• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN ULAT KANTUNG (LEPIDOPTERA: PSYCHIDAE) PADA BEBERAPA PERTANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI DAERAH BOGOR NILA RULLY PRAVITASARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGAMATAN ULAT KANTUNG (LEPIDOPTERA: PSYCHIDAE) PADA BEBERAPA PERTANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI DAERAH BOGOR NILA RULLY PRAVITASARI"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN ULAT KANTUNG (LEPIDOPTERA:

PSYCHIDAE) PADA BEBERAPA PERTANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI DAERAH BOGOR

NILA RULLY PRAVITASARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2009

(2)

ABSTRAK

NILA RULLY PRAVITASARI. Pengamatan Ulat Kantung (Lepidoptera:

Psychidae) pada Beberapa Pertanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Daerah Bogor. Dibimbing oleh NINA MARYANA.

Jambu biji adalah komoditas buah yang prospektif untuk dikembangkan.

Dalam usaha budidaya tanaman tentunya tidak terlepas dari keberadaan organisme pengganggu tanaman seperti hama. Hama yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi petani salah satunya adalah ulat kantung. Ulat kantung terkadang dianggap kurang penting namun apabila populasinya meledak, dapat menimbulkan kerugian yang besar. Informasi mengenai ulat kantung masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan berbagai penelitian agar dapat menentukan strategi pengendalian hama tersebut. Penelitian dilakukan di pertanaman jambu biji di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwi Sadeng; Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga; dan Desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Penelitian lebih rinci dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Juni 2009 dengan tujuan untuk mempelajari keragaman jenis dan kepadatan populasi ulat kantung pada pertanaman jambu biji di daerah Bogor, serta keberadaan musuh alaminya.

Metode penelitian yang dilakukan adalah penentuan petak tanaman contoh, pengamatan populasi ulat kantung pada pertanaman jambu biji, pemeliharaan ulat kantung di laboratorium, pembuatan koleksi kering dan basah serta identifikasi musuh alami. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat tujuh spesies ulat kantung dengan bentuk dan ukuran kantung yang beragam. Rata-rata populasi ulat kantung di tiga desa contoh berkisar antara 0,36 hingga 2,06 individu per tanaman. Rata-rata populasi ulat kantung di Desa Babakan Sadeng selama pengamatan cenderung menurun, sedangkan di Desa Cibeureum dan Desa Cilebut cenderung meningkat. Musuh alami yang ditemukan menyerang ulat kantung adalah parasitoid Famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Eulophidae. Musuh alami lainnya adalah nematoda Famili Mermithidae.

(3)

PENGAMATAN ULAT KANTUNG (LEPIDOPTERA:

PSYCHIDAE) PADA BEBERAPA PERTANAMAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DI DAERAH BOGOR

NILA RULLY PRAVITASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Proteksi Pertanian

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2009

(4)

Judul Skripsi : Pengamatan Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae)

pada Beberapa Pertanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Daerah Bogor

Nama : Nila Rully Pravitasari NIM : A34050893

Disetujui

Dr. Ir. Nina Maryana, MSi.

Dosen Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Dadang, MSc.

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus:

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 20 Mei 1988.

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Rachmat dan Whiwin Rita Indriani. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis mengambil mayor Proteksi Tanaman dan minor Perlindungan Hutan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti program Bina Desa BEM Faperta IPB tahun 2006/2007 dan menjadi staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) tahun 2006/2007. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Patogen tahun 2007/2008, Ilmu Hama Tumbuhan Dasar tahun 2007/2008, dan Entomologi Umum tahun 2008/2009. Tahun 2007 penulis mengikuti magang di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Penulis pernah mengikuti pelatihan yang berjudul ”Training for Indonesian and Austrian Students in Tropical Ecology and Rapid Biodiversity Assessment” dan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul “Barrier crop untuk Mengendalikan Penyakit Mosaik pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)” tahun 2008.

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul ”Pengamatan Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae) pada Beberapa Pertanaman Jambu biji (Psidium guajava L.) di Daerah Bogor”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tulisan ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak.

Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Nina Maryana, MSi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran dan dorongan selama penelitian. Penghargaan juga penulis tujukan kepada kedua orang tua, kakak, dan adik yang selalu memberikan semangat dan tak lupa mendoakan hingga terselesaikannya penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada Supatmi selaku sahabat terbaik di DPT, warga Laboratorium Biosistematika Serangga (Hafsah, Pola, Ozie, Acuy, Bu Is, Mbak Lia, Bu Dewi, dan Mbak Elsa), dan teman-teman 42 (Dede, Ancie, Nisa, Rita, Aryo, Ana, Kade, Juon, dan lain-lain).

Bogor, Oktober 2009

Nila Rully Pravitasari

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Pentingnya Tanaman Jambu Biji ... 4

Deskripsi Tanaman Jambu Biji ... 5

Hama dan Penyakit pada Tanaman Jambu Biji ... 6

Ulat Kantung ... 7

Musuh Alami ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Metode Penelitian ... 10

Penentuan Petak Contoh ... 10

Pengamatan Populasi Ulat Kantung ... 11

Pemeliharaan Ulat Kantung ... 11

Pembuatan Koleksi Kering dan Basah ... 12

Identifikasi Musuh Alami ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Kondisi Umum Lahan ... 13

Ulat Kantung yang Ditemukan ... 14

Ulat Kantung Spesies 1 ... 14

Ulat Kantung Spesies 2 ... 16

Ulat Kantung Spesies 3 ... 18

Ulat Kantung Spesies 4 ... 19

Ulat Kantung Spesies 5 ... 20

Ulat Kantung Spesies 6 ... 22

Ulat Kantung Spesies 7 ... 22

Populasi Ulat Kantung ... 23

Musuh Alami ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN ... 34

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Waktu pengamatan ulat kantung di tiga desa contoh ... 11

2 Ukuran ulat kantung spesies 1 ... 15

3 Ukuran ulat kantung spesies 2 ... 17

4 Ukuran ulat kantung spesies 3 ... 18

5 Ukuran ulat kantung spesies 4 ... 20

6 Ukuran ulat kantung spesies 5 ... 21

7 Rata-rata populasi ulat kantung per pohon jambu di tiga desa contoh ... 24

8 Musuh alami ulat kantung yang ditemukan ... 25

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram penentuan tanaman contoh ... 10

2 Tempat pemeliharaan ulat kantung ... 12

3 Pertanaman jambu biji di tiga desa pengamatan ... 13

4 Ulat kantung spesies 1 ... 15

5 Ulat kantung spesies 2 ... 17

6 Ulat kantung spesies 3 ... 18

7 Ulat kantung spesies 4 ... 19

8 Ulat kantung spesies 5 ... 21

9 Bentuk kantung Pagodiella hekmeyeri ... 22

10 Bentuk kantung spesies 7 ... 23

11 Parasitoid famili Ichneumonidae spesies A ... 26

12 Parasitoid famili Ichneumonidae spesies B ... 27

13 Parasitoid famili Braconidae spesies A ... 27

14 Parasitoid famili Braconidae spesies B ... 28

15 Parasitoid famili Eulophidae ... 28

16 Nematoda famili Mermithidae ... 30

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Ulat kantung spesies 1 ... 34

2 Ulat kantung spesies 2 ... 35

3 Ulat kantung spesies 3 ... 36

4 Ulat kantung spesies 4 (Pteroma pendula) ... 37

5 Ulat kantung spesies 5 ... 38

6 Ulat kantung spesies 6 (Pagodiella hekmeyeri) ... 39

7 Ulat kantung spesies 7 ... 39

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Saat ini di Jawa Tengah jambu biji diprioritaskan untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis, mempunyai sebaran agroklimat yang luas, dan permintaan pasar yang tinggi (BPTP Jateng 2008). Selain itu, jambu biji juga tergolong dalam komoditas yang diperdagangkan secara internasional. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik.

