1 SALINAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN
LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 – 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertajam dan mengoptimalkan perencanaan kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup sampai dengan tahun 2014 dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap muatan Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;
b.Bahwa Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup 2010-2014 perlu dilakukan perubahan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup 2010-2014;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
2.Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014;
MEMUTUSKAN:
2 Pasal I
1.Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014 sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
2.Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Tanggal 18 November 2011
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 730 Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,
1 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2010 – 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kondisi Umum
Sumber daya alam dan lingkungan hidup (SDA dan LH) memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pembangunan dan sebagai penopang sistem kehidupan. Paradigma umum yang berkembang saat ini lebih menempatkan SDA dan LH sebagai sumberdaya ekonomis daripada sumberdaya ekologis. Kondisi tersebut berdampak pada pola pemanfaatan SDA dan LH yang lebih diarahkan pada kepentingan ekonomi semata dan kurang mempertimbangkan manfaat dan dampak pengelolaan sumberdaya alam secara ekologis.
Secara teoritis, ketersediaan air alami di Indonesia hampir mencapai 2 milyar m3, jauh di atas kebutuhan air yang pada tahun 2003 diperkirakan hanya berjumlah sekitar 112.275 juta m3, sementara proyeksi kebutuhan total tahun 2020 diperkirakan mencapai 127.707 juta m3. Secara nasional terdapat surplus air, namun kenyataan memperlihatkan bahwa pada saat musim kemarau, di beberapa daerah terjadi defisit air. Persoalan kelangkaan dan kesulitan air yang layak pakai yang terjadi sejak lama belakangan ini makin memburuk di beberapa daerah di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi suplai air dan distribusinya amat tidak merata dan cenderung mengancam kualitas kehidupan.
2 limbah industri, pertanian dan rumah tangga menyebabkan turunnya kualitas sumber air.
Kondisi kualitas udara dan atmosfer di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung dan Medan mengindikasikan kecenderungan memburuk dan secara rata-rata kurang baik. Jenis-jenis polutan utama yang dihasilkan dari emisi kegiatan industri dan transportasi diantaranya adalah debu (partikulat), sulfur dioksida (SO2), oksida nitrogen (NOx), timbal (Pb) dan karbon monoksida (CO). Pemantauan kualitas udara yang dilakukan dengan metode Air Quality Monitoring System (AQMS) selama periode 2001-2007, misalnya, memperlihatkan bahwa sebagian kota-kota besar memiliki kondisi kualitas udara pada tingkat berbahaya selama proses pemantauan. Di beberapa kota besar seperti Jakarta dan Bandung malah diketahui memiliki tingkat keasaman air hujan dalam rentang variasi pH 4,4 dan 5,2; indikasi bahwa gejala hujan asam telah terjadi di kota-kota tersebut.
Indonesia adalah salah satu negara yang dikategorikan sebagai
mega-biodiversity, atau negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Keragaman jenis ekosistemnya mencapai 47 tipe ekosistem utama yang tersebar mulai dari laut sampai dengan pegunungan. Indonesia memiliki 10% tumbuhan berbunga, 12% mamalia, 16% reptil dan ampibi, dan 17% dari jumlah jenis burung yang ada di dunia. Indonesia juga mempunyai jenis binatang menyusui paling banyak di dunia (515 jenis) dimana 35% di antaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Kekayaan luar biasa ini tengah menghadapi berbagai ancaman yang serius. Berbagai aktivitas manusia --yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat-- telah menyebabkan penurunan kualitas dan bahkan kepunahan keanekaragaman hayati. Kegiatan pembangunan, dengan tiga aspek utamanya; yaitu manusia dengan berbagai kebutuhannya, pemanfaatan teknologi dengan berbagai dampaknya, serta dinamika kondisi alam dengan berbagai resiko kerentanan dan kebencanaan yang dimilikinya berkontribusi langsung pada kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Isu limbah padat, khususnya persoalan sampah di kawasan perkotaan, merupakan salah satu persoalan lingkungan yang menonjol dan semakin bermasalah pada periode tahun 2004-2009. Persoalan ini ditandai dengan meningkatnya timbulan sampah, makin langkanya lahan yang dapat digunakan sebagai tempat pembuangan/pengolahan akhir (TPA), dan sistem teknologi pengelolaan sampah yang digunakan yang tidak mampu
mengatasi persoalan sampah. Pengelolaan TPA dengan sistem open dumping
3 berbagai macam persoalan lingkungan seperti pencemaran tanah, air tanah, air permukaan dan udara (bau dan gas methane).
Selain itu, bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah B3 dari berbagai sektor seperti pertambangan, industri, dan pertanian termasuk sektor domestik (rumah tangga) juga menunjukkan peningkatan volume, yang bila tidak terkelola berpotensi meningkatkan resiko kerusakan lingkungan hidup, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Persoalannya adalah pengelolaan B3 dan limbah B3 dipandang rumit dan mahal, sehingga bila disertai dengan rendahnya pemahaman masyarakat menjadikan isu pengelolaan limbah B3 bertambah serius dari tahun ke tahun.
Posisi geografis, kondisi geologis serta berbagai perubahan pada tingkat global, regional maupun lokal telah menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang unik dan spesifik yang tidak dapat ditemukan pada wilayah-wilayah lain di dunia. Disisi lain, keadaan tersebut telah membawa berbagai konsekuensi yang cukup mendasar khususnya hal-hal yang berkaitan bencana alam maupun perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, upaya-upaya mitigasi dan pengurangan dampak bencana terutama ditujukan pada jenis-jenis bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan.
Fenomena kekeringan (El Nino) dan banjir (La Nina) yang terjadi secara luas diindikasikan juga sebagai bukti adanya perubahan iklim global. Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini meningkat 0,6 C dan diperkirakan tahun 2100 suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 C. Hal ini menyebabkan keseimbangan lingkungan global terganggu dan akan secara langsung mempengaruhi pola pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Adaptasi terhadap perubahan iklim mutlak diperlukan, khususnya yang terkait dengan strategi pembangunan sektor kehutanan, pertanian, kelautan, infrastruktur sumberdaya air dan permukiman, kesehatan dan pembangunan yang mengikuti prinsip perencanaan tata ruang.
4 ekonomi, karena kebijakan lingkungan hidup berhubungan langsung dengan tata kuasa, produksi, konsumsi, dan pelestarian sumber daya alam. Pendek kata, Kementerian Lingkungan Hidup tidak bisa semata-mata bergerak di area ekologis saja, tetapi juga harus menjembataninya dengan isu-isu ekonomi maupun sosial.
