• Tidak ada hasil yang ditemukan

180784577 MAKALAH KESEHATAN TERNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "180784577 MAKALAH KESEHATAN TERNAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KESEHATAN TERNAK

"PENYAKIT MASTITIS PADA TERNAK SAPI PERAH"

D I S U S U N

Oleh :

Nama : Yoko Sosilo NPM : E1C011074 Kelas : B

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penyusunan makalah petunjuk praktis manajemen umum pencegahan dan pengendalian penyakit Mastitis atau radang ambing pada ternak sapi perah ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Makalah ini mengurai secara praktis dan sederhana cara pencegahan dan pengendalian penyakit Mastitis pada ternak sapi perah sehingga mudah dipahami para pengguna dalam hal ini sarjana membangun desa dan kelompok petani ternak binaannya maupun pegiat peternakan sapi perah lainnya. Diharapkan makalah ini dapat memperbaiki produktivitas sapi perah di Indonesia

Dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu drh. Tatik suteky, M.Sc. selaku dosen pengasuh mata kuliah Kesehatan ternak di Jurusan Peternakan Universitas Bengkulu. Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih kepada para rekan-rekan sahabat yang telah membangun kerja sama yang baik selama pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam menyusun makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bengkulu, Oktober 2013

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 LATAR BELAKANG ... 4

1.2 TUJUAN ... 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 PENGENALAN PENYAKIT MASTITIS ... 6

2.2 PENYEBAB PENYAKIT MASTITIS ... 7

2.3 PENYEBARAN PENYAKIT MASTITIS ... 7

2.4 GEJALAH PENYAKIT MASTITIS ... 8

2.5 PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS ... 9

2.6 PENGOBATAN PENYAKIT MASTITIS ... 10

BAB III KESIMPULAN... 11

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mastitis adalah peradangan pada jaringan internal ambing atau kelenjar mammae oleh mikroba, zat kimiawi dan luka akibat mekanis atau panas. Mastitis juga merupakan penyakit yang umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia dan secara nyata menurunkan produksi susu (BLOMQUIST, 2008; DUVAL, 1997; MCDONALD, 2009; RAZA, 2009). Mastitis mikotik adalah penyakit mastitis yang disebabkan oleh infeksi cendawan patogenik (kapang dan khamir) (JAVIE dan NIKKI, 2003; SPANAMBERG et al., 2009; CHAHOTA et al., 2001). Kasus ini biasanya terjadi akibat pengobatan antibiotika yang tidak terkontrol dan lingkungan perkandangan, serta manajemen yang kurang baik dan kotor. Meskipun mastitis mikotik prevalensinya kecil namun diperkirakan dapat mencapai 2 – 3% dari keseluruhan kasus mastitis. Kasus mastitik mikotik harus diwaspadai karena umumnya bersifat subkinis dan kronis. Mastitis pada sapi perah mengakibatkan kerugian yang besar dalam produksi susu, kualitas dan komposisi susu, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar nilainya (MCDONALD, 2009; STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009; THOMPSON et al., 1978; VESTWEBER dan LEIPOLD, 1995).

Cendawan patogen sebagai penyebab penyakit sering dilupakan bila terjadi kasus mastitis. Umumnya pengobatan hanya diberikan antibiotika yang efektif untuk membunuh bakteri penyebab radang ambing tersebut, sehingga pengobatan mastitis tidak tuntas bila penyebab utamanya karena cendawan belum dimusnahkan. Meskipun kasus-kasus mastitis mikotik banyak terdapat di berbagai belahan dunia seperti di Inggris yang merupakan masalah no. 3 terbesar pada sapi perah yang cukup sulit pengendaliannya (AINSWORTH dan AUSTWICK, 1959; UNIVERSITAS READING, 2009), namun di Indonesia sangat jarang dipublikasikan (HASTIONO et al., 1983; NATALIA dan HASTIONO, 1985; SUDARWANTO, 1987). Hasil Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011 404 penelitian HASTIONO et al. (1983), dari 25 ekor sapi perah dan yang 22 ekor bergejala klinis, diperoleh 100 sampel air susu dengan 20 sampel positif mengandung cendawan. Selanjutnya SUDARWANTO (1987) pada

(5)

diperoleh 344 sampel air susu dengan 33,7% positif ditemukan cendawan (kapang dan khamir). Dua puluh tiga tahun kemudian AHMAD dan GHOLIB (2011) melaporkan dari 40 ekor sapi perah dengan 2 ekor yang bergejala klinis diperoleh 160 sampel air susu dengan 60 sampel mengandung cendawan. Cendawan patogen tersebut dari 3 hasil penelitian di atas umumnya didominasi oleh khamir Candida sp. dan Saccharomyces sp. dengan prevalensi kasus pada tahun 1983, 1987 dan 2010 secara berurutan: 20; 33,7 dan 37,5%.