Selain ditanam dalam kebun, tanaman jambu biji sering ditemukan di pekarangan rumah. Tanaman jambu biji yang banyak dikembangkan adalah tanaman yang menghasilkan buah jambu biji merah karena daging buahnya lebih manis dan lunak dibandingkan dengan jambu biji putih (Ashari 2006).

Buah jambu biji yang disukai oleh masyarakat umumnya adalah yang berdaging lunak dan tebal, rasanya manis, berbiji sedikit, dan buahnya berukuran besar. Jenis jambu biji yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis jambu sukun, jambu susu putih, jambu apel, jambu australia, jambu palembang, jambu kamboja, jambu pasar minggu, jambu merah getas, jambu harum manis, jambu sari, dan jambu tukan (IFH 2008).

Produksi jambu biji di Indonesia mengalami ketidakstabilan setiap tahunnya. Tahun 2006 produksi jambu biji adalah 196,18 ton kemudian pada tahun 2007 terjadi penurunan menjadi 179,47 ton. Namun pada tahun 2008 terjadi peningkatan produksi jambu biji menjadi 207,03 ton (BPS 2008). Selain dari produksinya, ketidakstabilan juga terjadi pada volume ekspor buah jambu biji. Tahun 2006 ekspor jambu biji sebanyak 139,84 ton. Tahun 2007 terjadi penurunan menjadi 37,31 ton. Namun pada tahun 2008 terjadi peningkatan ekspor menjadi 54,43 ton (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008). Beberapa sentra produksi jambu biji di Indonesia adalah Jawa Barat (Cirebon, Karawang, dan Garut), Jawa Tengah (Pekalongan, Grobogan, Kudus, Jepara, Gombong, Purbalingga, Purworejo, Sukoharjo, Semarang, Wonogiri, dan Cilacap), Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman, Gunung Kidul, dan Kulon Progo), Jawa timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatra, dan Kalimantan (IFH 2008).

(13)

Dalam budidaya jambu biji, keberadaan hama dan penyakit seringkali menjadi faktor pembatas yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi.

Hama utama yang diketahui menyerang tanaman jambu biji adalah lalat buah (Diptera: Tephritidae) (Gould dan Raga 2002). Lalat buah dapat menyebabkan buah yang hampir matang menjadi berlubang, busuk, rontok, bahkan sering ditemukan belatung di dalam buahnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi buah. Hama lain yang ditemukan pada pertanaman jambu biji adalah ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Ulat kantung merupakan hama potensial perusak daun. Ulat kantung termasuk serangga polifag dan sering menjadi hama pada pertanaman kelapa sawit, coklat, kina, teh, kopi, dan tanaman palem-paleman (Kalshoven 1981). Menurut Darwiati (2005), tanaman inang ulat kantung yaitu tanaman pertanian, tanaman perkebunan, dan tanaman kehutanan.

Populasi dan intensitas serangan ulat kantung yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi, karena terganggunya proses fotosintesis yang dapat mempengaruhi proses pembentukan buah. Serangan ulat kantung pada awalnya hanya terlokalisasi pada beberapa tanaman saja. Namun apabila populasi ulat kantung meledak, maka serangannya akan merata pada semua tanaman dalam suatu areal. Untuk mencegah terjadinya peledakan populasi ulat kantung diperlukan tindakan pemantauan yang intensif di daerah yang terserang dan daerah sekitarnya untuk mencegah terjadinya penyebaran ke daerah dan komoditas lain.

Ulat kantung merupakan salah satu serangga yang memiliki keunikan dalam perilaku dan morfologinya. Namun informasi mengenai ulat kantung tersebut masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan berbagai penelitian mengenai ulat kantung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian-penelitian selanjutnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman jenis dan kepadatan populasi ulat kantung pada pertanaman jambu biji di daerah Bogor, serta keberadaan musuh alaminya.

(14)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai informasi dasar tentang ulat kantung pada jambu biji serta musuh alaminya sehingga dapat menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dan penentuan strategi pengendalian hama ini.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Pentingnya Tanaman Jambu Biji

Jambu biji termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledon, famili Myrtaceae, genus Psidium, spesies guajava (L.). Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli Indonesia, daerah asalnya diduga Meksiko dan Peru. Tanaman jambu biji telah menyebar luas ke seluruh dunia terutama di daerah tropik. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar di daerah tropik dan subtropik (Ashari 1995).

Tanaman jambu biji sudah sejak lama dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Buah jambu biji dapat dikonsumsi dalam bentuk segar atau diolah menjadi berbagai macam produk seperti selai, jeli, pasta, dodol, sirup, dan jus.

Buah jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai sumber utama vitamin C yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain bagian buah, bagian lain dari tanaman ini yang sering digunakan adalah kulit batang dan daun. Kulit batang dan daun jambu biji memiliki senyawa antibakteri. Ekstrak dari kedua bagian tanaman ini digunakan untuk pengobatan diare karena bersifat toksik terhadap bakteri penyebab diare, seperti Staphylococcus, Salmonella, Shigella, Bacillus, Escherichia coli, Clostridium, dan Pseudomonas. Daun jambu biji yang dihaluskan dapat digunakan untuk mengobati luka. Selain itu, daun jambu biji juga dapat mengatasi keluhan-keluhan lain yang berhubungan dengan pencernaan dan dapat bermanfaat sebagai antioksidan.

Kandungan zat gizi dalam buah jambu biji antara lain, vitamin C, potassium, dan zat besi. Kandungan vitamin C buah jambu biji sekitar 87 mg, dua kali lipat dari jeruk manis (49 mg/100 g), lima kali lipat dari orange, serta delapan kali lipat dari lemon (10,5 mg/100 g). Dibandingkan dengan jambu air dan jambu bol, kadar vitamin C pada jambu biji jauh lebih besar, yaitu 17 kali lipat dari jambu air (5 mg/100 g) dan empat kali lipat dari jambu bol (22 mg/100 g). Fungsi vitamin C adalah untuk menjaga dan memacu kesehatan pembuluh kapiler, mencegah gusi bengkak dan berdarah, menghambat produksi nitrosamine yang dapat memicu kanker, membantu penyerapan zat besi, berperan sebagai antioksidan serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Buah jambu biji bebas

(16)

dari asam lemak jenuh dan sodium, rendah lemak dan energi, namun tinggi akan serat pangan (IFH 2008).

Kandungan potasium pada jambu biji yaitu sekitar 14 mg/100 gram buah.

Potasium berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan keseimbangan cairan pada jaringan sel tubuh, serta menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi (IFH 2008).

Jambu biji juga mengandung serat pangan sekitar 5,6 gram/100 gram daging buah. Jenis serat yang cukup banyak terkandung di dalam jambu biji adalah pektin, yang merupakan jenis serat yang bersifat larut di dalam air. Serat yang bersifat larut di dalam air memiliki peran besar dalam menurunkan kadar kolesterol, yaitu mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh, serta membantu pengeluarannya melalui proses buang air besar. Serat yang bersifat larut dalam air berguna untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Serat sejenis itu juga berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah sehingga sangat berperan dalam mencegah terjadinya penyakit diabetes mellitus (IFH 2008).

Deskripsi Tanaman Jambu Biji

Tanaman jambu biji tergolong dalam tanaman semak dengan tinggi mencapai 10 meter. Percabangannya dekat dengan tanah dan sering tumbuh tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas berbentuk segiempat dengan dua daun di setiap ruasnya. Tunas tersebut dapat digunakan sebagai bahan tanam (bibit).

Kulit batangnya licin atau halus, berwarna hijau sampai merah coklat dan bila sudah tua mengelupas dalam serpihan-serpihan tipis. Kayu tanaman ini keras, kuat, dan padat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan bangunan. Ranting- ranting muda bersudut empat dan berkambium. Daun-daunnya berhadapan dengan ukuran daun antara 5-15 cm x 3-7 cm. Permukaan atas daun tidak berbulu sedangkan permukaan bawah daun berbulu. Bunganya berkelompok dengan jumlah bunga 2-3 pada setiap kelompok. Mahkota bunga berwarna putih sebanyak 4-5 buah dengan panjang 1-2 cm (Soetopo 1997).

