• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sarana usaha. Hal ini dapat dijumpai pada kegiatan usaha franchise yang sekarang ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sarana usaha. Hal ini dapat dijumpai pada kegiatan usaha franchise yang sekarang ini"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Persaingan dalam segala bidang mendorong masyarakat untuk giat dalam mendapatkan penghasilan. Selain menjadi pegawai atau karyawan di suatu institusi, masyarakat saat ini mulai mencoba menjalankan usaha di berbagai hal seperti menjual pakaian, asesoris wanita, sepatu, hingga makanan. Oleh karena itu, banyak ruko, stan di dalam mal, restoran, café, hingga outlet banyak dijumpai sebagai sarana dalam menjalankan usaha.

Dalam mendirikan suatu usaha, para pelaku usaha menggunakan sumber permodalan baik milik pribadi maupun dari pihak lain. Sumber modal dari pihak lain tersebut dapat diperoleh dari bank, rentenir, kerabat, maupun investor. Jumlah modal yang digunakan oleh pelaku usaha sangat bergantung kepada skala usahanya, dimana usaha tersebut terbagi atas usaha kecil, sedang, dan besar. Kegiatan usaha dengan skala sedang memperoleh modal dari investor untuk menyediakan bangunan dan sarana usaha. Hal ini dapat dijumpai pada kegiatan usaha franchise yang sekarang ini banyak dijalankan oleh para pelaku usaha di beberapa kota.

Franchise dibedakan menjadi dua yaitu franchise lokal dan franchise asing.

Kemudahan dalam menjalankan usaha franchise serta keyakinan dalam memperoleh pangsa pasar lebih cepat menjadikan salah satu alasan memilih usaha franchise.

Di Indonesia, pada tahun 2005 hingga tahun 2007, jumlah pelaku usaha franchise baik lokal maupun asing terus meningkat, hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Jumlah Perusahaan Franchise di Indonesia berdasarkan Asalnya Franchise Lokal Franchise Asing Tahun

Jumlah Pertumbuhan (%)

Jumlah Pertumbuhan (%)

2005 42 8 230 8

2006 49 8,8 239 11

2007 62 26,5 270 12,9

Sumber : Rachmadi, 2008

Dari data diatas, menunjukkan bahwa franchise lokal mengalami perkembangan yang sangat pesat yaitu hingga 60% pada tahun 2005-2007.

Sedangkan pertumbuhan franchise asing pada tahun yang sama mencapai 27,35%.

Hal ini menunjukkan bahwa, dalam tiga tahun terakhir, antusiasme pelaku usaha franchise lokal lebih menonjol dalam melakukan perkembangan usaha dibandingkan franchise asing (Rachmadi, 2008). Implikasinya adalah dengan semakin banyaknya franchise lokal yang bermunculan menyebabkan persaingan yang ketat pada usaha franchise di Indonesia. Hal tersebut membuat franchisee dihadapkan pada berbagai pilihan brand, sehingga franchisor perlu mengetahui kebutuhan dan keinginan franchisee agar dapat menciptakan dan menjual franchise yang dapat diterima oleh franchisee.

Pilihan brand pada franchise lokal dapat ditemukan pada lima sektor industri, antara lain sektor food and beverage, educational product and service, ritel, real estate service, laundry, and dry cleaning, dan lain-lain (Rachmadi, 2008). Sektor food and beverage menjadi pilihan franchise yang paling banyak dijalankan di Indonesia.

Salah satu keunggulan franchise pada sektor food and beverage adalah bentuk franchise yang merupakan usaha instan yang banyak diminati oleh pengusaha di

(3)

Indonesia, karena pasar yang sudah tersedia serta beberapa keuntungan dari bentuk franchise itu sendiri seperti bantuan manajerial dan operasional yang diberikan oleh franchisor.

Usaha franchise makanan mempunyai ciri khusus dari produknya sehingga dapat lebih bertahan dari ancaman pasar. Distribusi usaha franchise sangat pendek, sehingga kontrol terhadap mutu produk dan pelayanan dapat dilakukan secara langsung. Usaha yang bergerak dalam sektor food and beverage tidak akan pernah sepi dan bahkan terus menjamur. Menurut Rahmadi (2008), diperkirakan franchise pada sektor food and beverage akan terus meningkat dan akan menjadi sebuah trend.