Mengingat Indonesia negara tropis yang lembab dan hangat maka cendawan akan mudah tumbuh. Cemaran cendawan patogenik dan toksigenik ditemukan pada bahan pakan, pakan dan lingkungan (AHMAD, 2009). Hal ini memungkinkan dapat terjadinya cemaran di mana-mana, termasuk di kandang sapi yang pada akhirnya dapat menginfeksi ambing sapi. Kemungkinan pada tahun 2011 ini masih dapat ditemukan atau terus bertambah jumlahnya karena umumnya kasus mastitis mikotik ini tergolong mastitis subklinis. Hanya saja mungkin belum dilaporkan atau dipublikasikan kembali, kemungkinan lain mungkin tidak terdeteksi atau diketahui oleh peternak. Di Bogor saja ditemukan kasus mastitis mikotik di Kebon Pedes (AHMAD dan GHOLIB, 2011)

1.2 TUJUAN

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGENALAN PENYAKIT MASTITIS

Mastitis adalah peradangan pada jaringan internal ambing atau kelenjar mammae oleh mikroba, zat kimiawi dan luka akibat mekanis atau panas. Mastitis juga merupakan penyakit yang umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia dan secara nyata menurunkan produksi susu (BLOMQUIST, 2008; DUVAL, 1997; MCDONALD, 2009; RAZA, 2009). Mastitis mikotik adalah penyakit mastitis yang disebabkan oleh infeksi cendawan patogenik (kapang dan khamir) (JAVIE dan NIKKI, 2003; SPANAMBERG et al., 2009; CHAHOTA et al., 2001). Kasus ini biasanya terjadi akibat pengobatan antibiotika yang tidak terkontrol dan lingkungan perkandangan, serta manajemen yang kurang baik dan kotor. Meskipun mastitis mikotik prevalensinya kecil namun diperkirakan dapat mencapai 2 – 3% dari keseluruhan kasus mastitis. Kasus mastitik mikotik harus diwaspadai karena umumnya bersifat subkinis dan kronis. Mastitis pada sapi perah mengakibatkan kerugian yang besar dalam produksi susu, kualitas dan komposisi susu, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar nilainya (MCDONALD, 2009; STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009; THOMPSON et al., 1978; VESTWEBER dan LEIPOLD, 1995).

Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi. Mastitis

dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan. Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman

Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Stafilokokus aureus dan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem

pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri dan alat yang ada. Gejala klinis mastitis nampak adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras tidak lagi

(7)

2.2 PENYEBAB PENYAKIT MASTITIS

Mastitis disebabkan oleh bakteri spesies Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Streptococcus disgalactiae, Streptococcus uberis, bahkan terkadang sepsis oleh infeksi Eschericia coli. Bakteri tersebut menginfeksi melalui pori-pori ambing yang tidak bersih baik pra maupun pasca pemerahan. (Muhammad Tohawi Elzyat Purnama,2013)

Meskipun pada umumnya mastitis disebabkan oleh bakteri, namun kadang-kadang cendawan patogenik (kapang dan khamir) dapat juga menyerang ambing (SPANAMBERG et al., 2008). Penyebab mastitis mikotik ini dari golongan kapang patogenik (Aspergillus spp., Alternaria spp., Aerobasidium spp., Epicocum spp., Geotrichum spp., Penicillium spp., Phoma spp. dan Pichia spp.) dan golongan khamir patogenik (Candida spp., Cryptococcus sp., Rhodoturulla spp., Trichosporon spp. dan Saccharomyces spp.) namun umumnya kasus mastitis yang dominan adalah khamir khususnya Candida spp. (FARNSWORTH dan SORENSEN, 1972; HASTIONO et al., 1983; NATALIA dan HASTIONO, 1985; COSTA et al., 1993; SPANAMBERG et al., 2008; CHAHOTA et al., 2001; TARFAROSH dan PUROHIT, 2008; KRUKOWSKI et al, 2006; KRUKOWSKI dan SABA, 2003).

