6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Fonologi
Ada beberapa pengertian fonologi yang diajukan oleh para ahli bahasa yang pada dasarnya mempunyai kesamaan. Diantaranya pendapat Roger Lass dalam buku Fonologi Sebuah Pengantar untuk Konsep Dasar mengatakan fonologi adalah sub-disiplin dalam ilmu bahasa atau linguistik yang membicarakan tentang ‘bunyi bahasa’. Lebih sempit lagi, fonologi murni membicarakan tentang fungsi, perilaku serta organisasi bunyi sebagai unsur-unsur linguistik (Lass, 1991:1). Menurut Muslich (2011:1) fonologi adalah kajian linguistik yang mendalami bunyi-bunyi ujar. Selain itu, Hornby (Harahap, Tanpa Tahun:2) Istilah fonologi berasal dari kata phonology, yaitu gabungan kata phone dan kata logy. kata phone berarti bunyi bahasa, baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Sedangkan kata logy berarti ilmu pengetahun, metode dan pikiran. Dalam ilmu bahasa yang dimaksud fonologi adalah salah satu kajian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa, baik pada bahasa masyarakat yang sudah maju maupun pada masyarakat yang masih bersahaja (primitif) dalam segala aspeknya.
Dalam kajiannya ilmu fonologi dapat dibagi dua bidang kajian, yakni bidang fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar “fisik” bunyi-bunyi bahasa. Ada dua segi dasar “fisik” yaitu, segi alat-alat bicara serta penggunaannya dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dan
sifat-sifat akustik bunyi yang telah dihasilkan. Menurut dasra yang pertama, fonetik disebut “fonetik organik” karena menyangkut alat-alat bicara, atau “fonetik artikulatoris” karena menyangkut pengartikulasian bunyi-bunyi bahasa. Menurut dasar yang kedua, fonetik disebut “fonetik akustik”, karena menyangkut bunyi bahasa dari sudut bunyi sebagai getaran udara (Verhaar, 2001:19). Bidang kajian fonetik memfokuskan pada analisis bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat hubungan dengan makna katanya, sedangkan kajian fonemik memfokuskan pada analisis fungsi masing-masing bunyi tersebut sebagai pembeda makna kata (Harahap, Tanpa Tahun:3). Fonetik sebagai bagian dari fonologi memfokuskan pada analisis bunyi-bunyi bahasa, seperti 1) mempelajari setiap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, 2) mempelajari bagaiman proses terjadinya bunyi-bunyi bahasa itu, 3) mengklasifikasi bunyi-bunyi tersebut atas bunyi vokal (vokoid), konsonan (kontoid) dan bunyi prosidi (jeda, irama, intonasi bunyi), dan 4) mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa itu dalam bentuk fonetis sebagai rekaman si pembicara dalam bentuk tulisan. Dalam buku-buku ilmu fonetik dan ilmu linguistik pada umumnya ditemukan berbagai sistem lambang yang dipergunakan untuk mewakili bunyi bahasa. Jelas ejaan baku untuk itu tidak memadai, karena ejaan baku itu tidak seluruhnya mencerminkan bunyi bahasa dalam bahasa manapun. Namun huruf abjad (Romawi) dapat saja dipergunakan untuk sebagian.
Sistem lambang fonetis demi tulisan fonetis yang paling tersebar-sebar adalah sistem yang berasal dari IPA (International Phonetic Alphabet) adalah sebuah sistem notasi fonetis yaitu, kumpulan dari tanda, dengan tanda itu semua bahasa manusia dapat ditulis dan dijelaskan. Fonetis digunakan untuk mencatat
atau mentranskripsi bunyi-bunyi bahasa secara detail dalam rangka penyelidikan bahasa terutama penyelidikan bunyi-bunyi bahasa.
2.2 Alat Ucap
Alat ucap hanya sebagian dari alat bicara. Alat ucap umumnya dijumpai pada bagian mulut, sedangkan alat bicara meliputi dua pertiga bagian tubuh, seperti; sekat rongga dada, sekat rongga perut, paru-paru tenggorokan, mulut, mata, telinga. Sedangkan alat ucap bagian di mulut dapat digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa. Dalam berbagai buku fonologi alat ucap sering dikatakan dengan istilah ‘speech organs’ atau dengan istilah popular, yaitu artikulasi.
