i
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH)
(STUDI ATAS FINTECH ADAKAMI, EASYCASH, DAN MITRA PEDAGANG)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Ade Monny Andreany 11150490000130
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Ade Monny Andreany 11150490000130
Pembimbing
Faris Satria Alam, M.H NIDN.0325038802
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Skripsi yang berjudul “ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) (Studi Atas Fintech Adakami, Easycash, Dan Mitra Pedagang)” telah diajukan dalam sidang munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 15 Desember 2020, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2020 Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr.Ahmad Tholabi Karlie, S.H., M.A., M.H.
NIP. 19760807 200312 1 001 Panitia Sidang
1. Ketua: A.M. Hasan Ali, M.A
NIP. 19751201 200501 1 005 (...)
2. Sekretaris: Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 (...)
3. Pembimbing: Faris Satria Alam
NIDN. 0325038802 (...)
4. Penguji I : Dr. Kamarusdiana, S.Ag., M.H.
NIP. 197202241998031003 (...)
5. Penguji II: M.Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H.
NUPN. 9920112985 (...) Faris Satria Alam, S.H., M.H.
iii
satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa hasil karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2020
iv
ADE MONNY ANDREANY, NIM 11150490000130 . ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech AdaKami,
EasyCash, dan Mitra Pedagang). PROGRAM STUDI Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 1441 H/2020 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis perlindungan nasabah (debitur) layanan Fintech P2PLending pada perusahaan Fintech Adakami,Easycash, dan Mitra Pedagang terkait atas tindakan penagihan pinjaman kredit, serta menemukan solusi bagaimana bentuk perlindungan konsumen terhadap nasabah (debitur) terhadap tindakan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan pada Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Metode pendekatan kasus berdasarkan wawancara dan data langsung dari para debitur yang menjadi korban penagihan oleh Penyelenggara Fintech P2PLending.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa banyak debitur yang menjadi korban penagihan oleh Penyelenggara Fintech P2PLending legal atau berizin dan Fintech P2PLending ilegal atau tidak berizin. Dalam hal perlindungan konsumen terhadap debitur pada Fintech P2PLending khususnya dalam hal penagihan OJK telah bekerja sama dengan Asosiasi Fintech pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), seOJK juga bekerja sama dengan Kemkominfo secara rutin terus memblokir oleh Penyelenggara Fintech P2PLending baik legal maupun ilegal, serta membuka layanan informasi dan pengaduan konsumen.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Financial Technology, Fintech P2PLending, Sistem Penagihan pada Fintech
Pembimbing : Faris Satria Alam,M.H
v
Muhammad SAW sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTIM PENAGIHAN DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech Adak ami, EasyCash, dan Mitra Pedagang) banyak pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini penulis Ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Abdurrauf LC, M.A, selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak Faris Satria Alam S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan bagi Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Hamid Farihi , selaku dosen Pembimbing Akademik.
6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sangat baik dan ikhlas memberikan ilmunya kepada Penulis selama masa kuliah.
7. Kepada orang tua saya tercinta yaitu Bapak A’un Satunu dan Ibu Ruheni, terimakasih untuk cinta, tenaga, dukungan, dan do’a mu yang senantiasa kalian berikan. Terimakasih untuk selalu mendengar, mengarahkan dan memberikan yang terbaik untuk putrimu ini.
8. Saudara dan saudariku tercinta Intan Fra Safitri, M.Arham Satunu, Adam Satunu
vi Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Sahabat-sahabat tercinta teman sepermainan dan seperjuangan Laela Indayani, Juwita Citra, Ariani Oktavianti yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap atas saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tujuan dari pembuatan skripsi ini dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Jakarta, Desember 2020
vii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 9
E. Metode Penelitian... 11
F. Sistematika Penulisan... 13
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 15
PADA PEMBIAYAAN FINTECH ... 15
A. Kerangka Konseptual ... 15
1. Financial Technology ... 15
2. Fintech Peer To Peer Lending ... 17
3. Utang Piutang ... 23
B. Kerangka Teori... 26
2. Teori Keadilan ... 32
BAB III GAMBARAN UMUM... 35
FINTECH ADAKAMI, EASY CASH, MITRA PEDAGANG ... 35
A. Fintech AdaKami ... 35
B. Fintech Easycash ... 37
C. Fintech Mitra Pedagang ... 39
BAB IV SISTEM PENAGIHAN PADA FINTECH DI INDONESIA ... 42
A. Praktik Penagihan Pada Fintech Adakami, Easycash, Mitra Pedagang ... 42
B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Penagihan Fintech .. 52
BAB V KESIMPULAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Data Pengaduan Korban Fintech di LBH Jakarta ... Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara ... 81 Lampiran 2 Bukti Penagihan kepada Para Debitur ... 86
1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah merubah pola hidup masyarakat Indonesia. Perubahan pola hidup terjadi di semua bidang, baik bidang sosial, budaya, ekonomi dan bidang lainya. Perkembangan teknologi ini antara lain ditandai dengan berkembangnya teknologi internet.1
Dengan pesatnya perkembangan teknologi juga telah membawa perubahan pada aktivitas masyarakat. Kini masyarakat dapat melakukan berbagai hal seperti dalam berbelanja, transportasi, dan melakukan transaksi keuangan, secara online atau menggunakan internet. Munculnya banyak perusahaan yang sedang berkembang dengan menyediakan masyarakat dengan dukungan internet tersebut saat ini sedang populer dimasyarakat, perusahaan tersebut disebut dengan perusahaan startup atau perusahaan rintisan yang menyediakan berbagai layanan digital (seperti, pembayaran, investasi, pinjaman, atau pembiayaan). Kemunculan inovasi teknologi jasa keuangan teknologi melahirkan istilah baru yaitu Financial Technology (Fintech).
Financial Technology (Fintech) dapat diterjemahkan kedalam Bahasa
Indonesia menjadi teknologi keuangan. Menurut pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, teknologi finansial dapat diartikan sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/ atau model bisnis baru dan dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan. atau efisiensi, kelancaran, keamanan dan keandalan sistem pembayaran..2 Financial Technology (Fintech) juga menurut The
National Digital Research Center (NDRC), fintech merupakan Innovation in
1 Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce: Studi Sitem Keamanan
Dan Hukum di Indonesia,(Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2005) h.,1
2 Nuzul Rahmayani, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terkait Perusahaan
Berbasis finansial Technology di Indonesia”, (Pagayuyung Law Journal, edisi No 1 Vol2, fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, 2018), h., 25
financial service (inovasi di bidang keuangan).3
Menurut definisi tersebut dapat dikatakan bahwa financial technology
(fiintech) merupakan gabungan dari teknologi dan layanan keuangan yang
bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memperoleh produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan.4
Kehadiran fintech merupakan jawaban bagi masyarakat yang belum tersentuh dengan layanan perbankan atau unbanked people sehingga dapat memudahkan semua lapisan masyarakat untuk memperoleh layanan jasa keuangan yang cepat, praktis dan nyaman.
Fintech merupakan sebuah metode implementasi yang menggunakan
teknologi untuk meningkatkan layanan jasa perbankan dan keuangan, yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) melalui penggunaan teknologi internet, dan komputerisasi terkini. Konsep ini disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang dipadukan dengan industri keuangan, sehingga dapat menawarkan proses transaksi yang lebih cepat, praktis, dan modern. Layanan yang diberikan oleh perusahaan fintech meliputi: pembayaran, pembiayaan (Crowdfunding, pinjaman Peer to Peer Lending ), asuransi (Risk
Management), dan Market Aggregator atau Pendukung Pasar.5
Munculnya perusahaan berbasis fintech khususnya yang memberikan layanan pinjam meminjam uang atau Peer To Peer Lending (P2PL) saat ini tengah mendapat perhatian masyarakat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK tersebut mengatur tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi Informasi atau disebut dengan Peer To Peer Lending. Layanan ini merupakan suatu terobosan, untuk masyarakat Indonesia yang belum tersentuh layanan perbankan
3 Chirsmastianto, “I.A.W, Analisis SWOT Implementasi Teknologi finansial terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2017), h., 137-148.
4 Teknologi Finansial: Tengok Dulu Perkembangan Fintek di Indonesia, diterima dari
https://www.finansialku.com/ diakses pada tanggal 20 November 2019
5 PBI Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Lembaran
(unbanked people) akan tetapi mereka melek teknologi. Layanan fintech P2P
Lending ini meerupakan solusi untuk menyalurkan pembiayaan yang terbatas
di Indonesia, dan mecapai inklusi keuangan melalui kolaborasi dengan keuangan inklusif dan perusahaan teknologi lainya.6
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau
Fintech Peer To Peer Lending (P2P Lending) merupakan produk fintech yang
mempertemukan antara pemilik dana (lender) dengan peminjam dana (borrower) atau kreditur atau dapat juga melalui sistem elektronik atau teknologi informasi. Melalui layanan P2P Lending ini, masyarakat yang membutuhkan dana dalam jumlah kecil dapat dengan cepat memperoleh dana tanpa harus mengajukan kredit ke bank. Penyelenggara atau perusahaan P2P
Lending telah membuat platform online untuk memberikan kemudahan,
kemudian pemilik dana dapat langsung memberikan pinjaman kepada peminjam, dan peminjam dapat langsung mengajukan pinjaman dari penyelenggara secara online dengan syarat yang relatif lebih mudah dan cepat. Metode inilah yang menghilangkan peran intermediasi yang selama ini dilakukan oleh bank.
Keuntungan lainya adalah dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, layanan P2P Lending masyarakat dapat mengakses layanan P2P
Lending hingga 24 jam melalui aplikasi. Ini berbeda dengan kredit atau
pembiayaan di bank. Di bank, dimana debitur atau yang memerlukan pinjaman harus mendatangi kantor bank terkait dan harus melalui proses antrian untuk mendapatkan pinjaman kredit.7 Selain itu, pada layanan pinjam meminjam uang melalui P2P Lending ini juga tidak membutuhkan agunan, yang tentunya berbeda dengan fasilitas kredit ataupun pembiayaan di bank yang biasanya membutuhkan agunan. Masyarakat yang ingin meminjam uang pada perusahaan P2P Lending ini hanya perlu bermodalkan Kartu Tanda Penduduk
6 Reynold wijaya, P2P Lending Sebagai Wujud Baru Inklusi Keuangan, diterima dari
http://nasional.compas.com/read/2016/11/26/0600002.p2.lendingsebagaiwujudbaru.inklusi.keuang
an diakses pada 28 Desember 2019
7 Peer to Peer Lending, diterima dari
(KTP) dan hanya mengisi data diri untuk mengajukan dan memperoleh pinjaman sehingga banyak masyarakat yang akhirnya memilih untuk menggunakan pinjaman online ini.
Adanya Financial Technology (Fintech) sejatinya memudahkan masyakarakat. Belanja online, ojek online, pinjaman online, adalah bagian dari
fintech yang populer saat ini. Namun sayangnya, ketika masyarakat
menggunakan layanan fintech dengan menggunakan internet ini, seringkali mereka mengabaikan aspek perlindungan konsumen.
Baru-baru ini, fintech P2P Lending menjadi fokus perhatian. Aplikasi pinjaman online populer karena dapat dengan mudah memberikan akses pinjaman kepada masyarakat. Cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto, dan nomor rekening, pinjaman akan masuk ke rekening dalam beberapa menit. Sayangnya, adanya pinjaman online membuat banyak masalah terutama dalam sisi perlindungan konsumen. Seperti dalam masalah penagihan, penyebaran data, dan masalah lainya. Misalnya dalam dua tahun terakhir kasus mengenai penagihan pinjaman online kerap menjadi keluhan konsumen kepada regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kasus-kasus penagihan ini tak jauh dari oknum kolektor yang menagih kepada peminjam dengan mengakses kontak telepon peminjam. Penagihan tersebut dilakukan dengan mengintimidasi dan menggunakan kata-kata kasar.