2.3 PENYEBARAN PENYAKIT MASTITIS

Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari kuarter terinfeksi ke kuarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat (Jones, 1998).

(8)

menimbulkan kekebalan dan pada akhirnya hewan akan tetap sehat (HURLEY dan MORIN, 2000; CHAMBERS, 2009). Candida sp. adalah khamir komensal yang berhabitat di daerah mukokutaneus, umumnya ada pada saluran pencernaan dan genital. Cryptococcus sp. ditemukan pada debu, kulit, dan saluran pencernaan hewan (STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009). Bila hewan dalam kondisi sehat maka infeksi Candida sp. tidak berpengaruh dan hewan tidak akan terinfeksi. Namun bila hewan lemah maka hewan akan terinfeksi. Infeksi lain yang merupakan faktor predisposisi dapat berasal dari kanula, jarum, cemaran pada preparat antibiotika dan perlukaan.

Umumnya infeksi cendawan patogen terjadi setelah pengobatan oleh antibiotika yang tidak tuntas, serta dapat juga terjadi dari cemaran lingkungan yang masuk ke ambing melalui puting susu yang tercemar oleh lingkungan kotor.

2.4 GEJALAH PENYAKIT MASTITIS

Subronto (2003) menyatakan bahwa secara klinis radang ambing dapat berlangsung secara akut, subakut dan kronik. Radang dikatakan bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing. Pada proses radang yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan, seperti : kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, seperti : pecah, bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala sebagaimana di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae.

(9)

produksi susu serta perubahan warna dan komposisi susu (MCDONALD, 2009; MORIN, 2009; HURLEY dan MORIN, 2000). Berdasarkan gejala yang nampak mastitis dapat digolongkan menjadi klinis dan yang tidak nampak gejala klinis (subklinis). Mastitis berdasarkan onset penyakit terbagi dalam mastitis perakut, akut, subakut dan kronis. Perakut ditandai dengan onset yang tiba-tiba, terjadi peradangan yang parah pada ambing, air susu berubah menjadi serous. Pada mastitis akut terjadi dengan tiba-tiba, peradangan pada ambing derajatnya sedang sampai parah. Mastitis subakut mempunyai reaksi peradangan yang ringan, tidak terlihat perubahan penampilan ambing, namun terjadi perubahan dari komposisi penampilan air susu, juga akan terjadi pecahnya permukaan susu. Terkadang susu tidak berwarna. Mastitis subklinis tidak jelas gejala klinisnya namun terkadang terjadi perubahan komposisi air susu. Pada mastitis kronis gejalanya seperti mastitis subkinis namun kejadiannya berlangsung lebih lama (MORIN, 2009). Menurut MACDONALD (2009) mastitis subklinis sangat berbahaya, dari setiap 1 kasus mastitis klinis terdapat 20 sampai 40 kali kejadian mastitis subklinis. Jika tidak ditangani dengan baik maka kasus mastitis subklinis pada akhirnya menjadi mastitis klinis dalam waktu yang cukup lama. Mastitis mikotik umumnya tergolong kronis dan subklinis. Sehubungan dengan hal tersebut seringkali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis sehingga terlambat penanganannya.

2.5 PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS

Sederhana sekali, dengan pemeliharaan pra dan pasca pemerahan yang ideal dan sesuai prosedur dapat mengurangi kemungkinan mastitis. Dengan cara antiseptic dipping kwartir dari kelenjar mammae dapat menekan kejadian mastitis secara signifikan. Disamping itu, cara pemerahan yang benar dapat membantu mengurangi faktor predisposisi penyakit. (Muhammad Tohawi Elzyat Purnama,2013)

Di dalam melakukan pencegahan mastitis banyak yang dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana oleh peternak seperti hal-hal berikut ini:

1. Memperbaiki lingkungan yang kotor agar menjadi baik dan bersih; 2. Menghindari sapi digembalakan pada lingkungan yang kotor;

3. Mencuci rumput lebih baik dari pada membuat kandang yang baru untuk menjamin pemberian pakan yang bersih;

4. Bila ada beberapa kasus mastitis maka harus diperhitungkan waktu pengobatan untuk proses penyembuhan;

(10)

