Aktivis NA yang semua Anaknya Jadi Sarjana
Hj Sulistiawati Jaldan
Hj. Sulistiawati Jaldan termasuk salah seorang tokoh perintis Nasyiatul Aisyiyah (NA). Ia telah malang melintang mengurusi NA sejak tahun l957. Menjadi sekretaris NA Cabang Ponorogo Jawa Timur tahun l958-l962. Ketika itu sebagai aktivis telah berhasil
menanamkan pendidikan mubaligh perempuan pertama di Ponorogo, melatih menyanyi, pidato, menjahit, memasak, menyulam kain dan membikin bunga dari kertas kepada murid-murid SD dan SMP. Salah satu muridnya adalah Ibu Dwi Nurhayati Dasron Hamid.
Sulistiawati yang lahir di Ponorogo pada 30 Oktober l936 pasangan dari Sunaryo dan Siti Aisyiyah. Ayahnya Sunaryo adalah seorang Mubaligh keliling. Dengan sepeda ontel merk Hertog buatan Belanda melakukan dakwah di 13 desa di Ponorogo. Ia lulusan Mualimin Yogyakarta, yang diangkat menjadi Menteri Daerah Pandu HW, dan Ketua Syarikat Tani Islam Ponorogo.
Sulistiawati setamat SMP melanjutkan sekolah di SGA Madiun l953-56, aktif di PII dan GPII puteri. Setamat dari SGA kembali ke Ponorogo dan memimpin NA disana hingga tahun l962. Akhir tahun l962 menikah dengan Jaldan Badawi kemudian diboyong ke Yogyakarta dan menjadi ketua PD NA DIY l963-l966, kemudian menjadi Ketua Pimpinan Wilayah NA DIY periode l966-l971.
Sulistawati Jaldan telah dikaruniai 4 orang putra putri yang semuanya sarjana antara lain: Dra.Siti Daulah Khairiyah, MA. Staf Pengajar Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol UGM, mantan aktivis PP NA dan DPP IMM, istri dari Ir. Wiratmo, MSc Dosen Fakultas Pertanian UGM. Yang kedua, Muh. Wafron Darmawan,ST Alumni Fakutas Teknik UGM suami dari Cristin Elisabeth Bonin,MSc kedua-duanya sekarang bekerja dan bermukim di Albania. Yang ketiga Drs. Ahmad Iwan Kurniawan Alumni FPBS IKIP Karang Malang, suami dari Dra. Tri Septi Handayani, M.Pd dan yang ke empat Siti Difla Rahmatika, ST Alumni Fak Teknik Jurusan Teknik Arsitektur UGM, yang sekarang sedang menempuh S2 di Program Pasca Sarjana UGM.
Keempat anaknya masuk sekolah sejak dari TK ABA hingga SLTA di Muhammadiyah dan semuanya Alumni SMU Muhammadiyah I (Muhi) Yogyakarta. Mereka sejak masuk kuliah aktif di Perguruan Bela Diri Tapak Suci dan pendaki gunung. Bahkan putra keduanya Muh. Wafron Darmawan yang aktif sebagai Mahasiswa Pecinta Alam
(Mapagama) UGM, pernah nengikuti ekspedisi ke Puncak Gunung Salju Jaya Wijaya di Irian.
Ibu Sulistiawati yang sederhana ini meniti karir pekerjaannya sebagai guru. Setamat SGA di Madiun tahun l956 langsung mengajar di SD Negeri I Genengan, Magetan hingga tahun l958, dengan gaji dua ratus tiga puluh lima rupiah lima puluh sen (dengan kurs harga emas waktu itu 1 gram Rp 25,-), kemudian dipindahkan ke SD Negeri Suci Ponorogo hingga tahun l963. Setelah menikah dengan HM. Jaldan Badawi pindah ke Yogyakarta dan mengajar di SD Muhammadiyah I Ngadiwinatan, tahun l991 hingga l996 menjadi Kepala SD Muhammadiyah I Purwodiningratan hinggga pensiun dengan
rahasianya dalam mendidik anak-anak hingga semua menjadi sarjana, ia mengatakan bahwa mendidik anak hanya dengan tut wuri handayani, yakni apa kemauan dan kemampuan anaknya diarahkan pada hal-hal yang dianggap positip, tidak membatasi pergaulan asal pergi kemanapun syaratnya harus pamit dan harus jelas mereka berada dimana agar orang tua tahu posisinya, cuma itu.
Dan Ibu Sulistiawati tidak fanatik dengan aktivitas anak-anaknya. Semua anaknya masuk organisasi Perhimpunan Pecinta Alam, olah raga bela diri dan nonton film. Dan keempat anaknya setiap pergi dari rumah mesti membawa tas cangklong atau ransel sebagai ciri khas. Pernah suatu saat keempat anaknya pulang larut malam, diam-diam Ibu membuka ransel anaknya satu-persatu, ternyata isinya sarung, rukuh dan sajadah, setiap pergi mereka selalu singgah ke Masjid untuk melakukan shalat lima waktu, Alhamdulillah. Ibu Sulistiawati tidak pernah merasa cemas dengan aktivitas putra-pitrinya, padahal waktu untuk bercengkerama dengan anak-anak sangat terbatas, mengingat bahwa ia adalah aktif di PP NA dan PP Aisyiyah. Suasana harmonis rumah tangganya di dukung oleh HM. Jaldan Badawi suaminya yang juga bertemperamen dingin yang mengabdi di Kantor PP Muhammadiyah sejak l948 hingga sekarang.
Ibu Sulistiawati yang sabar dan kalem ini untuk menghidupi keluarganya sambil jualan baju dan kredit busana Muslim, rukuh, sajadah dan perlengkapan shalat lainnya,
kebetulan banyak teman-teman guru dan anggota Aisyiyah yang membeli. Inilah rezeki dari Allah, ia percaya bahwa rezeki dari Allah tidak bisa dihitung secara matematika, kata sekretaris II PP Aisyiyah ini yakin. Memang Ibu Sulistiawati ketika masih aktif di PP NA tidak bisa lepas dari aktivitas ortom Muhammadiyah itu. Ketika Munas NA di Yogya tahun l979 dan Darul Arqom di Klaten selama 5 hari anaknya yang masih kecil-kecil dibawa serta di arena tersebut. Ketika ia sedang menjadi pembicara di hadapan Pimpinan NA, anak-anaknya diasuh bergantian dengan pengurus NA yang lainnya, dan
Alhamdulillah sekarang kelima anaknya sudah sukses semua jadi orang. Perlukah ia anugerahi sebagai ibu teladan pada Muktamar NA ke-10 yang akan berlangsung di Asrama Haji Donohudan, Surakarta? Ton Martono
Sumber: