• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni | Al Hasa | Jurnal Rekayasa Proses 1891 3308 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni | Al Hasa | Jurnal Rekayasa Proses 1891 3308 1 PB"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Temperatur

Heat-Treatment

terhadap Kekerasan dan

Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

M. Husna Al Hasa*

Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, BATAN, Kawasan Puspiptek, Serpong 15313

Abstract

Fuel element manufacturing includes deformation process and annealing. Annealing process will change the properties of the metal. Thermal treatment will affect the nature of mechanical, physical and thermal properties of metal. This research aims to investigate the effects of thermal treatment on the properties of the materials, especially the hardness and phase of the metal alloy. Annealing process was carried out above recrystallization temperature and below melting point of the metal, e.g. 450°C, 500°C and 550°C. The hardness of Al-Fe-Ni alloy was determined by using Vickers method. The microstructure was observed by optical microscopy and grain microstructure was analyzed by DAS method. The phase structure analysis was done based on x-ray diffraction pattern. Heat treatment at three different temperatures of 450°C, 500°C and 550°C resulted in material hardness of 53 HV, 60 HV and 55 HV, respectively. Between 450°C - 500°C, the hardness of Al-Fe-Ni increased with increasing annealing temperature. On the other hand, above 500°C, the alloy hardness decreased with increasing annealing temperature. Optical metallographic observation results showed that the microstructure tends to change along with temperature increase. The microstructure of the Al-Fe-Ni alloy showed grain structure of dendritic that tends to wane at 550°C. Diffraction pattern analysis indicated that the formation of phase tended to increase at 500°C. The x-ray diffraction pattern also showed the tendency of formation of k (NiAl3) and 

(FeNiAl9) phase at 450°C. At 500°C the tendency was to form the phase  (FeNiAl9),  (FeAl3) and phase k

(NiAl3). Meanwhile,  (FeNiAl9) phase was preferably to form at 550°C. It was found that in the range of

observed temperature, the maximum hardness of Al-Fe-Ni alloy was obtained at 500°C.

Keywords: annealing, heat-treatment, hardness, phase, Al-Fe-Ni alloy

Abstrak

Fabrikasi elemen bakar antara lain meliputi proses deformasi dan annealing. Proses annealing akan mengakibatkan perubahan sifat logam. Pemanasan pada suhu tersebut akan mempengaruhi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat termal logam. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh suhu terhadap sifat bahan terutama kekerasan dan fasa paduan logam. Proses annealing dilakukan di atas suhu rekristalisasi dan di bawah suhu titik cair logam, yaitu pada 450°C, 500°C dan 550°C. Pengujian kekerasan bahan struktur berbasis aluminium Al-Fe-Ni dilakukan dengan menggunakan metoda Vicker. Pengamatan mikrostruktur dilakukan dengan metalografik-optikal dan analisis besaran struktur butir mikrostruktur menggunakan metode DAS. Analisis struktur fasa dilakukan berdasarkan pola difraksi sinar-x. Hasil pengujian sifat kekerasan menunjukan paduan Al-Fe-Ni dengan pemanasan pada 450°C, 500°C dan 550°C masing-masing adalah 53 HV, 60 HV dan 55 HV. Kekerasan paduan mengalami kenaikan dari 53 HV pada suhu 450°C menjadi 60 HV pada suhu 500°C, dan mengalami penurunan di atas suhu 500°C, menjadi 55 HV pada 550°C. Hasil pengamatan metalografik-optikal memperlihatkan mikrostruktur paduan mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya suhu. Mikrostruktur memperlihatkan bentuk struktur butir dendrit yang cenderung mengecil pada 500°C. Hasil analis pola difraksi menunjukkan pembentukan fasa  (FeAl3),

fasa k (NiAl3) dan  (FeNiAl9) cenderung meningkat pada suhu 500°C. Paduan logam yang terbentuk akibat

pemanasan pada suhu 450oC didominasi oleh keberadaan fasa k (NiAl3) dan fasa  (FeNiAl9). Sementara itu, pada

suhu 550°C terdapat kecenderungan pembentukan fasa tunggal  (FeNiAl9). Pada kisaran suhu yang dipelajari, sifat

kekerasan paduan Al-Fe-Ni dipengaruhi oleh perlakuan suhu. Kekerasan paduan Al-Fe-Ni tertinggi diperoleh pada suhu pada 500°C.

Kata kunci: annealing, heat-treatment, kekerasan, fasa, paduan Al-Fe-Ni

Pendahuluan

Instalasi nuklir menggunakan paduan aluminium terutama untuk komponen struktur dan kelongsong bahan bakar serta peralatan dukung lainnya (Al Hasa, 2008). Selain itu, __________

*Alamat korespondensi: email: mhalhasa@yahoo.com

paduan aluminium juga banyak digunakan pada berbagai bidang di industri terutama bidang kontruksi dan industri automotive.