Contoh kasus penagihan pinjaman online ini adalah pemilik akun instagram berinisial L.P.D. ia mengadu di akun instagram resmi @OJKIndonesia mengeluhkan para penagih yang meneror anggota keluarganya. Belum lama ini, dia menerima pinjaman dari perusahaan fintech
P2P Lending. Namun ketika baru jatuh tempo, ia sudah mendapat makian dari
penagih. Bahkan anggota keluarganya juga sempat diancam. LPD tidak tahan dengan teror itu dan berusaha menghubungi call center OJK. Sayangnya, ia tidak mendapatkan solusi.
Kasus lain datang dari pengguna fintech yang merupakan warga Bandung yang berinisial D.A. ia juga mengeluhkan tata cara penagihan pinjaman online
yang tidak wajar. Para penagih pinjaman online membuat group media sosial (WhatApps) yang berisikan sepuluh kontak telepon yang dimiliki oleh D.A. lewat group tersebut, penagih mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan membuat keluarganya menjadi panik. Bahkan, ia juga kehilangan banyak pelanggan karena salah satu kontak yang diakses pinjaman online tersebut merupakan relasi pelangganya.
Kasus penagihan lainya, berasal dari warga surabaya berinisial T, yang mendapatkan teror dari salah satu perusahaan fintech . Ia merasa terganggu karena kerap kali dihubungi aplikasi yang memberikan pinjaman kepada temanya. T dituduh menyembunyikan temanya yang memiliki masalah penunggakan pembayaran. Penagihan tersebut bahkan dilakukan tanpa mengenal waktu, termasuk disaat jam kerja dan di malam hari.8
Perusahaan Fintech P2PLending yang melakukan penagihan dengan mengintimidasi serta teror kepada debitur terkait pinjaman online, kini telah menjadi sorotan publik dan menimbulkan masalah yang serius.
Menurut data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), telah menerima 426 pengaduan sejak 2019. Sebagian besar pengaduan melibatkan kasus penagihan dan penyalahgunaan akses data pribadi oleh fintech pinjaman. Laporan mencapai sekitar 43% dari total pengaduan. Kemudian 41% aduan terkait akses data pribadi. Kemudian 10% melaporkan bunga dan denda
fintech pinjaman yang terlalu tinggi. 426 aduan tersebut melibatkan 519 fintech
pinjaman. Sebanyak 70% fintech pinjaman ilegal atau tidak terdaftar di OJK, lalu 30% lainya merupakan anggota AFPI.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah menerima 26 aduan konsumen sejak awal tahun ini. Aduan tersebut serupa dengan aduan yang diterima AFPI tentang ancaman terhadap konsumen yang gagal membayar.9
8Desi Angriani, Meneropong Pengihan Fintech Lending, diterima dari
https://www.medkom.id/ekonomi/analisa-ekonomi/JKRVoP%K-meneropong-penagihan-fintech-lending diakses pada 12 November 2019
9Desi Angriani, Meneropong Pengihan Fintech Lending, diterima dari
https://www.medkom.id/ekonomi/analisa-ekonomi/JKRVoP%K-meneropong-penagihan-fintech-lending diakses pada 15 November 2019
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memperkirakan, sejauh ini sudah ada kurang lebih 3.000 pengaduan dari nasabah korban fintech pinjaman online bermasalah, karena sejak November 2018 saja sudah ada 1.600 pengaduan. jadi diperkirakan saat ini sudah ada 3.000 pengaduan. 10 LBH mengindikasikan dari pengaduan tersebut, terdapat 14 dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Dugaan pelanggaran pertama, yaitu bunga yang tinggi dan tanpa batasan, serta biaya administrasi yang tidak jelas, pengaduan berupa sistem yang tidak dikelola dengan baik, dan kesalahan mencatat pengembalian dana, selain sejumlah teror yang dikumpulkan, intimidasi, ancaman dan pencemaran nama baik tidak hanya dilakukan terhadap peminjam, tetapi juga kepada semua kontak telepon yang tersimpan di ponsel peminjam.
Besarnya jumlah aduan tersebut menunjukan bahwa, dalam hal ini sektor perlindungan konsumen dan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) belum sepenuhnya dijamin oleh regulator dalam kasus ini. Karena minimnya regulasi financial technology, melakukan pinjaman online ternyata menjadi bencana. Debitur tidak memperhatikan tingginya risiko saat mengajukan pinjaman, seperti tidak cermat membaca ketentuan standar dan memahami besaran suku bunga, jika melebihi jangka waktu pengembalian maka akan mendapatkan denda atau mengecek legalitas izin perusahaan Fintech P2P
Lending. Hal tersebut menjadi salah satu faktor banyaknya keluhan terkait
masalah layanan Fintech P2P Lending ini.
Dalam Fintech P2P Lending , penagihan dengan cara yang mengancam, sebenarnya adalah perilaku yang dilarang. Ketentuan tersebut tercantum dalam kode etik dan perilaku atau Code of Conduct Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Code of Conduct mewajibkan semua perusahaan Fintech P2P
Lending mengutamakan itikad baik dalam penagihan pinjaman kepada
peminjam. Dalam kode etik juga mewajibkan perusahaan penyelenggara
Fintech P2P Lending memiliki dan menyampaikan prosedur penyelesaian
penagihan kepada debitur (yaitu peminjaman gagal). Setiap penyelenggara
10 Jeanny Silvia Sari, Laporan Kantor LBH Jakarta, diterima dari https://www.Tempo.CO/
wajib menginformasikan kepada debitur mengenai langkah-langkah yang harus diambil dalam hal keterlamabatan pinjaman kegagalan pembayaran pinjaman.11
Munculnya aplikasi-aplikasi pinjaman online ini harus diatur dengan regulasi khusus. Misalnya, ada aturan terkait sanksi pinjaman online yang melanggar hukum. Yang terpenting adalah mekanisme pengaduan konsumen dan penyelesaian sengketa jika terjadi konflik. Jauh sebelum kasus ini muncul ke publik, Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah menerbitkan POJK Nomor 77 Tahun 2016 Tentang layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Namun POJK tersebut lebih menekankan pentingnya kewajiban pendaftaran bagi pelaku usaha yang ingin berbisnis di sektor pinjaman online.
