4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ulat Api S.Asigna
S.Asigna ini merupakan salah satu jenis ulat api terpenting pada kelapa sawit. Larvarnya berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di punggungnya, panjang 30-36 mm dan lebarnya 14 mm, telur diletakkan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Seekor larva mampu memakan 300-500 cm² daun, stadia larva lamanya 50 hari dan stadia kepompong 35-40 hari. Kepompong umunya berada sedikit di bawah permukaan tanah. Populasi kritis 5-10 ekor/pelepah. Pengendalian yang efektif biasanya dilakukan dengan penyemprotan insektisida hayati dan kimiawi (Susanto dkk, 2010).
Sistematika hama ulat api (S.Asigna) Adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : (Lepidoptera) Family : (Limacodidae) Genus : Setothosea
Species : Setothosea asigna van Eecke
Sumber : pusat penelitian kelapa sawit, (2015)
2.2 Siklus Hidup Ulat Api S.Asigna
Ulat api memiliki siklus hidup dengan melalui empat stadium yaitu: telur, larva (ulat), pupa (kepompong), imago (dewasa). Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup sekitar 96 hari. Selain itu siklus hidup hama ulat api juga tergantung pada lokasi, lingkungan,
5
kemampuan berkembang biak dan aktif yang diperlukan dalam menyelesaikan siklus hidupnya.
Tabel 1. Siklus hidup ulat apiSumber : (Susanto dkk, 2012)
Stadia Hari Keterangan
Telur 6 Jumlah telur 300 butir
Larva 30 Terdiri dari 9 instar, konsumsidaun 400 cm²
Pupa 23 Habitat di tanah
Imago - Jantan lebih kecil dari betina
Total 59 Tergantung pada lokasi dan lingkungan
Telur ulat api biasanya diletakkan di permukaan bawah daun secara berderet-deret. Warna kekuningan dengan bentuk bulat pipih, dalam beberapa hari telur menetas setelah itu larva keluar dari telur, warna telur menjadi putih transparan. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah di letakkan (Susanto dkk, 2012).
Gambar 1. Telur ulat api S.Asigna Sumber : Dokumentasi Pribasi
6
Larva berada dalam beberapa instar. Instar 1 (baru menetas) masih berkumpul di satu tempat dan belum aktif makan. Larva instar 2 dan seterusnya sudah tidak mengelompok lagi, aktif makan dan pada stadia ini sangat sesuai untuk dikendalikan secara kimiawi. Larva instar sudah tidak aktif makan dan tidak cocok lagi dikendalikan menggunakan insektisida kimiawi. Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh dibagian punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instanya, semakin tua umurnya akan menjadi gelap.
Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila instar ke-8 ukuranya sedikit lebih kecil. Menjelang ber pupa, ulat menjatuhkan diri ketanah. Stadia larva ini berlangsung selama 40-50,3 hari (Susanto dkk, 2012).
Gambar 2. Larva S.Asigna Sumber : Dokumentasi Pribadi
Pupa berada didalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna cokelat gelap, terdapat dibagian tanah yang relative gembur disekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan pupa betina masing-masing berukuran berlangsung selama ±39,7 hari (Susanto dkk, 2012).
7
Kokon dengan ukuran 16 x 13 mm untuk jantan dan 20 x 16,5 mm untuk betina. Masa kepompong ±40 hari. Waktu akan menetas menjadi kupu kupu dan kepompong berwarna coklat tua (Susanto dkk, 2010).
Gambar 3. Pupa ulat api S.Asigna Sumber : Rajagukguk, 2018
Imago hama ulat api berupa ngengat, ngengat termasuk serangga yang nocturnal, aktifitasnya terjadi pada malam hari. Baik ngengat jantan maupun betina memiliki sayap dan mampu terbang cukup jauh serta sangat tertarik dengan cahaya. Ukuran ngengat betina lebih besar dari pada ngengat jantan. Antena ngengat jantan seperti sisir sedangkan ngengat betina hanya memanjang (Susanto dkk, 2012)
.
Gambar 4. Imago S.Asigna Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit
8 2.3 Gejala Serangan Ulat Api
Ulat api S.asigna menyerang daun kelapa sawit terutama daun no 9-25 yaitu daun yang memang dalam keadaan aktif. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm daun kelapa sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat perpelepah merupakan populasi kritis hama tersebut dilapangan dan harus segera di ambil tindak pengendalian (Lubis A.U, 2008).
