Perancangan model pada rantai pasok industri berbasis jagung ini bertujuan untuk memperoleh suatu model yang dapat menganalisis penyediaan produk tepung jagung pada industri tepung jagung sesuai kebutuhan industri hilirnya.
Perancangan model ini dilakukan berdasarkan observasi lapangan, penelusuran literatur, analisis sistem, serta hasil diskusi dan konfirmasi pakar.
Model yang dirancang secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 16 dimana di dalamnya terdapat model prediksi produksi jagung, model pengelompokan mutu jagung pipilan, model pengelompokan mutu tepung jagung dan model prediksi permintaan tepung jagung. Perancangan model penyediaan tepung jagung ini menggunakan beberapa alat analisis data yaitu jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan Fuzzy Inference System (FIS).
5.1 Model Prediksi Produksi Jagung
Permasalahan yang teridentifikasi pada tingkat petani dalam pengembangan jagung adalah harga jagung berfluktuasi, mutu masih rendah, kuantitas dan kontinuitas belum terpenuhi serta modal belum dapat diakses petani dengan baik (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Masalah yang diangkat sebagai dasar dalam perancangan model ini adalah masalah kuantitas dan kontinuitas produksi yang belum terpenuhi. Dalam rantai pasok industri berbasis jagung, hal ini sangat berpengaruh, mengingat jagung merupakan bahan baku industri tepung jagung.
Kekurangan bahan baku akan berpengaruh pula pada kelangsungan jalannya proses produksi pada industri tersebut.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sekitar 50% hasil produksi jagung digunakan untuk pakan ternak. Data produksi jagung tidak dipisahkan menurut jenis jagung, sehingga dapat terjadi bahwa terdapat jenis jagung manis di dalamnya. Sebagian dari hasil produksi jagung juga digunakan sebagai bibit. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak sampai separuh dari hasil produksi jagung digunakan sebagai bahan baku pada industri tepung jagung.
Prediksi jumlah produksi jagung (on-farm) diperlukan dalam model. Hal ini
dibutuhkan agar dapat diperkirakan berapa jumlah jagung pipilan yang dapat
dipenuhi untuk diolah pada pabrik tepung jagung. Dengan demikian model prediksi produksi jagung merupakan sub-model yang diperlukan dalam model penyediaan tepung jagung yang akan dirancang.
Terdapat dua model peramalan yaitu model peramalan kuantitatif dan model peramalan kualitatif (Makridakis et al. 1983). Model prediksi produksi jagung yang dirancang merupakan model peramalan kuantitatif, karena lebih mudah dipakai oleh pengguna di lapangan, dengan syarat perlu tersedia data yang cukup untuk diolah. Model kualitatif hanya digunakan oleh orang yang telah berpengalaman dan memiliki naluri bisnis yang kuat untuk dapat melakukan prediksi ke depan. Model peramalan kuantitatif yang digunakan untuk memprediksi produksi jagung adalah model kausal. Dalam model ini tidak digunakan model time series. Time series merupakan model peramalan yang memperkirakan hasil peramalan berdasarkan ekstrapolasi dari data produksi periode sebelumnya. Model yang dirancang diolah dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) dan peramalan secara statistikal.
Dari sisi on-farm dapat dikatakan bahwa jumlah produksi jagung tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh jumlah produksi pada periode-periode sebelumnya.
Produksi jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat, pengendalian hama dan penyakit, pengairan, curah hujan, dan penanganan proses panen (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Perubahan iklim dunia menyebabkan terjadinya perubahan musim penghujan demikian pula musim kemarau di Indosnesia. Pada kondisi normal peramalan dengan data time series dapat digunakan, namun dengan adanya perubahan iklim serta pengaruh beberapa faktor tersebut terhadap produksi jagung, maka model kausal lebih tepat untuk digunakan.
Model kausal dalam prediksi produksi jagung pada penelitian ini
menggunakan data numerik sebagai input dalam jaringan syaraf tiruan. Sebagai
variabel input adalah faktor-faktor yang berpengaruh pada jumlah produksi
jagung, sedangkan variabel output adalah jumlah produksi jagung. Di antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi jagung tersebut, terdapat dua
variabel yang bersifat numerik yaitu variabel luas panen (ha) dan curah hujan
(mm). Faktor penggunaan bibit, pemanfaatan lahan, pemupukan secara tepat,
pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan penanganan proses panen mempengaruhi produksi jagung, namun dalam model ini tidak digunakan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa faktor-faktor tersebut merupakan kegiatan untuk meningkatkan produksi dan bersifat kualitatif serta sulit terukur.
Luas Panen Luas Panen
Curah Hujan Curah Hujan
Alat Bantu Analisis Alat Bantu
Analisis
Hasil Prediksi Produksi jagung Hasil Prediksi Produksi jagung
Gambar 20 Model konseptual prediksi produksi jagung.
Model konseptual prediksi produksi jagung dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar ini menunjukkan hubungan variabel luas panen dan curah hujan sebagai variabel input yang berpengaruh terhadap produksi jagung sebagai variabel output. Alat bantu analisis untuk memperoleh hasil prediksi adalah metode peramalan yang digunakan. Alat analisis yang akan digunakan dalam model ini adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dan peramalan secara statistikal.
Salah satu alat analisis dalam model prediksi produksi jagung ini adalah jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan arsitektur jaringan seperti terlihat pada Gambar 21. Siang (2009) menjelaskan bahwa backpropagation dapat digunakan untuk melakukan peramalan (forecasting).
Gambar 21 Struktur jaringan syaraf tiruan model prediksi produksi jagung.
X
1Y
X
2Z
jZ
1v
11v
p1v
12v
p2w
11w
1j1
1
Z
pv
j2v
j1v
10v
p0v
j0w
1pw
10X1 adalah luas panen (ha), X2 merupakan variabel curah hujan (mm), dan Y merupakan target yaitu produksi jagung (ton). V ji merupakan bobot hubungan unit neuron input X i ke unit layar tersembunyi Z j . W kj merupakan bobot dari unit layar tersembunyi Z j ke unit output Y k . W k0 merupakan bobot dari neuron bias di layar tersembunyi ke unit neuron output Z k .Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner
Dalam model ini digunakan 2 variabel yang mempengaruhi produksi jagung yakni luas panen (ha) dan curah hujan (mm).