Artikulasi dalam mulut itu dapat dibagi dua yaitu artikulasi aktif yaitu bagian mulut yang dapat digerakkan ketika menghasilkan bunyi bahasa, yakni bagian mulut yang dapat digerakkan ketika menghasilkan bunyi bahasa, yakni bagian mulut sebelah bawah atau rahang bawah. Yang kedua adalah artikulasi pasif yaitu bagian mulut yang tidak dapat digerakkan ketika menghasilkan bunyi bahasa, yaitu bagian mulut sebelah atas.
2.2.1 Artikulasi aktif
Bagian mulut sebelah bawah mempunyai dua buah engsel tulang rahang yang dapat menggerakkan bagian mulut ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, bahkan kemuka dan ke belakang. Jika rahang bawah diangkat ke atas lidah
pun terangkat ke atas. Sebaliknya, jika rahang bawah diturunkan lidah pun melentur ke bawah.
Dari sejumlah alat ucap yang paling aktif adalah ujung lidah (apex) atau (apical) sebab ujung lidah dapat digerakkan ke segala arah; ke keri, ke kanan, ke atas, ke bawah, ke muka, dan ke belakang. Anak tekak (uvula, uvular) disebut sebagai alat ucap aktif, karena alat ini bisa menjuntai ke bawah menutup arus udara dari paru-paru ke rongga mulut atau menempel ke dinding faring untuk menghalangi udara ke rongga hidung.
2.2.2 Artikulasi Pasif
Alat ucap pasif terletak pada bagian mulut sebelah atas. Bagian atas tidak dapat digerak-gerakkan karena tidak memiliki engsel seperti pada rahang bawah. Oleh karena itu, dinamakan artikulasi pasif.
Gambar 2.1 Artikulasi Aktif
2.3 Diftong
Menurut Saussure (1993:138) diftong adalah sebuah rangkaian implosif dari dua fonem yang fonem keduanya relatif terbuka. Diftong atau vokal rangkap adalah posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama (Chaer, 2007:115). Menurut Jones (Marsono, 2013:19) diftong adalah keadaan posisi lidah dalam pengucapan bunyi vokal yang satu dengan yang lainnya saling berbeda. Pey, Mario dan Gaynor (Harahap, Tanpa tahun: 32) diftong adalah perpaduan lafal dari dua vokal yang terdapat dalam suku kata. Harahap (Tanpa tahun:32) mengatakan bahwa diftong adalah dua vokal yang bersatu sebagai satu bunyi bahasa. Oleh karena itu, kedua vokal tersebut hanya terdapat satu puncak penyaringan dan harus dilafalkan dengan satu hembusan nafas.
Gambar 2.2 Artikulasi Pasif
Masalah diftong atau vokal rangkap ini berhubungan dengan sonoritas atau tingkat kenyaringan suatu bunyi. Ketika dua deret bunyi vokal diucapkan dengan satu hembusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya. Salah satu bunyi vokal pasti lebih tinggi sonoritasnya dibanding dengan bunyi vokal lain. Vokal yang lebih rendah sonoritasnya lebih mengarah atau menyerupai bunyi non-vokal. Kejadian meninggi dan menurunnya sonoritas inilah yang disebut diftong (Muslich, 2011:69).
Berdasarkan perbedaan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta jarak lidah dengan langit-langit maka diftong digolongkan menjadi 3, yaitu.
2.3.1 Diftong Naik (Rising Diphtongs)
Diftong naik (rising diphtongs) ialah vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada yang pertama. Karena lidah semakin menaik, dengan demikian strikturnya semakin tertutup, sehingga diftong ini juga dapat disebut diftong menutup (closing diphtongs).
Soebardi (Marsono, 2013:51) Bahasa Indonesia mempunyai tiga jenis diftong naik, yaitu:
1. Diftong naik-menutup-maju [aI], misalnya dalam: pakai, lalai, pandai, nilai, tupai, sampai.
2. Diftong naik-menutup-maju [oi], misalnya dalam: amboi, sepoi-sepoi.
3. Diftong naik-menutup-mundur [aU], misalnya dalam: saudara, saudagar, lampau, surau, palau, kacau.
[U]
[o]
[a] [I]
[i]
Bagannya dapat dilihat seperti dalam gambar 2.3 di bawah.