1.2 Kinerja Pelaksanaan Program 2004-2009
Selama tahun 2004 sampai 2009, berbagai kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengarah kepada 4 (empat) program prioritas yaitu: (1) Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan: (2) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; (3) Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; dan (4) Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Kegiatan dalam Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan telah mendorong penurunan beban pencemaran dari industri, peningkatan pengelolaan sampah berbasis 3R, peningkatan pengawasan penaatan terhadap sumber-sumber pencemar, peningkatan jumlah limbah B3 yang terkelola, penghentian penggunaan bahan perusak ozon (BPO) di beberapa kegiatan industri pengguna BPO utama, peningkatan jumlah kasus perdata dan pidana lingkungan hidup yang ditangani, pelaksanaan
investasi prasarana pengendalian pencemaran sampai tingkat
Kabupaten/Kota melalui pendistribusian Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Lingkungan Hidup, semakin lengkapnya regulasi serta standar terkait pengendalian pencemaran dan pemulihan akibat kontaminasi bahan pencemar, dan tersusunnya rencana aksi lintas sektor dan lintas daerah dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.
Kegiatan dalam Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam telah mendorong percepatan implementasi pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, perlindungan dan
pengendalian kerusakan ekosistem perairan dan gambut, perlindungan dan pengendalian kerusakan ekosistem pesisir dan pulau kecil, perlindungan
dan pengendalian kerusakan ekosistem kars, perlindungan
keanekaragaman hayati, dan peningkatan pengawasan kinerja pemerintah daerah di bidang pengendalian kerusakan lingkungan.
5 pengembangan kemitraan strategis dengan LSM, parlemen, dan berbagai
komunitas masyarakat, termasuk sekolah dan pesantren, serta
pengembangan dan penyaluran dana lingkungan kepada usaha skala kecil.
Kegiatan dalam Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup telah menghasilkan rangkaian Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahunan sepanjang tahun 2004 - 2008, basis data sumber daya alam dan lingkungan hidup, kajian-kajian analisis data spasial dan kualitas lingkungan hidup, serta sarana dan prasarana layanan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat secara multimedia.
Amanat RPJP 2005 – 2025 untuk mewujudkan Indonesia yang asri
dan lestari menetapkan fokus kegiatan pada pengelolaan sumber daya alam
secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup (dengan penekanan
pada pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup). RPJP untuk mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari mencakup upaya-upaya: mendayagunakan dan mengelola SDA terbarukan maupun tak
terbarukan; menjaga dan melestarikan SDA air dan energi;
mengembangkan potensi kelautan; menjaga, mengelola, dan meningkatkan nilai tambah SDA khas dan kehati; mitigasi bencana; mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Secara umum upaya-upaya tersebut dapat dikelompokkan dalam dua subyek besar, yaitu pengelolaan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup dengan penekanan pada
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Hal ini
mengimplikasikan diharuskannya kelembagaan di bidang lingkungan hidup untuk menangani pengelolaan sumberdaya alam dan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan.
1.3 Potensi dan Permasalahan
Potensi dan permasalahan yang terbentuk akibat perubahan lingkungan strategis internal maupun eksternal adalah kunci dalam menyusun perencanaan strategis. Perencanaan itu sendiri disusun dalam batas dan lingkup mandat yang diterima oleh Menteri Negara LH, dengan mengacu peraturan perundangan yang terkait secara substansial terkait dengan perlindungan dan pengelolaan LH, maupun dalam kaitan tatakelola kelembagaan.
6 lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan ekosistem-ekosistem sensitif lainnya; potensi bencana lingkungan, terutama akibat kebakaran hutan dan lahan; serta memburuknya dampak yang dirasakan akibat fenomena perubahan iklim.
Ada empat faktor peubah (change driver) dari luar KLH sendiri yang
akan membentuk kondisi lingkungan strategis dalam melaksanakan mandat yang diberikan, yaitu faktor ekonomi, politik, sosial, dan perkembangan teknologi. Pengaruhnya masing-masing dijelaskan dalam matriks-matriks analisis berikut ini:
Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Tersedianya regulasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Otonomi daerah dan orientasi pembangunan yang sektoral
mempersulit sinkronisasi kebijakan pengelolaan lingkungan
Aspek lingkungan hidup masih belum
mainstream
Masih besar "gap" pengetahuan dan rincian operasional antara komitmen di tingkat internasional dengan implementasi di tingkat lokal
Pendekatan "Ekonomi Hijau" disepakati sebagai metoda pendekatan pembangunan dan diwujudkan terutama dalam program prioritas terkait
pengelolaan sumber daya alam dan perwujudan penurunan emisi karbon sebanyak 26%
Isu perubahan iklim dan penanganan bencana masih berupa "jargon" dan cenderung lebih banyak dipolitisir.
Tingginya tekanan untuk
mengkonversi lahan pangan dan hutan menjadi lahan "bio-fuel"
7
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Ekonomi
Potensi Permasalahan
Prioritas pemerintah terhadap penyediaan infrastruktur juga mencakup penyediaan
"Infrastruktur Hijau" (prasarana pendukung pelestarian SDA dan LH).
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih menguras sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam tingkat mengkhawatirkan.
Pasar siap menerima energi sumber terbarukan
Produksi sumber energi terbarukan belum mencapai skala ekonomis
Pasar mulai siap menjalankan
skema "Payment for Ecosystem
Services", termasuk investasi perlindungan hutan melalui skema perdagangan karbon dan REDD+
Tingkat kerusakan ekosistem sudah pada tahap dimana skema-skema berbasis mekanisme pasar mungkin tidak optimal menanggulangi
masalah.
Upaya menangani krisis
finansial global justru membuka kesempatan pengembangan potensi pendanaan internasional yang lebih ramah lingkungan (“The Global Green New Deal”)
Kerugian ekonomi sekitar 6,7 persen dari PDB per tahun sejak tahun 2020 akan ditanggung negara-negara Asia Tenggara jika tidak ada upaya konkrit untuk menanggulangi dampak emisi karbon
Tingginya potensi investasi di bidang sumber energi
terbarukan
Kecenderungan saat ini masih mengkonversi lahan pertanian dan hutan untuk pengembangan sumber energi terbarukan
Peningkatan pariwisata berkonsep "Eco-tourism" di daerah-daerah
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Sosial
Potensi Permasalahan
Atmosfir demokrasi dan otonomi daerah membuka peluang
partisipasi masyarakat yang lebih tinggi
Tingginya pencemaran pada media tercemar (air, tanah dan udara) yang berdampak pada menurunnya fungsi dan kualitas lingkungan
Akses terhadap sumber air bersih meningkat dan meluas
Tekanan kebutuhan akibat
8 Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
Makin banyak masyarakat Indonesia ikut serta dalam gerakan dukungan penanganan perubahan iklim dan gaya hidup ramah lingkungan
Penanganan isu sosial terkait persoalan dan bencana lingkungan masih superfisial akibat rendahnya pengetahuan dan kapasitas
masyarakat
Makin banyak organisasi kemasyarakatan yang memfasilitasi praktek
pengelolaan sumber daya alam skala komunitas yang
berkelanjutan
Isu konflik pengelolaan sumber daya alam masih dalam tingkat kritis
Keterbatasan akses terhadap SDA masih tinggi
Lingkungan Strategis Eksternal : Perkembangan Teknologi
Potensi Permasalahan
Pesatnya perkembangan teknologi ramah lingkungan yang telah memiliki skala ekonomis (terutama teknologi yang menekan emisi dan pemakaian energi)
Keterbatasan infrastruktur dan sistem informasi lingkungan hidup dapat menghambat akses terhadap pengetahuan penerapan teknologi ramah lingkungan
Limbah dan sampah sudah bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi alternative
"Pasar" limbah dan sampah belum terbentuk baik, sehingga masih rawan isu sosial dan dapat berbalik menjadi disinsentif
Perkembangan nanoteknologi dan bioteknologi membuka kesempatan pemanfaatan sumber daya alam baru
Indonesia rentan terhadap bencana dan dampak perubahan iklim
Tingginya minat kerjasama internasional di bidang
pengembangan teknologi ramah lingkungan
Kapasitas dalam negeri belum optimal, sehingga rentan pencurian kekayaan intelektual maupun kekayaan genetika
Investasi riset pengembangan pangan secara berkelanjutan
9 Tabel 1.1
Potensi dan Permasalahan yang Dipengaruhi Lingkungan Strategis Eksternal
Lingkungan Strategis Eksternal : Kondisi Politik
Potensi Permasalahan
tinggi sehingga tidak selalu alternatif yang
tersedia benar-benar ramah lingkungan.