Luas lahan produksi
Luas lahan produksi
Produksi jagung per
bulan Produksi jagung per
bulan Curah
hujan Curah hujan
mulai mulai
Pemisahan data - data pelatihan
- data test Perancangan struktur
jaringan
Set parameter, nilai, inisialisasi bobot Transformasi data ke
input jaringan
Simulasi JST menggunakan data
pelatihan
Simulasi JST menggunakan
datatest
Hasil Prakiraan Produksi Jagung Proses prakiraan
Denormalisasi
Selesai Selesai Input data
test Input data
test
Input data prakiraan Input data prakiraan
Gambar 22 Tahapan proses prediksi produksi jagung dengan jaringan syaraf
tiruan.
Gambar 22 menunjukkan tahapan proses pengolahan data menggunakan jaringan syaraf tiruan pada model prediksi produksi jagung. Tahapan proses peramalan ini dituangkan dalam bentuk program. Perangkat lunak MATLAB R2010a digunakan untuk menjalan program dalam proses peramalan.
Tabel 9 Data luas panen, curah hujan, produksi jagung Jawa Tengah tahun 2010
BULAN Luas Panen (ha)
Curah Hujan
(mm/bulan) Produksi (ton)
Januari 79390 214 130251
Februari 145107 415 121080
Maret 53337 240 139750
April 35453 127 165350
Mei 51906 142 180790
Juni 62938 79 157210
Juli 35225 1 179190
Agustus 36325 3 184785
September 59431 1 285637
Oktober 47031 6 226038
Nopember 32481 197 156111
Desember 27961 76 134385
Sumber: Kementerian Pertanian (2011) dan Balai Data dan Informasi SDA (2010)
Tabel 9 merupakan data luas panen, curah hujan, dan produksi jagung tahun
2010 pada sentra jagung di Jawa Tengah. Data ini digunakan untuk menjalankan
program pada model ini. Data luas panen dan curah hujan merupakan variabel
input dan produksi jagung sebagai target dalam peramalan. Jaringan syaraf tiruan
akan melakukan proses pembelajaran, proses pengujian dan proses peramalan
(forecasting). Proses pengolahan data ini dilakukan dengan menjalankan program
secara berulang-ulang, dengan mengubah-ubah parameter hidden layer, fungsi
aktivasi, fungsi pembelajaran, learning rate, target epoch, target mean square
error (MSE). Proses ini dilakukan sehingga diperoleh hasil terbaik. Salah satu
contoh performansi pada layar monitor setelah menjalankan program dengan
MATLAB R2010a dapat dilihat pada Gambar 23. Hasil yang diperoleh setelah menjalankan program sebanyak 18 kali dapat dilihat pada Lampiran 2. Ukuran ketepatan peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan ini adalah Mean Square Error (MSE). Hasil peramalan yang akan digunakan dalam memprediksi produksi jagung adalah hasil peramalan dengan MSE yang mencapai target yang ditentukan sebelumnya. Performansi dari hasil menjalankan program dapat dilihat pada Lampiran 1, dan hasil peramalan produksi jagung dengan jaringan syaraf tiruan terdapat pada Lampiran 2.
Pengolahan data dalam model prediksi ini juga menggunakan metode peramalan dengan model regresi berganda (multiple regression). Dalam model ini variabel luas panen dan curah hujan merupakan variabel independen, sedangkan produksi jagung merupakan variabel dependen atau variabel respons.
Gambar 23 Hasil simulasi pada jaringan syaraf tiruan.
Proses peramalan secara statistikal dalam model prediksi ini menggunakan Perangkat lunak MINITAB Release 14 dari Minitab Inc. untuk menentukan persamaan regresi. Persamaan regresi yang diperoleh menunjukkan pengaruh variabel luas panen dan curah hujan terhadap jumlah produksi jagung. Langkah- langkah dalam penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hasil peramalan produksi jagung berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh tertuang pada Lampiran 4.
5.2 Model Pengelompokan Mutu Jagung Pipilan
Salah satu kegiatan dalam proses pasca panen adalah proses klasifikasi dan
standarisasi mutu (Firmansyah, 2006). Model pengelompokan mutu jagung
pipilan ini dilakukan di akhir proses pasca panen pada tingkat pengumpul. Model
pengelompokan mutu jagung pipilan bertujuan untuk mengelompokkan mutu jagung pipilan sebagai bahan baku industri pengolahan jagung. Pentingnya pengelompokan mutu karena saat ini mutu merupakan faktor penting dalam dunia industri, dan dengan pengelompokan ini dapat diketahui kategori mutu jagung dan peruntukannya. Dalam agroindustri berbasis jagung seperti industri pangan, pakan, farmasi, dan industri olahan lainnya tuntutan konsumen terhadap mutu merupakan hal utama. Selain mutu secara fungsional, keamanan pangan juga merupakan hal penting karena menyangkut kesehatan baik manusia maupun hewan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan dilakukan sesuai standar mutu yang ditetapkan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Beberapa negara penghasil jagung pipilan telah menetapkan standar mutu jagung pada negara masing-masing. Indonesia telah menetapkan standar mutu jagung pipilan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 01-3920-1995 (Dewan Standardisasi Nasional, 1995). Beberapa parameter mutu sebagai persyaratan mutu jagung adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir warna lain, butir pecah, dan kotoran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Aflatoksin merupakan racun hasil metabolisme cendawan aspergilus flasus yang dapat tumbuh pada biji jagung. Pemeriksaan terhadap kadungan aflatoksin merupakan hal yang penting, karena racun ini berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan apabila melewati batas maksimum yang diijinkan. Batas maksimum yang diijinkan bagi manusia adalah 5 ppb, dan bagi hewan sebesar 50 ppb. Dalam model ini pemeriksaan kandungan aflatoksin dilakukan pada pemeriksaan awal sebelum dilakukan pengelompokan mutu jagung.
Kadar air adalah jumlah kandungan air dalam jagung yang dinyatakan
dalam persentase dari berat basah. Pengujian kadar air dalam penentuan mutu
jagung penting dilakukan, karena kadar air yang berlebihan akan mengakibatkan
peluang mudah terjadinya kerusakan pada biji jagung, dan peluang tumbuhnya
cendawan yang akan menghasilkan racun aflatoksin. SNI menjelaskan bahwa cara
uji kadar air biji ditentukan dengan moisture tester electronic atau Air Oven
Method. Berdasarkan hal tersebut maka jenis uji parameter kadar air digunakan
dalam model. Kadar air maksimum menurut SNI adalah 15%.