Jones (Marsono, 2013:55) Bahasa Inggris mempunyai lima jenis diftong naik, yaitu:
1. Diftong naik-menutup-maju [ai], misalnya dalam time [taim], like [laik], rice [rais].
2. Diftong naik-menutup-mundur [eI], misalnya dalam day [deI], late [leIt], base [beIs].
3. Diftong naik-menutup-maju [ɔi], misalnya dalam boy [bɔi], coy [kɔi].
4. Diftong naik-menutup-mundur [aU], misalnya dalam how [haU], now [naU], sow [saU].
5. Diftong naik-menutup-maju [oU], misalnya dalam go [goU], tone [toUn], code [KoUd].
Gambar 2.3
[I] [i] [e] [o] [ɔ] [a] [a] [u] [i]
Bagannya dapat dilihat seperti dalam gambar 2.4 di bawah
2.3.2 Diftong Turun (Falling Diphtong)
Diftong turun (falling diphtong) ialah jika justru posisi lidah yang kedua diucapkan lebih rendah dari yang pertama. Dalam bahasa Inggris terdapat diftong turun, yaitu diftong turun membuka-memusat [iə], misalnya dalam ear [iə] dan diftong turun-membuka-memusat [uə], misalnya dalam poor [phuə].
Gambar 2.4
Diftong Naik Bahasa Inggris
Gambar 2.5
Diftong Turun Bahasa Inggris
[U]
[ɔ] [i]
[ɛ]
[u]
2.3.3 Diftong Memusat (Centring Diphtongs)
Selain diftong naik seperti diuraikan di atas, masih terdapat juga diftong naik lain, yaitu yang vokal keduanya dengan [ə], maka kedua diftong (turun dan naik) yang vokal keduanya dengan [ə] itu, yang diucapkan dengan menggerakkan lidah ke vokal tengah sentral, diftong ini disebut diftong memusat (centring diphtongs). Setidak-tidaknya ada dua jenis diftong naik memusat, yaitu diftong naik-menutup-memusat [ɔə], misalnya dalam more [mɔə], floor [flɔə] dan [ɛə], misalnya dalam there [dɛə].
2.4 Situasi Kebahasaan di Kerinci
2.4.1 Wilayah Pemakaian Bahasa Kerinci
Bahasa kerinci dipakai dalam wilayah Kabupaten Kerinci di Provinsi Jambi. Kabupaten ini terletak pada pertemuan tiga propinsi di Sumatera bagian tengah: Sumatera Barat (sebelah barat dan utara), Jambi (sebelah timur dan tenggara) dan Bengkulu (sebelah barat daya), yang masing-masing merupakan
Gambar 2.6
Diftong Memusat Bahasa Inggris
wilayah pemakaian bahasa Minangkabau, bahasa Melayu Jambi dan bahasa Melayu Bengkulu. Bahasa Kerinci ternyata dipakai tidak hanya dalam wilayah Kabupaten Kerinci tetapi juga di beberapa daerah lain di Provinsi Jambi yang berbatasan dengan kabupaten itu yaitu Sungai Tenang dan Serampas. Di Tanjung Morawa, Sumatera Utara, terdapat sebuah perkampungan yang penduduknya berasal dari para perantau Kerinci, mereka memakai bahasa Kerinci sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Dari Yassin (1971:162) diperoleh informasi bahwa di daerah Ulu Langat di negara bagian Selangor, Malaysia, terdapat beberapa buah kampung yang penduduknya hampir seluruhnya terdiri atas pendatang suku Kerinci yang berbahasa Kerinci, yaitu ungai Lui, Sungai Gahal, Sungai Semungkis dan Pansen.
2.4.2 Masyarakat Dwibahasa
Mayoritas penutur asli bahasa Kerinci adalah dwibahasawan atau bahkan ada yang aneka bahasawan. Mereka menguasai bahasa Kerinci sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama dan bahasa Minangkabau sebagai bahasa kedua. Situasi seperti itu berkaitan erat dengan adanya hubungan penduduk Kerinci dengan daerah sekitarnya terutama Minangkabau sejak berabad-abad lalu.