Investasi global di bidang pengembangan sumber energi terbarukan tinggi dan akan terus meningkat
1.4 Mandat Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup
Dalam melaksanakan mandatnya, Kementerian Lingkungan Hidup mengacu pada peraturan perundangan Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , yang memuat paradigma perlindungan dan pengelolaan LH, antara lain:
a. Tanggungjawab kelestarian dan pengelolaan lingkungan merupakan
tanggungjawab kolektif, yang dilaksanakan melalui kesadaran dan penguatan kordinasi seluruh pihak, terutama dalam hal menyamakan persepsi tentang definisi pencemaran lingkungan;
b. Pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal
pengawasan LH;
c. Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region), yang dapat
menjadi jembatan antara perencanaan pembangunan, penataan ruang, dan pertimbangan lingkungan hidup;
d. Adanya penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara
lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif;
Selain UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kementerian LH juga mengacu pada beberapa peraturan perundangan sebagai berikut :
a. Peraturan Perundangan terkait substantif Lingkungan Hidup
b. Ratifikasi Undang-Undang Internasional
c. Peraturan Pemerintah dan Peraturan lain terkait upaya perlindungan
10 Dalam melaksanakan mandat tersebut Kementerian Lingkungan Hidup, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010, tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara, Kementerian LH menyelenggarakan fungsi : (a) perumusan dan penetapan kebijakan di bidang lingkungan hidup; (b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidang lingkungan hidup; (c) pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawab Kementerian LH; (d) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian LH; dan (e) penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan undang-undang di bidang lingkungan hidup.
1.5 Alur Pikir dan Sistematika Rencana Strategis
1.5.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis
11 Gambar 1.1 Alur Pikir Perencanaan Strategis Kementerian LH
1.5.2 Sistematika Penulisan
Substansi Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014 dalam dokumen ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
12
BAB I. PENDAHULUAN
Memberikan penjelasan secara garis besar dasar-dasar dari perencanaan strategis Kementerian Lingkungan Hidup. Bagian ini memuat gambaran kondisi umum yang melatarbelakangi arah kebijakan lingkungan hidup dalam periode 5 tahun ke depan, gambaran posisi KLH sendiri dalam konteks melanjutkan kinerja pada periode tahun 2004-2009, serta
gambaran analisis lingkungan strategis internal-eksternal untuk
mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat digali dan permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi dan akan mewarnai penyusunan program dan kegiatan periode 2010 - 2014 dalam bab-bab selanjutnya;
BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS,
Bab ini menyajikan rumusan pernyataan dan komitmen strategis yang ingin dicapai dalam lima tahun kedepan, yang dimulai dari penetapan pernyataan Visi dan Misi, perumusan Sasaran Strategis, serta target kinerja dari masing-masing sasaran strategis;
BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian ini menjelaskan arahan kebijakan pada tingkat nasional, maupun kebijakan dan strategi pada Kementerian LH. Selanjutnya kebijakan-kebijakan tersebut dijabarkan dalam matriks program dan kegiatan yang diikuti dengan perencanaan anggaran indikatif dalam bentuk
distribusi resource envelope tahun 2010-2014;
BAB IV. POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Kementerian LH melaksanakan penataan dan penguatan kerangka perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah melalui mekanisme dana dekonsentrasi dan DAK serta menjadi “induk”dari beberapa fungsi dan unit organisasi yang melaksanakan program dan kegiatan baik secara mandiri maupun dalam koordinasi Kementerian LH. Pada bagian ini akan diulas mengenai pola hubungan, peran dan tahapan transformasi masing-masing fungsi tersebut.
PENUTUP
Pada bagian ini akan di kemukakan gambaran kondisi yang diharapkan dapat dicapai pada akhir masa perencanaan strategis, yaitu tahun 2014, serta prasyarat yang diperlukan dalam pelaksanaan rencana strategis agar dapat memperoleh hasil yang optimal;
13 BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS
2.1 Visi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 – 2014
Visi Kementerian Lingkungan Hidup adalah visi bersama seluruh unit
di dalam organisasi ini, yaitu :
Untuk menjaga kesamaan persepsi dan keselarasan menuju arah pengembangan strategis, dirasakan perlu untuk merumuskan pemahaman atas pernyataan visi, sbb:
Makna kata kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
i ii
Kata Kunci Makna dalam Perspektif Kementerian Lingkungan Hidup
Handal
a. Sumber pengetahuan dan pemberi solusi; khususnya dalam mengatasi permasalahan SDA-LH;
b. Pragmatis dan konkrit; khususnya dalam melaksanakan upaya perlindungan dan pengelolaan LH;
Proaktif
Inisiator dan penentu; terutama dalam melaksanakan upaya
penurunan pencemaran, pengendalian kerusakan
lingkungan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan LH.
Berperan
a. Memiliki daya tawar tinggi; menjadi persyaratan utama
dalam rangka menjalankan fungsi koordinasi,
penyusunan regulasi, pengawasan dalam kerangka penaatan hukum lingkungan, peningkatan kapasitas, dan pelaksanaan fungsi teknis;
b. Memberi kontribusi vital; terutama dukungan dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan;
Pembangunan Berkelanjutan
Meyakini bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan
rakyat baik generasi saat ini maupun generasi mendatang,
dengan berpegang pada keharmonisan ekonomi-sosial
masyarakat-lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat
Ekonomi Hijau
Bahwa perhitungan pertumbuhan ekonomi harus dapat
menginternalisasikan seluruh biaya dampak-dampak
lingkungan hidup yang muncul sebagai akibat aktivitas pembangunan, produksi dan konsumsi
Tabel 2.1 Makna Kata Kunci dalam pernyataan Visi Kementerian LH
T
Teerrwwuujjuuddnnyyaa KKeemmeenntteerriiaann LLiinnggkkuunnggaann HHiidduupp yyaanngg hhaannddaall ddaann pprrooaakkttiiff,, sseerrttaa b
14
2.2 Misi Kementerian Lingkungan Hidup 2010 – 2014
Dalam upaya mencapai visi tersebut diatas, Kementerian KLH melaksanakan peran dan fungsi yang tergambar dalam pernyataan misi sebagai berikut:
2.3 Tujuan Kementerian Lingkungan Hidup
Berdasarkan pernyataan visi dan misi tersebut, ditetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010-2014 adalah:
2.4 Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup
Sasaran strategis merupakan gambaran ranah dalam pencapaian tujuan. Penetapan sasaran strategis ini memperhatikan arahan sasaran strategis nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Secara umum sasaran strategis dan target kinerja dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: sasaran strategis terkait substansi pengelolaan LH, dan sasaran strategis terkait dengan praktek tatakelola pemerintahan yang baik.
