• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika dan Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam Roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dan Skenario Pembelajarannya di SMA Kelas X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Etika dan Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam Roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dan Skenario Pembelajarannya di SMA Kelas X"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 63

Etika dan Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam

Roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dan Skenario

Pembelajarannya di SMA Kelas X

Oleh: Hana Pebri Ristiadi

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

hanacarakaputra@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) nilai-nilai etika yang terkandung dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata; (2) penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata; (3) skenario pembelajaran roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata di SMA kelas X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif . Subjek penelitian ini adalah roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata. Objek penelitian ini adalah etika dan penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dan skenario pembelajarannya di SMA kelas X. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik pustaka. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama dibantu dengan alat pencatat data dan dokumen. Analisis data menggunakan teknik analisis isi. Teknik penyajian hasil analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik informal. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) etika yang terdapat dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata berjumlah 19 tuturan terdiri dari; (a) etika keselarasan sosial berjumlah 10 tuturan dan (b) etika kebijaksanaan berjumlah 9 tuturan; (2) penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa yang terdapat dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata berjumlah 23 tuturan terdiri dari; (a) ragam ngoko lugu berjumlah 12 tuturan, (b) ragam ngoko alus berjumlah 3 tuturan, (c) ragam krama lugu berjumlah 3 tuturan, dan (d) ragam krama alus berjumlah 5 tuturan; (3) etika dan penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dapat dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Jawa SMA kelas X semester 2 dimasukkan dalam kompetensi dasar mendiskusikan isi roman.

Kata kunci: etika, unggah-ungguh, roman Pendahuluan

Dari gambaran potret kehidupan bermasyarakat yang disajikan dalam cerita roman, dapat kita ambil sebuah nilai ajaran yang baik untuk kita aplikasikan dalam kehidupan kita, salah satunya adalah nilai etika. Etika dalam kehidupan baik pribadi maupun bermasyarakat mempunyai peran penting, dikarenakan etika banyak mengatur tentang perilaku seseorang dalam kehidupannya. Terlebih orang Jawa yang terkenal dengan adat ketimurannya yang patuh terhadap tatakrama dalam setiap tindakannya. Dalam kehidupan sehari-hari etika tidak hanya mengatur tentang bagaimana kita harus berperilaku yang baik, tetapi juga mengatur orang dalam berbicara. Dimana seseorang dalam bertutur kata dengan lawan tuturnya tidak boleh

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 64 asal berbicara, tetapi harus menggunakan unggah-ungguh berbahasa yang bertujuan untuk menghormati orang yang diajak berbicara. Nilai etika dan unggah-ungguh berbahasa yang terdapat dalam sebuah karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di SMA. Pembelajaran etika dan unggah-ungguh berbahasa di sekolah selama ini, termasuk di SMA memang masih sangat lemah. Hal ini dapat dilihat dari perilaku siswa yang tidak mencerminkan sikap berbudi pekerti yang baik dan tidak sopan dalam berbicara.

Etika mau mengerti mengapa seseorang harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana seseorang dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno dalam Widyawati, 2010: 2). Sutardjo (2008: 16) unggah-ungguh, tegesipun tata prataning basa miturut lungguhing

tatakrama. Yang dalam bahasa Indonesia artinya variasi-variasi bahasa yang

perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap mitra bicara. Jenis variasi bahasa yang akan dibahas pada penelitian ini adalah undha usuk atau unggah-ungguh bahasa Jawa.

Permasalahan dalam peneitian ini adalah: (1) bagaimanakah nilai-nilai etika yang terkandung dalam roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata? (2) bagaimanakah penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata? (3) bagaimanakah skenario pembelajaran roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata di SMA kelas X ? Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan nilai-nilai etika yang terkandung dalam roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata, (2) mendeskripsikan penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata, dan (3) mendeskripsikan skenario pembelajaran roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata di SMA kelas X.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata. Objek dalam penelitian ini adalah etika dan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata dan skenario pembelajarannya di SMA kelas X. Variabel dalam penelitian ini adalah

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 65 etika, unggah-ungguh bahasa Jawa, dan skenario pembelajaran etika dan penggunaan

unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata di

SMA kelas X. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, teknik baca dan catat. Instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri dan nota pencatat. Analisis data menggunakan teknik analisis isi. Teknik penyajian data hasil analisis yang peneliti gunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode informal.

Hasil Penelitian

1. Etika dalam Roman “Nona Sekretaris” karya Suparto Brata. a. Etika Keselarasan Sosial

“… Saking aku isih ngajeni Norma. Bareng dheweke nyedak, nepsuku dakemppet. Kanthi sumeh dakterangake yen aku anggotane Pat Manunggal ….”

