BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN
MENGGUNAKAN BAKTERI Bacillus cereus PADA SLURRY
BIOREAKTOR
Nuniek Hendrianie, Eko Yudie Setyawan, Rizki Dwi Nanto, dan S. R. Juliastuti
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, Indonesia
E-mail: jgr_milanisti@yahoo.com; rizkidwinanto@yahoo.com
Abstrak
Usaha penanggulangan pencemaran minyak bumi secara konvensional hasilnya kurang memuaskan. Alternatif yang dapat digunakan dalam penanggulangan pencemaran minyak bumi adalah teknologi bioremediasi dengan metode slurry bioreaktor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh mikroba Bacillus cereus terhadap proses bioremediasi dalam mereduksi kandungan berbahaya dari minyak bumi. Metode yang digunakan adalah metode slurry bioreaktor dengan menggunakan sampel tanah tercemar minyak bumi yang diperoleh dari lokasi pengeboran minyak PT.PERTAMINA EP, Ledok-Cepu. Biakan murni bakteri yang digunakan adalah Bacillus cereus. Variabel yang digunakan adalah konsentrasi penambahan mikroba Bacillus cereus sebanyak 0%; 5%; 10%; 15% (v/v). Perbandingan antara tanah dengan air pada tiap bioreaktor adalah 1:9. Penelitian ini berlangsung dengan sistem batch dan dijaga pada suhu 25-45 oC, dengan kecepatan pengadukan ±100 rpm. Dari hasil penelitian yang didapatkan pada bioreaktor dengan penambahan Bacillus cereus sebanyak 0%; 5%; 10%; 15% (v/v) menghasilkan % biodegradasi TPH berturut-turut adalah 48.34%, 67.38%, 83.57%, 84.82%. Untuk % biodegradasi BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene) yang terbaik adalah pada penambahan Bacillus cereus sebanyak 15% (v/v), berturut-turut adalah (97.86%; 79.34%; 75.03%; 59.25%). Nilai akhir TPH yang terbaik adalah pada bioreaktor dengan penambahan Bacillus cereus sebanyak 15% (v/v), adalah 8928.57 µg/g. Dan untuk nilai akhir BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene) yang terbaik adalah pada penambahan Bacillus cereus sebanyak 15% (v/v), berturut-turut (0.71, 8.22, 2.25, 4.95 µg/g).
Kata kunci: slurry bioreaktor, Bacillus cereus, TPH, BTEX, biodegradasi
Abstract
Measures for mitigation of petroleum pollution in the conventional results are less satisfactory. Alternatives that can be used in the prevention of oil pollution is a bioremediation technology using slurry bioreactors. The purpose of this study was to determine the influence of microbe Bacillus cereus against the process of bioremediation in reducing the harmful content of petroleum. The method used is the method of slurry bioreactor using petroleum contaminated soil samples obtained from oil drilling sites PT.PERTAMINA EP, Ledok-Cepu. Pure cultures of bacteria used were Bacillus cereus. The variable used is the addition of microbial concentration of Bacillus cereus by 0%, 5%, 10%, 15% (v/v). Comparison between the soil with water in each bioreactor is 1:9. This study took place with a batch system and maintained at a temperature of 25-45 °C, with ± 100 rpm stirring speed. From research result obtained in the bioreactor with the addition of Bacillus cereus as much as 0%, 5%, 10%, 15% (v/v) yield% biodegradation of TPH, respectively 48.34%, 67.38%, 83.57%, 84.82%. While % biodegradation of BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene), for the best addition of 15% (v/v) Bacillus cereus, respectively is (97.86%, 79.34%, 75.03%, 59.25%). The best of residual TPH value in the bioreactor with addition of 15% (v/v) Bacillus cereus, is 8928.57 µg/g. While for BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene) is, (0.71, 8:22, 2:25, 4.95 ug/g) respectively.
PENDAHULUAN
Aktivitas industri perminyakan
(pengeboran, pengilangan, proses produksi dan transportasi) umumnya menghasilkan limbah minyak dan terjadi tumpahan baik di tanah maupun perairan. Limbah dan tumpahan tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas industri perminyakan di lapangan (Udiharto, 1996).
Usaha penanggulangan pencemaran minyak bumi secara konvensional hasilnya kurang memuaskan. Membuang bahan pencemar dengan membenamkannya ke dalam tanah tidak menanggulangi masalah. Bahan tersebut dapat meresap ke air tanah dan mencemari perairan. Demikian juga dengan usaha pembakaran yang dapat mengakibatkan pencemaran udara (Kadarwati et al., 1996).