Salah satu nama franchise pada sektor food and beverage adalah Kebab Turki Baba Rafi. Makanan khas Timur Tengah ini mulai menarik perhatian masyarakat dari berbagai kalangan, produk KTBR yang terdiri dari kebab, kebab gila, syawarma, hotdog, beef burger, chicken burger, crispy burger, wiener jumbo, hotdog jumbo, burger gila, cane original, cane salad, cane coklat keju, dan kebab pisang coklat keju.

Produk KTBR tersebut banyak mendapat permintaan dari masyarakat.

Belum genap tiga tahun berdiri, produk KTBR telah mendapatkan banyak franchisee, hal ini terjadi hingga pertengahan tahun 2006 dimana KTBR sudah hadir di 170 outlet. Dari 170 outlet tersebut, enam outlet diantaranya merupakan milik franchisor. Permintaan akan franchise Produk KTBRdapat dilihat pada Tabel 2, yang menunjukkan peningkatan peminat Produk KTBRdibandingkan franchise yang lain dengan tipe outlet (bukan restoran).

(4)

Tabel 2. Permintaan 6 Franchise Pada Sektor Food and Beverage

Tahun (Milik Franchisor) Tahun (Yang di-franchise-kan) N

o. Nama Franchise

2003 2004 2005 2006 2003 2004 2005 2006

1. Edam Burger - - 1 - 50 55 60 80

2. Hotdog Booth - - - 14 - - - 16

3. KTBR - 6 6 6 - 10 23 170

4. Mr Celup’s 1 1 1 - 1 59 29 15

5. Picazzo Burger - 4 4 4 - 20 36 43

6. Red Crispy 5 5 5 - 50 145 245 105

Sumber : Marimbo (2007)

Dari data diatas, menunjukkan bahwa tawaran jenis makanan yang sudah familiar (umum) bagi usaha franchise makanan ikut menyemarakkan usaha pada sektor food and beverage. Hal ini terjadi pada franchise makanan yang menjual sajian seperti fried chicken, Kebab Turki, burger, pizza, serta sajian cepat saji lainnya.

Franchise pada sektor food and beverage yang menjual masakan western sudah semakin menjamur dari tahun ke tahun. Hanya saja fenomena masakan western tersebut membuat franchise lain menciptakan menu yang lain, salah satunya yaitu Kebab Turki. Meskipun konsumen masih berminat dengan makanan ala Barat, yang terbukti dengan larisnya restoran fast food dari Amerika Serikat. Namun bersamaan dengan besarnya pengaruh budaya Timur Tengah ke masyarakat Indonesia akhir- akhir ini, pangsa pasar produk KTBR juga ikut meluas. Terlebih lagi sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim yang lebih mengutamakan makanan dengan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) (Setiawan, 2006).

Produk KTBR merupakan salah satu jenis franchise makanan yang menawarkan 16 menu pilihan. Salah satunya adalah kebab yang berbahan dasar tortila yang terbuat dari tepung gandum yang dihidangkan dengan irisan daging sapi, sayuran, serta saus pelengkap, sehingga didapatkan bentuk yang unik, rasa yang lezat, dan belum dijumpai sebelumnya. Variasi makanan khas Timur Tengah yang

(5)

membuat daya tarik bagi konsumen serta menghindari kejenuhan pasar akan makanan yang sering ditawarkan pada konsumen.

PT Baba Rafi Indonesia merupakan perusahaan yang menjual produk makanan Timur Tengah yang diberi nama Kebab Turki Rafi (KTBR). Perusahaan ini didirikan pada tahun 2005, oleh seorang alumni Institut Teknologi Surabaya. Berkat pengalaman selama di negara Timur Tengah, membuat pendiri PT Baba Rafi Indonesia ini mempunyai ide untuk mencoba menjual produk KTBR dengan versi lain. Produk KTBR tersebut dipasarkan di daerah Surabaya dengan memilih lokasi usaha yang cukup strategis yaitu di depan kampus dan dekat dengan jalan raya menjadi langkah awal dalam memperoleh pangsa pasar.