Menurut SNI 01-3920-1995, butir rusak adalah jagung, baik yang utuh maupun yang pecah yang mengalami kerusakan karena pengaruh panas, berkecambah, cuaca, cendawan, hama dan penyakit atau kerusakan-kerusakan fisik lainnya. Batas maksimu yang dipersyaratkan adalah sebesar 6%. Butir rusak dalam model ini digunakan sebagai jenis uji, karena apabila hasil uji melampaui batas yang diijinkan akan berakibat pada kemungkinan tumbuhnya cendawan dan akan menularkannya kepada biji jagung yang lain.
Jenis uji berikutnya adalah butir warna lain. Butir warna lain adalah butir jagung yang berwarna lain dari warna asli, disebabkan oleh lain varietas. Butir warna lain menurut SNI tidak boleh melebihi 7%. Jenis jagung yang ditanam di Indonesia pada umumnya adalah jagung kuning. Jagung kuning memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung putih dan banyak dibutuhkan sebagai campuran ransum pada pakan ternak (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). Dalam perancangan model ini, parameter butir warna lain tidak digunakan, karena jagung pipilan yang dipasok dari pengumpul dan dipakai sebagai bahan baku tepung jagung adalah jagung kuning. Hal ini dipertimbangkan setelah mendapat konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Butir pecah merupakan parameter yang dipertimbangkan untuk model pengelompokan mutu jagung pipilan. Butir pecah adalah butir jagung yang pecah- pecah selama proses pengolahan yang memiliki ukuran sama atau lebih kecil dari 0.6 bagian jagung yang utuh. Persentase banyaknya butir pecah yang diperbolehkan adalah sebesar 3%. Butir pecah merupakan jenis uji yang penting karena dapat berakibat pada daya tahan saat penyimpanan yang tidak dapat berlangsung lama. Butir pecah dalam kondisi kadar air yang tinggi membuat jagung cepat rusak dan dapat ditumbuhi cendawan.
Parameter yang juga digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung
pipilan adalah kotoran. Kotoran adalah segala benda asing seperti butir tanah,
batu-batu kecil, pasir dan sisa-sisa batang, tongkol jagung, klobot, biji-bijian lain
yang bukan jagung dan sebagainya. Kotoran yang diperkenankan dalam
persyaratan mutu jagung menurut SNI maksimum sebanyak 2%. Kotoran yang
melebihi nilai tersebut akan berakibat pada kesehatan manusia.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka parameter- parameter yang digunakan dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan adalah kandungan aflatoksin, kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini akan menghasilkan kelas mutu yakni Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Kelompok Mutu 1 akan digunakan untuk pabrik farmasi, kelompok Mutu 2 untuk pangan, dan kelompok Mutu 3 untuk pakan.
Jagung yang tidak masuk dalam ketiga kelompok mutu tersebut dpat digunakan untuk bio-fuel atau bahan bakar.
Gambar 24 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan.
Perancangan model dimulai dengan model konseptual seperti terlihat pada Gambar 24. Pada model ini terdapat dua sub model, yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu jagung pipilan. Hasil yang diharapkan dari model ini adalah diperolehnya kelompok-kelompok mutu jagung pipilan yang memenuhi standar mutu sesuai persyaratan dalam SNI.
Sub model pemeriksaan awal dibuat sebagai langkah awal untuk memeriksa apakah kandungan aflatoksin memenuhi atau tidak memenuhi syarat mutu jagung.
Pemeriksaan terhadap aflatoksin dilakukan sebagai syarat mutu yang penting
karena menyangkut keamanan pangan. Apabila tidak memenuhi syarat, maka
jagung tidak akan digunakan sebagai bahan baku tepung jagung. Namun apabila
memenuhi syarat mutu, akan dilanjutkan pada pemeriksaan parameter-parameter
kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Kemungkinan yang terjadi pada
tahap pemeriksaan parameter-parameter tersebut adalah persyaratan mutu
memenuhi atau tidak memenuhi. Apabila jagung memenuhi persyaratan yang
ditetapkan, maka selanjutnya jagung tersebut akan dikelompokkan ke dalam
kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Namun apabila tidak memenuhi syarat,
maka jagung tidak dapat diterima sebagai bahan baku tepung jagung.
Tahapan pemeriksaan pada sub model pemeriksaan awal mutu jagung pipilan dapat dilihat pada Gambar 25. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tahap ini dilakukan untuk menyeleksi apakah jagung pipilan memenuhi persyaratan mutu atau tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Jagung pipilan yang memenuhi persyaratan mutu, akan dikelompokkan pada sub model berikutnya, yaitu sub model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Pemeriksaan awal mutu jagung pipilan Pemeriksaan awal mutu jagung pipilan
Mulai Mulai
Selesai Selesai Kandungan Aflatoksin ≤ 50 ppb
Kandungan Aflatoksin ≤ 50 ppb
Kadar air
≤15% atau Butir rusak
≤6% atau Butir pecah
≤3% atau
Kotoran
≤2%
Kadar air
≤15% atau Butir rusak
≤6% atau Butir pecah
≤3% atau
Kotoran
≤2%
Pengelompokan mutu jagung pipilan Pengelompokan mutu
jagung pipilan
Kelompok jagung pipilan tidak memenuhi standar Kelompok jagung
pipilan tidak memenuhi standar ya
Tidak
Tidak Industri non pangan, non pakan, non
farmasi Industri non pangan,
non pakan, non farmasi
ya
Gambar 25 Tahapan pemeriksaan awal mutu jagung pipilan.
Pengelompokan mutu jagung pipilan ini bermanfaat untuk menentukan ke
industri mana produk ini dipakai sebagai bahan baku. Pengelompokan ini
dilakukan berdasarkan kriteria pembeda jagung pipilan. Parameter jagung pipilan
menurut jenis uji digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan
mutu jagung pipilan. Gambar 26 menunjukkan model konseptual pengelompokan
mutu jagung pipilan. Penetapan jumlah kelompok yang akan dihasilkan pada
model ini didasarkan atas kelompok mutu sesuai standar SNI. Standar nasional
Indonesia menetapkan 3 kelompok mutu seperti yang tertuang pada Tabel 6.
Karakteristik Pembeda Karakteristik
Pembeda
- Banyaknya Kelompok - Kesamaan Mutu - Banyaknya Kelompok
- Kesamaan Mutu
Kelompok Mutu Jagung Pipilan Kelompok Mutu
Jagung Pipilan
FIS
Gambar 26 Model konseptual pengelompokan mutu jagung pipilan dengan FIS.
Gambar 27 menunjukkan model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Kriteria pembeda sebagai variabel masukan dalam model ini adalah kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran. Sebagai keluaran adalah kelompok Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3. Fuzzy Inference System (FIS) digunakan sebagai alat analisis dalam model pengelompokan tersebut.