Berdasarkan penjelasan latar belakang dan contoh kasus yang ada, faktanya beberapa masalah pelanggaran kasus pinjaman online yang dilakukan oleh perusahaan Fintech P2P Lending, pelanggaran tersebut tidak hanya tentang bunga yang berlebihan, atau penyebaran data tetapi ada juga ada banyak aduan atau keluhan permasalahan dalam tindakan penagihan yang intimidatif yang dilakukan perusahaan Fintech kepada peminjam, maka dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai aspek perlindungan konsumen terkait permasalahan ini dan menuangkanya dalam sebuah penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul: ASPEK PERLINDUNGAN
KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech Adakami, Easycash, dan Mitra
Pedagang)
B. Identifikasi, Pembatasan, Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran yang telah di uraikan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah meliputi:
a. Maraknya Penagihan Bermasalah Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara
11 Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Fintech
b. Minimnya Pengawasan Oleh Regulator Kepada Penyelenggara Fintech c. Minimnya Penindakan Kepada Fintech Yang Bermasalah
d. Minimnya Aturan Terhadap Industri Financial Technology (Fintech)
2. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan penelitian ini tidak melebar, maka penelitian ini hanya fokus membahas bagaimana perlindungan hukum kepada debitur atau pengguna layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi (Fintech) dalam tindakan penagihan yang dilakukan oleh Penyelenggara Fintech tidak sesuai dengan regulasi.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Praktik Penagihan Yang Dilakukan Oleh Fintech Adakami, Easycash, Dan Mitra Pedagang ?
b. Bagaimana Bentuk Perlindungan Konsumen Terhadap Debitur Korban Dalam Sistem Penagihan Pinjaman Online (Fintech) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis bentuk penagihan yang dilakukan oleh perusahaan
Financial Technology kepada debitur atau peminjam dana.
b. Untuk Menganalisis pengaturan Fintech serta bentuk perlindungan konsumen bagi debitur atau peminjam dana layanan pinjam meminjam uang berbasis Financial Technology .
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah tingkat wawasan, pengembangan ilmu pengetahuan pada kalangan akademisi pada umumnya serta memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang teknologi finansial sehingga meningkatkan rasa percaya serta kehati-hatian dalam menggunakan layanan jasa keuangan teknologi finansial
(fintech).
b. Manfaat Praktis
Memberikan wawasan serta informasi terhadap penulis dan pembaca mengenai pengaturan Financial Technology dan bentuk perlindungan hukum bagi penggunanya .
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang penyusun kaji yang terkait tentang financial technology. Akan tetapi belum ada sama sekali yang membahas secara spesifik tentang objek yang sama pada penelitian ini. Berikut adalah beberapa tulisan yang membahas terkait financial technology.
Jurnal yang ditulis oleh Raka Fauzan Hatamia, Elisatris Gultomb, dan Anita Afriana dari fakultas hukum Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2019 yang berjudul Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan Financial Technology P2PLending Dalam Kegiatan Penagihan Pinjaman Uang Yang Melanggar Asas Perlindungan Konsumen Dikaitkan Dengan Hukum Perlindungan Konsumen. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa penegakan hukum dalam rangka untuk melindungi konsumen terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan
Fintech P2PLending belum cukup baik. Dibutuhkan regulasi hukum dan
koordinasi yang memadai diantara pihak-pihak terkait untuk melakukan penegakan hukum dalam rangka melindungi konsumen terhadap perusahaan-perusahaan Fintech P2PLending yang melanggar hak-hak konsumen.12Persamaan penelitian dengan peneliti yaitu dalam jurnal tersebut membahas tentang penagihan yang dilakukan perusahaan Fintech P2PLending kepada debitur serta konsep penegakan hukum terhadap perusahaan Fintech
P2PLending. Namun terdapat perbedaan penelitian dengan peneliti yaitu
perbedaan dalam objek penelitian dan peneliti hanya membahas bagaimana
12 Raka Fauzan Hatamia,dkk, “Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan Financial
Technology P2P Lending Dalam Kegiatan Penagihan Pinjaman Uang yang Melanggar Asas Perlindugan Konsumen Dikaitkan Dengan Hukum Perlindungan Konsumen”, ( Jurnal Ilmu Hukum
bentuk perlindungan hukum bagi debitur yang menjadi korban penagihan oleh perusahaan Fintech P2PLending.
Skripsi oleh Muhammad Yusuf Tahun 2019 dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Financial Technology. Skripsi tersebut membahas perlindungan hukum bagi debitur atau penerima pinjaman yang memerlukan perlindungan hukum dari penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis Financial Technology.13 Persamaan dengan penelitian peneliti yakni membahas tentang perlindungan hukum bagi debitur yang menjadi korban pengguna layanan Fintech. Namun terdapat perbedaan penelitian dengan peneliti yakni dalam skripsi ini mengungkap debitur yang menjadi korban hanya merupakan korban dari penyelenggara Fintech ilegal atau tidak berizin saja dan sumber datanya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedangkan yang menjadi penelitian peneliti adalah aspek perlindungan konsumen atas sistem penagihan dalam Fintech dimana penelitian ini sumber datanya peneliti mendapatkan langsung dari debitur yang menjadi korban penagihan oleh penyelenggara Fintech baik yang legal maupun ilegal.
Skripsi oleh Alfica Rezita Sari Tahun 2018 dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia. Pada skripsi tersebut membahas tentang perlindungan hukum terhadap pemberi pinjaman dalam penyelenggaraan fintech P2PLending di Indonesia untuk memberikan kepastian hukum khususnya bagi pemberi pinjaman (kreditur) apabila terjadi gagal bayar dari pihak penerima pinjaman (debitur).14 Persamaan dengan penelitian peneliti yakni terkait permasalahan pinjam meminjam uang berbasis Financial
Technology, namun terdapat perbedaan penelitian peneliti akan membahas
terkait perlindungan hukum terhadap debitur sebagai peminjam, sedangkan
13 Muhammad Yusuf, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Financial Technology”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta,2019)
14 Alfhica Rezita Sari, “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”, (Skripsi
pada skripsi ini membahas dari sudut pandang kreditur sebagai pemberi pinjaman.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Pendekatan tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada di masyarakat.15 Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan Perundang-undangan (statute approuch) dan Pendekatan Kasus (case
approach) yang merujuk pada hukum yang telah ada. Pendekatan
perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan undang-undang san regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi.16
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan tujuan menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode penelitian yang ada, berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan dan diperoleh dari situasi yang alamiah.17
Jenis penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yang bersifat
15 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika,2010), h.,105
16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h.,93
17 Djam’an Santori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfa beta,
deskriptif. Data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian ini berisikan kutipan-kutipan berupa data yang berasal dari wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainya.18
3. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data disini adalah subyek dari mana data diperoleh.19
a. Data Primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber pertama.20 Data primer yang digunakan adalah wawancara terhadap debitur atau peminjam uang yang menjadi korban penagihan oleh penyelenggara
Fintech P2PLending, yang bertujuan untuk memperoleh informasi.
