• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI ENDAPAN NIKEL LATERIT DAN ESTIMASI POSISI BEDROCK PADA BOR GANTUNG DI PULAU GEE DAN PAKAL, HALMAHERA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISASI ENDAPAN NIKEL LATERIT DAN ESTIMASI POSISI BEDROCK PADA BOR GANTUNG DI PULAU GEE DAN PAKAL, HALMAHERA TIMUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING TPT XIX PERHAPI 2010

KARAKTERISASI ENDAPAN NIKEL LATERIT DAN ESTIMASI POSISI BEDROCK PADA BOR GANTUNG DI PULAU GEE

DAN PAKAL, HALMAHERA TIMUR

Syafrizal1, Mohamad Nur Heriawan1, dan Arisnaldo Rahmady2

1Kelompok Keilmuan Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan – ITB

2Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan – ITB

Kontak email:syafrizal@mining.itb.ac.id ABSTRAK

Adanya berbagai pertimbangan dan alasan dari segi teknis maupun ekonomis, membuat kegiatan pemboran eksplorasi pada endapan nikel laterit tidak selalu dapat menembus lapisan bagian bawah endapan (bedrock) atau yang biasa disebut sebagai bor gantung. Akibatnya model geometri endapan laterit menjadi kurang optimum, sehingga hasil perhitungan sumberdaya juga menjadi kurang optimum. Oleh karena itu dibutuhkan estimasi posisi bedrock pada titik-titik bor gantung tersebut agar dapat dihasilkan model endapan laterit yang lebih optimum. Studi ini diawali dengan membuat komposit zona laterit untuk mengklasifikasikan jumlah titik bor yang menembus dan tidak menembus bedrock. Dari hasil komposit terdapat 412 titik bor gantung dari total 928 titik bor di Pulau Gee dan 341 titik bor gantung dari total 1514 titik bor di Pulau Pakal, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Estimasi posisi bedrock pada titik bor gantung dilakukan dengan membandingkan metode Linear Interpolation (LI) dan Inverse Distance Square (IDS).

Pekerjaan ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Surfer 9. Setelah didapatkan hasil estimasi, maka dilakukan validasi silang dengan data aktual elevasi bedrock di area bekas tambang (mineout). Validasi dilakukan dengan membuat diagram pencar untuk mengetahui korelasi statistik dari kedua variabel tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui unbiasness hasil estimasi dengan kedua metode tersebut dalam menentukan posisi elevasi top bedrock pada pemboran gantung. Hasil yang didapatkan dari validasi tersebut menunjukkan bahwa hasil estimasi dengan metode LI dan IDS sama-sama memiliki korelasi yang kuat terhadap data aktual. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa estimasi elevasi bedrock dengan kedua metode tersebut dapat diterapkan untuk mengoptimasi model endapan nikel laterit.

Kata kunci: Linear Interpolation, Inverse Distance Square, elevasi top bedrock, pemboran gantung

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu sumberdaya mineral logam yang cukup banyak terdapat di Indonesia, nikel memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Mengingat keterdapatannya di beberapa lokasi dalam jumlah yang cukup besar, maka selain untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, nikel pun dapat diekspor ke luar negeri. Untuk mengembangkan sumberdaya nikel ini tentu saja dibutuhkan investasi yang cukup besar, sehingga dalam pemanfaatan modal tersebut sangat dibutuhkan langkah-langkah yang tepat agar investasi

(2)

sehingga harus dilakukan berbagai optimasi untuk dapat menghemat biaya dengan tidak mengesampingkan tujuan utama eksplorasi tersebut. Eksplorasi yang dilakukan dari tahap awal hingga akhir bertujuan untuk menghasilkan model sumberdaya dan perhitungan cadangan. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi harus dapat memberikan hasil yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar evaluasi untuk menghasilkan keputusan bahwa layak tidaknya endapan tersebut untuk dikembangkan.

Adanya berbagai pertimbangan dan alasan dari segi teknis maupun ekonomis, membuat kegiatan pemboran eksplorasi pada endapan nikel laterit tidak selalu dapat menembus lapisan bagian bawah (bedrock) atau disebut sebagai bor gantung. Hal ini dapat menyebabkan model geometri endapan laterit menjadi kurang optimum sehingga akan berdampak pada hasil perhitungan cadangan yang juga kurang optimum. Oleh karena itu dibutuhkan estimasi posisi bedrock pada titik-titik dimana bor gantung tersebut berada agar dapat dihasilkan model endapan laterit yang lebih optimum, sehingga hasil perhitungan cadangan nantinya juga akan menjadi lebih optimum.