Alternatif yang dapat digunakan dalam penanggulangan pencemaran minyak bumi
adalah teknologi bioremediasi yaitu
menggunakan bakteri yang dalam aktivitasnya mampu memanfaatkan hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi kemudian mengubahnya menjadi CO2, H2O dan
biomassa sel. Bioremediasi merupakan salah satu metode untuk mengaplikasi prinsip-prinsip biologi untuk menghilangkan bahan kimia berbahaya dari air tanah, tanah, dan lumpur (Cookson Jr, 1995).
Slurry Bioreaktor
Teknik bioremediasi dengan
menggunakan bioreaktor merupakan
pengembangan bioremediasi secara ex situ. Slurry bioreaktor seperti pada gambar 1, tidak hanya digunakan untuk mendegradasi limbah berbentuk fase cairan dan slurry namun juga limbah padat/tanah. Menurut Banerji (1996) fase slurry dapat diperoleh dari limbah padat/tanah yang dicampurkan air sehingga slurry memiliki tingkat kepadatan 10-40%. Slurry ini kemudian disimpan dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor slurry akan diberikan nutrisi dalam kondisi lingkungan yang terkontrol agar mikroorganisme dapat melakukan proses degradasi dengan baik. Selain penambahan nutrisi, ke dalam reaktor diberikan suplai gas atau oksigen untuk menjaga agar kondisi
aerobik pada bioreaktor tetap terjaga. Selain itu juga dilakukan pengadukan secara mekanik atau pneumatik.
Gambar 1. Slurry Phase Bioremediation
Proses penguraian hidrokarbon oleh mikroorganisme dimulai dengan terjadinya perlekatan mikroorganisme pada globula minyak, yang dilanjutkan dengan proses pelarutan hidrokarbon oleh surfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut. Hidrokarbon yang telah teremulsi ini selanjutnya diserap ke dalam sel dan diurai melalui proses katabolisme. Untuk n-alkana, proses katabolisme ini diawali dengan proses hidroksilasi n-alkana yang menghasilkan alkohol primer, yang selanjutnya dioksidasi oleh enzim dehydrogenase dan menghasilkan
asam lemak. Jika sistem oksidasi
mikroorganisme pengurai hidrokarbon dapat berjalan secara optimal, maka asam lemak yang terbentuk ini akan diurai sempurna menjadi energi, H2O dan CO2 melalui proses oksidasi
(Godfrey, 1986). Mekanismenya ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Jalur Oksidasi Monoterminal
Mikroorganisme yang menggunakan petroleum sebagai sumber karbon dan energi ada yang bersifat aerob dan ada yang bersifat anaerob. Mikroorganisme aerob cepat dan paling efisien dalam mendegradasi karena reaksi aerob memerlukan lebih sedikit energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan lebih
Tanah terkontaminasi Clarifier Agitator Reaktor Bioslurry Discharge Tanah Bersih H2O teroksidasi H2O NAD(P)H Sistem hidrok silasi Alkohol Dehidrogenasi Aldehid Dehidrogenasi O2 NAD + H+ Alkana Alkohol Primer Aldehid Asam lemak
Volsampel
B
B
l
g
MLSS
(
/
)
(
2
1)
1000
banyak energi. Hidrokarbon akan didegradasi secara beruntun oleh sejumlah enzim, oksigen bertindak sebagai akseptor eksternal seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Degradasi senyawa Benzena
METODE PENELITIAN
BahanBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: sampel tanah terkontaminasi minyak bumi yang diperoleh dari lokasi pengeboran minyak PT.PERTAMINA EP, Ledok-Cepu, Isolat bakteri Bacillus cereus, Kaldu daging
sapi, Pepton, Glukosa, KH2PO4, Urea,
n-Hexane, Aquades.
