22
BAB III
METODOLOGI
Gambaran UmumPada tugas akhir ini, penulis membahas proses kreasi dance film yang berfokus pada pembahasan sinematografi dan editing pada dance film “Alir”. Penulis menggunakan metode kualitatif, yang mana metode ini diperoleh berdasarkan data lapangan yang sudah ada, seperti: realita, peristiwa, dan fakta. Serta, menggunakan teori yang sudah ada sebagai pendukung, sehingga dalam penelitian tidak dapat berasumsi. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena apa yang sedang dialami subjek, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Disampaikan melalui bentuk kata-kata atau deskripsi. Tujuan metode kualitatif untuk menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-dalamnya bukan kuantitas data.
Sinopsis
Dance film “Alir” menggambarkan sebuah tarian yang memanfaatkan gerakan kamera yang seolah menari dan pemberian efek visual di dalam editing untuk memperkuat statement dance film ini. Statement yang ingin disampaikan dalam film ini, yaitu: dalam setiap gerakan dan elemen yang digunakan mempunyai makna tertentu. Dengan melihat dance film”Alir”, penonton tidak dibatasi oleh ruang antar penari dan penonton, sehingga dalam film ini penonton dapat masuk ke dalam filmnya. Gerakan penari dibatasi oleh pergerakan kamera dan framing sehingga makna gerakan yang ingin disampaikan dapat terfokuskan oleh
23 penonton. Dance film “Alir” melibatkan jenis koreografi dengan dasar tari kontemporer. Penari mendapat inspirasi koreografi dari sebuah pertanyaan bagaimana tubuh melakukan investigasi mengenai suatu lingkungan sehingga tubuh akan membentuk sebuah peristiwa.
Posisi Penulis
Di dalam proses kreasi dance film “Alir” penulis melakukan semuanya sendiri baik dari sisi sutradara, sinematografi bahkan editing. Karena dalam pembuatan dance film lebih mengutamakan peran sinematografi dan editing, maka yang akan dibahas adalah kedua pembahasan ini. Proses kreasi dance film, sinematografer berkolaborasi dengan koreografer untuk mewujudkan bagaimana sinematografi mampu membangun tarian melalui pergerakan kamera dan didukung dengan editing. Penulis mengamati setiap koreografi subjek, merancang konsep dan merancang setiap shot dengan pergerakan kamera yang seolah ikut menari, saling berinteraksi antara kamera dan penari, mengambil keseluruhan gambar ketika produksi, hingga merangkai seluruh gambar menjadi sebuah dance film pada tahap editing.
Peralatan
Peralatan yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan, antara lain: kamera Canon 700D, lensa 50mm, lensa 18-55mm, lampu LED 50W, dan laptop Macbook Pro Retina 13”. Juga, software editing yang digunakan adalah Adobe Premier 2020.
24
Gambar 3.1 Peralatan Shooting Sumber: dokumen pribadi
Tahapan Kerja
Selama proses bekerja penulis sempat membuat 4 karya dance film. Hasil eksperimen ke-4 karya ini, penulis dapat menganalisis dari sisi sinematografi dan editing yang ditemukan selama proses kreasi dance film ini. Berikut penjelasan tahapan kerja dari pra-produksi, produksi, sampai paska produksi:
3.5.1. Pra-produksi
Dalam tahap pra-produksi, penulis sebagai sutradara membuat statement untuk dance film ini. Statement yang digunakan bahwa setiap gerakan dan elemen yang digunakan mempunyai makna tertentu. Penari menggunakan koreografi dengan dasar tarian tari kontemporer. Dengan acuan dua buah film yang cukup lama, yang pertama penulis menggunakan acuan dance film karya Maya Daren sebagai patokan untuk sisi sinematografi. Satu lagi sebuah film eksperimental karya Melville Webber yang nantinya akan menjadi patokan penulis dalam proses editing.