(17)

Bentuk buah jambu biji sangat bervariasi dari bulat hingga lonjong seperti buah pir, serta beraroma wangi. Kulit buah tipis berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Buah jambu biji besarnya cukup bervariasi, dari yang berdiameter 2,5 cm sampai dengan lebih dari 10 cm. Bijinya bervariasi dari sangat sedikit hingga sekitar 500 biji dalam buah yang beratnya sekitar 150 gram. Buah yang disukai oleh masyarakat umumnya adalah yang berdaging lunak dan tebal, rasanya manis, berbiji sedikit, dan buahnya berukuran besar. Pemanenan buah dapat dilakukan sepanjang tahun (tidak mengenal musim) (IFH 2008).

Ashari (2006) menuliskan bahwa tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang mencekam, misalnya kekeringan, lahan berbatu, dan pH rendah. Di daerah tropik, tanaman jambu biji tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (dpl). Hasil terbaik diperoleh saat tanaman tumbuh pada suhu 23-28oC dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun. Tanaman jambu toleran terhadap kisaran pH 4,5-8,2 serta terhadap salinitas. Pada tanah yang kurang subur sekalipun, misalnya berbatu-batu, tanaman jambu masih mampu tumbuh, meskipun hasil buahnya berkurang.

Hama dan Penyakit pada Tanaman Jambu Biji

Hama dan penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi buah jambu biji. Bagian-bagian tanaman jambu biji yang dapat diserang oleh hama dan penyakit adalah akar, batang, daun, dan buah.

Bagian akar tanaman dapat diserang oleh nematoda Meloidogyne spp.

Hama yang ditemukan menyerang batang atau kulit batang adalah ulat pemakan kulit batang Indarbela quadrinotata (Lepidoptera: Metarbelidae). Monolepta australis (Coleoptera: Chrysomelidae) dan Selenothrips rubrocinctus (Thysanoptera: Thripidae) dilaporkan menyerang bagian daun. Bagian buah dapat diserang oleh hama lalat buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae) dan thrips (Thysanoptera: Thripidae) (Nakasone dan Paull 1998). Soetopo (1997) menyatakan bahwa pada tanaman buah-buahan, lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang paling berbahaya dan jambu merupakan inang utama untuk genus-genus Anastrepha, Ceratitis, Dacus, dan Argyresthia.

(18)

Penyakit yang ditemukan pada akar adalah layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium solani (Nakasone dan Paull 1998). Soetopo (1997) menuliskan bahwa pohon jambu biji dapat menjadi layu karena infeksi oleh beberapa cendawan tanah. Cendawan Cephaleuros virescens dapat menyerang daun sehingga menyebabkan penyakit bercak daun. Penyakit pada buah yang sering ditemukan adalah antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides dan kanker buah yang disebabkan oleh Pestalotia psidii (Nakasone dan Paull 1998). Glomerella cingulata atau Diplodia natalensis dapat menyebabkan buah menjadi hitam dan mengering (Soetopo 1997).

Ulat Kantung

Ulat kantung termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, Famili Psychidae.

Secara umum, larva ulat kantung (bagworm) membuat kantung dari partikel daun, pasir, atau ranting-ranting dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.

Kantung akan semakin membesar seiring dengan pertumbuhan larva. Pada kantung terdapat dua lubang, yaitu lubang anterior dan posterior. Saat makan atau berpindah tempat, larva akan mengeluarkan kepala dan tungkai asli yang terdapat pada toraks melalui lubang anterior sedangkan feses akan dikeluarkan melalui lubang posterior (Kalshoven 1981). Ukuran kantung berkisar antara 1-15 cm pada beberapa spesies di daerah tropik. Setiap spesies akan membuat kantung yang khas baik dalam ukuran, bentuk, maupun komposisinya sehingga kantung yang berbeda-beda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu spesies ulat kantung (Anonim 2009a).

Larva yang baru menetas dari telur kadang-kadang memakan induknya yang telah mati atau telur lainnya yang tidak menetas. Larva-larva yang telah menetas segera keluar dari kantung induknya melalui lubang posterior secara bersamaan. Larva instar awal akan tinggal pada pertanaman tempat mereka keluar atau menyebar melalui angin. Setelah larva keluar dari kantung induknya maka mereka segera membuat kantungnya masing-masing karena jika kantung tidak segera dibuat maka larva tersebut akan mati. Larva akan mulai makan setelah kantung selesai dibuat untuk melindungi dirinya. Ulat kantung termasuk dalam serangga yang memiliki inang yang luas atau polifag. Namun hal ini tidak menjamin bahwa larva yang baru menetas dapat hidup ketika mereka pindah pada

(19)

inang yang lain. Larva sering mati ketika mereka pindah pada tanaman yang baru.

Hal ini dapat terjadi karena kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan masih rendah (Rhainds et al. 2009).

Menjelang berpupa, larva akan menutup rapat lubang anterior dan menggantungkan diri pada tempat dia hidup. Selanjutnya, larva akan membalik posisinya di dalam kantung, dengan mengubah posisi kepala yang sebelumnya berada di bagian anterior menjadi berada di bagian posterior kantung. Larva yang tidak mengubah posisinya sebelum berpupa, biasanya gagal keluar menjadi imago. Larva Brachygyna incae tidak mengubah posisinya sebelum berpupa sehingga imago keluar bukan dari bagian posterior melainkan dari bagian subapikal kantung (Rhainds et al. 2009).

Pupa jantan bertipe obtekta dengan embelan yang melekat sedangkan pupa betina berbentuk vermiform. Larva-larva yang akan menjadi imago betina memilih tempat yang cocok untuk berpupa sehingga saat menjadi imago betina mereka mudah ditemukan oleh jantannya untuk kopulasi. Larva-larva yang akan menjadi imago jantan tidak melakukan hal seperti itu karena mereka memiliki sayap sehingga memudahkan mencari imago betina atau berpindah tempat (Rhainds et al. 2009).

Pada beberapa spesies seperti Manatha taiwana (Sonan), pada lubang posterior akan keluar eksuvia penultimate instar dan perilaku seperti ini hanya terjadi pada pupa-pupa jantan (Sugimoto dan Saigusa 2001). Imago jantan yang muncul berupa ngengat yang bersayap, memiliki antena dengan tipe bipektinat, tungkai yang relatif panjang dan alat mulut yang tereduksi. Imago betina yang muncul tidak memiliki sayap dan tungkai (Rhainds et al. 2009).

Jumlah telur yang dihasilkan oleh betina dari setiap spesies sangat bervariasi. Mahasena corbetti menghasilkan sekitar 3000 telur per imago betina.

Pada Eumeta variegata, telur yang dihasilkan sekitar 450 telur sedangkan Metisa plana menghasilkan 100-300 telur. Suparno (2004) melaporkan bahwa setelah dilakukan pembedahan, di dalam abdomen imago betina Pteroma pendula terdapat 44 butir telur yang belum menetas. Imago betina meletakkan telur di dalam kantungnya kemudian menjatuhkan diri ke tanah.

(20)

Ulat kantung menjadi hama terutama pada tanaman tahunan komersial.

Selain itu, ulat kantung juga ditemukan menyerang palem-paleman, pisang, dan konifer. E. variegata dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman singkong, jarak, kina, gambir, dan tanaman konifer. Di Sumatera Utara, E. variegata dilaporkan menyebabkan kerusakan pada cemara dan Pinus merkusii. Di Malaysia pada tahun 1956 terjadi peledakan populasi M. plana pada pertanaman kelapa sawit. Kerusakan yang disebabkan oleh M. plana dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 40%. Di Philipina dilaporkan ulat kantung E.

fuscescens menyerang tanaman hias dan tanaman buah (Kalshoven 1981).