b. Data Sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instalansi di luar dari penelitian sendiri walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya data asli.21 Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber-sumber yang dapat memberikan data pendukung seperti buku, dokumen, maupun arsip serta seluruh data yang berhubungan dengan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara dan studi pustaka.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder dikelompokan dan disusun secara sistematis. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskripstif kualitatif. Deskriptif adalah penelitian non hipotesis. Kualitatif yaitu data yang tidak merupakan perhitungan dan
18 Wayan Suhendra, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Nila cakra, 2018), h.,10
19 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode Dan Teknik, (Bandung:
Tarsindo, 1999), h.,134
20 Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Press,2006, h.,13
pengujian angka-angka, tetapi dideskripsikan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu kerangka berfikir dengan cara menarik kesimpulan dari data yang bersifat umum ke dalam data yang bersifat khusus dan data yang diperoleh melalui responden ditarik untuk menggambar populasi dengan menggunakan metode indukatif yaitu kerangka berfikir dengan menarik kesimpulan dari data yang bersifat khusus ke dalam data yang bersifat umum. Berdasarkan analisis tersebut selanjutnya diuraikan secara sistematis sehingga pada akhirnya diperoleh jawaban permasalahan yang dilaporkan dalam bentuk skripsi.
F. Sistematika Penulisan
Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan gambaran besar mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun skripsi ini dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I: PENDAHULUAN
Berisi uraian mengenai latar belakang masalah yang akan penulis bahas, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan riview terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN PADA PEMBIAYAAN FINTECH
Pada bab ini diuraikan pokok pembahasan yang mendukung penulisan skripsi ini, diantaranya pembahasan terkait perlindungan konsumen dan tinjauan umum tentang Financial Technology.
BAB III: GAMBARAN UMUM FINTECH ADAKAMI, EASYCASH,
MITRA PEDAGANG
pada bab ini memberikan gambaran umum Fintech Adakami, Easycah dan Mitra Pedagang
Pada bab ini menjabarkan atau menjawab apa yang ada dalam rumusan masalah. Diantaranya menjabarkan dan menganalisis bagaimana bentuk penagihan yang dilakukan oleh penyelenggara
Fintech P2PLending kepada pengguna layanan (debitur) dan
bagaimana bentuk perlindungan konsumen terhadap korban (debitur) penagihan Fintech P2PLending.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran. Kesimpulan merupakan hasil dari penyederhanaan dari hasil analisis atau jawaban terhadap inti dari masalah penelitian berdasarkan data yang diperoleh. Saran merupakan masukan yang diberikan oleh peneliti.
15
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PEMBIAYAAN FINTECH
A. Kerangka Konseptual 1. Financial Technology
a. Pengertian Financial Technology (Fintech)
Isitilah Fintech merupakan singkatan dari Financial Technology yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berartikan teknologi finansial. Menurut pasal 1 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.1
Menurut National Digital Research Center (NDRC) teknologi finansial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu inovasi dibidang jasa finansial, dimana istilah tersebut berasal dari kata
“financial” dan “technology” (fintech) yang mengacu pada inovasi
keuangan dan teknologi modern.2
Menurut Bank Indonesia (BI), Fintech adalah suatu proses menggabungkan layanan keuangan dan teknologi, yang pada akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat. Fintech memiliki peranan penting dalam mengubah perilaku manusia. Teknologi ini menjadi fasilitator utama bagi pergerakan bisnis,dan telah memberikan kontribusi besar terhadap perubahan struktur, operasional,
1 Harry Chandra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia; Tantangan
dan Peluang, Lesson Learning dari negara lain” (Jurnal Magister Teknik Elektro, Univ.Mercua
Buana, Jakarta).
2 Chirsmastianto, “I.A.W, Analisis SWOT Implementasi Teknologi finansial terhadap
dan manajemen organisasi. Dapat disimpulkan bahwa Fintech ini merupakan inovasi jasa keuangan yang menggunakan teknologi informasi dalam pemanfaatannya dapat digunakan dengan cepat, mudah dan praktis.
b. Jenis-Jenis Fintech
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) membagi jenis Fintech di Indonesia menjadi dua kategori, yaitu Fintech versi 2.0 untuk layanan keuangan digital (lembaga keuangan atau bank) dan Fintech versi 3.0 untuk startup teknologi yang melakukan inovasi keuangan pada produk jasa. . Sementara itu, sesuai dengan rekomendasi kebijakan dan pengawasan Financial Stability Board (FSB), perusahaan fintech terbagi menjadi 4 kategori, yaitu:3
a) Payment, Clearing dan Settlement. Fintech jenis ini menyediakan layanan melalui uang elektronik atau uang digital sebagai alat pembayaran online. Penyedia layanan ini dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan non bank. Cara pembayaran ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu uang elektronik dan dompet elektronik. Contoh: Flazz BCA, Uang Elektronik Mandiri, OVO, Go-Pay dan DANA b) Peer To Peer Lending (P2P). Adalah startup yang menyediakan
platform pinjaman secara online, dimana transaksinya tidak melalui
bank konvensional namun dengan cara langsung menghubungkan pemberi pinjaman.4 Fintech jenis P2PLending ini menjembatani
antara investor dengan peminjam yang dipertemukan melalui online
platform, contoh dari P2PLending yang sudah cukup terkenal
adalah: Amartha dan Investree
c) Market Aggregator dan E- Aggregator. Merupakan jenis Fintech
3 Budi Santoso, dan Edwin Zusrony,” Analisis Persepsi Pengguna Aplikasi Payment
Berbasis Fintech Menggunakan Technology Acceptanse Model (TAM)”,(Jurnal Teknologi
Informasi dan Komunikasi, ISSN: 2087-0868, Vol.11, No 1 Maret 2020), h.,50.