Fuzzy Inference System Fuzzy Inference System
Jumlah kelompok = 3 Jumlah kelompok = 3
Mutu 1 Mutu 1 Kelompok Mutu
Jagung Pipilan Kelompok Mutu
Jagung Pipilan
Mutu 3 Mutu 3
Mutu 2 Mutu 2 Kadar air
Kadar air
Kotoran Kotoran
Butir rusak Butir rusak
Butir pecah Butir pecah
Gambar 27 Model pengelompokan mutu jagung pipilan.
Variabel-variabel input dan variabel output dalam model ini selanjutnya
diagregasikan untuk dikelompokkan menjadi himpunan fuzzy. Gambar 28
menunjukkan agregasi dalam model pengelompokan mutu jagung pipilan. Konsep
model ini yang akan dijadikan dasar untuk menjalankan proses inferensi dengan
Fuzzy Inference System (FIS). Model yang dipakai dalam FIS pada MATLAB
R2010a adalah model Sugeno. Variabel input dalam model Sugeno berupa
himpunan fuzzy, sedangkan variabel output berupa bilangan tegas (crisp).
Kadar Air
Baik Sedang
Buruk
Butir Rusak
Baik Sedang
Buruk
Butir Pecah
Baik Sedang
Buruk
Kotoran
Baik Sedang
Buruk
MUTU 1
MUTU 2
MUTU 3
Gambar 28 Agregasi mutu jagung pipilan.
Untuk menjalankan proses inferensi dalm pengelompokan mutu jagung, perlu ditentukan terlebih dahulu nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain setiap himpunan, representasi kurva, serta nilai parameter setiap himpunan fuzzy. Penentuan semesta pembicaraan, nama himpunan fuzzy, domain, representasi kurva, serta nilai parameter setiap variabel input ditentukan berdasarkan persyaratan umum mutu yang ditentukan pada SNI dan berdasarkan diskusi serta konfirmasi pakar.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dan berdasarkan
penelusuran literatur, maka dibuatkan klasifikasi mutu berdasarkan jenis uji. SNI
hanya menetapkan syarat maksimum setiap jenis uji untuk mengelompokkan
mutu jagung pipilan. Penggunaan logika fuzzy diperlukan dalam melakukan
pengelompokan ini. Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu
jagung pipilan yang digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu jagung pipilan
Fungsi
Variabel (Mutu Jagung Pipilan)
Semesta Pembicaraan
Nama Himpunan
Fuzzy Domain Input Kadar air [10 , 15] baik [10 , 12]
sedang [11 , 14]
buruk [12 , 15]
Butir rusak [0 , 6] baik [0 , 2]
sedang [1 , 4]
buruk [2 , 6]
Butir pecah [0 , 3] baik [0 , 1]
sedang [0.5 , 2]
buruk [1 , 3]
Kotoran [0 , 1] baik [0 , 0.5]
sedang [0.25 , 1]
buruk [0.5 , 2]
Output
Mutu Jagung
Pipilan Mutu 1
Mutu 2 Mutu 3
Penentuan semesta pembicaraan variabel input dilakukan berdasarkan SNI 01-3920-1995, yaitu mengikuti parameter menurut jenis uji. Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori baik, sedang, dan buruk. Nilai domain untuk setiap kategori dibuat berdasarkan himpunan fuzzy masing-masing kategori. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu3.
Representasi kurva variabel input mutu jagung pipilan pada setiap kategori dalam himpunan fuzzy dan parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 11.
Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan diskusi dan
konfirmasi pakar. Penentuan nilai-nilai ini dilakukan pada setiap parameter mutu
untuk menentukan kelompok mutu jagung pipilan dengan menggunakan logika
fuzzy. Penentuan parameter pada setiap himpunan fuzzy dibuat berdasarkan nilai
domain yang diturunkan dari nilai semesta pembicaraan..
Tabel 11 Representasi kurva variabel mutu jagung pipilan
Fungsi
Variabel (Mutu Jagung Pipilan)
Nama Himpunan
Fuzzy Jenis Kurva Parameter Input Kadar air baik segi tiga [10 10 12]
sedang segi tiga [11 13 14]
buruk segi tiga [13 15 15]
Butir rusak baik segi tiga [0 0 2]
sedang segi tiga [1 2 4]
buruk segi tiga [2 6 6]
Butir pecah baik segi tiga [0 0 1]
sedang segi tiga [0.5 1 3]
buruk segi tiga [1 3 3]
Kotoran baik segi tiga [0 0 0.5]
sedang segi tiga [0.25 0.5 1]
buruk segi tiga [0.5 2 2]
Output
Mutu Jagung
Pipilan Mutu 1 1
Mutu 2 2
Mutu 3 3
Pada proses pengelompokan mutu jagung pipilan diperlukan if-then-rules yang akan dimasukkan pada perangkat lunak MATLAB R2010a. If-then-rules dibangun berdasarkan diskusi dan informasi pakar terhadap masing-masing variabel input dengan mempertimbangkan semua kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Aturan dalam if-then-rules yang dibangun sejumlah 81 buah aturan karena terdapat 4 variabel input dengan 3 kategori dalam setiap himpunan fuzzy.
Adapun if-then-rules yang dibuat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Data variabel input kadar air, butir rusak, butir pecah, dan kotoran dimasukkan kedalam program FIS berdasarkan nilai-nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain, dan nilai-nilai parameter setiap kategori. Pada model Sugeno, nilai variabel output yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3 merupakan nilai konstan atau berupa bilangan tegas. Aturan if-then yang telah dibuat dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a, dengan tampilan pada layar seperti ditunjukkan pada Lampiran 6.
Setelah pengisian nilai-nilai variabel input, variabel output, dan if-then rules
pada model Sugeno, program FIS dijalankan dan diperoleh hasil output berupa
mutu jagung sesuai kategorinya yaitu kategori Mutu 1, Mutu 2, dan Mutu 3.
Lampiran 6 menunjukkan tampilan output kategori mutu jagung sesuai nilai variabel input yang dimasukkan.
5.3 Model Pengelompokan Mutu Tepung Jagung
Model pengelompokan mutu tepung jagung bertujuan untuk mengelompokkan mutu tepung jagung yang dihasilkan industri tepung jagung.
Pengelompokan ini diperlukan untuk memenuhi ketentuan mutu sesuai permintaan industri pengguna tepung jagung. Industri farmasi, industri pangan, dan industri pakan membutuhkan tepung jagung sebagai bahan baku dalam proses produksi. Selain jumlah bahan baku untuk memenuhi target produksi, mutu bahan baku merupakan hal yang dipentingkan. Tuntutan terhadap standar mutu yang ketat adalah industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan dan industri pakan. Mutu produk yang dihasilkan industri-industri tersebut berkaitan dengan keamanan pangan yang menyangkut kesehatan.