Musuh Alami

Musuh alami merupakan organisme di alam yang dapat mengendalikan serangga dengan cara membunuh, melemahkan, atau mengurangi daya reproduksi.

Walaupun berada di dalam kantung, ulat kantung dapat diserang oleh predator, parasitoid, ataupun oleh patogen. Predator dari ulat kantung M. plana adalah Sycanus dichotomus (Hemiptera: Reduviidae). Selain itu, predator lain yang dapat memangsa ulat kantung adalah burung. Parasitoid yang menyerang ulat kantung terutama dari Ordo Diptera Famili Tachinidae (Nealsomyia rufella dan Exorista psychidarum). Nematoda entomophagous juga ditemukan sebagai musuh alami (Kalshoven 1981).

Parasitoid yang dapat menyerang M. corbetti adalah Brachymeria sp.

(Hymenoptera: Chalcididae), N. rufella, E. psychidarum, dan beberapa spesies dari Tachinidae dan Sarcophagidae lainnya. Ulat kantung E. variegata dapat diparasit oleh N. rufella dan Thyrsocnema caudagalli (Diptera: Tachinidae) (Kalshoven 1981). Parasitoid Apanteles metesae (Hymenoptera: Braconidae) telah digunakan untuk mengendalikan ulat kantung M. plana. Parasitoid ini dapat menekan populasi ulat kantung sebesar 71% (Sangkaran 1970 dalam Perangin- angin 2009).

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di pertanaman jambu biji di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwi Sadeng; Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga; dan Desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Penelitian lebih rinci dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2009.

Metode Penelitian Penentuan Petak Contoh

Pengamatan dilakukan di tiga desa, masing-masing desa diamati satu petak lahan pertanaman jambu biji. Tanaman contoh yang akan diamati ditentukan dengan menggunakan metode diagonal (Gambar 1). Pada setiap lahan ditentukan lima plot pengamatan. Pada masing-masing plot diamati sepuluh tanaman jambu biji. Tanaman contoh yang diamati per desa adalah 50 tanaman sehingga pada tiga pertanaman jambu biji diamati sebanyak 150 tanaman. Tanaman contoh yang digunakan untuk setiap pengamatan adalah tanaman yang sama.

Gambar 1 Diagram penentuan tanaman contoh

Setiap lingkaran berisi sepuluh tanaman contoh

(22)

Pengamatan Populasi Ulat Kantung

Untuk mengamati populasi ulat kantung, pada setiap desa dilakukan enam kali pengamatan dengan interval waktu tiga minggu sekali (Tabel 1). Setiap tanaman contoh diamati seluruh bagian tanaman. Jumlah ulat kantung yang diamati dihitung dan dicatat.

Tabel 1 Waktu pengamatan ulat kantung di tiga desa contoh

Pengamatan Ke-

Desa Contoh

Babakan Sadeng Cibeureum Cilebut

1 07 Maret 2009 10 Maret 2009 14 Maret 2009 2 28 Maret 2009 31 Maret 2009 04 April 2009 3 18 April 2009 21 April 2009 25 April 2009 4 09 Mei 2009 12 Mei 2009 16 Mei 2009 5 30 Mei 2009 02 Juni 2009 06 Juni 2009 6 20 Juni 2009 23 Juni 2009 27 Juni 2009

Pemeliharaan Ulat Kantung

Untuk mengetahui imago jantan dan betina, diambil ulat kantung dari tanaman bukan contoh. Ulat dimasukkan ke dalam kantung plastik dan dibawa ke laboratorium. Ulat kantung dipelihara di dalam wadah plastik yang berdiameter 6 cm dengan tinggi 12 cm (Gambar 2). Bagian tutup wadah plastik diberi lubang dan ditutup dengan kain kasa. Setiap wadah plastik diisi dengan satu ekor ulat kantung dan daun jambu sebagai makanannya. Bagian pangkal daun jambu dibalut dengan kapas basah agar daun tidak cepat kering. Imago jantan atau betina dan musuh alami yang muncul dari ulat kantung yang dipelihara di laboratorium selanjutnya dibuat koleksi kering atau basah.

(23)

Gambar 2 Tempat pemeliharaan ulat kantung

Pembuatan Koleksi Kering dan Basah

Imago jantan dari ulat kantung yang telah muncul segera diawetkan dalam bentuk koleksi kering dengan cara bagian toraks ditusuk dengan jarum serangga dan bagian sayap direntangkan di atas gabus perentang. Imago betina yang muncul diawetkan dalam bentuk koleksi basah dengan cara dipanaskan dalam air mendidih selama ± 15 menit. Selanjutnya imago didiamkan agar sesuai dengan suhu ruang lalu disimpan dalam alkohol 70%. Musuh alami yang muncul dari ulat kantung yang berupa parasitoid memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga untuk mengawetkannya dilakukan dengan cara ditempelkan di atas karton segiempat, sedangkan musuh alami dari golongan nematoda diawetkan dalam bentuk koleksi basah dalam alkohol 70%.

Identifikasi Musuh Alami

Musuh alami yang muncul dari ulat kantung yang terparasit segera dikumpulkan untuk selanjutnya diidentifikasi. Identifikasi parasitoid dilakukan hingga tingkat famili dan mengacu pada beberapa sumber seperti, Wahl and Sharkey (1993) dan Borror et al. (1996). Untuk identifikasi, bagian yang diamati antara lain sayap, antena, tungkai, dan abdomen.

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan

Pertanaman jambu biji di Desa Babakan Sadeng (Gambar 3) terletak di samping sungai dan dekat dengan pertanaman singkong. Tanaman jambu biji yang ditanam adalah sebanyak seratus pohon dan berumur satu tahun. Pada lahan pengamatan, selain jambu biji, ditanam juga tanaman lain seperti ubi jalar, mentimun, terung, dan cabai.

Lahan pertanaman jambu biji di Desa Cibeureum terletak di Perumahan Sinar Alam Sari. Lahan yang digunakan untuk pengamatan bersebalahan dengan rumah warga. Tanaman jambu biji yang ditanam sebanyak 70 pohon dan berumur tiga tahun. Pada lahan tersebut juga ditanami ubi jalar, pisang, srikaya, jeruk, dan singkong.

Lahan pengamatan yang berada di Desa Cilebut letaknya bersebelahan dengan rumah warga dan pertanaman jambu lainnya. Tanaman jambu biji ditanam sebanyak 80 pohon dan berumur lima tahun. Tanaman lain yang ditanam pada lahan ini adalah ubi jalar dan singkong.

(a) (b) (c)

Gambar 3 Pertanaman jambu biji di tiga desa pengamatan

Desa Babakan Sadeng (a), Desa Cibeureum (b), dan Desa Cilebut (c)

(25)

Ulat Kantung yang Ditemukan

Ulat kantung termasuk serangga yang unik karena selama hidupnya ulat kantung berada di dalam kantung. Pergantian instar larva dan kopulasi yang dilakukan oleh imago juga dilakukan di dalam kantung. Larva dari ulat kantung bertipe eruciform dengan tiga pasang tungkai asli pada toraks yang berfungsi untuk berjalan atau berpindah tempat, sedangkan pada bagian abdomen larva terdapat tungkai palsu.

Pada kantung terdapat dua lubang, yaitu lubang anterior dan lubang posterior. Menjelang berpupa, larva akan menutup lubang anterior dan posterior kantung. Pupa jantan dan pupa betina dapat dibedakan, yaitu pupa jantan bertipe obtekta dengan embelan yang menempel sedangkan pupa betina berbentuk seperti cacing dan bagian sayap, tungkai, serta antena tidak tampak jelas. Imago jantan muncul dengan sayap yang berkembang dengan baik sedangkan imago betina tidak memiliki sayap dan tetap berada di dalam kantung. Antena dari imago jantan tumbuh memanjang dan sangat peka sehingga ia dapat menemukan ngengat betina yang tersembunyi di dalam kantung melalui bau yang dikeluarkan oleh ngengat betina (Rhainds et al. 2009).