4 Candra Hendriyani dan Sam un Jaja Raharja, Strategi Agilitas Bisnis Peer to Peer Elnding
Startup Fintech di Era Keuangan Digital di Indonesia”, (Jurnal Pemikiran dan Penelitian
yang menggunakan Platform pembanding sebuah layanan produk (harga, fitur dan benefit), bagi konsumen yang memerlukan dan menggunakan layanan transaksi dari beragam akun perbankan, jenis
Fintech e- Aggregator ini menawarkan layanan yang dapat
mengakomodasi seluruh transaksi tersebut melalui satu platform saja serta dapat dijadikan penentu dalam pengambilan keputusan. Contohnya: Cermati, dan Cekaja.
d) Manajemen dan Investasi Risiko merupakan financial planner yang memberikan edukasi terkait resiko dan model investasi yang cocok dengan kondisi keuangan konsumen. Contohnya: Finansialku, dan Online-Pajak.
2. Fintech Peer To Peer Lending
Diantara jenis-jenis fintech yang telah dijelaskan oleh peneliti di atas, peneliti akan melakukan kajian mendalam tentang Fintech P2PLending berdasarkan fokus utama penelitian terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis Fintech Technology.
a. Pengertian Peer To Peer Lending
Fintech Peer To Peer Lending merupakan layanan pembiayaan
berbasis utang berupa platform yang disediakan oleh perusahaan
Fintech P2Plending, dimana pinjaman pribadi dilakukan antar
peminjam, antar individu yang melakukan pinjaman antar peminjam.
Fintech P2Plending menyediakan wadah bagi masyarakat yang ingin
meminjam uang dari orang yang belum pernah bertemu. Demikian pula kreditor atau pemberi pinjaman dapat memberikan pinjaman kepada orang yang tidak dikenal, dan informasi yang diketahui hanya dapat didasarkan pada riwayat kredit pinjaman.
Layanan pinjam meminjam P2PLending berbeda dengan layanan pinjaman meminjam uang yang diatur dalam pasal 1754 KUHPerdata. Dalam perjanjian pinjam meminjam yang diatur pada Pasal 1754 KUHPerdata, pihak yang terlibat adalah pemberi pinjaman dan
penerima pinjaman, dan penerima pinjaman wajib untuk memberikan jumlah yang sama dengan jenis dan ketentuan yang sama kepada pihak lain. Dalam layanan P2Plending, pemberi pinjaman tidak secara langsung bertemu dengan penerima pinjaman. Bahkan diantara para pihak tidak saling mengenal, karena ada pihak lain dalam sistem
P2PLending, yaitu platform atau penyelenggara P2PLending yang
menghubungkan kepentingan antara pihak ini.5
Dengan berkembangnya teknologi internet, praktik P2PLending lebih umum dilakukan secara online, atau biasa dikenal dengan Fintech. Perusahaan yang bergerak di Fintech P2PLending berbeda dengan bank atau institusi keuangan konvensional lainya. Di sini, perusahaan atau penyelenggara Fintech P2PLending hanya menjamin hubungan antara peminjam (debitur) dan pemberi pinjaman (kreditur).
Penyelenggara Fintech P2PLending setidaknya harus melakukan beberapa hal, di antaranya memastikan bahwa peminjam memenuhi syarat untuk mengajukan kredit, membantu kreditur menemukan orang yang membutuhkan pinjaman, membantu prosedur administrasi, mengatur aliran dana antara peminjam dan pemberi pinjaman, serta melakukan proses penagihan ketika terjadi gagal atau telat bayar.
b. Pihak yang Terlibat di dalam Fintech Peer To Peer Lending
Semua pihak yang terlibat dalam Layanan Fintech P2PLending atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi melibatkan pihak-pihak yaitu:6
a. Pihak Penyelenggara Layanan Fintech P2PLending
Pasal 1 angka 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 mengatur bagi penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dalam ketentuan tersebut adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam
5 Ratna H. Juliyani PR, Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending, (Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM, Universitas Islam Indonesia, 2018) h., 322
6 Ratna H., Juliyani PR, Hubungan Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending, (Yogyakarta:
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut Pasal 2 Ayat (2) bentuk badan hukum penyelenggara dapat berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Pihak Penerima Pinjaman (Debitur)
Penerima pinjaman atau debitur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. c. Pihak Pemberi Pinjaman (Kreditur)
Pemberi pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjaman meminjam uang berbasis teknologi informasi. Pemberi pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
d. Bank
Pasal 24 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjaman Meminjam Berbasis Teknologi Informasi menentukan bahwa penyelenggara wajib menggunakan escrow account dan
virtual account untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi. Selain itu, penyelenggara perlu menyediakan
virtual account bagi setiap pemberi pinjaman dan dalam rangka
pelunasan pinjaman, penerima pinjaman melakukan pembayaran melalui escrow account penyelenggara untuk diteruskan ke virtual
account pemberi pinjaman.
Escrow account adalah rekening yang dibuka secara khusus
untuk tujuan tertentu menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis.7
7 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/11/PBI/2001 Tentang Perubahan Atas
Virtual account adalah nomor identifikasi pelanggan
perusahaan (end user) yang dibuat oleh Bank yang kemudian diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya (perorangan maupun non perorangan) sebagai identifikasi penerimaan (collection).8
Dalam hal ini, tujuan penggunaan virtual account dan escrow
account adalah untuk melarang penyelenggara dalam melakukan
penghimpunan dana masyarakat melalui rekening penyelenggara. Guna mendukung virtual account dan escrow account tersebut maka penyelenggara harus bekerjasama dengan bank.
e. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK adalah lembaga yang independen. Sesuai dengan Undang Nomor 21 Tahuun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, penyidikan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang yang menyatakan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Pasal 6 menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: (a) kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; (c) kegiatan jasa keuangan disektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainya.