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data assay dan pengamatan lapangan yang diperoleh di Pulau Gee dan Pakal, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara (Gambar 1).

Daerah penelitian ini merupakan bagian dari Kuasa Pertambangan (KP) dan Eksplorasi PT.

Antam Tbk. Pada saat ini, aktivitas penambangan di Pulau Gee masih terus berlangsung, dimana kegiatan eksplorasi telah selesai dilakukan sejak tahun 1998. Sementara itu kegiatan eksplorasi di Pulau Pakal masih terus dilaksanakan secara intensif dengan aktivitas utama berupa pemboran eksplorasi dengan spasi 25×25 m. Penelitian ini bertujuan untuk:

mengestimasi posisi (elevasi top) bedrock berdasarkan data titik bor dengan metode Linear Interpolation (LI) dan Inverse Distance Square (IDS), melakukan analisis terhadap distribusi kadar unsur-unsur laterit di daerah penelitian, melakukan validasi data hasil estimasi dengan data aktual di lapangan, serta membandingkan hasil estimasi dari kedua metode tersebut, sehingga dapat diputuskan interpolator yang lebih cocok untuk mengestimasi posisi bedrock pada titik bor gantung.

(3)

KONDISI GEOLOGI DAN SEBARAN DATA

Sebagian wilayah Halmahera Timur tersusun oleh batuan ultrabasa yang menjadi sumber pelapukan laterit, termasuk daerah kajian di Pulau Gee dan Pakal (Gambar 2). Kompleks batuan ultrabasa ini terdiri dari serpentinit, piroksen, dan dunit. Menurut Apandi & Sudana (1980), mendala geologi Halmahera Timur terutama dibentuk oleh satuan batuan ultrabasa (Ub). Batuan sedimen berumur Kapur (Kd) dan Paleosen-Eosen (Tped, Tpec, dan Tpel) diendapkan tidak selaras di atas batuan ultrabasa.

Gambar 2. Peta geologi daerah studi dan sekitarnya di Halmahera (Apandi & Sudana, 1980).

Total titik bor yang terdapat di Pulau Gee sebanyak 928 titik bor, dimana 416 titik diantaranya merupakan bor gantung yang dapat dirinci lagi sebanyak 414 titik merupakan bor gantung yang menembus hingga zona saprolit, sedangkan 2 titik bor gantung hanya menembus hingga zona limonit. Di Pulau Pakal terdapat sebanyak 1514 titik bor, dimana 341 titik diantaranya merupakan bor gantung yang dapat dirinci lagi sebanyak 293 titik merupakan bor gantung yang menembus hingga zona saprolit, 31 titik bor gantung yang menembus hingga zona limonit, dan terdapat sebanyak 17 titik bor gantung yang hanya menembus zona topsoil.

ANALISIS STATISTIK Verifikasi dan Komposit Data

Basis data yang digunakan dalam studi ini didapatkan langsung dari hasil pemboran eksplorasi, selanjutnya dilakukan verifikasi dan pengolahan data. Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu data lubang bor yang berisi data mengenai posisi/koordinat lubang bor, serta data kadar yang berisi informasi kadar pada tiap-tiap interval kedalaman tertentu pada masing-masing lubang bor. Selanjutnya kedua basis data ini digabungkan menjadi satu basis data yang berisikan informasi secara menyeluruh tentang posisi kadar dari tiap-tiap individual lubang bor. Basis data ini terdiri atas Nama Drillhole, Easting, Northing, Elevasi, Kadar (Assay). Sebelum dilakukan pengolahan data, maka terlebih

(4)

untuk kadar-kadar Ni, Fe, Co, SiO2, CaO, dan MgO. Tujuan dari verifikasi data ini adalah untuk menghilangkan efek pencilan data akibat kadar yang terlalu tinggi atau memiliki perbedaan kadar yang ekstrim dibandingkan data kadar di sekitarnya.

Pada tahap ini yang pertama kali dilakukan adalah penentuan zona atau horizon endapan nikel laterit guna mendapatkan hasil komposit data yang tersaji untuk setiap zona endapan laterit.

