KONSEP DOKUMEN KESIAPSIAGAAN DAN
KEDARURTAN NUKLIR PLTN MURIA
Sunardi, Sudi Ariyanto
Pusat Pengembangan Energi Nuklir
ABSTRAK
KONSEP DOKUMEN KESIAPSIAGAAN DAN KEDARURTAN NUKLIR PLTN MURIA. Dokumen Kesiapsiagaan dan Kedaruratan Nuklir PLTN Muria 1000 MWe ini disusun dalam rangka untuk memastikan tersedianya kesiapan dan kemampuan penanggulangan kedaruratan nuklir secara tepat waktu, terkelola, terkendali, dan terkoordinasi dalam kondisi operasi normal muaupun kondisi darurat. Selain itu dokumen ini diusun untuk memenuhi salah satu persyaratan perizinan operasi reaktor nuklir sebagaimana dinyatakan Pasal 15 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. Tingkat program kesiapsiagaan nuklir dalam dokumen ini disusun berdasarkan hasil kajian potensi bahaya radiologi Kategori I sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN No.1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir. Tujuan penyususunan konsep dokumen ini untuk memberikan dasar bagi Pemegang Izin PLTN Muria untuk melaksanakan penanggulangan kedaruratan nuklir akibat kejadian kecelakaan nuklir dari operasi PLTN. Organisasi yang terlibat dalam kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruraratan nuklir ini pemegang ijin harus berkoordinasi dengan Pemda setempat, BPBD, Kepolisian, Rumah sakit dan dinas-dinas yang terkait. Dokumen program kesiapsiagaan nuklir ini meliputi infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Infrastruktur terdiri atas unsur berikut: organisasi, koordinasi, fasilitas dan peralatan, prosedur penanggulangan; dan pelatihan dan/atau gladi kedaruratan nuklir. Sedangkan fungsi penanggulangan meliputi identifikas, pelaporan dan pengaktifan, tindakan mitigasi, tindakan perlindungan segera, tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan, pekerja dan masyarakat; dan/atau pemberian informasi dan instruksi pada masyarakat.
Kata kunci : Kesiapsiagaan, kedaruratan nuklir
ABSTRACT
DRAFT DOCUMENT CONCEPT OF NUCLEAR EMERGENCY PREPAREDNESS MURIA NPP. This document arranged for determine readiness and ability nuclear preparedness ecsxact manner in time, manage, control, in normal condition and up normal in licensing operational NPP. This document arranged for fulfill condition with PERKA BAPETEN Number 1 2010. The objective this document propose for give foundation owner Muria NPP in bring off nuclear emergency preparedness Muria NPP from accident NPP operation. Owner must be coordination with local government, BPBD, police, hospital. Contains Document concept nuclear emergency preparedness Muria NPP, infrastructure from organization, coordination, equipment and facility, procedure, preparedness function with identification, report, mitigation and give information and instruction for people.
Key words : nuclear preparedness, emergency
1.
PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi kebutuhan energi listrik, khususnya Jawa Bali, Indonesia berencana mendirikan Pemangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di wilayah Muria Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Dengan adanya PLTN, maka haruslah semua semua persyaratam awal maupun akhir harus dipenuhi termasuk mempersiapkan dokumen kesiapsiagaan dan kedaruratan nuklir untuk memenuhi salah satu persyaratan perizinan
operasi reaktor nuklir sebagaimana dinyatakan Pasal 15 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir. Tingkat program kesiapsiagaan nuklir dalam dokumen ini disusun berdasarkan hasil kajian potensi bahaya radiologi Kategori I sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN No.1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir. Dokumen Kesiapsiagaan dan Kedaruratan Nuklir ini disiapkan untuk PLTN Muria yang berkapasitas 1000 MWe yang akan dibangun di tapak Ujung Lemahabang, Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara. Tapak tersebut terletak di bagian utara semenanjung Muria di Propinsi Jawa Tengah dengan koordinat 60 25' 40'' Lintang Selatang dan 1100 47' 20" Bujur Timur. Kondisi iklim di