6. Melakukan prosedur pemerahan dengan baik dan benar. Hal ini dilakukan dengan cara: a. Mempersiapkan sapi-sapi yang bersih dan sehat serta bebas stress di

lingkungannya;

b. Memeriksa dan mendesinfektan alat pemerahan dan membersihkan ambing secara rutin,

c. Mencuci puting ambing, dan permukaan bawah ambing dengan larutan sanitasi yang hangat;

d. Melakukan dipping puting sebelum pemerahan minimal selama 1 menit; e. Mengeringkan puting secara menyeluruh;

f. Mengatur dan memasang mesin alat pemerah otomastis dengan benar; 7. Dalam mengobati harus sampai tuntas dan area pengobatan harus bersih; 8. Melaksanakan metode kering kandang;

9. Melakukan culling untuk sapi penderita mastitis kronis, 10.Nutrisi harus diberikan dengan baik dan benar;

11.Konsultasi dengan ahli nutrisi untuk pengembangan rencana nutrisi;

12.Konsultasi dengan dokter hewan untuk rencana kesehatan hewan (BLOMQUIST, 2008; MC DONALD, 2009; RAZA, 2009).

2.6 PENGOBATAN PENYAKIT MASTITIS

Sapi penderita mastitis dapat diobati dengan Nistatin dengan dosis 10 g/kuartir, obat diaplikasikan melalui puting sesudah selesai diperah, dan didesinfektan dengan larutan povidin iodine, pengobatan dilakukan setiap hari selama 15 hari (STANOJEVIC dan KRNJAJIC. 2009). Selain itu dapat pula dipakai anti cendawan/fungi lainnya seperti Amphotericin, Clotrimasol, Fluorocitosin, Miconasol, Nistatin dan Polimixin (MCDONALD, 1987; KRUKOWSCI dan SABA, 2003; STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009).

(11)

BAB III

KESIMPULAN

(12)

DAFTAR PUSTAKA

AHMAD, R.Z. dan D. GHOLIB 2011. Komunikasi Pribadi AHMAD, R.Z. 2009. Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. J. Litbang Pertanian 28(1): 15 – 22.

Anonim, 2011. Penyakit yang sering terjadi pada Sapi.

http://karanhtengahraharjo.blogspot.com/2011/10/mastitis-pada-sapi-perah.html AINSWORTH, G.C. and P.K.C. AUSTWICK. 1959. Chapter 13: Mycotic Mastitis (Yeasts,

moulds, actinomycetes, colourless algae). Commonwealth Mycological Institute, Kew, Surrey, England. Fungal Diseases of Animals. Review Series. No: 6. The Common Wealth Bureau of animal Health, F.L.S. Central Veterinary Laboratory, Weybridge, Surrey, England. http:// www. Aspergillus rg.uk/secure/veterinary/Fung disanim 13.htm. (di Unduh 10 Oktober 2013).

BLOMQUIST, N. 2008. Mastitis in Beef Cows-Frequently asked question. Alberta. Agricultural and Rural development. http: www 1. agric. gov.ab.ca/$ department/ deptdocs.nsf/ all/faq8106 (5-1-2010).

BRAMLEY, A.J. 1991. Mastitis. Physiology or Pathology? Flem.Vet. J(62): Suppl. 1: 3 – 11. CHAHOTA, R., R. KATOCH, A. MAHAJAN and S. VERMA. 2001. Clinical bovine

mastitis caused by Geotrichum candidum. Vet. Archiv. 71: 197 – 201.

CHAMBERS, J.V. 2009. The infection process of mastitis: understanding and managing the host-parasite relationship. http: //www.dfamilik. com/pathlab/pdfs/the infection-process-of-mastitis pdf.: 1 – 10.

COSTA, E.O., C.R. GANDRA, M.F. PIRES, S.D. COUTINHO, W. CASTILHO and C.M. TEIXEIRA. 1993. Survey of bovine mycotic mastitis in dairy herds in the State of São Paulo, Brazil. Mycopathologia 124(1): 13 – 7.

DUVAL, J. 1997. Treating mastitis without antibiotics. Ecological Agriculture Projects. http://www.eap.mcgill.ca/Publications/EAP69.htm. (di unduh tanggal 10 Oktober 2013).