Penentuan zona ini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara komputasi dan secara manual.

Penentuan zona secara komputasi dilakukan dengan bantuan formulasi Macro pada Microsoft Excel dengan memasukkan beberapa parameter kadar yang telah ditentukan. Penentuan zona secara komputasi dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, namun hanya berdasarkan parameter kadar tanpa melihat posisinya terhadap zona di atas dan di bawahnya. Maka untuk mengatasi kekurangan tersebut dilakukan juga cara manual. Selain berguna untuk memverifikasi hasil komputasi, dengan cara manual kita dapat melakukan optimasi dengan tujuan untuk mendapatkan zona bijih sebanyak mungkin.

Penentuan zona pada endapan nikel laterit didasarkan atas komposisi kadar Ni dan Fe dengan batasan sebagai berikut: zona topsoil dengan kadar Ni < 1%, Fe < 30% dan 0.5% < MgO <

5%, zona limonit dengan kadar 1.0% < Ni < 1.4% dan Fe > 40%, zona Low Saprolit Ore Zone (LSOZ) dengan kadar 1.4% < Ni < 1.8% dan Fe < 40%, zona High Saprolit Ore Zone (HSOZ) dengan kadar Ni > 1.8% dan Fe < 30%, serta zona bedrock dengan kadar Ni < 1%, Fe < 25%, dan MgO > 30%. Setelah dilakukan komposit, tahap selanjutnya adalah rekapitulasi data dan analisis statistik.

Analisis Statistik Kadar Komposit

Analisis statistik univarian terhadap basis data meliputi analisis statistik kadar-kadar Ni, Fe, MgO, dan SiO2. Tujuan analisis adalah untuk mengetahui parameter atau karakterisik populasi data assay hasil pemboran di Pulau Gee dan Pakal. Dari histogram kadar Ni secara keseluruhan dapat dilihat bahwa distribusi kadar Ni baik untuk Pulau Gee maupun Pakal relatif terdistribusi normal (Gambar 3). Hal ini dapat dilihat dari bentuk histogramnya yang cenderung simetris. Kadar Ni akan meningkat seiring bertambahnya kedalaman menuju zona limonit (1.0% < Ni < 1.4%). Kadar Ni yang menjadi target utama dalam eksplorasi nikel berasal dari LSOZ (1.4% < Ni < 1.8%) hingga HSOZ (Ni > 1.8%). Memasuki zona bedrock kadar Ni akan kembali turun karena pada zona ini tidak terjadi proses serpentinisasi maupun pelindian mineral-mineral mobile baik secara lateral maupun vertikal yang merupakan faktor utama dari proses pembentukan nikel.

Histogram kadar Fe di Pulau Gee terdistribusi secara tidak merata, hal ini dapat dilihat dari distribusi data yang sangat tinggi hanya pada selang antara 10% - 15% (Gambar 3). Besarnya rentang sebaran data kadar Fe ini disebabkan oleh unsur Fe yang terdistribusi pada zona HSOZ (yang memiliki kandungan unsur Fe < 30%) dan juga beberapa bagian dari LSOZ.

Kandungan unsur Fe yang berada > 40% tersebar cukup merata. Sebaran kadar Fe yang berada pada selang ini merupakan zona limonit. Sementara distribusi kadar Fe yang terdapat pada Pulau Pakal menunjukkan sebaran kadar bimodal dimana terakumulasi secara dominan pada rentang antara 5% - 15% (pada zona saprolit) dan rentang 40% - 45% (pada zona topsoil dan limonit). Pencilan yang terdapat pada distribusi data kadar Fe akan lebih banyak disebabkan oleh sebaran data yang berasal dari kedua zona tersebut, dimana hal ini terjadi

(5)

karena unsur Fe banyak yang mengendap sebagai residu dari pelapukan yang terletak dekat permukaan (dalam hal ini masuk kedalam zona limonit dan topsoil).