Kriteria uji mutu tepung jagung Kriteria uji mutu
tepung jagung
Penentuan bobot kriteria uji menurut
jenis industri Penentuan bobot kriteria uji menurut
jenis industri
Penentuan kriteria uji yang dipentingkan
Penentuan kriteria uji yang dipentingkan
Perancangan model pengelompokan mutu
tepung jagung Perancangan model pengelompokan mutu
tepung jagung
Mulai Mulai
Selesai Selesai
Gambar 29 Tahapan perancangan model pengelompokan tepung jagung.
Perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung dilakukan melalui beberapa tahap. Sebagai tahap awal adalah tahap penentuan kriteria uji, selanjutnya tahap penentuan bobot kriteria uji menurut jenis industri, dan tahap pengelompokan mutu tepung jagung. Tahapan perancangan model ini dapat dilihat pada Gambar 29.
Penentuan kriteria uji mutu tepung jagung yang dipentingkan.
Standar Nasional Indonesia telah menetapkan persyaratan mutu tepung jagung seperti tercantum pada SNI 01–3727–1995 yang dapat dilihat pada Tabel 7. SNI menetapkan sejumlah kriteria uji sebagai persyaratan mutu tepung jagung.
Selain kriteria uji yang terdapat pada SNI, kandungan aflatoksin dalam tepung jagung juga merupakan hal yang penting karena mengganggu kesehatan.
Kandungan aflatoksin diharapkan tidak ada atau tidak diperkenankan melampaui batas maksimum yang diijinkan.
Berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dengan pihak pabrik tepung jagung, dinyatakan bahwa tidak semua persyaratan mutu menurut SNI diuji pada pemeriksaan mutu tepung jagung. Penentuan kriteria uji sebagai karakteristik pembeda dalam model pengelompokan mutu, dilakukan melalui konsultasi pakar dengan mengisi panduan konsultasi yang terdapat pada Lampiran 7. Panduan ini diisi dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Skala 1 = sangat tidak penting; skala 2 = tidak penting; skala 3 = kurang penting; skala 4 = penting, dan skala 5 = sangat penting.
Pengisian panduan ini didasarkan pada pengalaman pakar dan keadaan di
lapangan. Hasil pengisian panduan tersebut dan perhitungan tingkat kepentingan
dapat dilihat pada Tabel 12. Kriteria uji yang memiliki bobot tertinggi merupakan
kriteria uji yang dipentingkan dan akan digunakan dalam model pengelompokan
mutu tepung jagung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adalah kandungan
aflatoksin, kadar air, dan kadar abu memiliki tingkat kepentingan yang lebih
tinggi dibandingkan kriteria uji lainnya. Ketiga kriteria uji ini yang akan
digunakan sebagai karakteristik pembeda yang merupakan variabel input pada
model pengelompokan mutu tepung jagung.
Tabel 12 Penentuan tingkat kepentingan kriteria uji
Kriteria uji 5 4 3 2 1 Nilai Bobot
Bau x 2 0,04878
Rasa x 2 0,04878
Warna x 2 0,04878
Benda asing x 2 0,04878
Serangga x 2 0,04878
Pati lain x 1 0,02439
Kehalusa x 4 0,09756
Kadar air x 5 0,12195
Abu x 5 0,12195
Silikat x 2 0,04878
Serat kasar x 2 0,04878
Derajat asam x 2 0,04878
Cemaran seng x 1 0,02439
Cemaran tembaga x 1 0,02439
Cemaran mikroba x 3 0,07317
Aflatoksin x 5 0,12195
Total 41 1
Penentuan bobot kepentingan kriteria uji mutu menurut jenis industri.
Tahap setelah penentuan tingkat kepentingan kriteria uji adalah penentuan bobot kepentingan setiap kriteria uji yang terpilih menurut jenis industri.
Penentuan bobot kepentingan dilakukan dengan mengisi lembar pengisian matriks
perbandingan berpasangan oleh pakar. Matriks perbandingan berpasangan dibuat
sesuai matriks perbandingan berpasangan pada metode Analytical Hierarchy
Process (Saaty, 1988). Jawaban pakar pada lembar isian tersebut harus konsisten,
sehingga dilakukan uji konsistensi terhadap hasil pengisiannya. Lembar pengisian
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Jenis industri yang menggunakan bahan
baku tepung jagung pada lembar tersebut adalah industri farmasi, industri pangan
dan industri pakan.
Gambar 30 memperlihatkan diagram alir penentuan bobot kepentingan kriteria uji dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Dalam pengisian kuesioner ini diperlukan konsistensi jawaban pakar. Konsistensi jawaban pakar ditunjukkan melalui nilai consistency ratio (CR). Jawaban pakar konsisten bila nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,1.
Mulai Mulai
Perancangan lembar pengisian Perancangan
lembar pengisian
Penilaian perbandingan antar kriteria uji oleh
pakar Penilaian perbandingan
antar kriteria uji oleh pakar
Pengujian konsistensi Pengujian konsistensi Penentuan kriteria uji yang
akan dibandingkan Penentuan kriteria uji yang
akan dibandingkan
Penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung menurut jenis
industri
Penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung menurut jenis
industri
Selesai Selesai
Tidak
ya
Gambar 30 Diagram alir penentuan bobot kriteria uji mutu tepung jagung.
Penentuan bobot kriteria uji mutu yang dipentingkan menurut industri farmasi, pangan dan pakan bermanfaat untuk pembuatan model pengelompokan mutu tepung jagung. Selain itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika membuat if-then-rules pada FIS. Dalam matriks perbandingan berpasangan variabel yang dibandingkan adalah K1, K2, dan K3. K1 adalah kandungan aflatoksin, K2 adalah kadar air, K3 adalah kadar abu. K1, K2, dan K3 dibandingkan menurut industri Farmasi, industri Pangan, dan industri Pakan.
Penentuan bobot ketiga kriteria uji dilakukan dengan menghitung geometric mean
pada matriks perbandingan berpasangan, kemudian dilakukan nomalisasi. Hasil
pembobotan dapat dilihat pada Tabel 13, Tabel 14, dan Tabel 15 .