‘… Karena saya masih sangat menghormati Norma. Ketika dia mendekat, emosiku saya tahan. Dengan senyum saya jelaskan jika saya juga anggota dari Pat Manunggal ….’ (Brata: 28)

Etika keselarasan sosial dalam tuturan tersebut terlihat pada sikap sopan-santun menahan amarah yang ditunjukkan oleh Julaehaque kepada Normasari sebagai mitra tuturnya.

b. Etika Kebijaksanaan

“… Nanging luwih becik kudu ngati-ati, aja kejeglong jirete wong lanang hidung belang ….”

‘… tetapi lebih baik harus hati-hati, jangan tertipu rayuan laki-laki hidung belang ….’ (Brata: 13)

Etika kebijaksanaan dalam data di atas tercermin pada sikap Julaehaque yang memberikan pitutur luhur kepada Sirtu, supaya bisa menjaga diri dengan pergaulan di Jakarta jangan sampai terjerumus dengan rayuan lelaki hidung belang.

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 66 2. Bentuk Penggunaan Unggah-UngguhBahasa dalam Roman “Nona Sekretaris”

karya Suparto Brata. a. Ngoko Lugu

“NYANG Harmoni? Ayo bareng. Aku ya ngumpul esuk iki. Anu, grupku dikanggokake pagelaran Normasari. Jare Amos aku kudu teka menyang Pentas Artis ing Harmoni kana.”

‘Ke Harmoni? Ayo sekalian. Saya ya berkumpul pagi ini. Katanyagrupku digunakan pertunjukkan Normasari. Katanya Amos saya harus datang ke Pentas Artis di Harmoni Sana.’ (Brata: 14).

Tuturan tersebut termasuk dalam bentuk unggah-ungguh Bahasa Jawa

ngoko lugu. Penggunaan bentuk ngoko lugu dapat dilihat penggunaan penanda

leksikon ngoko yaitu perfiks di-, sufik –ake pada kata ‘dikanggokake’dan penggunaan penanda enklitik –ku pada kata ‘grupku’. Dilihat pada tuturan data tersebut memperlihatkan bahwa Julaehaque dan Sirtu mempunyai hubungan simetris-akrab. Simetris-akrab di sini, yaitu dapat dilihat dari usia mereka sebaya atau seumuran, jenis kelamin keduanya sama, Julaeha dan Sirtu sama-sama perempuan. Mereka sudah saling kenal dan akbrab, kesejajaran status sosial mereka sama yaitu sama-sama dari golongan orang biasa. Berdasarkan keterangan tersebut, percakapan keduanya diperbolehkan untuk menggunakan

ngoko lugu. Apabila dilihat dari segi unggah-ungguh percakapan, pada data (20)

sopan sesuai dengan konteksnya. b. Ngoko Alus

“Nuwunsewu. Aku ora dhong karo wicaramu. Aku koksengguh sapa?”

‘Minta maaf. Saya tidak paham denga pembicaraanmu. Saya kamu kira siapa?.’(Brata: 17)

Data di atas termasuk ke dalam bentuk ngoko alus. Hal tersebut disebabkan adanya penggunaan leksikon ngoko dan krama. Penggunaan krama yang berupa kata kata kerja (verba) yang bertujuan sebagai wujud penghormatan terhadap mitra wicara. Penggunaan penanda leksikon krama yang berupa kata kerja (verba) tersebut, yaitu wicara ‘perkataan’ sebagai wujud peghormatan kepada mitra tutur. Penggunaan penanda leksikon ngoko berupa

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 67 enklitik -mu terdapat pada kata wicaramu‘perkataanmu’. Sebenarnya kata

wicaramu berasal dari kata wicara ‘perkataan’ yang termasuk ke dalam leksikon krama, akan tetapi kata tersebut mendapat imbuhan penanda ngoko berupa

enklitik-mu sehingga menjadi kata wicaramu. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tuturan tersebutmerupakan bentuk unggah—ungguh basa Jawa ngoko alus.

Berdasarkan kedudukan status sosial keduanya asimetris-tidak akrab, dimana kedudukan penutur lebih rendah dibandingkan mitra tutur. Dilihat dari segi keakraban keduanya tidak akrab karena baru saling mengenal. Pada jenis kelamin keduanya sama, yaitu penutur dan lawan tutur berjenis kelamin perempuan. Penggunaan bentuk ngoko alus di sini bertujuan untuk menghormati mitra wicara, yaitu pegawai Biro Jasa Kartika.

c. Krama Lugu

“O, Julaehaque! Inggih! Inggih, kula inggih semerap! Larene nggih mesthi dugi kok, yen gladen. Criyose margi kontrake kalih Amos taksih tigang wulan. Dados yen Amos sakanca diengge, lare niku nggih mesthi angsal bagean pengasilan!”