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan gambar 4 :
Gambar 4. Skema Peralatan
PROSEDUR PENELITIAN
Pada proses bioremediasi, slurry yang berisi campuran tanah dan air dengan perbandingan 1:9 dimasukkan ke dalam reaktor bioslurry (A, B, C dan D). Kemudian dilakukan pengadukan dengan kecepatan agitasi ±100 rpm pada suhu ruang (29–32 oC) serta dilakukan
penambahan aerasi pada bioreaktor tersebut. Untuk bioreaktor A, B, dan C ditambahkan suspensi bakteri Bacillus cereus dengan konsentrasi (5%, 10%, 15%)(v/v) dan dengan kepadatan populasi (>105 sel/ ml). Sedangkan
pada bioreaktor D digunakan sebagai blangko, yang mana perlakuannya hanya dilakukan pengadukan dan penambahan aerasi tanpa dilakukan penambahan suspensi bakteri
Bacillus cereus. Secara periodik dilakukan
pengukuran temperatur, pH, DO (dissolve oxygen), MLSS, MLVSS dan TPH sesuai dengan ketentuan. Setelah proses bioremediasi selesai maka dilakukan pemisahan antara tanah dengan airnya untuk selanjutnya dilakukan analisa akhir dari hasil bioremediasi tersebut.
Analisa MLSS
Analisa dilakukan dengan memanaskan cawan penguap yang sudah dibersihkan ke dalam oven pada suhu 1100 C untuk
mendapatkan berat konstan kemudian
mendinginkannya selama 15 menit dalam desikator. Menimbang cawan tersebut (B1).
Memasukkan sejumlah sampel ke dalam cawan. Memasukkan cawan+sampel ke dalam oven sampai suhu 1050C cawan+abu(B2) selama ± 1
jam, kemudian mengeluarkan dan
mendinginkannya selama 15 menit dalam desikator. Menimbang cawan+abu (B2).
Menghitung MLSS dengan persamaan:
Analisa MLVSS
Setelah analisa MLSS, memasukkan kembali cawan+abu ke dalam furnace pada
suhu 5500 selama 10–20 menit.
Memindahkannya ke dalam oven dengan suhu
1050C selama 30 menit sebelum
mendinginkannya dalam desikator selama 15
Benzena Katekol Asam mukonat Asam β - ketoadipat Asam suksinat Asam trikarboksilat O2 O2 H2 O H2O, koenzim A 1 2 1 1 1 2 2 2 3 3 3 3 4 5 Keterangan: 1. Motor pengaduk 2.Drum reaktor 3.Sparger
4.Tubing line aeration 5.Aerator
Volsampel
B
B
l
g
MLVSS
(
/
)
(
2
3)
1000
menit. Kemudian menimbangnya (B3). Lalu
menghitung nilai MLVSS dengan persamaan:
Analisa TPH
Analisa TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) menggunakan metode gravimetri U.S. EPA Method 1664. Pertama-tama adalah mengekstrak 10 gram tanah dengan 100 ml
n-hexane, kemudian di shaker selama 1 jam.
Menyaring hasil ekstrak tersebut dengan penyaring Buchner. Menambahkan 10 gram Na2SO4 anhidrat ke dalam ekstrak untuk
menghilangkan kandungan airnya dan
selanjutnya dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah. Lapisan atas yang merupakan
campuran minyak dan n-hexane
diuapkan/didestilasi untuk memisahkan pelarut dari fasa organiknya pada suhu 85oC selama 45
menit. Residu yang tertinggal dipanasi pada suhu 100oC selama 10 menit, dan setelahnya
didinginkan dalam desikator. Melakukan penimbangan sampai beratnya konstan, berat yang terukur merupakan total hidrokarbon minyak bumi.
Analisa BTEX
Analisa BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene) diukur dengan menggunakan GC (Gas Chromatography) yang dilakukan di Laboratorium Robotika, ITS, Surabaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisa TPHTPH (Total Petroleum Hidrokarbon) merupakan salah satu parameter acuan keberhasilan proses bioremediasi tanah terkontaminasi limbah minyak bumi dan limbah lain yang juga merupakan turunan dari minyak bumi yang keberadaannya dalam limbah minyak bumi harus sesuai dengan kriteria nilai akhir yang diperkenankan untuk dibuang ke lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nilai batas aman yang telah ditentukan yaitu
dibawah 10000 μg/g (KEPMEN LH no : 128
tahun 2003).