Kantung-kantung yang dibuat oleh larva sangat beragam. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kantung, misalnya partikel daun, ranting-ranting, kulit batang, atau sutera yang dikeluarkan oleh larva itu sendiri sehingga menghasilkan kantung yang beragam dalam bentuk, ukuran, maupun warna. Hal inilah yang menyebabkan adanya ciri khas kantung dari masing-masing ulat kantung walaupun tidak menutup kemungkinan adanya kemiripan kantung antar spesies. Selama pengamatan, ditemukan tujuh jenis ulat kantung di mana masing- masing ulat kantung memiliki ciri khas.

Ulat Kantung Spesies 1

Kantung terbuat dari daun jambu. Larva ulat kantung spesies 1 membuat kantung dari potongan-potongan daun, kemudian kantung yang telah terbentuk dari daun-daun yang ditempel selanjutnya dibungkus dengan daun yang masih

(26)

utuh (Gambar 4, Lampiran 1). Kantung ini akan terlihat seperti daun-daun kering yang menggantung pada ranting-ranting pohon.

Larva dari ulat kantung ini tubuhnya berwarna coklat kehitaman dan pada bagian kepalanya terdapat bagian yang berwarna putih kecoklatan. Pada kepala, toraks, dan abdomen terdapat seta-seta dengan jumlah sedikit. Larva ulat kantung spesies 1 memiliki ukuran yang lebih besar bila dibandingkan dengan ulat kantung spesies lainnya , yaitu rata-rata panjang tubuh 22,6 mm dan lebar 5,3 mm (Tabel 2).

(a) (b) (c)

Gambar 4 Ulat kantung spesies 1

Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), dan imago jantan dengan sayap yang kurang lengkap (c)

Tabel 2 Ukuran ulat kantung spesies 1

Spesimen Panjang

(mm ± SD)

Lebar (mm ± SD)

Ulangan (individu)

Kantung larva 47,2 ± 22,0 10,7 ± 5,8 20

Larva 22,6 ± 9,9 5,3 ± 2,2 12

Pupa jantan 22,5 ± 3,5 6,5 ± 0,7 2

Imago jantan 20,0 5,0 1

10 mm

(27)

Larva ulat kantung spesies 1 memakan daun jambu termasuk tulang daunnya dengan rakus dan hanya menyisakan ranting-rantingnya saja. Biasanya larva memakan dari bagian pinggir daun. Semakin besar larva maka semakin banyak jumlah daun yang dimakan dalam waktu singkat. Pohon jambu yang diserang oleh ulat kantung spesies 1 ini akan terlihat merana karena daun-daun yang tersisa hanya sedikit atau bahkan habis dimakan. Jika daun pada pohon tersebut tinggal sedikit maka biasanya larva akan berpindah pada pohon terdekat atau pada kanopi yang bersebelahan.

Larva yang akan berpupa biasanya akan mengurangi jumlah daun yang dimakan atau bahkan tidak makan sama sekali. Larva tersebut akan mencari tempat yang sesuai untuk tempat berpupa. Biasanya ulat kantung menempelkan kantungnya dengan erat menggunakan sutera yang dikeluarkan oleh larva pada ranting atau cabang pohon.

Pupa jantan dari ulat kantung ini berwarna hitam dengan rata-rata panjang 22,5 mm dan lebar 6,5 mm (Tabel 2). Imago jantan yang muncul memiliki panjang tubuh 20,0 mm dan lebar 5,0 mm. Bagian kepala, toraks, dan abdomennya berwarna coklat dan ditutupi oleh sisik-sisik. Sayap pada imago jantan ditutupi oleh sisik namun dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

Ulat Kantung Spesies 2

Kantung dari ulat kantung spesies 2 terbuat dari sutera-sutera yang dikeluarkan oleh larva (Gambar 5, Lampiran 2). Kantung berwarna putih kecoklatan dengan rata-rata panjang 21,8 mm dan lebar 4,2 mm (Tabel 3). Larva memakan daun dari bagian pinggir atau bagian tengah sehingga daun menjadi berlubang. Larva yang akan berpupa akan mencari tempat untuk menggantungkan kantungnya. Biasanya kantung akan digantungkan di permukaan bawah daun atau pada ranting pohon. Pupa jantan berwarna coklat dan pada bagian dorsal abdomen terdapat sedikit seta.

(28)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 5 Ulat kantung spesies 2

Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), imago jantan (c), dan imago betina (d)

Tabel 3 Ukuran ulat kantung spesies 2

Spesimen Panjang

(mm ± SD)

Lebar (mm ± SD)

Ulangan (individu)

Kantung larva 21,8 ± 6,7 4,2 ± 0,9 20

Pupa jantan 10,0 ± 0 3,0 ± 0 3

Imago jantan 9,2 ± 0,7 3,3 ± 0,5 3

Imago betina 10,0 2,0 1

Imago jantan memiliki rata-rata panjang tubuh 9,2 mm dan lebar 3,3 mm (Tabel 3). Jika dilihat dari arah dorsal, bagian kepala imago jantan kurang terlihat. Bagian kepala, toraks, dan abdomennya penuh dengan sisik. Begitu pun dengan sayapnya yang ditutupi sisik dan berwarna coklat terang. Imago jantan memiliki rentang sayap 22,0 mm. Imago betina yang muncul berwarna putih kekuningan dan bagian kepala berwarna lebih gelap.

5 mm

(29)

Ulat Kantung Spesies 3

Kantung dari ulat kantung spesies 3 terbuat dari kulit batang yang tipis (Gambar 6, Lampiran 3). Rata-rata panjang kantung adalah 16,0 mm dan lebar 4,8 mm (Tabel 4). Pupa jantan berwarna hitam pada bagian bakal kepala dan toraks sedangkan pada bagian bakal abdomen terdapat warna coklat dan hitam.

Imago jantan dari ulat kantung spesies 3 berbeda dari imago jantan ulat kantung lainnya. Sayapnya tidak berwarna atau transparan dan sisik pada sayap hanya terdapat pada bagian belakang dari sayap belakang dengan jumlah yang sedikit. Rentang sayapnya adalah 20,0 mm. Tubuhnya berwarna hitam dan ditutupi sisik dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.

(a) (b) (c)

Gambar 6 Ulat kantung spesies 3

Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), dan imago jantan (c)

Tabel 4 Ukuran ulat kantung spesies 3

Spesimen Panjang

(mm ± SD)

Lebar (mm ± SD)

Ulangan (individu)

Kantung larva 16,0 ± 1,4 4,8 ± 1,1 2

Pupa jantan 8,3 ± 1,1 2,9 ± 0,2 2

Imago jantan 7,5 ± 0,7 2,1 ± 0,6 2

5 mm

(30)

Ulat Kantung Spesies 4

Ulat kantung spesies 4 adalah Pteroma pendula, kantung terbuat dari daun jambu (Gambar 7, Lampiran 4). Larva membuat kantung dari potongan-potongan daun yang sangat kecil kemudian ditempelkan dengan rapi menggunakan sutera yang dikeluarkannya. Kantung yang dibuat berwarna coklat. Pada bagian posterior kantung terdapat eksuvium-eksuvium kepala larva yang menempel.

Setiap larva berganti instar maka eksuvium kepalanya akan ditempelkan pada bagian posterior kantung.

Telur Pteroma pendula berwarna putih kekuningan dengan diameter antara 0,4 sampai 0,6 mm. Larva berwarna hitam pada bagian kepala sedangkan pada bagian abdomen berwarna kekuningan dan terdapat sedikit seta. Panjang tubuh larva adalah 4,3 mm dan lebar 1,2 mm (Tabel 5). Larva memakan bagian permukaan atas daun dan menyisakan permukaan bawah daun. Bagian yang tersisa tersebut akan mengering dan menjadi berwarna coklat sedangkan bagian lain daun yang tidak dimakan tetap berwarna hijau. Biasanya larva tidak memakan bagian pinggir daun, melainkan memakan bagian tengah daun.