Distribusi kadar SiO2 dari histogram di Pulau Gee menunjukkan sebaran data yang terdistribusi secara tidak merata, dimana sebagian besar data terdistribusi pada nilai yang tinggi (antara 40% - 45%) (Gambar 3). Sementara kadar SiO2 di Pulau Pakal menunjukkan pola sebaran bimodal pada selang 5% - 10% dan 35% - 45%. Unsur SiO2ini terkonsentrasi sebagai dua populasi yaitu pada HSOZ dan topsoil. Sementara pada HSOZ, unsur SiO2

disebabkan oleh pengayaan unsur SiO2pada zona rekahan, dimana pada zona tersebut selain unsur Ni yang terkayakan, unsur SiO2juga akan terakumulasi menjadi krisopras (yang tinggi kandungan silikanya) dan silika itu sendiri. Akibatnya kadar SiO2pada rekahan yang banyak terdapat pada HSOZ akan sangat tinggi. Proses pencucian vertikal yang terjadi di Pulau Pakal kemungkinan tidak terjadi secara intensif karena masih banyak kandungan silika yang terdapat pada zona topsoil dan limonit walaupun tidak dalam jumlah yang besar.

Gambar 3. Histogram kadar-kadar Ni, Fe, SiO2, dan MgO dari seluruh data komposit di Pulau Gee dan Pakal.

Dari histogram kadar MgO di Pulau Gee menunjukkan distribusi bimodal, dimana hal ini terjadi karena sifat dari unsur MgO yang sangat mobile (Gambar 3). Pada zona topsoil hingga limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut akan hilang terlindi oleh aliran air secara vertikal maupun lateral. Sementara pada zona saprolit unsur-unsur mobile yang salah satunya adalah MgO akan terakumulasi sehingga memiliki kadar yang cukup tinggi.

Sedangkan unsur MgO pada bedrock secara alamiah sudah sangat tinggi. Pada kedua zona inilah (saprolit dan bedrock) unsur MgO akan terdistribusi paling tinggi sehingga menyebabkan munculnya bentuk bimodal pada histogram. Kondisi ini berbeda untuk Pulau Pakal dimana kadar MgO secara setempat terakumulasi pada selang antara 0% - 4% dimana kemungkinan pelapukan pada zona topsoil dan limonit lebih intensif, sehingga kadar MgO tinggi dan zona topsoil lebih tebal daripada di Pulau Gee.

(6)

Analisis Statistik Ketebalan Zona Laterit

Dari Gambar 4 terlihat bahwa ketebalan topsoil di Pulau Pakal lebih besar dibandingkan di Pulau Gee karena kondisi topografi Pulau Pakal yang lebih landai dibandingkan dengan Pulau Gee, sehingga aktivitas pembentukan topsoil akan lebih intensif terjadi di Pulau Pakal. Hal ini juga didukung dari hasil analisis statistik dimana kadar Fe banyak terdapat pada kisaran 40% - 50%, dan kadar MgO pada kisaran 0% - 5% dimana kemungkinan besar kondisi ini terjadi pada zona topsoil atau limonit.

Gambar 4. Histogram ketebalan zona topsoil, limonit, LSOZ, dan HSOZ di Pulau Gee dan Pakal.

Ketebalan HSOZ yang lebih besar di Pulau Gee daripada di Pulau Pakal kemungkinan disebabkan oleh pencucian yang berlangsung lebih baik, sehingga meningkatkan akumulasi dan kadar unsur Ni (Gambar 4). Adanya sejumlah air yang masuk kedalam tanah menyebabkan terjadinya proses transportasi mineral-mineral mobile. Semakin banyak air yang masuk kedalam tanah maka akan semakin banyak pula mineral mobile yang dapat tertransportasi, sehingga menyebabkan jumlah mineral yang terendapkan semakin besar, dimana hal ini juga menyebabkan zona yang terbentuk menjadi semakin tebal. Selain itu banyaknya jumlah rekahan juga menyebabkan aktivitas pembentukan HSOZ terjadi dengan lebih intensif. Perbedaan ketebalan limonit dan LSOZ yang terbentuk tidak terlalu signifikan baik di Pulau Gee maupun Pulau Pakal, sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas pembentukan kedua zona laterit di kedua pulau tersebut hampir sama (Gambar 4).

Analisis Statistik Kadar Komposit

Berdasarkan hasil diagram pencar pada Gambar 5, kadar Ni dan MgO merupakan variabel yang saling bebas, karena terlihat dari korelasi yang eratik dari kedua variabel tersebut.