daerah ini termasuk dalam Kategori Kelas A (tropis). Curah hujan di Semenanjung Muria rata-rata 0,0 mm pada musim kemarau dan 714,5 mm pada musim hujan. Kelembaban udara relatif berada dalam kisaran 73% – 91%, sedangkan kelembaban udara relatif rata-rata sekitar 65%. Aliran angin di lokasi tapak dipengaruhi oleh angin muson barat pada musim hujan dan angin muson timur pada musim kemarau. Kecepatan angin rata-rata per bulan pada ketinggian 10 meter adalah antara 6,5 m/detik dan 9,4 m/detik. Untuk ketinggian 40 meter, kecepatan angin rata per bulan adalah 10,6 – 14,8 m/detik. Arah angin pada ketinggian 10 m terdistribusi merata antara sektor barat daya (SW) dan selatan-barat daya (SSW), yaitu sebesar 9,8% dan 8,6%, dan sektor timur laut (NE) dan timur-timur laut (ENE), yaitu 8,4% masing-masing. Pada ketinggian 40 m, arah angin terletak pada sektor selatan dan selatan-timur laut dengan persentase 9,9% dan 9,6%. Semenanjung Muria terletak di bagian tengah dari sisi utara pulau Jawa. Semenanjung ini menjorok ke Laut Jawa dari daerah Kabupaten Kudus yang terletak sekitar 50 km timur-laut Semarang. Semenanjung Muria memiliki lebar sekitar 50 km pada arah timur-barat dan 45 km pada arah utara-selatan. Luasan semenanjung berkisar 3.000 km2, dimana terdapat tiga kabupaten, yaitu Pati
di sebelah timur, Jepara disebelah barat, dan Kudus di sebelah selatan. Desa-desa di sekitar tapak Ujung Lemahabang terdiri dari desa Balong dan Tubanan (Kecamatan Kembang) dan Bumiharjo (Kecamatan Keling). Desa-desa tersebut merupakan lokasi penting terhadap dampak radiologik PLTN. Menurut data kependudukan tahun 2008, populasi pada radius 5 km dari tapak adalah 43.273 orang dengan densitas populasi 491 orang/km2. Sedangkan
untuk radius 25 km, populasinya adalah 33.498 orang dan densitas populasi 864 orang/km2.
Program kesiapsiagaan nuklir ini memberikan dasar bagi Pemegang Izin PLTN Muria untuk melaksanakan penanggulangan kedaruratan nuklir akibat kejadian kecelakaan nuklir dari operasi PLTN. Kesiapsiagaan nuklir bertujuan untuk memastikan tersedianya kesiapan dan kemampuan penanggulangan kedaruratan nuklir untuk menanggulangi kedaruratan nuklir secara tepat waktu, terkelola, terkendali, dan terkoordinasi dalam kondisi operasi normal maupun kondisi darurat. Penanggulangan kedaruratan nuklir dilaksanakan untuk
a. mengendalikan situasi;
b. mencegah atau memitigasi konsekuensi di tempat atau sumber kejadian;
c. mencegah terjadinya efek deterministik terhadap kesehatan pekerja dan masyarakat;
d. melakukan pertolongan pertama dan mengelola penanganan korban luka radiasi; e. mencegah terjadinya efek stokastik pada populasi;
f. mencegah terjadinya efek nonradiologi pada individu dan populasi; dan g. melindungi harta benda dan lingkungan.
Pemegang ijin PLTN Muria wajib berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait dalam pelaksanaan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan nuklir apabila dampak dari kedaruratan meluas sampai ke luar instalasi. Organisasi yang terlibat meliputi antara lain:
a. Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara;
c. Kepolisian Sektor Jepara;
d. Dinas pemadam kebakaran Kabupaten Jepara; dan e. Rumah Sakit Umum Jepara dan Jawa Tengah.
Dokumen Kesiapsiagaan dan Kedaruratan Nuklir berlaku bagi PLTN Muria baik dalam kondisi normal maupun darurat. Dokumen program kesiapsiagaan nuklir ini meliputi infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Infrastruktur terdiri atas unsur berikut:
a. organisasi; b. koordinasi;
c. fasilitas dan peralatan;
d. prosedur penanggulangan; dan/atau
e. pelatihan dan/atau gladi kedaruratan nuklir. Fungsi penanggulangan terdiri atas unsur berikut:
a. identifikasi, pelaporan, dan pengaktifan; b. tindakan mitigasi;
c. tindakan perlindungan segera;
d. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan, pekerja dan masyarakat; dan/atau
e. pemberian informasi dan instruksi pada masyarakat.