Akibat kemajuan dalam pendidikan dan teknologi komunikasi, pemakaian bahasa Indonesia lambat laun mulai memasyarakat di kalangan penduduk. Bahasa Kerinci, bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia secara berdampingan dipakai sebagai alat komunikasi. Masing-masing bahasa itu mempunyai situasi pemakaian yang berbeda. Bahasa Kerinci dipakai dalam lingkungan rumah tangga, keluarga, kampung, adat dan kesenian daerah; bahasa Minangkabau dipakai dalam
pergaulan sehari-hari di pasar atau di sekolah sebagai alat komunikasi antaretnis, sedangkan bahasa Indonesia dipakai dalam berkomunikasi resmi seperti dalam administrasi pemerintahan, dalam proses belajar-mengajar atau pertemuan-pertemua resmi.
2.4.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Kerinci
Bahasa Kerinci dipakai oleh masyarakat pendukungnya sebagai alat untuk berkomunikasi terbatas dalam beberapa segi kehidupan: dalam pergaulan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan kampung, dalam adat-istiadat, dan dalam kegiatan kesenian daerah. Pemakaian bahasa dalam ragam tulis terbatas pada naskah-naskah pidato adat dan dialog adat (parno) dan dalam teks-teks lagu daerah. Ragam tulis seperti ini baru muncul sejak beberapa tahun terakhir di dalam rangka usaha pelestarian kebudayaa daerah.
Bahasa Kerinci tidak diajarkan di sekolah-sekolah dan juga tidak dipakai sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan. Wajarlah apabila tidak timbul kebutuhan akan bahasa tulis dalam bahasa Kerinci selama ini. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Usaha-usaha inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan daerah hendaknya menjadi dorongan bagi para ahli untuk mengarahkan perhatiannya kepada bahasa Kerinci. Inventarisasi dan dokumentasi cerita-cerita rakyat, pembinaan dan pengembangan kesenian daerah, kodifikasi hukum adat, berkaitan erat dengan bahasaKerinci, tidak hanya dalam ragam lisan tetapi
2.5 Gambaran Masyarakat Kerinci di Desa Tanjung Pauh Hilir
Provinsi jambi sangat kaya dengan budaya, yang berupa tradisi dan adat istiadat. Kebudayaan itu muncul karena adanya berbagai suku yang berdomisili di Provinsi Jambi. Provinsi Jambi terdiri dari berbagai kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Kerinci. Kabupaten Kerinci memiliki berbagai variasi-variasi bahasa yang berbeda-beda yang biasa disebut dialek. Salah satunya adalah bahasa Kerinci pada Desa Tanjung Pauh Hilir.
Adapun batas-batas desa Tanjung Pauh Hilir adalah sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tanjung Pauh Mudik, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Semerap, sebelah Barat berbatasan dengan Bukit Barisan,dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bunga Tanjung. Desa Tanjung Pauh Hilir dimekarkan menjadi empat desa yaitu, Desa Tanjung Pauh Hilir, Desa Pondok Siguang, Desa Permai Baru dan Desa Serumpun Pauh. Pada saat berkomunikasi penduduk desa Tanjung Pauh Hilir menggunakan bahasa Kerinci dialek Tanjung Pauh Hilir. Penduduk Tanjung Pauh Hilir mayoritas beragama islam.
Sarana pendidikan yang ada di Desa Tanjung Pauh Hilir terdiri dari dua gedung Taman Kanak-kanak (TK), empat gedung Sekolah Dasar (SD), satu gedung Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs), dan satu Madrasah Aliah Swasta (MAS). Keadaan ekonomi penduduk desa Tanjung Pauh Hilir rata-rata menengah ke bawah itu ditandai dengan mayoritas mata pencarian penduduknya adalah bertani. Masyarakat Tanjung Pauh Hilir menggunakan bahasa Kerinci dalam berinteraksi dikehidupan sehari-hari.Interaksi tersebut tampak dalam kegiatan formal dan nonformal. Kegiatan formal atau resmi biasanya dijumpai pada
upacara pernikahan, pemakaman, acara adat, dan sebagainya. Kegiatan non formal biasanya dijumpai pada percakapan sehari-hari. Bahasa Kerinci di Desa Tanjung Pauh Hilir masih kuat sehingga komunikasi masih terjaga dengan baik, hal itu juga dikarenakan tidak adanya pengaruh bahasa lain yang masuk ke Tanjung Pauh Hilir.