(2)

tegangan dinamis dan termal akibat proses termo mekanik. Tegangan dinamis dan termal ini akan mempengaruhi sifat ketahanan dan kekuatan bahan struktur kelongsong yang mengungkung bahan bakar. Perubahan sifat bahan yang

diakibatkan oleh proses termo-mekanik yang berulang sangat mempengaruhi kondisi sifat mekanik dan sifat termal terutama suhu dan waktu heat-treatment. Pengaruh suhu dan waktu

heat-treatment memungkinkan sifat mekanik, fisik dan termal mengalami perubahan yang cenderung meningkat atau menurun. Kondisi ini dapat diketahui dengan melakukan proses perlakuan panas terhadap bahan struktur berbasis aluminium. Perlakuan panas ini dapat meningkatkan sifat bahan menjadi lebih kuat dan keras.

Perlakuan panas yang melibatkan penam-bahan unsur Fe dan Ni akan memacu terjadinya reaksi unsur tersebut dengan unsur Al melalui proses difusi yang membentuk senyawa logam intermetalik (Raynor dan Rivlin, 1988). Proses perlakuan panas ini menggunakan tungku sirkulasi udara yang berlangsung di atas suhu rekristalisasi dan di bawah suhu lebur. Pada suhu tersebut kemungkinan kondisi struktur fasa paduan aluminium sebagian besar berada dalam bentuk monoklinik. Proses perlakuan panas tersebut dapat menghasilkan senyawa logam berupa fasa , fasa , fasa  dan fasa lainnya (Petzow dan Effenberg, 1992). Fasa  (FeAl3)

mulai terbentuk pada daerah komposisi 0,04-37 % berat Fe di bawah 652°C (Al Hasa, 2007). Fasa  ini merupakan hasil transformasi pemaduan Al dan Fe yang mengikuti reaksi fasa

eutectic, yaitu L +. Kadar Fe dalam paduan yang melebihi batas larut padat di atas 0,04% cenderung akan mengakibatkan terbentuknya fasa  (Mondolfo, 1966). Fasa  mulai terberntuk (NiAl3). Besarnya fasa  sangat dipengaruhi oleh

tingkat prosentase kadar Ni dalam paduan. Kadar Ni yang semakin tinggi mengakibatkan semakin besarnya jumlah fasa  dalam paduan. Reaksi maksimum 0,04% Fe pada suhu 652°C.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap sifat bahan, terutama sifat kekerasan dan fasa paduan logam. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai data dukung untuk pengembangan bahan struktur cladding bahan bakar reaktor riset yang memiliki kekuatan dan ketahan korosi yang relatif baik.

Metode Penelitian

Bahan yang digunakan berupa serbuk logam yang terdiri dari aluminium, fero dan nikel. Bahan serbuk aluminium, fero dan nikel sebelum dikompaksi terlebih dahulu ditimbang dengan berat tertentu kemudian dicampur menggunakan

mixing machine selama lima menit dengan putaran 1800 rpm sehingga diperoleh serbuk yang homogen. Campuran serbuk aluminium dengan unsur pemadu 2% Fe dan 1% Ni hasil homogenisasi kemudian dikompaksi mengguna-kan alat pengepresan. Proses kompaksi dengan tekanan sebesar 1274 MPa terhadap campuran serbuk tersebut menghasilkan spesimen berbentuk lempengan berdiamater 15 mm. Proses sintesis spesimen hasil kompaksi dilakukan dengan teknik peleburan menggunakan tungku busur listrik dalam lingkungan gas argon. Peleburan dilakukan secara berulang untuk menghasilkan paduan yang homogen. Proses sintesis tersebut menghasilkan paduan aluminium-fero-nikel (Al-Fe-Ni) dalam bentuk

ingot. Spesimen ingot Al-Fe-Ni dikenakan perlakuan panas pada variasi suhu 450°C, 500°C dan 550°C dengan waktu pemanasan selama 1,5 jam. Terhadap ingot paduan Al-Fe-Ni hasil perlakuan panas dalam bentuk spesimen uji dilakukan pengamatan, pengujian, pengukuran dan analisis. Pengamatan metalografi-optik dilakukan setelah permukaan sepesimen dikenai proses pengetsaan. Pengetsaan dilakukan dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan etsa Keller yang terdiri dari 2 ml HF, 3 ml HCl, 5 ml HNO3 dan90 ml H2O (ASTM, 1992). Pengujian

(3)

Hasil dan Pembahasan

Pengamatan sifat kekerasan terhadap paduan Al-Fe-Ni pada berbagai suhu heat-treatment

dengan metoda Vicker diperlihatkan pada Gambar 1. Pengamatan struktur fasa berdasarkan analisis pola difraksi sinar-x ditunjukkan pada Gambar 2. Sementara itu, pengamatan mikro-struktur paduan Al-Fe-Ni secara metalografi-optik ditunjukkan pada Gambar 3.