Menurut Suparno (2004), pada populasi yang tinggi, larva ulat kantung memakan bagian atas daun dan hanya menyisakan tulang daun saja.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 7 Ulat kantung spesies 4

Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), imago jantan (c), dan imago betina (d)

2 mm

(31)

Ketika larva akan menjadi pupa, larva akan pindah dari permukaan atas daun ke permukaan bawah daun. Kemudian larva akan membuat semacam tali dari sutera sehingga kantung dapat menggantung di permukaan bawah daun.

Larva kemudian akan menutup lubang anterior dan posterior kantung.

Tabel 5 Ukuran ulat kantung spesies 4

Spesimen Panjang

(mm ± SD)

Lebar (mm ± SD)

Ulangan (individu)

Kantung larva 7,0 ± 1,3 2,0 ± 0,6 42

Larva 4,3 1,2 1

Pupa jantan 4,0 ± 0,7 1,3 ± 0,2 6

Imago jantan 3,7 ± 0,3 1,0 ± 1,2 6

Imago betina 5,0 1,6 1

Pupa jantan berwarna hitam pada bagian bakal kepala dan toraks sedangkan bagian bakal abdomen berwarna kecoklatan. Rata-rata panjang pupa jantan 4,0 mm dan lebar 1,3 mm (Tabel 5). Imago jantan yang muncul merupakan ngengat kecil dengan rata-rata panjang tubuh 3,7 mm dan lebar 1,0 mm.

Tubuhnya ditutupi sisik dan berwarna hitam. Jika dilihat dari arah dorsal maka bagian kepala akan terlihat. Rentang sayap dari imago jantan adalah 12,0 mm dan sayapnya ditutupi sisik berwarna hitam. Sisik pada bagian permukaan bawah sayap belakang berwarna keperakan. Imago betina berwarna putih pada bagian abdomen sedangkan bagian kepala berwarna hitam.

Ulat Kantung Spesies 5

Kantung dari ulat kantung spesies 5 terbuat dari potongan–potongan daun yang ukurannya berbeda-beda dan ditempelkan dengan tidak teratur menggunakan sutera yang dikeluarkan oleh larva (Gambar 8, Lampiran 5). Warna kantung coklat dan ada yang berwarna sedikit kehitaman. Rata-rata panjang kantung 22,8 mm dan lebar 5,5 mm (Tabel 6). Larva memakan daun dari bagian tengah atau bagian pinggir dan hanya menyisakan tulang daunnya saja. Tidak seperti ulat

(32)

kantung lainnya, ulat kantung ini membuat kantung dari daun dengan ukuran yang berbeda lalu menempelnya sehingga terlihat seperti bertumpuk-tumpuk

(a) (b) (c) (d)

Gambar 8 Ulat kantung spesies 5

Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), imago jantan (c), dan imago betina (d)

Tabel 6 Ukuran ulat kantung spesies 5

Spesimen Panjang

(mm ± SD)

Lebar (mm ± SD)

Ulangan (individu)

Kantung larva 22,8 ± 10,3 5,5 ± 2,1 10

Pupa jantan 10,0 ± 0 3,0 ± 0 2

Imago jantan 10,0 ± 0 3,0 ± 0 2

Imago betina 13,0 ± 1,4 4,0 ± 0 2

Pupa jantan ulat kantung spesies 5 berwarna coklat dan terdapat sedikit seta pada bagian dorsal abdomen (Gambar 8, Lampiran 5). Imago jantan ditutupi oleh banyak sisik di seluruh bagian tubuhnya sehingga bagian kepala, toraks, dan abdomennya berwarna coklat gelap. Bagian kepala tidak terlihat jika imago jantan ini dilihat dari arah dorsal. Rata-rata panjang imago jantan adalah 10,0 mm dan lebar 3,0 mm (Tabel 6). Bagian sayap juga dipenuhi dengan sisik-sisik.

Rentang sayap imago jantan adalah antara 20,0 sampai 23,0 mm.

5 mm

(33)

Ulat Kantung Spesies 6

Ulat kantung spesies 6 adalah Pagodiella hekmeyeri. Ulat kantung ini memiliki ciri khas, yaitu bentuk kantung seperti pagoda (Gambar 9, Lampiran 6).

Rata-rata panjang kantung 7,6 mm dan lebar 3,0 mm. Gejala yang ditimbulkan oleh P. hekmeyeri adalah adanya lubang-lubang pada daun. Larva memakan lapisan daun bagian atas dan menyisakan lapisan epidermis bawah daun. Larva berwarna kekuningan dengan panjang tubuh 5,0 mm dan lebar 1,0 mm. Pada bagian kepala dan toraks larva terdapat bintik-bintik hitam. Menurut Kalshoven (1981), P. hekmeyeri sangat polifag dan memakan berbagai tanaman semak dan pohon.

Gambar 9 Bentuk kantung Pagodiella hekmeyeri

Ulat Kantung Spesies 7

Kantung dari ulat kantung spesies 7 terbuat dari ranting-ranting pohon (Gambar 10, Lampiran 7). Satu atau dua ranting yang ditempelkan oleh larva berukuran lebih panjang dibandingkan dengan ranting-ranting lainnya. Ranting yang terpanjang berukuran antara 27,0 sampai 55,0 mm. Ranting yang pendek panjangnya antara 11,0 sampai 25,0 mm. Larva ulat kantung yang akan berpupa akan menutup lubang anterior dan posterior kantung kemudian menggantungkan kantung di permukaan bawah daun atau menempelkannya pada cabang pohon.

Imago betina berwarna putih kekuningan dengan bagian kepala berwarna lebih gelap. Pada bagian posterior abdomen terdapat sisik-sisisk bulu yang halus.

Panjang tubuh imago betina adalah 6,0 mm dan lebar 3,0 mm.

5 mm

(34)

Gambar 10 Bentuk kantung spesies 7

Populasi Ulat Kantung

Ulat kantung yang diamati untuk pengamatan populasi adalah ulat kantung yang masih hidup, dicirikan dengan masih terbukanya lubang anterior dan posterior serta adanya aktifitas makan atau pergerakan larva. Kantung yang sudah tidak berisi ulat dapat dicirikan dengan beberapa tanda sebagai berikut. Bila pada bagian sisi kantung terdapat lubang, kemungkinan ulat kantung diserang oleh musuh alami seperti parasitoid. Bila pada bagian posterior kantung terdapat eksuvium pupa jantan, maka hal ini menunjukkan bahwa imago jantan telah keluar. Ciri lainnya adalah lubang anterior kantung tertutup rapat sedangkan lubang posterior kantung terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa imago betina telah keluar atau menjatuhkan diri ke tanah.

Rata-rata populasi ulat kantung per pohon pada pertanaman jambu biji di tiga lokasi pengamatan berkisar antara 0,36 sampai 2,06 individu (Tabel 7). Rata- rata populasi ulat kantung pada lahan pengamatan yang berada di Desa Babakan Sadeng cenderung menurun. Pada pengamatan pertama, rata-rata populasi ulat kantung adalah 2,06 individu, kemudian menurun hingga pada pengamatan keenam menjadi 0,36 individu. Ulat kantung yang dominan selama pengamatan adalah ulat kantung spesies 1.

10 mm

(35)

Di Desa Cibeureum, rata-rata populasi ulat kantung cenderung meningkat.

Berdasarkan pengamatan pertama rata-ratanya adalah 1,16 individu. Kemudian pada pengamatan selanjutnya terjadi peningkatan hingga pengamatan keenam menjadi 2,04 individu. Ulat kantung yang dominan selama pengamatan adalah ulat kantung spesies 4, yaitu P. pendula.