Diagram pencar antara kadar Fe dan MgO menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar Fe maka

(7)

akan semakin rendah kadar MgO, begitu pula sebaliknya, dan kedua variabel menunjukkan korelasi yang cukup kuat. Berdasarkan diagram pencar, semakin tinggi kadar Fe maka akan semakin tinggi juga kadar MgO, walaupun di Pulau Gee korelasi antara kedua variabel tersebut cenderung kecil.

Dari berbagai analisis di atas, dapat dikatakan bahwa kadar Ni dengan MgO tidak dapat dijadikan sebagai faktor korelasi dalam penentuan horizon laterit, sehingga diusulkan kadar Fe dan MgO sebagai batas dalam penentuan horizon laterit dengan kadar unsur SiO2

(khususnya di Pulau Pakal) dan dapat dijadikan faktor yang mendukung korelasi antara unsur Fe dan MgO tersebut.

Gambar 5. Diagram pencar antara kadar Ni vs. kadar MgO, kadar Fe vs. kadar MgO, dan kadar SiO2vs. kadar MgO untuk keseluruhan data di Pulau Gee dan Pakal.

Perbandingan Profil Nikel Laterit Pulau Gee dan Pakal

Ketebalan zona topsoil di Pulau Pakal lebih besar daripada di Pulau Gee, dan bedrock Pulau Pakal juga lebih dalam dibandingkan dengan di Pulau Gee, hal ini disebabkan oleh tingkat

(8)

endapan laterit di Pulau Gee juga lebih tinggi daripada kandungan Fe di Pulau Pakal. Model kadar laterit di Pulau Gee memperlihatkan bahwa Fe lebih banyak terakumulasi pada zona limonit (Gambar 6). Hal ini kemungkinan disebabkan karena zona topsoil yang tipis, sehingga iron cap terletak di daerah perbatasan zona topsoil dengan limonit, sedangkan pada zona limonit terakumulasi mineral-mineral yang kaya akan Fe, misalnya magnetit, goethit, dan hematit. Dengan demikian secara kuantitatif hal ini menyebabkan zona limonit menjadi kaya akan Fe.

Gambar 6. Distribusi vertikal kadar unsur-unsur utama pada endapan nikel laterit di: (a) Pulau Gee dan (b) Pulau Pakal, dimana TS = topsoil, LM = limonite, LS = low saprolite, HS

= high saprolite, BR = bedrock.

ESTIMASI POSISI BEDROCK

Estimasi elevasi top dari bedrock dilakukan menggunakan metode Linear Interpolation (LI) dan Inverse Distance Square (IDS). Kemudian dari kedua metode tersebut hasil estimasi terutama untuk Pulau Gee divalidasi dengan kondisi data aktual di lapangan. Data aktual yang digunakan merupakan data dari area mineout, yaitu data batas penambangan yang ditandai oleh elevasi zona bedrock (yang menjadi batas penggalian) pada titik bor yang telah dilakukan penambangan.

Berdasarkan hasil diagram pencar antara hasil estimasi dan data aktual didapatkan bahwa rata-rata nilai koefisien korelasi (R) sangat tinggi yaitu > 0.9, artinya dua variabel memiliki korelasi kuat (Gambar 7). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa estimasi elevasi top bedrock baik dengan metode LI maupun IDS memiliki hasil yang hampir sama dengan data aktual (mineout).

(9)

Gambar 7. Diagram pencar hasil estimasi elevasi bedrock dengan metode LI dan IDS vs.

data aktual.

Estimasi menggunakan interpolator IDS juga dilakukan dengan menghilangkan (mereduksi) jumlah data dengan reduksi berturut-turut sebanyak 20, 30, dan 40 data secara acak. Dari hasil korelasi antara hasil estimasi IDS menggunakan keseluruhan data dengan hasil estimasi IDS menggunakan reduksi data untuk Pulau Gee dan Pakal, dapat dinyatakan bahwa semakin banyak titik penaksir yang direduksi, maka korelasi antara kedua variabel cenderung sedikit berkurang. Akan tetapi pengurangan titik penaksir ini tidak berpengaruh signifikan, karena koefisien korelasinya masih cukup tinggi. Sehingga hasil interpolator IDS yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup baik.