25 Pada karya dance film “Alir”, penulis menggunakan penari dan koreografer profesional. Indra Gandara merupakan koreografer sekaligus penari dalam film ini. Ia merupakan seorang penari lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, dengan dasar tarian tari kontemporer. Selama karir nya sejak kuliah hingga saat ini ia berumur 28 tahun, ia belum pernah membuat dance film. Dance film ini merupakan kolaborasi yang pertama untuknya dan penulis.
Setelah penulis menyesuaikan jadwal dengan penari yang sekaligus koreografer dance film ini, penulis membahas lokasi dan koreografi apa yang akan disampaikan. Penulis juga mencari lokasi yang sesuai dan kondusif untuk melakukan shooting, terutama di tengah-tengah wabah COVID-19 yang membuat proses shooting memiliki keterbatasan. Lokasi yang penulis gunakan untuk karya dance film “Alir” di sungai Cibojong di daerah Bojong, Kabupaten Sukabumi. Sungai ini tidak dalam, karena banyak bebatuan dan biasanya masih digunakan warga untuk mencuci pakaian. Di sekitar sungai ini hanya terdapat sedikit penerangan, sehingga nantinya sutradara memutuskan untuk menggunakan obor yang di pegang penari sebagai pengganti lighting.
26
Gambar 3.2 Sungai Cibojong Sumber: dokumen pribadi
Penulis sebagai sutradara dan sinematografer merancang konsep sinematografi yaitu dengan melakukan beberapa shot dimana penari akan outframe. Outframe ini menjadi tantangan bagi sinematografi untuk mengikuti gerakan penari maka kamera akan mengejar-ngejar penari. Hal ini akan diperlihatkan di dalam film untuk mendukung makna koreografi itu sendiri, seperti ketika tubuh penari akan melakukan koreografi melarikan diri juga diakhir film ketika obor meredup dan mati. Dari sisi pencahayaan penulis menggunakan obor sebagai konsep sinematografi. Karena obor di film ini akan memberikan kesan sakral dan penuh makna dalam dance film “Alir”. Dan penggunaan obor di dalam kondisi yang minim cahaya akan membuat penonton fokus kepada penari yang mendapat pantulan cahaya obor.
27 3.5.2. Produksi
Pada tahap ini, penulis sebagai sutradara mengarahkan setiap gerakan yang akan diambil dengan konsep sinematografi dan mengikuti acuan film karya Maya Daren. Dimana penari dan sinematografi berkolaborasi menjadi satuan yang utuh, bukan hanya sebagai dokumentasi melainkan kamera juga bergerak membuat tarian ini nampak seperti dance film. Juga, penulis sebagai sinematografer memegang kamera dan mengambil gambar dengan camera movement, angle dan framing yang beragam.
Dance film ini merupakan hal baru bagi penulis sehingga butuh eksperimentasi hingga mendapatkan dance film “Alir”. Selama proses kreasi penulis telah melakukan 4 kali eksperimen membuat dance film, diantaranya:
1. Dance film berjudul “Jagat Suwung”, penari sekaligus koreografer dalam film ini, yaitu: Indra Gandara. Tetapi kesalahan film ini adalah sinematografi tidak berkolaborasi sehingga hasil film ini tampak seperti dokumentasi tari. Keseluruhan film banyak menggunakan kamera still dengan framing long shot dan medium shot. Sehingga sangat jelas terlihat gerakan penari dari awal hingga akhir seperti di atas panggung pertunjukkan. Sinematografi tidak mengarahkan penonton pada koreografi dengan shot tertentu. Koreografi yang dihadirkan film ini, menggunakan aturan formasi seperti penataan tari di panggung pertunjukkan. Dapat dikatakan ini memindahkan tarian panggung ke sebuah sawah, yang
28 merupakan lokasi film ini. Dengan kesalahan ini, maka dance film “Jagat Suwung” ini merupakan dokumentasi tari.