Dalam hal terjadi ekskalasi kedaruratan nuklir ke luar tapak, pemegang ijin berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait seperti tersebut di atas dan dokumen ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program kesiapsiagaan nuklir tingkat daerah.
Dalam penyusunan konsep kesiapsiagaan Nuklir PLTN Muria ini banyak dasar hukum yang digunakan baik itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri dalam Negeri, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Peraturan Kepala BAPETEN diantaranya adalah :
1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenagan Nukliran 2. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir
7. Keppres No. 49 Tahun 1986 Ratifikasi Konvensi tentang Perlindungan Fisik Bahan Nuklir.
8. Keppres No. 106 Tahun 2001 Ratifikasi Konvensi Tentang Keselamatan Nuklir. 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi
dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana;
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir
2.
PEMBAHASAN
Dalam dokumen kesiapsiagaan nuklir ini perlu sekali diperlukan kode dan standard karena di Indonesia masih banyak kekurangan hal-hal yang terkait dengan teknologi, keselamatan, dan sebagianya yang berhubungan dengan nuklir. Kode dan standar yang digunakan antara lain :
IAEA Safety Standard Series,
No. SF-1 : Fundamental Safety Principles,
No. SSG-9: Seismic Hazards In Site Evaluation For Nuclear Installations,
No. SSG-2: Deterministic Safety Analysis for Nuclear Power Plants,
No. NS-G-2.15: Severe Accident Management Programmes for Nuclear Power Plants Safety Guide,
NS-G-3.6: Geotechnical Aspects of Site Evaluation and Foundations for Nuclear Power Plants, Safety Guide ,
No. NS-G-2.1: Fire Safety in the Operation of Nuclear Power Plants Safety Guide Insfrastruktur
Kesiapsiagaan nuklir memerlukan suatu insfrastruktur yang lengkap untuk menunjang pelaksanaan tugas baik dalam kesiapsiagaan maupun bila terjadi sesuatu bencana nuklir, baik yang skala rendah maupun skala berat, insfrastruktru tersebut terdiri dari :
Organisasi; Koordinasi;
Fasilitas Dan Peralatan; Prosedur Penanggulangan
Pelatihan / Gladi Kedaruratan Nuklir
Pengendali operasi
Pengendali operasi adalah petugas proteksi radiasi/ petugas lain yang ditunjuk oleh pemegang izin dan bertanggung jawab mengendalikan operasi penanggulangan kedaruratan nuklir dg tugas :
mengumpulkan Informasi awal perihal Kecelakaan yang terjadi;
melaporkan informasi awal kepada ketua penanggulangan kedaruratan nuklir;
melakukan koordinasi satuan pelaksana di lapangan dalam pelaksanaan pemulihan awal, operasi pembersihan, perlindungan terhadap petugas penanggulangan dan langkah langkah perlindungan lainnya;
memberikan masukan dan rekomendasi dalam penanggulangan kedaruratan kepada ketua penanggulangan kedaruratan nuklir; dan
mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksana operasi dalam melakukan tugasnya.
Pelaksana operasi
Pelaksana operasi adalah pekerja radiasi yang ditunjuk oleh pemegang izin untuk datang pertama kali di lokasi kecelakaan dan bertanggung jawab melakukan penanggulangan kedaruratan nuklir yg meliputi
TP melakukan tindakan pemantauan dan survei radiologi terhadap tempat kejadian perkara, masyarakat, dan lingkungan.
Tim Medis, melaksanakan tindakan penanggulangan awal dan tanggap-darurat medis pada korban, memisahkan korban terkontaminasi dari yang tidak terkontaminasi, menetapkan daerah triage, serta membawa korban ke rumah sakit;
Tim Pemadam Kebakaran, melaksanakan tindakan pemadaman kebakaran, dan membantu pelaksanaan pertolongan pertama;
Satuan Pengaman, melakukan tindakan penanggulangan awal, menetapkan dan mengamankan daerah kecelakaan, dan membantu pelaksanaan tindakan evakuasi
Pengkaji Radiologi
Pengkaji radiologi yang diemban oleh BATAN memimpin tim radiologi yang berada di lokasi kecelakaan dan bertanggung jawab mengkaji bahaya radiologi, memberikan dukungan proteksi radiasi bagi pelaksana operasi dan memberikan rekomendasi tindakan perlindungan kepada pengendali operasi.