Sejak saat itu, pendiri KTBR menjalankan usaha KTBR dalam bentuk franchise. Outlet merupakan sarana untuk menjual produk KTBR dan saat ini hampir 270 outlet KTBR tersebar di beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasar, Palembang, Bali, Bogor, Sidoarjo, Jember, Malang, Gresik, Kediri, Yogyakarta, Semarang, Cilacap, Kudus, Medan, Solo, Lampung, Batam, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Karawang, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bekasi. Khususnya di kota Bogor terdapat sepuluh outlet KTBR yang berdiri dan masing-masing outletnya dimiliki oleh franchisee yang berbeda. Kesepuluh outlet di kota Bogor tersebut, belum didukung dengan peninjauan lebih dalam mengenai kelayakan usaha masing-masing outlet. Oleh karena itu, studi kelayakan usaha di outlet KTBR perlu dilakukan.

(6)

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu yang tergolong dalam franchise pada sektor food and beverage adalah Kebab Turki Baba Rafi. KTBR merupakan pencetus makanan Timur Tengah pertama di Indonesia, mulai dari kemasan, bentuk, rasa, serta penyajian menjadi hal utama yang diperhatikan. Kesamaan dari hal tersebut diatas menjadikan trade mark dari KTBR yang dapat dijumpai di semua outlet KTBR.

Tidak hanya itu, pertimbangan dari franchisee bergabung dengan KTBR karena mempunyai konsep pemasaran yang diwujudkan melalui outlet dengan tampilan yang eye-cathing dibandingkan dengan usaha sejenis. Pertimbangan lain dari franchise ini yaitu banyak franchisee lain yang ikut terlibat dalam usaha tersebut yang tercatat hingga saat ini mencapai 270 outlet di Indonesia, dan sepuluh outlet diantaranya berada di kota Bogor.

Pada tahun 2006, outlet KTBR cabang ke 162 merupakan outlet pertama di Kota Bogor dengan tipe outlet gerobak. Kemudian saat ini sepuluh outlet yang tersebar di beberapa wilayah kota Bogor dengan tipe outlet yang sama, dengan harapan ingin memberikan pilihan akan variasi makanan yang belum pernah ada sebelumnya serta ingin lebih dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau.

Walaupun jumlah konsumen dari masing-masing outlet terus bertambah setiap tahunnya, itu semua tidak terlepas dari pemilihan lokasi yang strategis sehingga dapat dijangkau oleh konsumennya. Sebab masing-masing lokasi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap usaha franchise KTBR, sehingga kelayakan usaha tidak hanya untuk franchisornya saja, melainkan untuk pihak franchisee sebagai pemilik outlet.

(7)

Kelayakan usaha masing-masing outlet KTBR menjadi hal yang paling penting bagi franchisee. Sebab banyak dijumpai relokasi outlet disebabkan banyak faktor, diantaranya menurunnya jumlah konsumen, harga sewa tempat yang mahal (melebihi batas sewa lokasi menurut Standart Operational Procedure (SOP)) yaitu Rp 1.000.000/bulan yang melebihi standar harga sewa dari KTBR yaitu Rp 300.000- Rp 450.000/bulan, lokasi usaha yang kurang aman, hingga menurunnya omset penjualan harian. Beberapa faktor tersebut menyebabkan franchisee mengeluarkan dana tambahan yang tidak sedikit, dan bukan hanya itu pemilihan lokasi baru membuat outlet tersebut bersaing dengan usaha lain supaya mendapatkan konsumen yang lebih banyak serta dapat menjadi pelanggan tetap.

Tak terkecuali untuk outlet KTBR 253 yang berlokasi di Universitas Pakuan Bogor. Outlet 253 merupakan sebutan untuk cabang KTBR yang ke-253. Outlet KTBR 253 dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil, dan usaha tersebut telah berjalan lima bulan. Setiap bulannya, jumlah konsumen dari outlet KTBR 253 mencapai hampir 75 orang dan diantaranya adalah pelanggan tetap dari Perumahan Bogor Baru, Bogor Like Side, mahasiswa/i Universitas Pakuan maupun siswa/i SMK PGRI serta siswa/i SMAKBO.