Ulat api dapat menyerang pada semua umur kelapa sawit namun penyebaran akan lebih tinggi pada tanaman berumur diatas 8 tahun. Hal ini dikarenakan tajuk antara tanaman yang satu dengan yang lainnya bersinggungan (Susanto,dkk, 2010). Berdasarkan data GAPKI pada tahun 2016, produksi kelapa sawit turun sebesar tiga persen. Total produksi minyak sawit Indonesia pada 2016 sebanyak 34,5 juta ton yang terbagi dari crude palm oil (CPO) sebanyak 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebanyak tiga juta ton. Sementara pada 2015, produksi CPO sebanyak 32,5 juta ton dan PKO sebanyak tiga juta ton,sehingga total produksi minyak sawit sebanyak 35,5 juta ton. Selanjutnya dijelaskan secara garis besar produksi minyak sawit pada 2016 masih relatif baik (Suryanto, 2016).
Kriteria tingkat serangan ulat api Setothosea asigna yaitu: Ringan : bila terdapat < 5 ekor ulat api per pelepah Sedang : bila terdapat 5-10 ekor ulat api per pelepah
Berat : bila terdapat > 10 ekor ulat api per pelepah (Sulistyo,2012).
2.4 Pengendalian Hama Ulat Api 2.4.1 Dengan Cara Mengutip
Pengendalian ulat dengan cara mengutip dapat di lakukan pada tanaman muda umur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 Ha. Pengutipan ulat dapat di mulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang di temukan 3-5 ekor/ pelepah.
9 2.4.2 Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan menggunakan isektisida legal dengan dosis sesuai dengan yang diajurkan. Alat semprot dapat menggunakan knapsack sprayer atau mistblower berdasarkan umur tanaman. Dosis yang digunakan adalah 400 gram ulat yang terinfeksi virus per hektar. Ulat bervirus diblender, disaring dan diperoleh larutan virus. Larutan virus murni tersebut kemudian dicampur dengan 200-250 liter air (sesuai dengan hasil kalibrasi setempat) untuk tiap hektar. Larutan siap disemprotkan mengunakkan mist blower atau knapsack sprayer (Susanto dkk, 2010).
Pemberantasan secara khemis dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85% dan klorpirifos 200 g/l. Beberapa contoh insektisida tersebut adalah Hostation 25 ULV, Servin 85 ES atau Dursban. Konsentrasi yang dianjurkan yaitu 0,2-0,3% (Fauzi, dkk, 2012).
2.4.3 Dengan Cara Biologis
Pengendalian ulat api secara biologis dapat dilakukkan dengan menanam bunga Turnera sp. Pasalnya, bunga Turnera sp sebagai lokasi hidup kumbang yang dapat membunuh larva ulat api (Lubis dan Agus., 2011).
2.4.4 Dengan Cara Pengendalian Hayati
Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan parasit telur Trichogrammatidae, lalat Tachinidae, dan kepik Pentatomidae (Lubis dan Agus, 2011).
2.5 Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Tanaman Cengkeh atau Syzygium aromaticum adalah tumbuhan yang hidup di daerah tropis ini memiliki tinggi pohon dapat melebihi 20 meter, umur mencapai ratusan tahun dan cabang memiliki banyak ranting dan berdaun lebat. Daun berbentuk lonjong berujung lancip, panjang kira – kira 10 cm, lebar 3 cm. Bunga bergerombol di ujung –ujung ranting, kuncup bunga Diambil dan
10
dijemur sampai berwarna coklat kehitaman, bau harum pedas. Tumbuhan Cengkeh (Syzygium aromaticum) berkhasiat untuk obat-obatan, bahkan bisa bersifat membunuh serangga (Almahdy dkk, 2006).
Syzygium aromaticum memiliki kemampuan untuk menyebabkan kematian pada serangga hama karena mengandung bahan kimia seperti eugenol, eugenol asetat, kariofilen, sesquiterpenol dan naftalen. Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan eugenol pada tanaman ini dapat digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida, dan insektisida. Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kindom : Plantea
Divisi : Angiosperma
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum
Keunikan lain dari tanaman cengkeh ini adalah masa berbunga yang berbeda untuk setiap daerah. Hal ini disebabkan perbedaan iklim, tempat, varietas, dan faktor lainnya. Oleh karena musim berbunganya berbeda, musim pemanenan pun berbeda. Di Sumatra, panen biasanya dilakukan pada bulan April, Mei, dan Juni. Di jawa, panen biasanya dilakukan di bulan Mei, Juni, Juli. Di Maluku panen dilakukan di bulan Oktober,sampai Januari. Masa panen cengkeh berkisar antara 3-4 bulan.