Populasi ulat kantung pada lahan pertanaman jambu biji di Desa Cilebut juga cenderung meningkat seperti di Desa Cibeureum. Dari pengamatan pertama dapat diketahui rata-rata populasi ulat kantung adalah 1,36 individu. Pada setiap pengamatan, terlihat adanya peningkatan hingga pada pengamatan keenam rata- rata populasi ulat kantung menjadi 2,02 individu. Ulat kantung yang dominan selama pengamatan adalah ulat kantung spesies 1.

Tabel 7 Rata-rata populasi ulat kantung per pohon jambu di tiga desa contoh

Pengamatan ke-

Desa contoh

Babakan Sadeng Cibeureum Cilebut

1

2,06 ± 4,93 1) 1,16 ± 1,57 1,36 ± 3,02

0-31 2) 0-6 0-19

2

1,66 ± 5,17 1,40 ± 1,65 1,46 ± 3,03

0-31 0-8 0-15

3

1,16 ± 3,25 1,26 ± 1,41 1,70 ± 3,33

0-17 0-6 0-20

4

0,96 ± 2,83 1,52 ± 1,55 1,78 ± 2,79

0-17 0-7 0-16

5

0,66 ± 1,72 1,64 ± 1,45 1,86 ± 2,39

0-10 0-6 0-12

6

0,36 ± 0,90 2,04 ± 2,73 2,02 ± 2,41

0-5 0-17 0-13

1)Individu per pohon ± SD

2)Kisaran (individu)

(36)

Rata-rata populasi ulat kantung pada pertanaman jambu biji di Desa Babakan Sadeng cenderung menurun dibandingkan dengan di Desa Cibeureum dan Desa Cilebut. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada lahan di Desa Babakan Sadeng dilakukan aplikasi bahan kimia secara terus-menerus.

Petani pemilik lahan melakukan penyemprotan dengan pestisida secara rutin sehingga dapat berpengaruh terhadap ulat kantung. Selain pestisida, petani juga menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma yang ada di sekitar pertanaman jambu. Penggunaan pestisida dan herbisida secara terus-menerus tidak hanya berpengaruh pada organisme sasaran, organisme bukan sasaran pun dapat terkena efek negatif dari penggunaan kedua bahan kimia tersebut.

Musuh Alami

Musuh alami merupakan organisme di alam yang dapat mengendalikan serangga dengan cara membunuh, melemahkan, atau mengurangi daya reproduksinya. Musuh alami yang ditemukan menyerang ulat kantung adalah parasitoid dari Ordo Hymenoptera Famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Eulophidae. Selain parasitoid, musuh alami lainnya adalah nematoda Famili Mermithidae (Tabel 8). Semua parasitoid menyerang ulat kantung pada fase larva.

Tabel 8 Musuh alami ulat kantung yang ditemukan

Musuh Alami Jumlah yang ditemukan (individu) Inang* Keterangan Ichneumonidae

Spesies A Spesies B

2 1

4 dan 7 4

Soliter Soliter Braconidae

Spesies A Spesies B

17 1

2 5

Gregarius Soliter

Eulophidae 5 4 Gregarius

Nematoda 1 7 Soliter

* Spesies ulat kantung yang diserang

(37)

Menurutt Borror et al. (1996), Famili Ichneumonidae dan Braconidae termasuk dalam superfamili Ichneumonoidea. Superfamili Ichneumonoidea adalah kelompok yang besar dan sangat penting karena hampir seluruh anggotanya merupakan parasitoid serangga atau arthropoda lainnya. Anggota superfamili ini memiliki bentuk antena filiform dengan 16 atau lebih ruas, trokanter tungkai belakang dua ruas, sel kosta sayap tidak ada, ovipositor muncul dari anterior abdomen, dan pronotum dari arah lateral berbentuk segitiga. Imago Famili Ichneumonidae bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna. Imago betina memiliki ovipositor panjang dan seringkali lebih panjang dari tubuhnya.

Umumnya parasitoid famili ini berperan sebagai parasitoid soliter dan sebagian kecil lainnya gregarius.

Parasitoid Famili Ichneumonidae yang ditemukan selama penelitian terdiri dari dua spesies, yaitu spesies A (Gambar 11) dan spesies B (Gambar 12).

Ichneumonidae spesies A muncul dari ulat kantung spesies 4 dan spesies 7.

Parasitoid spesies A memiliki panjang tubuh 7,3 – 10,0 mm. Lebar tubuh spesies A adalah 1,5 - 2,5 mm. Antena bertipe filiform yang berwarna hitam dan di bagian tengahnya berwarna putih. Pada sayapnya terdapat bagian yang berwarna hitam. Parasitoid Famili Ichneumonidae spesies A bersifat soliter.

(a) (b)

Gambar 11 Parasitoid Famili Ichneumonidae spesies A Tampak dorsal (a) dan tampak lateral (b)

5 mm

(38)

Parasitoid Famili Ichneumonidae spesies B muncul sebanyak satu ekor dari ulat kantung spesies 4. Panjang tubuh parasitoid ini 5,0 mm dan lebar 0,8 mm. Antena bertipe filiform dan berwarna hitam. Kepala, toraks, dan abdomen berwarna hitam dan pada bagian tertentu berwarna putih. Pada tungkai terdapat bagian yang berwarna putih, kuning, dan hitam.

Gambar 12 Parasitoid Famili Ichneumonidae spesies B

Parasitoid Famili Braconidae yang ditemukan terdiri dari dua spesies, yaitu spesies A (Gambar 13) dan spesies B (Gambar 14). Kedua spesies tersebut muncul dari dua ulat kantung, yaitu spesies 2 dan spesies 5. Spesies A yang muncul berjumlah 17 ekor yang terdiri dari 6 ekor jantan dan 11 ekor betina.

Jantan memiliki panjang tubuh 1,9 sampai 2,1 mm dan lebar 0,5 mm. Betina memiliki panjang tubuh 1,8 sampai 2,3 mm dan lebar 0,5 mm. Ovipositor terlihat jelas sehingga mudah untuk membedakan antara jantan dengan betina. Tubuh spesies A berwarna coklat dan matanya berwarna hitam. Antena bertipe filiform berwarna coklat dan di bagian ujungnya berwarna hitam. Rentang sayapnya dapat mencapai 4,0 mm.

(a) (b)

Gambar 13 Parasitoid Famili Braconidae spesies A Betina (a) dan jantan (b)

5 mm

2 mm

(39)

Spesies B muncul sebanyak satu ekor dengan panjang tubuh 2,4 mm dan lebar 0,8 mm. Tubuh parasitoid ini berwarna hitam. Antena bertipe filiform dan berwarna hitam. Rentang sayapnya adalah 5,6 mm. Menurut Borror et al. (1996), Famili Braconidae memiliki tubuh yang kecil, jarang yang mencapai panjang lebih dari 15 mm. Parasitoid ini dapat berperan sebagai ektoparasitoid dan endoparasitoid, bersifat soliter atau gregarius, dan sebagai parasitoid primer atau sekunder.

Gambar 14 Parasitoid famili Braconidae spesies B

Parasioid Famili Eulophidae muncul dari satu ulat kantung dan berjumlah lima ekor. Ulat kantung yang diserang oleh parasitoid ini adalah ulat kantung spesies 4. Parasitoid Eulophidae memiliki panjang tubuh 1,8 sampai 2,0 mm dan lebar tubuh 0,3 sampai 0,5 mm. Tubuh parasitoid ini berwarna hijau metalik dan matanya berwarna merah. Antena bertipe genikulat dengan panjang 0,7 mm.

Pada sayap terdapat rambut-rambut dan memiliki rentang sayap sepanjang 2,4 mm.