Tugas pengkaji radiologi :
survei lapangan di lokasi kecelakaan,
mengendalikan kontaminasi;
merumuskan rekomendasi langkah-langkah perlindungan;
melaksanakan koordinasi penanganan penemuan kembali sumber, dekontaminasi dan penanganan limbah radioaktif; dan
melakukan estimasi dan mencatat dosis yang diterima oleh masyarakat dan/atau petugas penanggulangan.
Koordinasi
Koordinasi meliputi:
sistem hubungan kerja antar organisasi yang terkait dalam fungsi penanggulangan kedaruratan nuklir;
prosedur koordinasi dengan organisasi terkait lain (contohnya pemberitahuan dan permintaan bantuan); dan
perjanjian atau dokumen tertulis dengan organisasi atau pihak-pihak terkait lain untuk melaksanakan tindakan penanggulangan kedaruratan nuklir.
Fasilitas dan peralatan
Sarana pendukung fasilitas dan peralatan Peralatan penanggulangan
Fasilitas penanggulangan Pusat kendali tanggap darurat
Penyediaan Fasilitas dan Peralatan Pelatihan dan gladi kedaruratan nuklir Perencanaan Pelatihan
Organisasi tanggap darurat nasional
KETUA OTDN (KEPALA BNPB) BAPETEN
Ka. Pusat Perencana Operasi Ka. Pusat Data dan Informasi
Daputi BNPB Daputi BNPB
Pendukung Operasional Investigasi Pelaksana teknis
TTNI POLRI Responder
Kementan - POLRI
Kemenkes - PMK
Kemenkp - AGD
Kemenhub Pengkaji Radiologi
Kemensos - BATAN
BPOM -NUBIKA
KLH -BMKG
KEMENDAGRI, Kemenpu, Basarnas
Indentifikasi, Pemberitahuan dan Pengaktifan
Memasang sistem peralatan yang dapat memicu tindakan tanggap kedaruratan berdasarkan klasifikasi kecelakaan secara konsisten. Semua organisasi tanggap kedaruratan memulai fungsi tanggap kedaruratan berdasarkan klasifikasi yang sesuai, dan konsisten.
Adanya kriteria yang jelas dapat digunakan untuk menentukan setiap tingkat klasifikasi (fasilitas, lokal, nasional) dan organisasi yang bertanggung jawab untuk mengakses informasi yang ada terhadap kriteria aktivasi dan memutuskan untuk mengaktivasi organisasi kedaruratan. Ini juga termasuk prosedur tindakan awal yang diajukan dengan segera oleh personel seperti saat mereka tiba di lokasi tugas. Semua organisasi penanggulangan yang terlibat dalam tanggap kedaruratan awal
mempunyai alat komunikasi untuk mengaktifkan anggotanya, berdasarkan pemberitahuan dari fasilitas. Peralatan komunikasi tersebut meliputi handy talky, mobile phone, pager, untuk menjangkau petugas penanggulangan setiap saat.
Organisasi berperan sangat penting dalam hal pengurangan dampak, pemberitahuan, penaksiran dan implementasi tindakan perlindungan mendesak harus diikut-sertakan.
Tindakan Mitigasi
Tindakan Mitigasi ini bertujuan untukmencegah, mengendalikan dan mengurangi hal-hal sbb:
mencegah eskalasi bahaya radiologis;
mengembalikan fasilitas atau instalasi ke keadaan selamat dan stabil; mengurangi potensi lepasan zat radioaktif atau paparan radiasi, dan; mengurangi dampak lepasan zat radioaktif atau paparan radiasi;
mengurangi dampak psikologis masyarakat
Tinadak yang juga sangat penting adalah :
Tindakan perlindungan segera adalah kemampuan untuk:
melakukan evakuasi, pemberian tempat berlindung sementara, dan menyediakan tablet yodium;
menjamin keselamatan anggota masyarakat di dalam tapak dalam hal terjadi kedaruratan nuklir atau radiologi melalui tindakan:
Memberi peringatan kepada anggota masyarakat di dalam tapak akan adanya kedaruratan;
Memberi peringatan kepada anggota masyarakat di dalam tapak untuk mengambil tindakan segera setelah pernyataan keadaan kedaruratan;
Menghitung jumlah orang yang berada di dalam tapak;
Mencari dan menemukan orang yang mungkin belum dihitung; Mengambil tindakan perlindungan segera; dan
Memberikan pertolongan pertama.