Sasaran strategis terkait substansi lingkungan pengelolaan SDA dan LH, meliputi:
a. Penurunan beban pencemaran lingkungan;
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup;
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Mewujudkan penurunan beban pencemaran, pengendalian kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan peningkatan kapasitas dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup, melalui :
1. Perumusan dan penetapan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup terintegrasi, guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau;
2. Melaksanakan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses
pembangunan untuk mewujudkan integrasi, sinkronisasi antara ekonomi dan ekologi dalam pembangunan berkelanjutan;
3. Melaksanakan praktek tatakelola pemerintahan yang baik serta
mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara terintegrasi.
Terwujudnya pembangunan Indonesia berdasarkan pembangunan berkelanjutan
dengan penekanan pada ekonomi hijau (green economy) untuk menahan laju
15
Sasaran Strategis ini selanjutnya juga dianggap sebagai Indikator Kinerja Utama Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran strategis terkait praktek tatakelola pemerintahan yang baik meliputi :
a. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
b. Percepatan implementasi reformasi birokrasi (RB).
2.5 Outcome/Hasil Keluaran Kementerian Lingkungan Hidup
16 BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran strategis sebagaimana telah diuraikan dalam Bab II, ditetapkan kebijakan dan strategi Kementerian Lingkungan Hidup, yang mengacu kepada arah kebijakan nasional yang tercantum dalam RPJMN 2010-2014. Logika substansi RPJMN tersebut dan relevansinya masing-masing terhadap arah kebijakan nasional yang selanjutnya menjadi acuan dalam penetapan kebijakan dan strategi Kementerian Lingkungan Hidup di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Keterkaitan Buku I, II, III dalam RPJMN 2010-2014
3.1 Arah Kebijakan Nasional
17 dilakukan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan masyarakat; dan bersifat merata ke seluruh wilayah. Berikut adalah arah kebijakan nasional sesuai logika substansi RPJMN 2010-2014:
3.1.1 Arah Kebijakan Pembangunan Nasional
Kebijakan pembangunan nasional diarahkan untuk: 1) melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia yang sejahtera yang tercermin diantaranya dari terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan; 2) memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan; 3) memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang termasuk pembangunan antar daerah. Arah kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari prioritas nasional yang terkait dengan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai berikut:
Substansi Inti Program Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana
Program Aksi
Penanggung-jawab Peran KLH
Perubahan Iklim : Peningkatan keberdayaan pengelolaan lahan
gambut, peningkatan hasil rehabilitasi seluas 500.000 ha per tahun, dan penekanan laju deforestasi secara sungguh-sungguh melalui kerjasama lintas kementerian
Pengendalian Kerusakan Lingkungan :
•Penurunan beban pencemaran
lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa pada 2010 dan terus berlanjut;
•Penurunan jumlah hotspot kebakaran
hutan sebesar 20% per tahun dan penurunan tingkat polusi
keseluruhan sebesar 50% pada 2014;
•Penghentian kerusakan lingkungan di
11 Daerah Aliran Sungai yang rawan bencana mulai 2010 dan seterusnya;
KLH
Sistem Peringatan Dini : Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem
BMKG Mendorong
18 Peringatan Dini Cuaca (MEWS) mulai
2010 dan seterusnya, serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013;
masyarakat
Penanggulangan Bencana : Peningkatan kemampuan
penanggulangan bencana melalui : 1) penguatan kapasitas aparatur
pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko serta penanganan bencana dan bahaya kebakaran hutan di 33 provinsi, dan 2) pembentukan tim gerak cepat dengan dukungan
peralatan dan alat transportasi yang memadai
Tabel 3.1 Substansi Inti Program Prioritas Nasional
3.1.2 Arah Kebijakan Pembangunan Bidang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 merupakan sebuah rencana kerja jangka menengah yang bersifat menyeluruh sehingga persoalan yang bersifat lintas bidang harus ditangani secara holistik, dan dalam pelaksanaan pembangunannya terdapat prinsip pengarusutamaan yang menjadi landasan operasional bagi seluruh pelaksanan pembangunan.
Arah Kebijakan pembangunan Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup khusus pada bidang Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut:
1. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat
yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat;
2. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya
alam tropis lainnya yang dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan nasional pada masa yang akan datang;
3. Mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta
19 3.1.3 Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan
Berdasarkan arahan umum pembangunan wilayah RPJPN 2005-2025, dan prioritas dalam RPJMN 2010-2014, maka arah pengembangan wilayah ditujukan untuk :
1. Mendorong terwujudnya kemakmuran, kesejahteraan dan kemajuan
secara adil dan merata di seluruh wilayah;
2. Mendorong pengembangan dan pemerataan pembangunan wilayah
secara terpadu sebagai kesatuan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya dengan memperhatikan potensi, karakteristik dan daya dukung lingkungannya;
3. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan
berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya;
4. Menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah darat, laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam satu kesatuan wilayah kepulauan;
5. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan
lintas sektor dan lintas wilayah yang konsisten dengan kebijakan nasional;
6. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah bencana yang
lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan;
7. Menciptakan kesatuan dan keutuhan wilayah darat, laut dan udara;
8. Mengurangi gangguan keamanan;
9. Menghapuskan potensi konflik sosial untuk tercapainya Indonesia
yang maju, mandiri dan adil.