Gambar 5. Hubungan Antara Nilai TPH
dengan Waktu
Gambar 6. Hubungan % Biodegradasi TPH
dengan Waktu
Pada gambar 5, terlihat bahwa semakin lama waktu bioremediasi menyebabkan nilai TPH semakin kecil. Perlakuan dengan penambahan bakteri menunjukkan hasil penurunan TPH yang lebih besar bila dibandingkan dengan blangko, yang artinya degradasi hidrokarbon berlangsung lebih baik atau meningkat dengan adanya kehadiran mikroba pendegradasi senyawa hidrokarbon. Walker dan Colwell, 1978 menyebutkan
keanekaragaman dan kelimpahan
mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon memiliki hubungan yang linier dengan peningkatan degradasi senyawa hidrokarbon.
Dari gambar 6, dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan penambahan bakteri
Bacillus cereus dengan konsentrasi 5%, 10%,
15% (v/v), menyebabkan nilai TPH tereduksi. Hal ini bisa diketahui dengan semakin meningkatnya % biodegradasi senyawa hidrokarbon dari interval hari ke-7 sampai dengan hari ke-63. Sedangkan pada perlakuan tanpa penambahan bakteri Bacillus cereus (blangko) menyebabkan nilai TPH mengalami
penurunan, akan tetapi % biodegradasinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan penambahan bakteri Bacillus cereus. Hal tersebut disebabkan karena bakteri alami yang ada di dalam tanah belum bisa mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi secara efektif. Diduga kelompok bakteri yang mendominasi tanah yang tercemar adalah kelompok mikroba indigenous yang tidak dapat memanfaatkan senyawa hidrokarbon minyak bumi untuk pertumbuhannya, sehingga laju degradasinya berlangsung lambat (Astri Nugroho, 2006).
Hasil Analisa MLVSS
Gambar 7. Hubungan antara TPH dan MLVSS
dengan Waktu pada penambahan Bacillus
cereus 5% (v/v)
Gambar 8. Hubungan antara TPH dan MLVSS
dengan Waktu pada penambahan Bacillus
cereus 10% (v/v)
Pada gambar 7, 8, dan 9 dapat disimpulkan bahwa kenaikan nilai MLVSS diiringi dengan penurunan nilai TPH dari waktu ke waktu. Nilai MLVSS yang tinggi pada umumnya mempunyai hubungan dengan kemampuan yang tinggi dalam menguraikan senyawa hidrokarbon. Jumlah bakteri pendegradasi hidrokarbon diketahui dapat menaikkan tingkat degradasi dan menyebabkan
terdegradasinya senyawa hidrokarbon (Jennings & Tanner, 2000). Hal lain disebabkan karena enzim yang dihasilkan lebih bervariasi dalam jenis dan tingkat penguraian serta jumlah enzim yang lebih banyak dibanding dengan bakteri indigenous sehingga penguraian lebih cepat terjadi (Plohl et
al., 2002).
Gambar 9. Hubungan antara TPH dan MLVSS
dengan Waktu pada penambahan Bacillus
cereus 15% (v/v)
Pada gambar 7, 8, dan 9 menunjukkan degradasi senyawa hidrokarbon berhubungan dengan populasi bakteri. Pada tahap awal mikroorganisme beradaptasi di lingkungan minyak bumi, kemudian pada saat pertumbuhan sel bakteri berada pada fase pertumbuhan logaritmik maka senyawa hidrokarbon yang ada akan semakin berkurang akibat aktivitas mikroorganisme dan pada saat mikroorganisme tersebut sudah tidak mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon yang ada maka pertumbuhannya akan terus menurun dan akhirnya sel bakteri tersebut akan mati.
Hasil Analisa BTEX
BTEX (Benzene, Toluene, Ethyl Benzene, Xylene), merupakan komponen senyawa hidrokarbon aromatik yang terkandung dalam minyak bumi. BTEX bersifat rekalsitran dan mutagenik (Atlas dan Bartha, 1998). Oleh karena itu, BTEX menjadi salah satu parameter keberhasilan pada penelitian ini.