5µm (a)

5µm (b)

5µm (c)

Gambar 1. Mikrostruktur paduan Al-Fe-Ni 2% Fe 1% Ni hasil heat treatment pada berbagai suhu (a) 450°C, (b) 500°C, (c) 550°C.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Pola difraksi sinar-x paduan Al-Fe-Ni hasil heat-treatment pada berbagai suhu a) 450°C, b) 500°C, c) 550°C.

(4)

Mikrostruktur paduan Al-Fe-Ni dengan kadar (2%Fe 1% Ni) yang mengalami perlakuan suhu pada 450°C, 500°C dan 550°C dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1a menunjukkan struktur butir paduan Al-Fe-Ni yang mengalami pemanasan pada suhu 450°C yang cenderung berbentuk dendrit. Diduga pada suhu ini mulai terbentuk fasa  (FeAl3), fasa k (NiAl3) dan 

(FeNiAl9). Keberadaan fasa ini juga ditunjukkan

dari pola difraksi sinar-x, seperti ditunjukkan pada Gambar 2a. Namun, keberadaan fasa k dan fasa  yang terbentuk pada pada suhu 450°C tampak lebih dominan. Pembentukan fasa ini diawali pada daerah batas butir yang memiliki energi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah butir lainnya. Tingginya energi di batas butir menyebabkan daerah ini menjadi lebih reaktif daripada daerah yang lain. Batas batas butir merupakan daerah yang tidak stabil dimana terdapat pertemuan antar kristal dengan orientasi yang berbeda atau acak. Fasa yang terbentuk pada paduan Al-Fe-Ni merupakan rejeksi dari larutan padat aluminium bila kadar Fe atau Ni yang terkandung dalam paduan tersebut melebihi batas larut-padat fasa -Al.

Mikrostruktur paduan Al-Fe-Ni pada suhu 500°C ditunjukkan pada Gambar 3b yang memperlihatkan struktur butir dendrit yang cenderung memanjang dan relatif lebih kecil. Hal ini terjadi karena adanya pembentukan fasa ,  dan  yang cenderung semakin meningkat. Peningkatan intesitas pembentukan fasa ,  dan

 dapat dilihat dari pola difraksi sinar-x seperti ditunjukkan pada Gambar 2b. Peningkatan pembentukan struktur butir dendrit ini terjadi karena pengaruh kenaikan suhu yang mengatasi energi aktivasi yang dibutuhkan untuk terjadinya transformasi fasa dalam paduan logam. Dalam hal ini, unsur Fe bereaksi dengan Al membentuk FeAl3 dan unsur Ni dengan Al membentuk

senyawa NiAl3 yang diteruskan dengan

pembentukan FeNiAl9 yang jumlahnya semakin

meningkat.

Mikrostruktur bahan yang mengalami pemanasan pada suhu 550oC dapat dilihat pada Gambar 3c. Terlihat bahwa struktur butir dendrit berubah menjadi bentuk yang relatif besar. Seperti terlihat dari difraksi sinar-x pada Gambar 2c, pemanasan pada suhu yang lebih tinggi (550oC) menyebabkan terjadinya proses transformasi fasa yang mengarah kepada pembentukan satu fasa  (FeNiAl9).