20
3.2 Kebijakan dan Strategi Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian LH menetapkan arah kebijakannya selaras dengan Arah Kebijakan Nasional yang mengacu pada RPJMN 2010-2014 sebagai berikut:
3.2.1 Kebijakan Kementerian LH
Kementerian LH menetapkan kebijakannya yang menjadi landasan operasional KLH dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya, untuk dijadikan landasan implementasi program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan tujuan KLH, sebagai berikut:
3.2.1.1 Kebijakan Umum
1. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, seluruh jajaran
Kementerian LH harus memperhatikan azas ketaatan dengan mengacu pada UU No 32 tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Melaksanakan sinergi antar Kementerian/Lembaga/Daerah untuk
menjamin implementasi program prioritas nasional;
3.2.1.2 Kebijakan Bidang SDA dan LH
1. Seluruh upaya pencapaian sasaran kinerja baik terkait dengan
prioritas nasional maupun prioritas bidang, harus dilaksanakan secara sinkron dan terintegrasi;
2. Melaksanakan kemitraan strategis dengan Kementerian/Lembaga
maupun kerjasama bilateral dan multilateral yang berdasarkan prinsip kesetaraan;
3. Kinerja diukur dengan pencapaian Sasaran Strategis atau Indikator
Kinerja Utama yaitu:
a.penurunan beban pencemaran,
b.pengendalian kerusakan lingkungan, dan
c. peningkatan kapasitas pengelolaan SDA & LH
3.2.1.3 Kebijakan Kewilayahan
1. Melaksanakan sinkronisasi pusat-daerah dan antar daerah dalam
pencapaian sasaran strategis dari masing-masing program prioritas dengan memperhatikan potensi, fokus dan permasalahan tiap daerah;
2. Sinergi pusat-daerah dan antardaerah dilakukan dalam seluruh
21 3.2.2 Strategi Kementerian LH
Untuk mencapai visi dan menjalankan misi kelembagaan, dengan memperhatikan arah kebijakan yang ditetapkan, maka ditetapkan strategi yang penerapannya dilakukan sesuai dengan lingkup tugas pokok dan fungsi unit-unit kerja, dengan peran dan tanggungjawab yang diemban, sebagai berikut:
3.2.2.1 Strategi Umum Kementerian LH
1.Memberikan arah berkaitan dengan bentuk aktivitas yang dapat
dilakukan agar dapat memperolah hasil yang optimal, dengan berpegang pada ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan LH meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
2.Melaksanakan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga/Daerah
terkait dalam upaya pencapaian program aksi prioritas nasional di bidang perubahan iklim, pengendalian kerusakan lingkungan, sistem peringatan dini, dan penanggulangan bencana.
3.2.2.2 Strategi Bidang SDA dan LH
1. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan intra organisasi
baik dengan unit organisasi struktural maupun organisasi afiliasi di bawah naungan Kementerian LH dalam upaya pencapaian sasaran strategis/Indikator Kinerja Utama;
2. Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi inter organisasi dalam
upaya pencapaian sasaran strategis/Indikator Kinerja Utama.
3.2.2.3 Strategi Kewilayahan
1. Upaya pencapaian sasaran strategis dalam perlindungan dan
pengelolaan LH berbasis pada asas ekoregion dengan
memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekositem kondisi geografis, budaya masyarakat setempat dan kearifan local;
2. Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) menjalankan peran dan
tanggungjawab sebagai extended value chain bagi Kementerian LH,
khususnya dalam peningkatan kapasitas stakeholders di daerah;
3. Mempertajam dan merampingkan implementasi kegiatan dengan
memfokuskan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan bimbingan teknis oleh KLH, dan mendorong pelaksanaan teknis di lapangan kepada instansi lingkungan hidup Propinsi/Kabupaten/Kota;
4. Memberikan arahan pengembangan Infrastruktur Hijau dan
Kegiatan Fisik di Daerah
22
a. Mewujudkan sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan
daerah dengan memperhatikan aspirasi daerah;
b. Mendorong harmonisasi peraturan perundang-undangan;
c. Mendorong penataan dan penguatan kerangka perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah melalui instrumen pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana Dekonsentrasi untuk menjaga harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah dengan usulan program dan kegiatan yang mengacu pada sasaran strategis Kementerian LH;
d. Menyempurnakan pengaturan kewenangan antartingkat
pemerintahan dengan penerapan anggaran berbasis kinerja secara bertanggung jawab dan meningkatkan kapasitas aparatur daerah.
Berikut merupakan arahan pengembangan insfrastruktur hijau dan kegiatan fisik di daerah yang disesuaikan dengan kondisi wilayah :
23 3.2.3 Strategy Map Kementerian LH
Gambar 3.3 Strategy Map Kementerian LH
3.3 Program dan Kegiatan
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode 2010-2014. Perencanaan program dan Kegiatan dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis K/L.
3.3.1 Program Teknis: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
24 Tujuan program :
Program ini bertujuan untuk meningkatkan perbaikan fungsi lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam dalam upaya mengendalikan perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup pada air, lahan, udara, dan keanekaragaman hayati.
Sasaran strategis/Outcomes :
a. Penurunan beban pencemaran
b. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup
c. Peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup
Pengelompokan Fungsi berdasarkan Sasaran Strategis :
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis
Kelompok Kegiatan Menurut Fungsi
Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
25 Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan
Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis
Kelompok Kegiatan Menurut Fungsi
Eselon I Pelaksana
i ii iii iv
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Teknis berdasarkan Sasaran Strategis
Kegiatan :
Kegiatan yang termasuk dalam program ini di cluster berdasarkan kelompok sasaran strategis (Indikator Kinerja Utama) dan Fungsi Eselon I sebagai berikut:
1. Kegiatan yang termasuk dalam upaya Penurunan Beban Pencemaran,
meliputi :
a. Pengendalian pencemaran manufaktur, prasarana dan jasa (Prioritas
Nasional)
b. Pengendalian pencemaran pertambangan, energi dan migas (Prioritas
Nasional)
c. Pengendalian pencemaran agroindustri dan usaha skala kecil
(Prioritas Nasional)
d. Pengendalian pencemaran udara sumber bergerak (Prioritas Nasional)
e. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) (Prioritas Nasional)
f. Peningkatan verifikasi pengelolaan limbah B3 (Prioritas Nasional)
g. Pengelolaan limbah B3 dan pemulihan kontaminasi limbah B3
(Prioritas Nasional)
h. Pengelolaan sampah bidang lingkungan hidup
2. Kegiatan yang termasuk upaya Pengendalian Kerusakan Lingkungan,
meliputi :
a. Pengendalian kerusakan ekosistem perairan darat (Prioritas Nasional)
b. Keanekaragaman hayati dan pengendalian kerusakan lahan (Prioritas
Nasional)
c. Mitigasi dan pelestarian fungsi atmosfir (Prioritas Nasional)
d. Kajian kebijakan wilayah dan sektor (Prioritas Nasional)
e. Peningkatan instrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup
(Nasional)
26
g. Pengendalian kerusakan lingkungan pesisir dan laut
h. Perencanaan pemanfaatan SDA dan LH
i. Peningkatan pelaksanaan kajian dampak lingkungan
3. Kegiatan yang termasuk upaya Peningkatan Kapasitas, meliputi :
a. Pengaduan dan penaatan hukum administrasi lingkungan (Prioritas
Nasional)
b. Penyelesaian sengketa lingkungan (Prioritas Nasional)
c. Penegakan hukum pidana lingkungan (Prioritas Nasional)