(13)

HASTIONO, S., D. GHOLIB, SUDARISMAN, P. ZAHARI dan L. NATALIA. 1983. Mastitis mikotik pada sapi perah. Penelitian pendahuluan. Pros. pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua, 6 – 9 Desember 1982: 193 – 201.

HURLEY, W.L. and D.E. MORIN. 2000. Mastitis Lesson A. Lactation Biology. ANSCI 308. http://classes aces.uiuc.edu/Ansci 308/. (di unduh tanggal 10 Oktober 2013).

JAVIE, K. and C. NIKKI. 2003. Miscellaneous pathogen Mastitis. New Bolton Center Filed Service Departement. http://w.w.w. Miscellaneous pathogen./mastitis. Html. (di unduh tanggal 10 Oktober 2013). Campus of McGill University. Faculty of Agricultural & Environmental Sciences. Departement of Animal Science 1 – 12.

MORIN, D. 2009. Mastitis Case Studies. Mastitis Clinical Syndromes. Mastitis Detective Cases. University of Illinois. http;//www.Mastitis detective cases. Mastitis.resources 2017.htm (di unduh tanggal 10 Oktober 2013).

Muhammad Tohawi Elzyat purnama, 2013. Penanganan masitis pada sapi perah.

http://elziyad9tsn.wordpress.com/2013/02/15/penanganan-mastitis-pada-sapi-perah/ (di unduh tanggal 10 Oktober 2013)

NATALIA, L. dan S. HASTIONO. 1985. Candida albicans salah satu penyebab mastitis mikotik berhasil diisolasi dari air susu. Penyakit Hewan XVII. 30: 71 – 74.

RAZA, S.H. 2009. Mastitis: A. Monster Treath to Dairy Industry. Pakistan. Com. http:// w.w.w. mastitis monster treath to dairy Industry 5 html. (di unduh tanggal 10 Oktober 2013).

SPANAMBERG, A., E.A. SANCHES, J.M. CAVALLINI, E. SANTURIO, L. FEREIRO. 2009. Mycotic mastitis in ruminants caused by yeasts. Cienc. Rural (online). 39(1): 282 – 290.

SPANAMBERG, A., E.A. WÜNDER, D.I.B. PEREIRA, J. ARGENTA, E.M.C. SANCHES, P. VALENTE, L. FERREIRO. 2008. Mastitis in Southern Brazil Diversity of yeasts from bovine. Rev. Iberoam Micol. 25: 154 – 156.

(14)

SUDARWANTO, M. 1987. Mastitis mikotik pada sapisapi perah di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur JawaBarat. Penyakit Hewan XIX (34) II; 70 – 73.

TARFAROSH, M.A. and S.K. PUROHIT. 2008. Isolation of Candida spp. from Mastitic cows and Milkers. Vet. Scan. (3): 28.

THOMPSON, K.G., M.E. DI MENNA, M.E. CARTER and M.G. CARMAN. 1978. Mycotic Mastitis in two Cows. N.Z. Vet. J. 26: 176 – 177.

UNIVERSITY OF READING. 2009. Mastitis disease of cattle from the cattle site. The cattle site.com. jttp://.w.w.w. mastitis. Univ. Reading. Html. (di unduh tanggal 10 Oktober 2013).

Referensi

Dokumen terkait

In areas in the public domain: Carreteras (County Councils for local administrations), Water (Water Boards, Aguas de Galicia ...), Maritime-Terrestrial Public Domain (Area of

[r]

meninggalnya pemberi amanat atau karena pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. Klausula bunga yang dimuat dalam cek dianggap tidak ditulis. Cek dapat ditentukan bahwa

Sumber daya manusia dapat dikembangan untuk memperoleh manpaat (SDM )dikemukan oleh Schuler (1992), yaitu;1) menimalisasi kenerja - kinerja yang buruk,dalam hal ini

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran pengantar ekonomi dan bisnis pada siswa kelas X Pemasaran 1 SMK

Berlo dalam Fisher 352 mengemukakan “orang dapat memperoleh makna yang sama selama mereka memiliki pengalaman yang sama, atau dapat mengantisipasi pengalaman yang sama”. Akan

Fourier theory is a branch of mathematics first invented to solve certain problems in partial differential equations.. Fourier was initially concerned with the

Perbaikan dari sisi metode adalah dengan mengatur kembali jadwal perawatan mesin dan peralatan produksi sebaik mungkin agar proses produksi dapat berjalan dengan baik