Tabel 13 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri farmasi
FARMASI K1 K2 K3
Geometric
mean Bobot
K1 1,00 5,00 7,00 3,271 0,731
K2 0,20 1,00 3,00 0,843 0,188
K3 0,14 0,33 1,00 0,362 0,081
4,477 1,000
Konsistensi jawaban pakar diperlukan pada pengisian matriks perbandingan berpasangan, karena penilaian setiap kriteria dilakukan dengan membandingkannya terhadap kriteria yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan ketidak-konsistenan dalam memberikan jawaban.
Jawaban yang diperoleh dari pakar pada pengisian perbandingan antar kriteria berdasarkan kepentingan industri farmasi, memenuhi uji konsistensi pada consistency ratio (CR) = 0,05594. Jawaban pakar konsisten bila nilai CR yang diperoleh lebih kecil atau sama dengan 0,1. Dengan demikian hasil pembobotan kriteria uji sesuai industri farmasi tersebut dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Terlihat bahwa kandungan aflatoksin yang memiliki bobot 0,731 merupakan kriteria uji yang sangat dipentingkan dalam penentuan mutu tepung jangung sebagai bahan baku industri farmasi.
Tabel 14 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pangan
PANGAN K1 K2 K3
Geometric
mean Bobot
K1 1,00 5,00 4,00 2,714 0,687
K2 0,20 1,00 2,00 0,737 0,186
K3 0,25 0,50 1,00 0,500 0,127
3,951 1,000
Pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria uji untuk industri
pangan diperoleh jawaban yang konsisten oleh pakar dengan CR = 0,08105.
Dalam industri pangan kandungan aflatoksin memiliki bobot sebesar 0,687 juga merupakan kriteria uji yang lebih penting dengan bobot yang lebih besar dari pada kriteria uji lainnya.
Konsistensi jawaban pakar pada matriks perbandingan berpasangan perbandingan antara kriteria uji mutu untuk industri pakan diperoleh pada nilai CR = 0,04623. Bobot variabel kandungan aflatoksin yang diperoleh sebesar 0,594 lebih tinggi dari bobot kepentingan kadar air dan kadar abu.
Tabel 15 Matriks perbandingan berpasangan kriteria uji pada industri pakan
PAKAN K1 K2 K3
Geometric
mean Bobot
K1 1,00 3,00 3,00 2,080 0,594
K2 0,33 1,00 2,00 0,874 0,249
K3 0,33 0,50 1,00 0,550 0,157
3,504 1,000
Berdasarkan hasil penentuan kriteria uji yang dipentingkan menurut jenis industri terlihat bahwa kandungan aflatoksin merupakan kriteria yang penting untuk ketiga jenis industri. Bobot kepentingan yang tertinggi terdapat pada industri farmasi, diikuti dengan industri pangan dan industri pakan. Selanjutnya dalam pengelompokan mutu tepung jagung, variabel input yang digunakan adalah kriteria uji kadungan aflatoksin, kadar air, dan kada abu.
Gambar 31 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung terdiri dari dua sub
model yaitu sub model pemeriksaan awal dan sub model pengelompokan mutu
tepung jagung yang memenuhi standar. Model konseptual tersebut dapat dilihat
pada Gambar 31. Pada sub model pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan terhadap kriteria uji mutu tepung jagung. Apabila nilai-nilai kriteria uji tersebut berada di luar batas yang ditetapkan, maka tepung jagung ini akan masuk pada kelompok yang tidak memenuhi standar mutu, dan tidak dapat digunakan pada industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Namun apabila memenuhi persyaratan, maka tepung jagung akan dikelompokkan kedalam kelompok mutu dengan nama Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Pemberian nama Grade 1, Grade 2 dan Grade 3 hanya untuk membedakannya dengan nama Mutu 1, Mutu2, dan Mutu 3 pada model pengelompokan mutu jagung pipilan. Tahapan pemeriksaan awal terhadap mutu tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 32.
Pemeriksaan awal mutu tepung jagung Pemeriksaan awal mutu tepung jagung
Mulai Mulai
Selesai Selesai
Aflatoksin ≤ 50 ppb atau Kadar air ≤ 14% atau
Kadar abu ≤ 1,5%
Aflatoksin ≤ 50 ppb atau Kadar air ≤ 14% atau
Kadar abu ≤ 1,5%
Pengelompokan mutu tepung jagung Pengelompokan mutu
tepung jagung
Kelompok tepung jagung tidak memenuhi standar Kelompok tepung
jagung tidak memenuhi standar
ya
Tidak
Gambar 32 Tahapan pemeriksaan awal mutu tepung jagung.
Persyaratan maksimum bagi kriteria uji kandungan aflatoksin yang diperbolehkan bagi manusia sebesar 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb.
Kadar air yang dipersyaratkan oleh SNI maksimum sebesar 10%. Berdasarkan
hasil konsultasi pakar dan keadaan di lapangan yaitu di pabrik tepung jagung,
pencapaian kadar air sebesar maksimum 10% merupakan hal yang sulit. Pabrik tepung jagung dalam memproduksi tepung jagung menetapkan standar mutu kadar air sebesar maksimum 14%. Dengan demikian dalam perancangan model pengelompokan mutu tepung jagung di tetapkan kadar air maksimum sebesar 14%. Penetapan kadar abu disesuaikan dengan persyaratan mutu tepung jagung oleh yaitu maksimum sebesar 1,5%.
Apabila persyaratan mutu ketiga kriteria uji tersebut melampaui batas maksimum yang ditetapkan, maka tepung jagung yang dihasilkan tidak akan dikelompokkan dan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Bila memenuhi persyaratan, akan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu tahap pengelompokan mutu tepung jagung.
Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS dapat dilihat pada Gambar 33. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan karakteristik pembeda tepung jagung. Parameter tepung jagung menurut kriteria uji yang digunakan sebagai karakteristik pembeda dalam pengelompokan mutu tepung jagung adalah ketiga kriteria uji yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya.
Berdasarkan model konseptual pada Gambar 33, diturunkan menjadi model pengelompokan mutu tepung jagung dengan memasukkan ketiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda.
Karakteristik Pembeda Karakteristik
Pembeda
- Banyaknya Kelompok - Kesamaan nilai
kriteria uji - Banyaknya Kelompok
- Kesamaan nilai kriteria uji
Kelompok Mutu Tepung Jagung Kelompok Mutu
Tepung Jagung
FIS
Gambar 33 Model konseptual pengelompokan mutu tepung jagung dengan FIS.
Terdapat tiga kriteria uji sebagai karakteristik pembeda pada perancangan
model pengelompokan mutu tepung jagung. Kriteria uji tersebut adalah
kandungan aflatoksin, kadar air dan kadar abu. Ketiga kriteria uji ini merupakan
variabel input pada fuzzy inference system. Variabel output dalam model ini
adalah tepung jagung Grade 1, Grade 2 dan Grade 3. Grade 1 diperuntukkan bagi
industri farmasi, Grade 2 untuk industri pangan, dan Grade 3 untuk industri pakan. Model pengelompokan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 34.