Sebelum memulai usaha tersebut, outlet 253 melakukan sewa lokasi yang dimulai per tiga bulan terhitung masa percobaan untuk melihat pangsa pasar di lokasi tersebut. Dikarenakan pemilik tempat tersebut akan melakukan renovasi rumah menyebabkan waktu sewa lokasi yang tidak dapat diperpanjang, sehingga franchisee outlet 253 tersebut berencana melakukan relokasi outlet.

(8)

Dengan melakukan relokasi outlet, maka franchisee harus mempertimbangkan berberapa hal, antara lain menambah jumlah pelanggan, keamanan lokasi yang baru, biaya sewa lokasi yang dituju, serta kelayakan usaha tersebut di lokasi yang baru. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi franchisee 253 sebab lokasi baru yang dituju berada di jalan alternatif dan tidak tampak jelas dari jalan utama. Pertimbangan tersebut menjadikan ukuran bagi franchisee outlet tersebut dalam melanjutkan usahanya dengan melakukan kelayakan usaha. Dan diharapkan dapat memberikan saran bagi franchisee untuk melakukan antisipasi terhadap segala perubahan yang terjadi pada usahanya di masa yang akan datang.

Tidak hanya mempertimbangkan beberapa hal yang telah diuraikan diatas saja, melainkan franchisee juga melakukan training bagi operatornya untuk mengenal lokasi outlet yang baru, melakukan kegiatan promosi di lingkungan yang baru, mengatur jadwal buka outlet yang disesuaikan dengan situasi pasar, dan lain-lain.

Oleh karena itu, studi kelayakan diperlukan untuk mengetahui apakah produk KTBR di cabang outlet 253 dinyatakan layak untuk suatu usaha setelah melakukan relokasi di tempat yang baru. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah :

a. Bagaimana kelayakan usaha produk KTBR di cabang outlet 253 melalui aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek lingkungan dan aspek finansial ?

b. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan investasi produk KTBR di cabang outlet 253 ?

(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan hasil perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis kelayakan aspek pasar, teknis, manajemen, lingkungan dan finansial.

2. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan investasi produk KTBR di cabang outlet 253.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Bagi franchisor, penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah serta evaluasi kelayakan usaha suatu outlet dan proses pengambilan keputusan sehingga dapat diperoleh masukan yang berguna.

2. Bagi calon franchisee, sebagai salah satu sumber informasi pertimbangan untuk melakukan relokasi outlet.

3. Bagi pembaca, sebagai bahan kajian mengenai analisis kelayakan usaha franchise khususnya pada Kebab Turki Baba Rafi dan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.

(10)

1.5. Batasan Penelitian

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Objek penelitian adalah franchise produk KTBR cabang outlet 253.

2. Harga yang digunakan dalam analisis finansial merupakan harga yang telah ditetapkan langsung oleh franchisor KTBR (pemilik franchise KTBR).

3. Kegiatan promosi yang diteliti hanya pada franchisee KTBR cabang ke 253.

4. Aspek kelayakan yang diteliti adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek finansial.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sasanti (2014) dengan judul Analisis Kinerja Reksadana dengan Menggunakan Metode Sharpe, Treynor, dan Jensen untuk periode

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa perbandingan kriteria A (pada baris) dan kriteria D (pada kolom) menghasilkan nilai 3 yang menunjukan bahwa kriteria harga agak lebih

PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha

Risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan auditor untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan mendeteksi salah saji yang bisa material, secara

Berdasarkan latar belakang masalah yang ditemukan, Maka dari itu diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat pengaruh terhadap motivasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari berbagai aspek kinerja sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan berperan secara signifikan terhadap penjualan, kualitas

pengguna tidak perlu lagi berjalan untuk mengontrol lampu kamar tersebut karna dengan alat ini penguna bisa mengontrol lampu kamar dengan pengendali remote

Pada penelitian ini dibahas mengenai peningkatan performansi dengan meningkatkan nilai availability pada jaringan transport serat optik yang menggunakan teknologi