Saat baik untuk memanen adalah sebelum bunga itu mekar, yakni saat mahkota bunga telah tumbuh membulat dan berisi, atau jika salah satu bunga dalam tandan mulai ada yang mekar. Umur panen tanaman cengkeh ini adalah 4,5 -8,5 tahun sejak disemaikan. Gambar bunga dan buah cengkeh terdapat pada Gambar 5.
11
Gambar 5. Bunga dan buah cengkeh Sumber : Foto Langsung
Varietas Afo ini dikenal sebagai cengkeh tertua di dunia karena mencapai usia ratusan tahun dan tumbuh dikawasan pengunungan. Kandungan minyak atsiri daun cengkeh varietas afo sebesar 3.20% dan kadar eugenol 90.53% dapat dimanfaatkan sebagai larvasida alami. Pengendalian vektor nyamuk Anopheles subpictus dan Ae. Aegypti adalah salah satu langkah pengendalian penting untuk menanggulangi bahaya penyakit malaria dan (DBD) di Indonesia. Metode penelitian adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Larva nyamuk An. Subpictus instar III sejumlah 330 ekor dibagi menjadi 10 perlakuan (5%, 10%, 15%, dan 20%) menggunakan ekstrak air dalam bentuk infusa daun cengkeh. Pengamatan dilakukan setiap selang waktu 3 jam selama 15 jam dan dihitung jumlah larva yang mati. Konsentrasi infusa daun cengkeh 20% efektif terhadap kematian larva nyamuk Ae.aegypti. Cengkeh berpotensi sebagai larvasida alami untuk penanggulangan vektor nyamuk malaria dan DBD (Taher dkk, 2015).
Hasil percobaan menunjukan bahwa MDC dapat mengakibatkan mortalitas kutu P.minor pada semua kosentrasi yang diuji, baik perlakuan pada pakan maupun aplikasi langsung pada kutu (Tabel 1). Perlakuan MDC 2,5 dan 1,25% yang diaplikasikan pada pakan (kentang) menunjukan tidak ada perbedaan tingkat mortalitas serangga uji dengan perlakuan semprot kutu pada pakan
12
memberikan mortalitas yang lebih tinggi dari pada aplikasi langsung pada kutu. (Rodiah Balfas 2008). Ekstrasi minyak atsiri daun cengkeh sebanyak 1 kg dengan metode destilasi uap diperoleh minyak atsiri daun cengkeh berwarna kuning kecoklatan, beraroma khas sebanyak 15,2kg dengan rendemen sebesar 1.525% (Rosanti Suryani dkk 2018). Hasil penelitian uji aktifitas anti jamur minyak atsiri dan cengkeh terhadap jamur Candila Albicans memiliki daya hambat sebesar 15 mm. Berdasarkan penggolongan kategori kekuatan daya hambat anti bakteri jika diameter daya hambat lebih dari 20 mm, maka daya hambat sangat kuat, jika diameter zona antara 5 mm-10 mm, jika diameter zona hambat kurang dari 5 mm, maka memeliki daya hambat lemah. Hasil uji aktivitas anti jamur menunjukan bahwa minyak atsiri daun cengkeh memiliki daya hambat kuat pertumbuhan jamur Candila Albicans (Rosanti Suryani dkk 2018).
Hasil penelitian ekstrak bunga cengkeh (Eugenia Aromaticum) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menunjukan bahwa pengulangan 1,2 dan 3 ekstrak bunga cengkeh konsentrasi 10% sampai dengan 100% mampu membuat pertumbuhan bakteri Staphylococcus auccreus yang ditandai dengan terbentuknya zona jernih disekitar disk. Konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yaitu pada konsentrasi 10 % dengan rerata diameter zona hambat sebesar 15,87% mm dan kosentrasi yang tertinggi yang mampu menghambat yaitu 100 % dengan rerata diameter zona hambat sebesar 21,40 mm. (Huda, dkk, 2018)