Fuzzy Inference System Fuzzy Inference System
Jumlah kelompok = 3 Jumlah kelompok = 3
Grade 1 Grade 1 Kelompok Mutu
Tepung Jagung Kelompok Mutu Tepung Jagung
Grade 3 Grade 3
Grade 2 Grade 2 Aflatoksin
Aflatoksin
Kadar air Kadar air
Kadar abu Kadar abu
Gambar 34 Model pengelompokan mutu tepung jagung.
Berdasarkan hasil konfirmasi dan diskusi dengan pakar, dibuatkan klasifikasi mutu tepung jagung berdasarkan kriteria uji yang dipilih. Agregasi mutu untuk model pengelompokan mutu tepung jagung dibuat untuk menentukan semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, nilai domain dan parameter himpunan setiap kriteria uji. Gambar 35 menunjukkan agregasi mutu tepung jagung.
Aflatoksin
Rendah Sedang Tinggi
Kadar Air
Rendah Sedang Tinggi
Kadar abu
Rendah Sedang Tinggi
GRADE 1
GRADE 2
GRADE 3
Gambar 35 Agregasi mutu tepung jagung.
Penentuan nilai-nilai bagi semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain dalam bentuk logika fuzzy dibuat berdasarkan ketentuan pada SNI pada Tabel 7, berdasarkan konsultasi pakar dan konfirmasi dari pabrik tepung jagung.
Kandungan aflatoksin yang diperbolehkan untuk manusia maksimum 5 ppb dan untuk hewan maksimum 50 ppb. Berdasarkan hal ini maka semesta pembicaraan untuk kandungan aflatoksin adalah [0,50]. Nilai domain himpunan rendah untuk kriteria uji ini sebesar [0,1] karena himpunan rendah diharapkan akan masuk pada Grade 1 yang diperuntukkan bagi industri farmasi. Himpunan sedang memiliki domain kandungan aflatoksin sebesar [0.5,5] merupakan persyaratan batas maksimum kandungan aflatoksin bagi manusia yakni 5 ppb. Himpunan tinggi memiliki domain [3,50] didasarkan bahwa maksimum kandungan aflatoksin bagi hewan yang diijinkan adalah sebesar 50 ppb. Kadar air yang baik bagi tepung jagung sebagai zat pengisi untuk industri farmasi adalah kadar air rendah, agar tidak cepat merusak produk yang dihasilkan. Dengan demikian nilai domain kadar air bagi himpunan rendah adalah [10,12], himpunan sedang sebesar [11,13], dan bagi himpunan tinggi sebesar [12,14].
Tabel 16 Semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, domain mutu tepung jagung
Fungsi
Variabel (Mutu TepungJagung)
Semesta Pembicaraan
Nama Himpunan
Fuzzy Domain
Input Aflatoksin [0 , 50] Rendah [0 , 1]
sedang [0.5 , 5]
tinggi [3 , 50]
Kadar air [10 , 14] rendah [10 , 12]
sedang [11 , 13]
tinggi [12 , 14]
Kadar abu [0 , 1.5] rendah [0 , 0.5]
sedang [0.25 , 1]
tinggi [0.5 , 1.5]
Output
Mutu Tepung
Jagung Grade 1
Grade 2
Grade 3
Semakin rendah kadar abu, mutu tepung jagung semakin baik. Nilai maksimum yang ditentukan oleh SNI sebesar 1.5%. Kadar abu yang dipersyaratkan untuk industri farmasi maksimum sebesar 0.5%. Nilai domain kadar abu bagi himpunan rendah adalah [0, 0.5], bagi himpunan sedang sebesar [0.25,1], dan bagi himpunan tinggi sebesar [0.5 ,1.5]. Nilai semesta pembicaraan, himpunan fuzzy, dan domain mutu tepung jagung yang akan digunakan dalam proses pengelompokan ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Himpunan fuzzy variabel input dikategorikan sebagai kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sebagai variabel output adalah kualifikasi Grade 1, Grade 2, dan Grade 3. Sebagaimana halnya dengan model yang dirancang sebelumnya, metode Sugeno dalam Fuzzy Inference System (FIS) dipakai dalam pengelompokan ini, karena variabel output dari model ini merupakan kelompok tegas (crisp).
Representasi kurva variabel input mutu tepung jagung pada setiap kategori dalam himpunan fuzzy berupa representasi kurva segi tiga, dan nilai parameter setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 17. Penetapan nilai-nilai pada setiap kategori dibuat berdasarkan nilai-nilai yang dipersyaratkan pada Tabel 7 dan hasil diskusi serta konfirmasi pakar.
Tabel 17 Representasi kurva variabel mutu tepung jagung
Fungsi
Variabel (Mutu Tepung Jagung)
Nama Himpunan
Fuzzy Jenis Kurva Parameter Input Aflatoksin rendah segi tiga [0 0 1]
sedang segi tiga [0.5 3 5]
tinggi segi tiga [3 50 50]
Kadar air rendah segi tiga [10 10 12]
sedang segi tiga [11 12 13]
tinggi segi tiga [12 14 14]
Kadar abu rendah segi tiga [0 0 0.5]
sedang segi tiga [0.25 0.5 1]
tinggi segi tiga [0.5 1.51.5]
Output
Mutu Tepung
Jagung Grade 1 1
Grade 2 2
Grade 3 3
If-then rules dibangun berdasarkan pengaruh variabel aflatoksin, kadar air, dan kadar abu terhadap mutu tepung jagung. Diskusi dan konfirmasi pakar digunakan dalam membangun aturan tersebut, termasuk mempertimbangkan bobot kepentingan yang telah dihitung bagi setiap kriteria uji sebagai variabel input menurut jenis industri pengguna tepung jagung.
If-then-rules yang diperlukan untuk menjalankan FIS pada perangkat lunak MATLAB R2010a ditunjukkan pada Lampiran 9. Nilai-nilai parameter fuzzy masing-masing variabel input, variabel output dan aturan if-then seperti terlihat pada Tabel 16 dan 17 dimasukkan ke dalam program FIS pada MATLAB R2010a. Hasil menjalankan program tersebut dan tampilan pada layar dapat dilihat pada Lampiran 10.