Gambar 3 memperlihatkan variasi sifat kekerasan paduan Al-Fe-Ni yang mengalami

heat-treatment pada suhu 450°C, 500°C dan 550°C. Sifat kekerasan cenderung mengalami perubahan bila dikenai heat-treatment pada suhu yang berbeda. Dibandingkan dengan yang dipanaskan pada suhu 450oC, kekerasan bahan yang dipanaskan pada suhu 500oC meningkat menjadi 60 HV. Namun, kekerasan bahan berkurang menjadi 55 HV bila bahan dipanasi pada suhu 550oC. Gambar 3 juga menunjukkan perubahan ukuran butir dendrit pada perlakukan suhu yang berbeda. Pemanasan pada suhu 500°C menyebabkan ukuran butir dendrit mengecil. Namun, ukuran butir kembali membesar karena pemanasan pada 550°C. Perubahan sifat kekerasan bahan paduan dan besar butir ini dimungkinkan karena terjadinya transformasi fasa dan pertumbuhan fasa dalam paduan. Pada suhu 500°C di dalam paduan terjadi pembentukan dan pertumbuhan fasa , fasa k, dan fasa  yang semakin meningkat. Hal ini dapat menghambat gerakan dislokasi yang berdampak terhadap peningkatan kekerasan. Dislokasi relatif lebih sukar dengan semakin bertambah besarnya intensitas pembentukan fasa. Selain itu, struktur butir yang cenderung mengecil mengakibatkan jumlah butir dan batas butir semakin banyak. Batas butir yang semakin banyak akan berkontribusi pada meningkatnya kekuatan atau kekerasan. Sementara itu, pada pemanasan suhu 450°C hanya terbentuk dua fasa dominan, yaitu fasa k (NiAl3) dan fasa  (FeNiAl9), seperti

diperlihatkan pada Gambar 2a. Sedangkan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi (550°C), seperti ditunjukkan pada Gambar 2c, menyebabkan terjadinya transformasi ke fasa tunggal  (FeNiAl9). Kecenderungan pembentukan

fasa tunggal ini mengakibatkan faktor penghambat gerakan dislokasi menurun dan berdampak pada penurunan kekuatan dan kekerasan bahan.

Kesimpulan

Sifat kekerasan dan struktur fasa paduan Al-Fe-Ni dipengaruhi oleh perlakuan suhu. Pada kisaran suhu yang dipelajari dalam penelitian ini, kekerasan maksimum paduan Al-Fe-Ni terjadi pada bahan yang dikenai perlakuan suhu pada 500oC. Pada suhu 500oC, pembentukan fasa  (FeAl3), fasa k (NiAl3) dan  (FeNiAl9) di dalam

(5)

Daftar Pustaka

Al Hasa, M.H., 2007. Formasi Fasa dan Mikrostruktur Bahan Struktur Paduan Aluminium Fero-Nikel Hasil Proses Sintesis, Jurnal Ilmiah daur Bahan Bakar Nuklir, URANIA, Volume 13 No. 3, hal. 99-107. Al Hasa, M.H., 2008. Peningkatan Sifat Mekanik Bahan

Struktur Paduan Aluminium Fero Nikel dengan Penguatan Fasa Kedua dan Struktur Butir, Jurnal Ilmiah daur Bahan Bakar Nuklir, URANIA, Volume 14 No.1, hal.1-10.

ASTM, American Society for Testing and Materials, 1992. Annual Book of ASTM Standards. Section 3, Vol. 03. 02. Philadelphia:ASTM.

Hakka, Manual Dendrite Arm Spacing, DAS Measure, http/www. tech.nite.go.jp/anzen2.

Mondolfo, L.F, 1976. Aluminium Alloys, Structure and Properties, London.

Petzow, G. and Effenberg, G., 1992. Ternary Alloy Al-Fe-Ni, Vol.15, Germany: ASM, International. Raynor, G.V. and Rivlin, G.V., 1988, Phase Equilibria

Gambar

Gambar 2.  Pola difraksi sinar-x paduan Al-Fe-Ni hasil heat-treatment pada berbagai suhu  a) 450°C, b) 500°C, c) 550°C

Referensi

Dokumen terkait

Data lain yaitu pertumbuhan bakteri yang akan diamati dari ada atau tidaknya koloni yang tumbuh pada media pertumbuhan dengan masing-masing konsentrasi ekstrak kulit buah

Dengan mengingat analogi di atas, (ingat, bahwa mereka.i – tu hanya benar untuk seba gian saja) , maka mungkin akan lebih mudah dipahami, bahwa orang yang mengerti tepat pada

Rajah 9.4 menunjukkan satu model sebuah inkubator yang digunakan untuk menetaskan telur.. Suhu dalam inkubator mesti ditetapkan sekitar

Dengan menggunakan 3 tipe kalman filter yaitu type A dengan state covariance [1 1] , process noise [25 10], dan measurement noise 25; type B dengan state covariance [200 50]

Adapun yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah lokasi penelitian, dimana lokasi penelitian yang dilakukan adalah

(3) Dalam hal pelantikan Kepala Desa Terpilih tidak dapat dilaksanakan tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, atas

Dalam hal terjadi ekskalasi kedaruratan nuklir ke luar tapak, pemegang ijin berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait seperti tersebut di atas dan dokumen ini

“Komite sekolah memberikan pertimbangan pada setiap tahunnya terkait pembentukan RAPBS yang kami susun, apabila ada masukan-masukan yang baik dan sifatnya membangun