KESIMPULAN

Dari studi karakterisasi endapan nikel laterit dan estimasi elevasi bedrock di Pulau Gee dan Pakal dapat disimpulkan bahwa:

1. Endapan nikel laterit di Pulau Gee dan Pakal menunjukkan karakter kimiawi secara umum yang mirip kecuali kadar Fe agak lebih tinggi di Pulau Gee, sedangkan karakter fisik menunjukkan bahwa ketebalan zona topsoil di Pulau Pakal lebih besar dan posisi bedrock yang lebih dalam dibandingkan kondisi zonasi laterit di Pulau Gee.

2. Estimasi elevasi bedrock pada titik bor gantung menggunakan metode Linear Interpolation (LI) maupun Inverse Distance Square (IDS) menunjukkan hasil yang baik dengan nilai koefisien korelasi lebih dari 0.90 jika dikorelasikan terhadap data aktual.

3. Dengan adanya korelasi yang kuat antara hasil estimasi dengan data aktual, maka kedua metode ini (LI dan IDS) baik diterapkan untuk mengestimasi elevasi bedrock pada titik bor gantung untuk endapan nikel laterit.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITB atas dukungan dana untuk pelaksanaan kegiatan Riset KK No.

150h/K01.08/SPK/2009. Juga penghargaan kami sampaikan kepada Unit Geomin PT. Aneka Tambang, Tbk. atas dukungan yang diberikan selama anggota tim peneliti melakukan kegiatan lapangan serta izin yang diberikan kepada kami untuk menggunakan salah satu wilayah pertambangannya sebagai daerah studi dalam Riset KK ini. Juga terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak lain yang telah membantu terlaksananya aktivitas penelitian ini dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, T. dan Sudana, D. (1980): Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Boldt, J.R. (1966): The Winning of Nickel. Longmans Canada Limited, Toronto.

Davis, J.C. (1973): Statistics and Data Analysis in Geology. Wiley, New York.

Freyssinet, Ph., Butt, C.R.M., Morris, R.C., dan Piantone, P. (2005): Ore Forming Processes Related to Lateritic Weathering. Economic Geology 100th Anniversary Volume.

Guilbert, J.M. dan Park, C.F.: The Geology of Ore Deposit. W.H. Freeman and Company (1986).

Mottana, A., Crespi, R., dan Liborio, G. (1977): Simon and Schuster’s Guide to Rocks and Minerals. Simon and Schuster’s, New York.

Notosiswoyo, S., Syafrizal, dan Heriawan, M.N. (2000): Teknik Eksplorasi, Buku Ajar Kuliah Departemen Teknik Pertambangan, ITB, Bandung.

Notosiswoyo, S., Syafrizal, Heriawan, M.N., dan Widayat, A.H. (2005): Diktat Matakuliah Metode Perhitungan Cadangan TE-3231 Edisi 1. Departemen Teknik Pertambangan, FIKTM – ITB, Bandung.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
Gambar 2. Peta geologi daerah studi dan sekitarnya di Halmahera (Apandi &amp; Sudana, 1980).
Gambar 3. Histogram kadar-kadar Ni, Fe, SiO 2 , dan MgO dari seluruh data komposit di Pulau Gee dan Pakal.
Gambar 4. Histogram ketebalan zona topsoil, limonit, LSOZ, dan HSOZ di Pulau Gee dan Pakal.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ekosistem pesisir memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan keragaman organisme laut tertinggi di dunia, sehingga kajian

Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari suatu disinfektan yang dapat mematikan mikroba dengan pengenceran tertinggi fenol dalam

Tujuan umum dari program PKL adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam Komunikasi Pemasaran ( Marketing Communication) di Divisi Marketing dan mepromosikan

Kalau untuk penilaian di setiap subtema itu yang kami lakukan hanya untuk mengukur pengetahuan anak saja, ini maksudnya untuk ujian tulis, untuk penilaian sikap sosial

Serapan pada daerah sidik jari yang tetap teramati pada kedua nanokomposit SZMK dan SFMK merupakan indikasi bahwa proses konversi termal dengan radiasi

Kemampuan fagositosis makrofag terhadap lateks yang ditinjau jumlah makrofag yang memfagositosis lateks maupun dari jumlah lateks yang difa-gositosis oleh makrofag

Mengevaluasi dan menganalisis hasil tindakan, kesenjangan antara teori dengan kasus nyata di lapangan serta mendokumentasikan hasil tindakan asuhan secara