d. Peningkatan pengelolaan lingkungan hidup di daerah (Prioritas
Nasional)
e. Peningkatan data, informasi, dan infrastruktur sistem informasi
lingkungan hidup
f. Pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup
g. Peningkatan peran masyarakat
h. Peningkatan kebijakan standarisasi, teknologi dan produksi bersih
i. Peningkatan sarana teknis pengendalian dampak lingkungan
j. Peningkatan komunikasi lingkungan
k. Peningkatan peran organisasi kemasyarakatan
l. Penguatan inisiatif masyarakat
m.Perjanjian internasional lingkungan
n. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengelolaan
lingkungan hidup
o. Pengelolaan Ekoregion Sumatera
p. Pengelolaan Ekoregion Jawa
q. Pengelolaan Ekoregion Bali-Nusatenggara
r. Pengelolaan Ekoregion Kalimantan
s. Pengelolaan Ekoregion Sulawesi, Maluku, dan Papua
Jenis Output yang Dihasilkan :
Kegiatan yang dilaksanakan oleh unit pelaksana eselon II kecuali Unit
Pengelola Teknis mandiri dan Pusat Pengelolaan Ekoregion menghasilkan kategori-kategori output yang secara garis besar dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Penyusunan rekomendasi kebijakan, peraturan, regulasi, metodologi,
konsep, dan kajian
2. Pelayanan publik (perijinan, pengaduan, penyelesaian kasus,
pengembangan dan pelayanan informasi)
3. Pembinaan (pengawasan, pembinaan, insentif/disinsentif, asistensi
27 Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014
Unit Kerja Eselon II Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi
Jumlah
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 Unit Kerja Eselon II
Kegiatan yang dilaksanakan Unit Pengelola Teknis mandiri dan Pusat Pengelolaan Ekoregion menghasilkan kategori output yang secara garis besar dapat dirangkum sebagai berikut :
1) Penyusunan rekomendasi kebijakan, inventarisasi data(dilakukan
melalui monev), konsep, dan kajian
2) Pelayanan publik
3) Pembinaan dan peningkatan kapasitas
28 Proses Penajaman dan Perampingan Output 2010-2014
UPT Mandiri dan PPE
Proses Penajaman dan Perampingan Output 2011-2014 UPT Mandiri dan PPE
Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah
dilaksanakan oleh SKPD institusi lingkungan hidup di tingkat Provinsi, yang menghasilkan output sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pengendalian pencemaran Provinsi
2. Pelaksanaan pengendalian kerusakan Provinsi
3. Pelaksanaan peningkatan kapasitas PSDA dan LH Provinsi
3.3.2 Program Generik: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KLH
Dengan mengacu pada Pedoman penyusunan Rencana Strategis K/L, maka program generik pada Kementerian LH untuk periode perencanaan 2010-2014, dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tujuan Program :
Program ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pelaksanaan dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup.
Sasaran Strategis/Outcomes :
1. Pengelolaan keuangan kementerian, hingga memperoleh opini wajar
tanpa pengecualian (WTP);
29 Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan
Sasaran Strategis
Program Sasaran Strategis Kelompok Kegiatan
Menurut Fungsi
Pengelompokan Fungsi Eselon I dalam Program Generik berdasarkan Sasaran Strategis
Indikator :
1. Pelaksanaan RB merupakan komponen dari sistem penilaian kinerja unit
kerja, maupun kinerja para pejabat/pimpinan unit kerja, pegawai;
2. Peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan
minimal;
3. Pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara akuntabel dengan menaati
perundangan : Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan (SPIP), Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
4. Peningkatan efektivitas perencanaan dan pelaksanaan program,
pendanaan dan akuntabilitas kinerja;
Kegiatan:
Kegiatan yang termasuk dalam program ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan perencanaan dan kerjasama luar negeri
2. Peningkatan kinerja Dewan Nasional Perubahan Iklim
3. Pengendalian internal
4. Pengelolaan dan pelayanan administrasi umum, rumah tangga,
keuangan dan kepegawaian
5. Pengembangan telaahan kebijakan
6. Pengembangan perundang-undangan dan hubungan masyarakat
3.4 Anggaran Indikatif Kementerian LH Tahun 2010-2014
Indikatif alokasi anggaran dalam Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 bersumber dari Anggaran
30 4.035.800.000.000 (empat trilyun tiga puluh lima milyar delapan ratus juta rupiah), dengan perincian sebagaimana pada Tabel 3.5
No. Program
Alokasi Anggaran Baseline (Rp Milyar)
1 Program Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
3 Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
Anggaran Indikatif Baseline Program 2010 - 2014 Kementerian Lingkungan Hidup
Pemanfaatan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diatas diselenggarakan dengan prinsip-prinsip berikut :
1. Memperbesar porsi distribusi kepada kegiatan Peningkatan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Daerah dalam bentuk penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan kepada SKPD Lingkungan Hidup di Provinsi maupun Kabupaten/Kota
2. Mengutamakan porsi pagu kepada kegiatan-kegiatan yang menjadi
prioritas nasional
3. Menggeser pola belanja menjadi lebih banyak belanja modal sejalan
31 BAB IV
POLA PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Pola pengorganisasian dan pengelolaan sumber daya berfokus pada pengelolaan kegiatan melalui pengorganisasian satuan kerja lingkungan hidup dan mekanisme-mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Dana Dekonsentrasi (DK), Tugas Pembantuan, dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
4.1 Pola Pengorganisasian dan Pengelolaan Satuan Kerja Lingkungan
Hidup
Satuan kerja Lingkungan Hidup terdiri atas dua jenis satker, yaitu:
(1) Satuan kerja mandiri lingkungan hidup (satker mandiri LH) yang (a) secara struktur masuk ke dalam struktur organisasi KLH dibawah Eselon II dan bertanggung jawab secara langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup yang diatur melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Organisasi dan Tata Kerja KLH, (b) secara teknis kegiatan satker mandiri LH menyerap sebagian dari kegiatan KLH dan diukur oleh IKU KLH, (c) secara administrative, memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan administrative pusat, dan (d) alokasi anggaran satker mandiri masuk kedalam system APBN dan dialokasikan kedalam anggaran KLH;
(2) Organisasi afiliasi lingkungan hidup yang (a) secara struktur berada di luar struktur organisasi KLH dan diatur oleh peraturan perundangan yang berlaku, (b) secara teknis kegiatan satker mandiri LH memiliki IKU tersendiri, (c) secara administrative, memiliki wewenang dalam melaksanakan kegiatan administratif termasuk fungsi perencanaan dan penganggaran, dan (d) alokasi anggaran satker mandiri LH dititipkan melalui sistem anggaran KLH.
4.1.1 Pola Hubungan dan Peran dalam pengelolaan Pusat Pengelolaan
Ekoregion (PPE)
32 Gambar 4.1: Pola pengorganisasian dan pengelolaan PPE
No Unit Kerja Peran Sebagai Satuan Kerja Mandiri LH
i ii Iii
1 PPE 1. Penyiapan koordinasi dan pelaksanaan
inventarisasi dan pengembangan sistem informasi lingkungan hidup;
2. Penyiapan koordinasi dan pengendalian
pemanfaatan ruang dan sumber daya alam;
3. Penyiapan koordinasi dan peningkatan kapasitas
perlindungan dan pengelolaan wilayah ekoregion;
4. Pelaksanaan administrasi pusat.
2 Sekretariat Kementerian LH
1. Koordinasi dukungan administrasi
2. Koordinasi dukungan dalam penyusunan rencana,
program, dan anggaran
3. Pemantauan, analisis, dan evaluasi pelaksanaan
program dan anggaran. 3 Eselon I c.q.