Terkait pada kedua pasal tersebut, OJK adalah instansi yang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap tumbuh kembangnya Fintech, salah satunya Fintech P2PLending yang merupakan bagian industri keuangan Non-Bank (INKB) yang
Indonesia dengan Pihak Ekstern, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4108
8 Mandiri Virtual Account diterima dari https://www.bankmandiri.co.id/virtual-account
diawasi oleh OJK.9
Dalam sistem penyelenggara Fintech P2PLending, OJK berperan sebagai pemberi persetujuan atas pendaftaran dan perizinan penyelenggaraan sistem, serta sebagai pihak yang harus menerima laporan pelaksanaan atas penyelenggaraan sistem pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
c. Mekanisme Fintech Peer To Peer Lending
Faktanya, sistem Fintech P2P Lending ini sangat mirip dengan
marketplace yang menyediakan tempat pertemuan antara pembeli dengan
penjual. Sistem P2P Lending menghubungkan pemberi pinjaman dengan pencari pinjaman yang dilakukan secara online.
Gambar 1. Cara Kerja Fintech P2PLending
9 Ernasari,dkk. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77/POJK.01/2016. Diponegoro law Journal
Terdapat 4 langkah pendanaan pada Fintech Peer to Peer Lending:10 1. Pendaftaran Anggota
Pengguna baik pemberi pinjaman (kreditur/lender) maupun penerima pinjaman (debitur/borrower) dapat mendaftar secara online di halaman website atau aplikasi penyelenggara Fintech P2P Lending di komputer atau smartphone.
2. Pengajuan Pinjaman
Debitur mengajukan pinjaman dari penyelenggara Fintech P2P Lending secara online melalui halaman website maupun aplikasi, kemudian penyelenggara Fintech P2P Lending menawarkan kepada kreditur untuk memilih dan memberikan pinjaman kepada debitur yang diinginkan berdasarkan pertimbangan risiko.
3. Pelaksanaan Pinjaman
Debitur dan kreditur menandatangani perjanjian pinjam meminjam atau sepakat menyetujui perjanjian yang dikelola oleh penyelenggara
Fintech P2P Lending, dan dana kreditur pemberi pinjaman di teruskan
ke peminjam yang menerima pinjaman melalui virtual account penyelenggara Fintech P2P Lending.
4. Pembayaran Pinjaman
Debitur atau penerima pinjaman membayar beserta biaya dan bunga yang disepakati dalam perjanjian melalui virtual account.
5. Debitur atau penerima pinjaman membayar pinjaman beserta biaya dan bunga yang disepakati dalam perjanjian melalui virtual account bank penyelenggara Fintech P2P Lending,dan kemudian penyelenggara meneruskan pembayaran dan hasil yang diterima kepada kreditur pemberi pinjaman.
Dalam penyelenggara Fintech P2P Lending yang terdiri dari Pihak
borrower atau penerima pinjaman (debitur) dan pihak lender atau
10 Muhammad Yusuf, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Financial Technology”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
pemberi pinjaman (kreditur) terdapat beberapa hal yang dilakukan kedua belah pihak ketika menggunakan layanan Fintech P2P Lending.11 a. Pihak Penerima Pinjaman (Debitur)
Sebagai debitur penerima pinjaman, yang perlu dilakukan debitur saat mengajukan pinjaman melalui platform Fintech P2P Lending diantaranya adalah melakukan registrasi akun di aplikasi penyedia layanan, kemudian mengisi dan melengkapi semua dokumen yang diperlukan, biasanya terdiri dari data pribadi, NIK, laporan keuangan serta mengunggah foto KTP dan foto debitur dengan memegang KTP untuk keperluan verifikasi data, kemudian debitur mengisi pengajuan pinjaman berupa nominal beserta jangka waktu pinjaman.
b. Pihak Pemberi Pinjaman ( Kreditur)
Sebagai kreditur pemberi pinjaman, setelah registrasi pendaftaran akun pada Platform Fintech P2P Lending, nantinya akan ,mencari data pengajuan pinjaman di dashboard yang disediakan. Kreditur akan melakukan pertimbangan relevansi data dari setiap pengajuan pinjaman, termasuk kebenaran data pribadi, kontak darurat yang dapat dihubungi, jumlah pendapatan, riwayat keuangan, serta tujuan peminjaman.
3. Utang Piutang
Utang piutang merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lainya dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang. Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak pemberi pinjaman, sedangkan pihak yang lain menerima pinjaman uang. Uang yang dipinjam akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang diperjanjikanya.12
11 Walter Pinem, Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang Peer to Peer Lending (P2P
Lending), diterima dari https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/ diakses pada 11 Januari 2020
12 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Pengertian utang piutang sama dengan pinjam meminjam yang dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula”.13
Dalam islam utang piutang dikenal dengan istilah al-Qardh. Qardh dikalangan ahli bahasa di definisikan sebagai memotong. Qardh berasal dari bahasa Arab yang berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.14 Adapun yang menjadi rukun Qardh adalah 1). Muqridh (pemilik barang/yang memberikan pinjaman), 2). Muqtaridh (peminjam), 3). Qardh (objek/barang yang dipinjamkan), 4). Ijab qobul. Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad Qardh yaitu: orang yang melakukan akad (Muqridh dan Muqtaridh), Qardh (objek/barang yang dipinjamkan) harus berupa mutaqawwim (harta menurut syara’boleh digunakan/dikonsumsi), dan Ijab qabul yang dilakukan dengan jelas.15 Dasar hukum diperbolehkanya utang piutang dalam Islam, sama dengan mendasari pinjam meminjam Surat Al Baqarah Ayat 245 yaitu berkaitan dengan tolong menolong dalam hal kebajikan dan taqwa, bukan dalam hal yang bisa menimbulkan dosa.16
Surat Al Baqarah Ayat 245:
اًفاَع ْضَا ٗٓٗهَل ٗهَفِع هضُيَف اًنَسَح اًضْرَق َ هٰاللّ ُضِرْقُي ْيِذَّلا اَذ ْنَم
