuan

pribadi dan profesional. Keenam: Peran organisasi bergeser dari penyedia program

pembelajaran ke pencipta lingkungan terbaik untuk memungkinkan pembelajaran

terjadi. Desain ruang yang aman, promosi iklim kerja yang positif, pemberian

kesempatan untuk belajar sebagai bagian integral dari pekerjaan sehari-hari, ditambah

pilihan-pilihan belajar yang fleksibel dan terbuka terhadap cara-cara baru dalam belajar

dan bekerja. Ketujuh: pengakuan bahwa kontradiksi adalah kekuatan. Hidup ini terikat

hukum dualisme sebagai kekuatan. Ada panas ada dingin, siang-malam, baik-buruk,

dan sebagainya. Diskusi-diskusi terbuka memungkinkan terjadinya pemahaman baru,

setting baru terhadap praksis dan hubungan baru bisa muncul. Otoritas tunggal dalam

pembelajaran tidak produktif lagi. Kedelapan: Berinvestasi dalam pengembangan

seluruh orang. Pendidikan adalah investasi masa depan setiap dan seluruh manusia.

Pembelajaran berbasis hidup juga tentang tabula rasa yang kuat dari diri sendiri dan

orang lain, kehidupan organisasi, sehingga memperkaya pengetahuan dan

keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam dunia

kontemporer.

Kesembilan: Mengakui disposisi manusia sebagai sesuatu yang kritis. Dasar

kebenaran manusia dan tanggung jawab manusia adalah konstanta baru dan mendasar

dalam pendidikan. Life based learning bergeser dari apa yang Anda ketahui tentang

dunia ke bagaimana Anda tahu tentang dunia. Ini mengundang kesadaran, tanggung

jawab, kepercayaan dan akuntabilitas dengan tingkatan baru. Kesepuluh: Menghargai

bahwa perubahan secara kualitatif berbeda. Perubahan berorientasi baik pada eksternal

maupun internal. Bagaimana individu memahami diri sendiri, rasa identitas, rasa berada

di dunia dan pola pikir mereka sama pentingnya dengan perubahan model, metode dan

strategi. Hal ini karena disposisi dan pola pikir mempengaruhi bagaimana model,

(8)

C. Cakupan Life Based Learning

Life-based learning merupakan pengembangan spiral dari expert centred learning

dan work-based learning. Expert centred learning adalah pembelajaran berpusat kepada pakar, berbasis kelas, proses adopsi dan implementasi. Work-based learning adalah pembelajaran yang terpasilitasi berbasis projek. Life-based learning mengetengahkan pembelajaran self directed, continuous enquiry, adaptability and sustainability seperti gambar 3.

Gambar 3. Life based Learning: expanding the potential of work based learning and expert centred learning. Sumber: Staron (2011)

Pernyataan Alfin Toffler bahwa buta huruf di Abad 21 bukan lagi persoalan tidak

bisa membaca dan menulis tetapi persoalan tidak mau belajar, belajar kembali, tidak

belajar yang tidak diperlukan merupakan sesuatu yang nyata kebenarannya. Orang

yang tidak mau belajar kembali sama saja dengan orang yang secara pelan-pelan

menjadi buta huruf. Ketidakbergairahan belajar menjadi beban dan penyakit mental

baru dalam masyarakat dan dunia pendidikan.

Alenia singkat tentang Life-based learning dalam buku Technology and Vocational Education for Sustainable Development Empowering Individuals for the Future karya

Margarita Pavlova halaman 11 memancing inspirasi kritis untuk membangun diskusi

(9)

Life-based learning bukan work-based learning seperti yang banyak dikaji dalam pendidikan vokasional. Life-based learning memiliki fokus pada pengembangan kapabilitas (kemampuan dan kemauan) seseorang secara utuh dalam memenuhi

seluruh kebutuhan hidupnya. Dalam pendidikan dunia kerja, Life-based learning mengarahkan solusi belajar untuk solusi win-win dengan keuntungan diantara pekerja

dan pemberi kerja. Tantangan dan tujuan untuk pengembangan kapabilitas

(kemampuan dan kemauan) belajar seseorang adalah untuk mengidentifikasi apa yang

mengaktifkan motivasi atau keinginan untuk belajar, kemudian membuat ini secara

eksplisit sebagai dorongan bersama. Aktivasi energi untuk belajar bersama secara terus

menerus akan memerlukan beragam strategi.

D. Simpulan

Life based Learning dalam PTV merupakan pendekatan pembelajaran kontekstual-integratif-holistik pengembangan kapabilitas (baca: kemampuan dan

kemauan hidup) diri sesorang secara berkelanjutan. Life based Learning merupakan kunci perubahan dan pengembangan ekologi baru pembelajaran PTV. Life-based learning adalah proses pemerolehan pengetahuan dan skills memahami hakekat kehidupan, terampil memecahkan masalah-masalah kehidupan, menjalani kehidupan

secara seimbang dan harmonis. Life-based learning mengetengahkan konsep bahwa belajar dari kehidupan adalah belajar yang sesungguhnya. Adanya manusia

(10)

Daftar Pustaka

Pavlova, M. 2009. Technology and Vocational Education for Sustainable Development Empowering Individuals for the Future. Queensland: Springer Science Business Media B.V.

Staron, M. 2011.Life-Based Learning Model A Model For Strengt-Based Approaches To Capability Development and Implications for Personal Development

Planning. Australian Government Department for Education Science and Training and TAFE NSW Available on-line

at:http://learningtobeprofessional.pbworks.com/w/page/32893040/Life-based-learning Accessed 21/12/2014

Staron, M., Jasinski, M and Weatherley, R. 2006. Life-Based Learning: A Strength-Based Approach For Capability Development In Vocational And Technical Education. Australian Government Department for Education Science and Training and

TAFE NSW Available on-line

Gambar

Gambar 2 Karakteristik kunci holistik dan terinterkoneksi dari life-based learningSumber: © TAFE NSW
Gambar 3. Life based Learning: expanding the potential of work based learningand expert centred learning

Referensi

Dokumen terkait

dengan terbitnya pengumuman ini dapat mengajukan sanggahan tertulis kepada Panitia Pengadaan. dengan alamat Kecamatan Pekalongan Timur Kota

Dengan kata lain, energi detektor mendeteksi throughput di suatu kanal dengan inputan uncertain noise lebih lambat dikarenakan tidak tahannya energy detektor dengan noise

Apakah ada perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked-sticthed

Fungsi interaksi sosial dalam pembelajaran seni tari terbentuk kerjasama atau kooperatif (asosiatif) mempunyai fungsi positif antara lain: a) proses pencapaian

dalam bentuk usaha kerja sama ( joint venture ) dengan pihak swasta nasional1. Indonesia seperti yang teretera dalam Pasal 23 UUPMA yang pada

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang

L249ll 02016 Hak Cipta Bahagial Pendidikan Merengah

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk menganalisis antrian yang terjadi pada Bank Central Asia Cabang Teluk Mas dan untuk menentukan jumlah teller yang sebaiknya