Unit Eselon II terkait
1. Koordinasi kegiatan teknis
2. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan
kegiatan teknis 4 Referensi
Dasar
Permen LH no 16 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup
Tabel 4.1: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PPE
4.1.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Satuan Kerja Badan
Layanan Umum
33 ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang dimaksud dengan praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka, pendirian BLU adalah sebagai alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil, dan bukanlah semata-mata sarana untuk mengejar fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Bentuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat/publik berupa tarif/ harga layanan yang terjangkau masyarakat dengan kualitas layanan yang baik, cepat, efisien dan efektif. Pola hubungan dalam pengelolaan satker BLU di KLH diilustrasikan pada gambar 4.2 dengan peran dalam pengelolaan BLU dijelaskan pada table 4.2.
Gambar 4.2: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Satker BLU LH
Penyusunan RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh satker BLU, disamping mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta Pelaksanaan Anggaran BLU, juga mengacu pada PMK tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA-KL tahun berjalan.
Dalam rangka penyusunan anggaran BLU dimaksud supaya memperhatikan hal–hal sebagai berikut :
a. Satker BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada
34
b. RBA BLU memuat seluruh program, kegiatan, anggaran
penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi saldo awal dan estimasi saldo akhir kas BLU;
c. RBA disusun berdasarkan :
i). Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layanannya; dan
ii).Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan
akan diterima dari masyarakat.
d. Satker BLU yang telah menyusun RBA menurut jenis layanannya
dan selanjutnya menyusun standar biaya, serta menggunakan standar biaya tersebut;
e. Pagu dana pada ikhtisar RBA pada komponen PNBP dan Rupiah
1. Menetapkan instansi pemerintah yang telah
memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan administrative untuk menerapkan Pola Pengelolaan (PPK) BLU.
2. Memberi keputusan penetapan atau surat penilakan
terhadap usulan penetapan BLU
3. Membuat penetapan pencabutan penerapan PPK
BLU
4. Menunjuk suatu tim penilai usulan penetapan dan
pencabutan PPK BLU
5. Menetapkan usul tariff layanan dari Menteri LH
6. Mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU
dalam rangka pemrosesan RKA-KL
7. Mengesahkan doumen pelaksanaan anggaran BLU
8. Pembinaan dan pengawasan keuangan
2 Menteri Lingkungan Hidup
1. Mengusulkan instansi KLH yang memenuhi
persyaratan substantive, teknis, dan administrative untuk menerapkan Pola Pengelolaan (PPK) BLU kepada Menteri Keuangan
2. Menetapkan standar pelayanan minimum PPK BLU
3. Mengusulkan tarif layanan kepada Menteri
Keuangan
4. Mengusulkan RBA BLU yang telah disetujui kepada
Menteri Keuangan
5. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU
untuk diajukan kepada Menteri Keuangan
6. Menetapkan perjanjian kinerja dengan pimpinan
BLU
35
No Unit Kerja Peran
i ii iii
meliputi pengadaan barang/jasa dan inventarisasi aset
8. Pembinaan dan pengawasan teknis
9. Mengkonsolidasikan laporan keuangan BLU dengan
laporan keuangan KLH
3 Satker BLU 1. Memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan
administrative untuk pola pengelolaan keuangan BLU
2. Menyampaikan dokumen persyaratan
administrative kepada Menteri Lingkungan Hidup
untuk mendapatkan persetujuan sebelum
disampaikan kepada Menteri Keuangan
3. Mengusulkan standar pelayanan minimum kepada
Menteri LH
4. Mengusulkan tariff layanan kepada Menteri LH
5. Menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan
dengan mengacu kepada Renstra KLH
6. Menyusun RBA tahunan dengan mengacu pada
Renstra Bisnis
7. Mengusulkan RBA kepada Menteri KLH untuk
dibahas sebagai bagian dari RKA-KL
8. Mengelola Kas, Piutang dan Utang, Barang/Jasa
9. Menerapkan sisten informasi manajemen
keuangan
10. Mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat
teknis
11. Menyampaikan pertanggungjawaban kinerja
operasional dan keuangan BLU 4 Referensi
3. PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan BLU
4. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku
tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) dan PMK tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA-KL tahun berjalan
Tabel 4.2: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan BLU LH
4.1.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
36 pengelolaan Organisasi Afiliasi di KLH diilustrasikan pada gambar 4.3 dengan peran dalam pengelolaan Organisasi Afiliasi dijelaskan pada tabel 4.3.
Gambar 4.3: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi Afiliasi LH
No Unit Kerja Peran
i ii iii
1 Presiden RI 1. Membentuk Dewan Nasional dan/atau Komisi
Nasional melalui Peraturan Presiden. 2 KLH c.q.
Sekretaris Menteri LH
1. Mengalokasikan anggaran untuk Organisasi Afiliasi
3 KLH c.q. Eselon II
1. Menyediakan sekretariat untuk organisasi afiliasi
terkait 2 Organisasi
Afiliasi LH
1. Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program
dan kegiatan di bidang LH terkait
2. Mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan
tugas terkait
3. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
implementasi kebijakan terkait
4. Menjalankan tugas lainnya yang diamanatkan oleh
peraturan perundangan terkait 3 Referensi
Dasar
Komitmen Nasional dan Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Pusat, antara lain:
1. PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik
2. Perpres Nomor 46 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Perubahan Iklim
37 Komite Pengarah Pusat Produksi Bersih Nasional direvisi dengan Permen LH Nomor 90 Tahun 2006 Tabel 4.3: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan Organisasi
Afiliasi LH
4.2 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan;
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal
dari pengenaan denda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Pola hubungan dalam pengelolaan PNBP di KLH diilustrasikan pada gambar 4.4 dengan peran dalam pengelolaan PNBP dijelaskan pada tabel 4.4.