ُضِبْقَي ُ هٰاللَّوۗ ًةَرْيِثَك
َن ْوُعَجْرُت ِهْيَلِاَو
ُُۖطُ صْبَيَو
Artinya: “ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
Pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
13 R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1992), h., 451
14 Imam Mustofa, Fiqh Muamalat Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h., 167
15 AH, Azharuddin Latif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h., 152
16 Abdul Gofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-NYA-lah kamu dikembalikan”.
Dalam Perjanjian Utang Piutang antara pemberi utang dan penerima utang biasanya dilakukan dengan sebuah perjanjian. Adapun dasar hukum perjanjian atau kontrak terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yaitu yang berbunyi: “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.17 Dalam membuat perjanjian utang piutang
haruslah didasarkan kepada Pasal 1320 KHUPerdata yang memuat ketentuan:18
1) Kesepakatan mereka yang mengikat diri 2) Kecakapan untuk membuat perikatan 3) Suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal
Untuk kegiatan pembiayaan Fintech P2PLending ini bisa juga disebut dengan utang piutang online. Yang dimaksud disini adalah pelaksanaan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut POJK Nomor 77/POJK.01/2016 yang dimaksud dengan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.19 Konsep dasar yang dilakukan pada utang piutang secara online adalah pada perjanjianya yang dibuat secara online kontrak yang pada prisnsipnya sama dengan perjanjian yang dibuat pada umumnya. Perbedaanya hanya terletak pada media yang digunakan untuk membuat perjanjian tersebut. Perjanjian jenis ini sering menggunakan fasilitas EDI (Electronic Data Interchange).20
17 R.Subekti,R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ( PT Balai Pustaka:
2016),cet.16, h.,338
18 R.Subekti,R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h., 339
19 Pasal 1 Angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 234
Dalam Islam kegiatan ini termasuk kategori muamalah, yang menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau dengan beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Pada dasarnya utang piutang online harus merujuk kepada salah satu prinsip muamalah yaitu ‘an taradhin atau asas kerelaan para pihak yang melakukan akad. Asas ini menekankan adanya kesempatan yang sama bagi para pihak yang menyatakan proses ijab qabul. Dalam bidang muamalah dikenal suatu asas Hukum Islam yaitu asas kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukan kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini berarti bahwa Islam memberikan kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam-macam hubungan keperdataan (baru) sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah Ayat 185. 21
Allah SWT berfirman:
“... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”
Maka dengan demikian perjanjian utang piutang secara online (perbuatan hukum perdata) pada dasarnya tidak berbeda dengan perjanjian utang piutang pada umumnya yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam ajaran islam diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum perikatan islam karena pada dasarnya perikatan yang dilakukan pada perjanjian utang piutang secara online juga memenuhi rukun dan syarat perikatan menurut hukum perikatan islam.22
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya untuk menjamin
h., 200
21 Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h., 203
22 Financial Technology di mata Ekonomi Islam diterima dari
http://pegadaiansyariah.co.id/posisi-financial-technology-di-mata-ekonomi-islam-detaol-6354
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.23 Istilah konsumen sendiri berasal dari kata consummer, secara harfiah arti kata consummer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.24 Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna, dan atau pemanfaat barang dan atau jasa untuk tujuan tertentu.25 Sedangkan menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.
AZ. Nasution, memberikan batasan dari hukum perlindungan konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyediaan dan penggunaanya dalam kehidupan bermasyarakat.26 Maka dari itu hukum
perlindungan konsumen dapat digunakan apabila antara konsumen dan pelaku usaha yang mengadakan suatu hubungan hukum, kemudian terjadi permasalahan yang dipicu oleh kependudukan yang tidak seimbang tersebut.
Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi pemberian perlindungan terhadap konsumen. Apabila kepastian hukum dapat tercapai, maka perlindungan hukum juga akan dapat diberikan. Kepastian hukum mencakup semua pilihan yang dirancang untuk memberikan hak kepada konsumen untuk memperoleh atau menentukan
23 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
24 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2013), h.,15
25 Abdul Halim Barkatullah,Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h.,30
26 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
barang dan/atau jasa pilihannya, serta segala upaya untuk mempertahankan atau mempertahankan haknya ketika dirugikan oleh pelaku komersial yang memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.
Keinginan untuk melindungi konsumen adalah untuk menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Fakta membuktikan bahwa semua regulasi perlindungan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dikenakan sanksi pidana. Segala upaya yang ditujukan untuk melindungi konsumen tidak hanya membutuhkan tindakan preventif, tetapi juga tindakan represif di semua bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen.Pengaturan perlindungan konsumen kemudian dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
a) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum. b) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha.
c) Meningkatkan kualitas barang dan jasa.
d) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan
e) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.27
b. Asas-asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Agar perlindungan konsumen dapat terlaksan maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar penegakan harus diterapkan. Pengaturan
27 Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada
mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum perlindungan konsumen dirumuskan dalam Pasal 2 UUPK yang menyatakan bahwa: perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta partisipasi hukum.28
Selain asas, perlindungan konsumen juga memiliki tujuan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 UUPK yaitu:
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkanya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha:
f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen29.
28 Elsi, Advendim, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo,2007), h., 159
29 Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
c. Hak dan Kewajiban Para Pihak a) Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 UUPK konsumen memiliki hak, yaitu:30
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam atau mengkonsumsi barang dan atau/jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapat barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara patut; 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. 31
Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai kewajiban konsumen yaitu: 32
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan;
30 Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
31 Seperti hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, Pasal 5 ayat (1) Udang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
32 Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Lembaran Negara
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
3. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya. Dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu UU No. 8 Tahun 1999 yang di dalamnya mengatur tentang Hak dan Kewajiban Konsumen, sejalan dengan produk legislasi yang bertujuan melindungi hak-hak warga Negara.
b) Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Selain adanya hak dan kewajiban bagi konsumen terdapat pula adanya hak dan kewajiban bagi pelaku usaha. Hak pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdiri dari: 33
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam menyelesaikan hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Adapun mengenai kewajiban bagi pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:34
33 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
34 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,