Pemberian Informasi dan Instruksi kepada masyarakat
Pemberian Informasi Dan Instruksi Pada Masyarakat adalah kemampuan memberikan informasi yang berguna, tepat waktu, benar, konsisten dan tepat kepada masyarakat, menanggapi informasi yang tidak benar dan rumor, dan menanggapi permintaan informasi dari masyarakat atau media informasi cetak dan elektronik lain.
Penanggulangan kedaruratan tingkat instalasi;
Pada penanggulangan kedaruratan tingkat Instalasi, Pemegang Izin atau PIN PLTN menetapkan zona perencanaan kedaruratan nuklir dan menginformasikan serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah di sekitar tapak dan instansi terkait, setelah memperoleh persetujuan dari BAPETEN.
Penanggulangan kedaruratan tingkat daerah;
Pada penanggulangan kedaruratan tingkat Daerah, program kesiapsiagaan nuklir disusun oleh Pemegang Izin (PIN PLTN) yang persiapannya dibantu oleh instansi terkait serta dikoordinir oleh BPBD menggunakan pedoman yang telah diberikan oleh Kepala BAPETEN.
Penanggulangan kedaruratan tingkat nasional.
Pada penanggulangan kedaruratan tingkat Nasional, Program kesiapsiagaan nuklir tingkat nasional disusun oleh Pemegang Izin atau Pengusaha Instalasi PLTN bersama-sama BAPETEN, dan instansi terkait serta dikoordinir oleh BNPB dan BAPETEN.
KESIMPULAN
Dengan adanya dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi PIN untuk menyiapkan, dan melaksanakan tanggap darurat dalam operasi PLTN kondisi normal maupun terjadi kecelakaan
Namun kondissi di Indonesia saat ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi karena dari masing-masing daerah belum menyiapkan untuk susunan dokumen kesiapsiagaan nuklir PLTN Muria baik infrastrukturnya maupun kondisi pemerintahan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, Method for Developing Arrangements for Response Nuclear or Radiological Emergency, IAEA TECDOC 953-Viena , 2003
2. IAEA, Safety Standard Series, Preparedness and Response for a Nuclear or Radiological Emergency, GSR-2, Viena, 2002
3. BAPETEN, Konsepsi RPP Sistim Kesiapsiagaan Nuklir Nasional, 2006
4. IAEA – ERPREV Team, Resume Final Report Emergency Preparedness Review Indonesia, 1999
DISKUSI
1. Pertanyaan dari Sdr. Dedy Priambodo (PPEN BATAN)
Membaca susunan konsep dokumen kesiapsiagaan nuklir PLTN Muria itu kelihatannya sudah komplit, tapi apakah sudah benar-benar terkoordinasi seperti organisasi tanggap darurat nasional dan organisasi tingkat kawasan?
Jawaban :
Susunan konsep kesiapsiagaan nuklir PLTN Muria itu memang belum lengkap namun diusahakan mengikuti referensi Perka. BAPETEN No. 1 tahun 2010 yang merupakan regulasi yang menjadi acuan atau petunjuk. Susunan yang belum sempurna itu kebanyakan terletak pada koordinasi organisasi tanggap darurat nasional maupun kawasan/local dari susunan tersebut baru dalam daftar susunan belum ada kontak satu sama lain, karena memang seperti yang dikeluhkan BAPETEN bahwa di tingkat nasional belum satu pemahaman satu sama lain. Juga karena keterbatasan waktu, maka alur evakuasi kalau betul-betul terjadi kecelakaan belum ada dan perhitungan besar radiasi di titik-titik yang perlu belum juga didapatkan karena keterbatasan software.