2. Dance film “Antek”, dilakukan oleh sepasang penari. Penari perempuan sebagai koreografer dan penari. Penari laki-laki dalam film ini tidak memiliki badan yang lentur seperti penari tetapi menjadi tokoh utama dalam film. Kesalahan yang penulis dapatkan yaitu, penulis terlalu banyak mengarahkan tokoh utama untuk menutupi kekurangan tokoh sehingga terkesan acting teater. Kesalahan ini didukung oleh logika editing, yang memikirkan narasi.
3. Dance film “BlaCat”, penulis menggunakan penari laki-laki dari tokoh di film “Antek”. Ia diarahkan oleh seorang koreografer teater. Hasil film ini dapat dikatakan dance film, karena penulis telah melakukan kolaborasi dengan membangun tarian melalui sinematografi dan editing. Tetapi penulis belum memperhatikan ruang dalam film.
4. Dance film “Alir”, penulis kembali menggunakan penari profesional yaitu, Indra Gandara. Karena penulis telah melewati 3kali eksperimen dan mempelajari kesalahannya, maka film ini telah solid menjadi yang dikatakan sebagai sebuah dance film. Sinematografi mampu berkolaborasi dengan penari tanpa men-direct tokoh seperti acting dan sudah memperhatikan ruang yang digunakan. Editing juga mampu membangun terciptanya dance film, tanpa logika narasi.
29 3.5.3. Paska- produksi
Di tahap ini, penulis sebagai editor melakukan back-up seluruh data shooting untuk nantinya masuk ke tahap editing. Penulis memilih setiap shot yang akan digunakan. Dalam tahap editing Dance Film “Alir”, penulis menggunakan Melville Webber sebagai acuan editing. Penulis akan menggunakan beberapa efek visual, seperti: dissolve, transisi dan memberikan kontrast warna pada bagian shot-shot tertentu, sebagai penekanan makna. Juga, editing dance film “Alir” mengacu dengan mengikuti ritme musik.
Acuan
Dance film “Alir” dibuat dengan mengacu pada dua dance film yang cukup lama, yaitu: “Meditation on Violence” (Maya Daren, 1949) dan “The Fall Of The House Of Usher” (Melville Webber, 1928).
3.6.1. “Meditation on Violence” (Maya Daren, 1949)
Gambar 3.3 “Meditation on Violence” (Maya Daren, 1949) Sumber: YouTube
30 Pada film ini, penulis mengacu pada pergerakan kamera yang dilakukan filmmaker. Teknik kamera still dengan berbagai macam angle dan framing yang bervariasi, seperti: extreme long shot, long shot, medium shot dan close up. Film ini penulis gunakan sebagai acuan karena dance film ini merekam gerakan penari secara langsung seperti apa yang akan direkam oleh penulis. Film ini menggambarkan gerakan bela diri tradisional Tiongkok yang diambil dari berbagai angle dan framing. Dengan dance film ini dapat mengaburkan perbedaan antara kekerasan dan keindahan.
3.6.2. “The Fall Of The House Of Usher” (Melville Webber, 1928)
Gambar 3.4 “The Fall Of The House Of Usher” (Melville Webber, 1928) Sumber: YouTube
Dalam film ini, penulis mengacu pada proses editing yang dilakukan di dalam film. Seperti penggunaan efek visual yang dihadirkan dalam film ini. “The Fall Of The House Of Usher” (Melville Webber, 1928) merupakan film
31 eksperimental, yang berceritakan seorang wanita yang diduga telah meninggal, lalu dimasukkan ke dalam peti. Ternyata wanita ini tidak meninggal, melainkan hanya pingsan. Saat keluarganya tahu ia hidup kembali, mereka tidak percaya dan menduga wanita ini sebagai hantu. Sehingga wanita ini mengalami depresi dan trauma yang mendalam, depresi dan trauma ini disampaikan di dalam film melalui efek visual dengan layer yang ditumpuk, penggunaan efek dissolve dan transisi.