Aktivitas mikroba dalam mendegradasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi
dilakukan dengan memotong-motong
komponen hidrokarbon yang ada menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya terhadap lingkungan, sehingga tanah yang tercemar minyak bumi tersebut akan
memperlihatkan perubahan komposisi fraksi hidrokarbon penyusunnya (Sharpley, J.M, 1966). Oleh karena itu, untuk melengkapi analisis yang telah ada, penelitian ini dilengkapi pula dengan analisis kromatografi gas. Untuk konsentrasi BTEX awal dari tanah sampel dan pada akhir penelitian ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Konsentrasi awal senyawa BTEX
Komponen Konsentrasi (μg/g)
Benzene 33.23
Toluene 39.79
Ethyl Benzene 9.01
Xylene 12.15
Tabel 2. Konsentrasi senyawa BTEX pada
akhir penelitian dalam (μg/g)
Komponen Penambahan bakteri Bacillus cereus
(v/v) 0% (v/v) 5% (v/v) 10% 15% (v/v) Benzene 16.86 10.93 0.97 0.71 Toluene 21.75 20.07 9.88 8.22 Ethyl Benzene 6.15 4.96 2.55 2.25 Xylene 10.32 9.96 5.28 4.95
Dari tabel 2, terlihat bahwa untuk penurunan kandungan BTEX terbesar ada pada bioreaktor dengan penambahan 15% (v/v)
Bacillus cereus. Dimana konsentrasi Benzene
turun menjadi 0,71 μg/g, Toluene turun menjadi 8.22 μg/g, Ethyl Benzene turun menjadi 2.25 μg/g, dan Xylene turun menjadi 4.95 μg/g.
Hal ini telah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, bahwa untuk senyawa BTEX yang terpapar oleh pencemaran limbah minyak bumi konsentrasinya maksimal 10 μg/g, sehingga efek toksiknya tidak membahayakan
bagi keseimbangan ekosistem sekitar
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor:128 Tahun 2003).
Perbandingan nilai BTEX untuk semua tanah pada masing-masing bioreaktor dapat dinyatakan dalam persen biodegradasi BTEX. Nilai ini menunjukkan seberapa besar senyawa BTEX yang terurai oleh bakteri.
Gambar 10. Perbandingan % Biodegradasi
BTEX pada tiap variabel penambahan
Bacillus cereus
Dari gambar 10, dapat dilihat bahwa pada perlakuan dengan penambahan bakteri Bacillus
cereus dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%
(v/v), menyebabkan nilai BTEX tereduksi. Hal
ini bisa diketahui dengan semakin
meningkatnya % biodegradasi senyawa BTEX dari interval awal sampai dengan akhir penelitian. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsorsium bakteri yang tumbuh dalam bioreaktor mampu memanfaatkan sumber karbon yang berasal dari minyak bumi untuk pertumbuhannya. Sedangkan pada perlakuan tanpa penambahan bakteri Bacillus cereus menyebabkan nilai % biodegradasinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan penambahan bakteri Bacillus cereus. Hal tersebut disebabkan karena bakteri alami yang ada di dalam blangko belum bisa mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi secara efektif.
KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil analisa pada penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bioremediasi dengan metode slurry bioreaktor dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon minyak bumi.
2. Semakin besar penambahan konsentrasi bakteri Bacillus cereus maka nilai MLVSS, % biodegradasi TPH, % biodegradasi BTEX semakin meningkat.
3. Dari segi mereduksi TPH, yang terbaik adalah bioreaktor dengan penambahan
Bacillus cereus 15% (v/v), yaitu sebesar
84,82%.
4. Dari segi % biodegradasi BTEX, yang
terbaik adalah bioreaktor dengan
penambahan Bacillus cereus 15% (v/v), yaitu berturut-turut sebesar 97,86%; 79,34%; 75,03%; 59,25%.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R. M. 1981. Microbial Degradation of
Petroleum Hydrocarbon : an Environmenntal Perspective. Microbial
Review Vol. 45. No. 1 p. 180-209. Harayama, S. K. 1995. Biodegradation of
Crude Oil. Program and Abstracts in the
First Asia-Pasific Marine Biotechnology Conference. Shimizu, Shizuoka, Japan. Leisinger, et al,. 1981. Microbial Degradation
of Xenobiotic & Recalsitrant Coumpund.
Academical Press, London.
Nugroho, A. 2006. Biodegradasi Sludge
Minyak Bumi Dalam Skala Mikrokosmos.
MAKARA, TEKNOLOGI, Vol. 10, No. 2. p. 82-89. Jakarta.
Nugroho, A. 2006. Bioremediasi Hidrokarbon
Minyak Bumi. Graha Ilmu, Jakarta.
Sharpley, J. M. 1966. Elementary Petroleum
Microbiology. Gulf Publishing Company,
Texas.
Sheehan, D. 1997. Bioremediation
Protocols-Methods in Biotechnology. Humana
Press, New Jersey. p. 60-63.
Udiharto, M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Prosiding Pelatihan Lokakarya Peranan
Bioremediasi dalam Pengolahan