‘O, Julaehaque! Iya! Iya!, saya juga melihatnya! Anaknya pasti datang, kalau latihan. Ceritanya karena kontraknya dengan Amos masih tiga bulan. Sehingga jika Amos dan teman-temannya digunakan, anak itu juga pasti dapat bagian penghasilan!’ (Brata: 67)

Berdasarkan data di atas percakapan antara Danang terhadap direkturnya menggunakan bentuk krama lugu. Hal tersebut ditunjukan dengan penggunaan kata krama dalam tuturan tersebut kecuali kata yen ‘jika’ yang merupakan penanda leksikon ngoko.Penggunaan leksikon ngoko juga terdapat adanya penggunaan perfiks di- pada kata diengge ‘dipakai’ dan sufiks –e pada kata larene ‘anaknya’, criyose ‘ceritanya’ dan kontrake ‘kontraknya’. Penanda leksikon

madya terdapat pada penggunaan kata dugi ‘datang’, taksih ‘masih’, dan niku ‘

itu’.

Berdasarkan dari segi kedudukan status sosial keduanya asimetris-akrab. Kedudukan mitra tutur lebih tinggi dibandingkan penutur, sedangkan dari segi usia mitra tutur juga lebih tua dibandingkan penutur. Dilihat dari segi keakraban keduanya sudah akrab dan saling mengenal. Berdasarkan keterangan tersebut

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 68 percakapan antara Danang terhadap direktur diperbolehkan menggunakan

krama lugu.

d. Krama Alus

“Cobi kemawon, Pak. Menapa ingkang dipunkersakaken?”

‘Coba saja, Pak. Apa yang dikehendaki?’(Brata: 29)

Berdasarkan data di atas percakapan antara sekertaris terhadap direktur menggunakan bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa berupa krama alus. Penggunaan penanda leksikon krama terdapat pada kata cobi ‘coba’, kemawon ‘saja’, menapa‘apa’, ingkang ‘yang’, dan dipunkersakaken ‘dikehendaki’. Selain itu terdapat afiks penanda leksikon krama yaitu prefiks dipun- dan sufiks –aken pada kata dipunkersakaken. Berdasarkanketerangan di atas disimpulkan bahwa percakapan antara sekertaris kepada direktur menggunakan bentuk krama alus.

Berdasarkan kedudukan status sosial keduanya asimetris-akrab. Asimetris di sini yang dimaksud, yaitu kedudukan mitra tutur lebih tinggi dibandingkan dengan penutur. Dilihat dari segi keakraban keduanya akrab karena sudah saling mengenal karena bekerja ditempat yang sama, hanya saja penutur menggunakan ragam krama untuk menghormati mitra tuturnya. Selain itu umur dan tingkat sosial mereka berbeda, mitra tutur baik umur dan tingkat sosialnya lebih tiggi. Berdasarkan segi sopan santun atau unggah-ungguh bahasanya baik dan benar, karena pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua sebaiknya menggunakan

krama alus.

3. Skenario Pembelajaran Etika dan Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam Roman Nona Sekretaris Karya Suparto Brata di SMA Kelas X.

Kurikulum mata pelajaran muatan lokal (bahasa Jawa) terdapat komponen yang berkaitan dalam pembuatan silabus yaitu standar kompetensi berbicara kelas X semester 2 yang berisi mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan sastra maupun nonsastra dengan menggunakan berbagai ragam unggah-ungguh bahasa Jawa. Dengan adanya standar kompetensi tersebut maka Etika dan Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa dalam Roman Nona

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 69 dimasukkan dalam kompetensi dasar membahas dan mendiskusikan isi cerkak/novel/roman.

Simpulan

Berdasarkan penyajian dan pembahasan data yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) nilai etika dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Broto terdapat 19 yang berwujud tuturan dan sikap, yang terdiri dari etika keselarasan sosial sebanyak 10 tuturan dan sikap dan etika kebijaksanaan sebanyak 9 tuturan. (2) penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata terdapat sebanyak 23 tuturan, yang terdiri dari ragam ngoko lugu sebanyak 12 tuturan, ragam ngoko alus sebanyak 3 tuturan, ragam krama lugu sebanyak 3 tuturan, dan ragam krama alus sebanayak 5 tuturan. (3) skenario Pembelajaran etika dan penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam roman Nona Sekretaris karya Suparto Brata di SMA kelas X. Etika dan penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa tersebut dapat dijadikan bahan ajar pembelajaran bahasa Jawa kelas X semester 2 di SMA karena berkaitan dengan standar kompetensi berbicara yaitu mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara lisan sastra maupun nonsastra dengan menggunakan berbagai ragam unggah-ungguh bahasa Jawa dan dimasukkan dalam kompetensi dasar mendiskusikan isi roman.

Daftar Pustaka

Brata, Suparto. 2010. Nona Sekretaris. Yogyakarta: Narasi.

Sutarjo, Imam. 2008. Kawruh Basa Saha Kasusastran Jawi. Surakarta: Jurusan Sastra Daaerah Fakultas sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Widyawati, Wiwien. 2010. Etika Jawa; Menggali Kebijaksanaan dan Keutamaan Demi

Referensi

Dokumen terkait