5.4 Model Prediksi Permintaan Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri farmasi, industri pangan dan industri pakan. Agar dapat menjaga kontinuitas jalannya proses produksi pada industri pengguna tepung jagung, maka idustri- industri tersebut membutuhkan kontinuitas pasokan bahan baku dari industri tepung jagung. Oleh sebab itu industri tepung jagung perlu menyediakan produk tepung jagung sesuai permintaan industri-industri dimaksud. Agar tetap dapat menyediakan jumlah tepung jagung sebagai bahan baku bagi industri konsumennya, industri tepung jagung perlu mengetahui berapa jumlah permintaan tepung jagung.
Permintaan periode lalu Permintaan
periode lalu Alat Bantu
Analisis Alat Bantu
Analisis
Hasil Prediksi Permintaan Tepung
Jagung Hasil Prediksi Permintaan Tepung
Jagung
Model Time Series
Gambar 36 Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung
Salah satu cara untuk mengetahui jumlah permintaan produknya yaitu
melakukan prediksi permintaan tepung jagung. Hal ini diperlukan agar tidak
terjadi produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan konsumen, atau
terjadinya produksi yang berlebihan. Terjadinya produksi yang berlebihan akan merugikan industri mengingat produk-produk agroindustri merupakan produk yang tidak tahan lama (perishable product). Model prediksi permintaan tepung jagung perlu dirancang untuk mengatasi hal tersebut.
Model konseptual prediksi permintaan tepung jagung yang dirancang menggunakan data permintaan periode sebelumnya sebagai variabel input, proses prediksi dilakukan dengan alat analisis berupa metode-metode peramalan, dan hasil prediksi permintaan tepung jagung merupakan variabel output dalam model ini. Data permintaan untuk model ini berupa data time series, dimana variabel permintaan merupakan fungsi waktu.
Permintaan tepung jagung
Permintaan tepung jagung
mulai mulai
Pengecekan pola data Plot data permintaan
tepung jagung
Pilih Metode Peramalan
Perhitungan peramalan
Pilih metode peramalan sesuai kesalahan terkecil
Hasil prediksi permintaan tepung jagung Penentuan nilai peramalan
sesuai metode terbaik
Selesai Selesai Sesuai pola
data?
Sesuai pola data?
Tidak
Ya
Gambar 37 Tahapan peramalan permintaan tepung jagung.
Alat analisis dalam model prediksi permintaan tepung jagung adalah
metode-metode peramalan seperti Moving Average, Exponential Smoothing,
Dekomposisi, dan Regresi. Selain itu jaringan syaraf tiruan digunakan pula
sebagai alat untuk melakukan proses peramalan. Keluaran dari model ini adalah
permintaan tepung jagung untuk periode mendatang. Gambar 36 menunjukkan model konseptual prediksi permintaan tepung jagung. Tahapan untuk menjalankan proses peramalan permintaan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 37.
Penggunaan beberapa metode peramalan kuantitatif pada model prediksi permintaan tepung jagung antara lain Moving Average, Double Moving Average, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing, Trend Analysis, Dekomposisi, dan Jaringan Syaraf Tiruan. Data permintaan tepung jagung periode sebelumnya pada model ini adalah data generate berdasarkan data permintaan terendah dan data permintaan tertinggi per bulan pada pabrik tepung jagung.
Permintaan tepung jagung pada pabrik tepung jagung berkisar antara 300 ton sampai 375 ton per bulan. Generate data sebanyak 24 periode dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14 dari Minitab Inc. Proses peramalan dengan Jaringan Syaraf Tiruan dilakukan dengan menjalankan program pada MATLAB R2010a, sedangkan proses peramalan dengan metode peramalan lainnya dijalankan dengan perangkat lunak Minitab Release 14. Proses peramalan dengan metode Double Moving Average dilakukan secara manual karena tidak tersedia pada perangkat lunak Minitab Release 14.
5.4.1 Peramalan Permintaan dengan Metode Time Series
Peramalan permintaan tepung jagung dengan metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya akan digunakan pada model ini. Sebelum memilih metode peramalan yang sesuai, data permintaan diplot terlebih dahulu untuk mengetahui pola data permintaan. Plot data permintaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab Release 14. Contoh hasil plot data permintaan dengan menggunakan perangkat lunak Minitab dapat dilihat pada Gambar 38. Hasil plot data menunjukkan pola data horisontal, sehingga semua metode peramalan yang telah disebutkan sebelumnya digunakan untuk proses peramalan permintaan.
Perhitungan peramalan dengan metode-metode tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 12. Metode peramalan yang dipilih sebagai metode yang akan
digunakan untuk memprediksi permintaan tepung jagung adalah metode yang
memiliki nilai kesalahan terkecil. Nilai kesalahan yang digunakan adalah MeanSquare Error (MSE).
Gambar 38 Plot data permintaan tepung jagung.
Perangkat lunak yang digunakan dalam peramalan permintaan dengan data time series adalah MINITAB Release 14. Langkah-langkah penggunaan perangkat lunak ini dapat dilihat pada Lampiran 11.
5.4.2 Peramalan Permintaan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Prediksi permintaan tepung jagung yang diuraikan berikut ini adalah peramalan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan. Data yang digunakan pada proses prediksi ini adalah data time series. Berbeda dengan peramalan yang menggunakan model kausal, proses peramalan dengan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan data time series membuat pola data dengan membaginya menjadi variabel input dan target ramalan sebagai variabel output. Adapun tahapan pada prediksi permintaan tepung jagung dapat dilihar pada Gambar 39.
Pada awalnya dibuatkan struktur jaringan sesuai pendekatan
backpropagation. Data permintaan masa lalu digunakan untuk membuat pola data
terlebih dahulu. Selanjutnya pola data tersebut dibagi menjadi data training
(pelatihan) dan data testing (pengujian). Data dimasukkan ke dalam struktur
jaringan, kemudian set parameter nilai dan inisialisai bobot. Simulasi dilakukan
dengan menggunakan data pelatihan, kemudian dilakukan dengan data pengujian, untuk selanjutnya dilakukan peramalan. Ukuran ketepatan peramalan adalah mean square error (MSE).
Permintaan tepung jagung Permintaan
tepung jagung
mulai mulai
Pemisahan data - data pelatihan
- data test Perancangan struktur
jaringan
Set parameter, nilai, inisialisasi bobot Transformasi data ke
input jaringan
Simulasi JST menggunakan data
pelatihan
Simulasi JST menggunakan
datatest
Hasil Prakiraan Permintaan Tepung
Jagung Proses prakiraan
Denormalisasi
Selesai Selesai Input data
test Input data
test
Input data prakiraan Input data prakiraan