38
No Unit Kerja Peran
i ii iii
1 Menteri Keuangan
1.Menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan
atau memungut PNBP terutang
2.Persetujuan penggunaan PNBP untuk kegiatan
kementerian teknis
3.Meminta instansi yang berwenang untuk memeriksa
K/L
1.Menyetor langsung PNBP ke Kas Negara
2.Menyampaikan rencana dan laporan realisasi PNPB
kepada Menteri Keuangan
3.Mengajukan kepada Menteri Keuangan rencana
penggunaan sebagian dari PNBP untuk penggunaan kegiatan KLH sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
4.Menetapkan jumlah PNPB yang Terutang sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku
5.Memberukan persetujuan kepada Wajib Bayar untuk
mengangsur atau menunda PNBP yang Terutang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
6.Bersama dengan Wajib Bayar PNBP mengadakan
pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penhgitungan PNBP
7.Meminta instansi yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap Wajib Bayar 3 Wajib
Bayar PNBP
1.Menhitung PNBP yang Terutang kepada KLH
2.Membayar jumlah PNBP yang Terutang
4 Referensi Dasar
1.UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP
2.PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP
3.PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu
Tabel 4.4: Peran dalam pengorganisasian dan pengelolaan PNBP
4.3 Pola Hubungan dan Peran dalam Pengelolaan Dekonsentrasi (DK) dan
Tugas Pembantuan (TP)
39 Pengalokasian anggaran melalui kedua mekanisme tersebut diatas bertujuan untuk meningkatkan pencapaian kinerja, efisiensi dan efektivitas
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pembangunan di daerah, serta menciptakan keselarasan dan sinergitas secara nasional antara program dan kegiatan DK dan TP yang didanai dari APBN dengan program dan kegiatan desentralisasi yang didanai dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain itu,
pengalokasian DK dan dana TP juga dimaksudkan untuk lebih menjamin tersedianya sebagian anggaran K/L bagi pelaksanaan program dan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Pengalokasian anggaran dalam RKA-KL untuk kegiatan-kegiatan K/L yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui mekanisme DK dan TP, disamping mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, juga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL .
Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-KL dengan menggunakan mekanisme DK dan/atau TP perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-KL, dan
sepenuhnya dari APBN melalui RKA-KL/DIPA;
b. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping;
c. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan
daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan;
d. Dana Dekon dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang
Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur;
e. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang
Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota;
f. Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga
harus memperhitungkan kebutuhan anggaran:
i). Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD;
ii).Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan
kegiatan yang belum dihibahkan;
iii). Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi
dan/atau dana tugas pembantuan;dan
iv).Biaya lainnya dalam rangka pencapaian target pelaksanaan
kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
g. Pengalokasian Dana Dekon dan Dana TP memperhatikan
40 daerah (besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah),dan kebutuhan pembangunan di daerah
h. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan
daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan
i. Karakteristik DK
i). Sifat kegiatan non-fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan
keluaran yang tidak menambah aset tetap
ii).Kegiatan non-fisik, antara lain berupa: sinkronisasi dan
koordinasi perencanaan, fasilitasi,bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian.
j. Karakteristik TP
i). Sifat kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran
yang menambah aset tetap;
ii).Kegiatan fisik, antara lain pengadaan tanah, bangunan,
peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta dapat berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya;
iii). Kegiatan bersifat fisik lainnya berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku
41 Gambar 4.6: Pola pengorganisasian dan pengelolaan Tugas
Pembantuan (TP)
No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
1 Menteri LH 1.Memberitahukan
kepada Gubernur
mengenai lingkup
kegiatan yang akan
dilimpahkan, yang
ditetapkan kedalam
Peraturan Menteri LH
2.Peraturan Menteri LH
disampaikan kepada
Gubernur dengan
tembusan kepada
Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan,
dan Bappenas
3.Menyampaikan
kepada Gubernur
RKA-KLH yang telah
ditetapkan menjadi
Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SPASK)
4.Menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban keuangan dan barang
kepada Presiden
melalui Menteri
1.Memberitahukan kepada
Gubernur/Bupati/Walikot a/ Kapala Desa mengenai
lingkup kegiatan yang
akan dilimpahkan, yang
ditetapkan kedalam
Peraturan Menteri LH
2.Menyampaikan kepada
Gubernur/Bupati/Walikot a RKA-KLH yang telah
ditetapkan menjadi
Satuan Anggaran Per
42
No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam
1.Memprakarsai dan
merumuskan kegiatan
yang akan
dilimpahkan kepada
Gubernur, yang
dituangkan kedalam
rancangan Renja KLH
2.Bersama dengan
Bappenas melakukan penelaahan Renja KL
yang memuat
rumusan tentang
kegiatan yang akan
dilimpahkan kepada
Gubernur yang
hasilnya dituangkan
kedalam bahan
penyusunan Renja
KLH dan RKP
3.Menuangkan
penganggaran DK
kedalam RKA-KLH
1.Memprakarsai dan
merumuskan kegiatan
yang akan dilimpahkan kepada
Gubernur/Bupati/
Walikota/Kepala Desa,
yang dituangkan kedalam rancangan Renja KLH
2.Menyampaikan rumusan
tentang sebagian urusan pemerintahan yang akan
ditugaskan kapada
Gubernur/ Bupati/
Walikota/Kepala Desa
kedalam Renja KLH dan
disampaikan kepada
Bappenas dalam
Musyawarah
Pembangunan Nasional
(Musrenbangnas)
3.Bersama dengan
Bappenas melakukan
penelaahan Renja KL yang memuat rumusan tentang
kegiatan yang akan
dilimpahkan yang
hasilnya dituangkan
kedalam bahan
penyusunan Renja KLH dan RKP
1.Sinkronisasi dengan
penyelenggaraan
urusan pemerintah
daerah
2.Penyiapan perangkat
daerah yang akan
melaksanakan kegiatan DK
3.Menetapkan Kuasa
Pengguna Anggaran,
Pejabat Pembuat
Komitmen, Pejabat
Penguji
Tagihan/Penandatang
an Surat Perintah
1.Sinkronisasi dengan
penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah
2.Penyiapan perangkat
daerah yang akan
melaksanakan kegiatan
TP
3.Membentuk tim
koordinasi yang
ditetapkan dengan
Peraturan
43
No Unit Kerja Peran dalam
Penyelenggaraan DK
Peran dalam Peneyelenggaraan TP
i ii Iii iv
Membayar, dan
Bendahara
Pengeluaran serta
menyampaikan
kepada Menteri LH
dan Menteri
Keuangan
4.Membentuk tim
koordinasi yang
ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur
yang berpedoman
pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri
berkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan
5.Memeberitahukan
kepada DPRD
berkaitan dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan
6.Koordinasi,
pengendalian, pembinaan,
pengawasan dan
pelaporan kepada Menteri Dalam
Negeri, Menteri
Keuangan, dan
Bappenas
penyelenggaraan urusan
pemerintahan
4.Memeberitahukan kepada
DPRD menngenai RKA-KL
yang telah ditetapkan
menjadi SAPSK pada saat pembahasan RAPBD
5.Mengusulkan pejabat
pengelola keuangan TP
untuk ditetapkan oleh
KLH
6.Menugaskan SKPD dalam
pelaporan TP
7.Menyampaikan laporan
pertanggungjawaban
keuangan dan barang atas pelaksanaan TP kepada
Menteri Dalam Negeri,
Menteri Keuangan, dan Bappenas
4 SKPD 1.Melakukan
penatausahaan
barang milik Negara dari pelaksanaan DK
2.Pelaksanaan DK
3.Meneyelenggarakan
akuntansi dan
penyusunan dan
penyampaian laporan pertanggungjawaban
1.Melakukan
penatausahaan barang
milik Negara dari
pelaksanaan TP
2.Pelaksanaan TP
3.Meneyelenggarakan
akuntansi dan
penyusunan dan
penyampaian laporan