Gambar 15 Parasitoid Famili Eulophidae

2 mm

1 mm

(40)

Eulophidae merupakan famili terbesar dalam superfamili Chalcidoidea dengan jumlah spesies yang mencapai 3.900. Eulophidae merupakan parasitoid yang dapat memarasit telur atau larva inangnya. Beberapa spesies dari superfamili Chalcidoidea menjadi hiperparasitoid pada parasitoid lain. Inang dari parasitoid ini antara lain Ordo Lepidoptera, Diptera, Coleoptera, dan Hemiptera.

Ukuran tubuhnya jarang kurang dari 1 mm dan umumnya memiliki warna tubuh yang gelap, biru metalik, atau hijau metalik (Borror et al. 1996).

Musuh alami selain parasitoid yang dapat menyerang ulat kantung adalah nematoda. Nematoda adalah organisme yang memiliki bentuk seperti cacing dan dapat berperan sebagai parasit pada manusia, tanaman, atau hewan. Nematoda dapat menjadi parasit pada hewan vertebrata maupun invertebrata. Ukuran tubuhnya cukup beragam, ada yang kecil hingga perlu penggunaan alat bantu seperti mikroskop untuk melihatnya, namun ada pula yang berukuran besar sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang (Sastrosuwignyo 1989).

Nematoda yang menyerang ulat kantung dalam penelitian ini memiliki ukuran yang cukup besar karena dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop. Panjang nematoda ini 28,0 cm, lebar 2,0 mm, dan berwarna putih. Nematoda yang menyerang ulat kantung ini termasuk dalam Famili Mermithidae. Mermithidae adalah parasit pada hewan invertebrata. Lepidoptera merupakan ordo yang sering terserang nematoda ini. Nematoda melakukan penetrasi melalui kutikula inang.

Di dalam tubuh inangnya, Mermithidae dapat tumbuh hingga panjangnya mencapai 50 cm (Anonim 2009b). Diduga nematoda menyerang saat ulat kantung baru keluar dari kantung imago betinanya. Pada saat itu, larva masih dalam kondisi yang lemah sehingga dapat diserang oleh musuh alami, baik dari golongan predator, parasitoid, maupun patogen.

Larva dari ulat kantung yang terserang nematoda ini akan mati. Tubuhnya menjadi kering dan berwarna hitam. Setelah larva ulat kantung mati, nematoda keluar dari kantung.

(41)

(a) (b)

Gambar 16 Nematoda Famili Mermithidae

Nematoda yang keluar dari ulat kantung (a) dan larva yang terserang nematoda (b)

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ulat kantung yang ditemukan pada pertanaman jambu biji terdiri dari tujuh spesies yang beragam dalam bentuk maupun ukuran. Rata-rata populasi ulat kantung dari ketiga lahan pertanaman menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu besar. Rata-rata populasi ulat kantung di Desa Babakan Sadeng cenderung menurun selama pengamatan sedangkan di Desa Cibeureum dan Desa Cilebut cenderung meningkat. Musuh alami dari ulat kantung adalah parasitoid yang tergolong dalam Ordo Hymenoptera Famili Ichneumonidae, Braconidae, dan Eulophidae. Musuh alami lainnya yang ditemukan menyerang ulat kantung adalah nematoda Famili Mermithidae.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi dan biologi ulat kantung serta penghitungan populasi ulat kantung pada pertanaman jambu biji di lokasi yang berbeda.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009a. Bagworm Moth. Wikipedia. http://en.wikipedia.org [28 April 2009].

[Aninim]. 2009b. Nematode Infection. http://msucares.com [27 Agustus 2009].

Ashari S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press.

Ashari S. 2006. Hortikultura: Aspek Budidaya. Edisi Revisi. Jakarta: UI Press.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2008. Produksi buah-buahan di Indonesia.

http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table8.shtml [7 juli 2009].

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 2008. Prima Tani di Kabupaten Banjarnegara. http://www.litbang.deptan.go.id.htm [26 April 2009].

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Ed ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Study of Insects.

Darwiati W. 2005. Hutan dan konservasi alam. http://www.dephut.go id [28 Juli 2009].

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Nilai dan volume ekspor dan impor.

http://www.hortikultura.deptan.go.id [26 April 2009].

Gould WP, Raga A. 2002. Pest of Guava. Di dalam: JE Pena, JL Sharp, M Wysoki, editor. Tropical Fruit Pests and Pollinators: Biology, Economic Importance, Natural Enemies, and Control. New York: CABI. Hlm 273.

[IFH] Indo Family Health. 2008. Seribu Satu Manfaat Jambu Biji. Indo Family Health. http://www.indofamilyhealth.com [27 Mei 2009].

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. New York: CABI.

Perangin-angin BN. 2009. Ulat api (Limacodidae) dan ulat kantung (Psychidae) serta musuh alami pada pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PTPN VIII Cimulang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rhainds M, Donald RD, Peter WP. 2009. Bionomics of Bagworms (Lepidoptera:

Psychidae). Annu Rev Entomol 54:209-226.

Sastrosuwignyo S. 1989. Diktat Nematologi Tumbuhan. Bogor: HPT.

Soetopo L. 1997. Psidium guajava L. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE, editor. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 342-346.

(44)

Sugimoto M, Saigusa T. 2001. The systematic position, morphology, and bionomics of Acanthopsyche (Eumetisa) taiwana sonan, 1935, newly recorded from the ryukyus, japan (Lepidoptera: Psychidae). Entomological Science 4:407-430.

Suparno H. 2004. Biologi dan perilaku ulat kantung Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) pada tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wahl DB, Sharkey MJ. 1993. Superfamily Ichneumonoidea. Di dalam: Goulet H, Huber JT, editor. Hymenoptera of The World: An Identification Guide to Families. Ottawa: Canada Communication Group. Hlm 358-362.

(45)

LAMPIRAN

(46)

Lampiran 1 Ulat kantung spesies 1

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan : Bentuk kantung (a), eksuvium pupa jantan pada bagian posterior kantung (b), pupa jantan (c), imago jantan dengan sayap kurang lengkap (d), dan larva (e).

(47)

Lampiran 2 Ulat kantung spesies 2

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan : Bentuk kantung (a), eksuvium pupa jantan pada bagian posterior kantung (b), pupa jantan (c), imago betina (d), dan imago jantan (e)

(48)

Lampiran 3 Ulat kantung spesies 3

(a) (b)

(c)

Keterangan : Bentuk kantung (a), pupa jantan (b), dan imago jantan (c)

(49)

Lampiran 4 Ulat kantung spesies 4 (Pteroma pendula)

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan : Bentuk kantung (a), larva (b), pupa jantan (c), imago betina (d), dan imago jantan (e)

(50)

Lampiran 5 Ulat kantung spesies 5

(a)

(b) (c)

Keterangan : Bentuk kantung (a), imago betina (b), dan imago jantan (c)

(51)

Lampiran 6 Ulat kantung spesies 6 (Pagodiella hekmeyeri)

(a) (b)

Keterangan : Bentuk kantung (a) dan larva (b)

Lampiran 7 Ulat kantung spesies 7

(a) (b)

Keterangan : Bentuk kantung (a) dan imago betina (b)

Referensi

Dokumen terkait

39 Ayi Sobarna Strategi Pengembangan Pesantren Mahasiswa sebagai Competitive Advantage Perguruan Tinggi Umum: Studi Kasus pada Universitas Islam Bandung Universitas Islam Bandung

Hakekat penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan antara harapan yang diinginkan melalui: “menampilkan kreativitas melalui kegiatan nyata dalam rangka

Teknik penentuan responden dilakukan atas pemilihan responden pada masyarakat Kota Bandar Lampung di Kelurahan Langkapura dengan menggunakan metode Stratified Random

Dengan demikian, maka makna aktual dari suatu unit lingual yang terlahir lewat proses metonimisasi memiliki hubungan yang secara nalari berterima sehingga memungkinkan

Selain itu susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern.

[r]

セキL )I jセ Jl セ_セャjLiI セスッャ AllI)... セi