• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kualitas Guide Comp Level pada PT Sinar Terang Logamjaya dengan Menggunakan Metode Six Sigma DMAIC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Kualitas Guide Comp Level pada PT Sinar Terang Logamjaya dengan Menggunakan Metode Six Sigma DMAIC"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Kualitas Guide Comp Level pada PT Sinar Terang Logamjaya dengan Menggunakan Metode Six Sigma DMAIC

Christin Natalia Bintoro, Cynthia Prithadevi Juwono

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

PT Sinar Terang Logamjaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri manufaktur. PT Sinar Terang Logamjaya sangat memperhatikan kualitas dari produk yang dihasilkan. Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil spare part di Bandung. Pada penelitian ini, produk yang diamati adalah Guide Comp Level dengan jenis cacat antara lain cacat gompal, cacat penyok, cacat pecah, dan cacat miring. Penelitian difokuskan pada proses blanking dan drawing 1, drawing 2, serta proses spot welding.

Pada penelitian ini, peningkatan kualitas pada PT Sinar Terang Logamjaya dilakukan dengan cara mengurangi persentase produk cacat. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Six Sigma DMAIC karena metode ini merupakan metode continuous improvement untuk mencapai kualitas terbaik. Siklus DMAIC dalam metode Six Sigma dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan, mengukur performansi proses, hingga melakukan kontrol terhadap perbaikan yang diimplementasi.

Sebelum melakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 4,77 dengan persentase produk cacat sebesar 0,14%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,11 dengan persentase produk cacat sebesar 0,039% sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,59 dengan persentase produk cacat sebesar 0,258%.

Tindakan perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi persentase produk cacat antara lain memberikan briefing di setiap awal shift, memberikan tanda dan sekat pada kotak penyimpanan, menyediakan tempat khusus pembuangan chip, serta memberikan display produk cacat dan tidak.

Setelah dilakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 5,06 dengan persentase produk cacat sebesar 0,05%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,28 dengan persentase produk cacat sebesar 0,02%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,89 dengan persentase produk cacat sebesar 0,096%.

Kata kunci: Six Sigma, DMAIC, Quality Control, Perbaikan Kualitas

Pendahuluan

Dunia industri di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang pesat.

Banyaknya usaha-usaha baru menyebabkan persaingan di dunia industri semakin ketat.

Oleh karena itu, setiap perusahaan harus mampu menjaga kepuasan customer agar mampu bersaing dengan kompetitor.

Kepuasan customer menurut Kotler (2012) merupakan sebuah perasaan dimana konsumen akan merasa puas atau kecewa terhadap hasil yang didapatkan dengan membandingkan ekspektasi dan kenyataan.

Salah satu cara untuk menjaga kualitas adalah meningkatkan kualitas produk.

Menurut ISO 8402, definisi kualitas merupakan keseluruhan fitur dan karakteristik sebuah produk atau layanan yang menunjang kemampuan untuk memuaskan suatu kebutuhan baik yang dinyatakan maupun kebutuhan tersirat.

PT Sinar Terang Logamjaya merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di industri manufaktur. PT Sinar Terang Logamjaya memproduksi berbagai macam produk yang berbahan dasar metal. PT Sinar Terang Logamjaya memiliki beberapa customer

(2)

seperti PT Astra Honda Motor, PT Indomobil Suzuki Internasional, PT Showa Mfg, PT Kayaba Indonesia Mfg, PT Komax Sinar Utama, PT Autotect Indonesia, PT Sanoh Indonesia, PT Yutaka Manufacturing Indonesia, dan PT Medion. Customer terbesar PT Sinar Terang Logamjaya adalah PT Astra Honda Motor (AHM). Pada Tabel 1 dapat dilihat lima produk teratas yang ditujukan untuk PT AHM.

Tabel 1. Lima Produk Teratas AHM

No Nama Barang

Total Produk

Cacat

Total Biaya

1. Plate Fuel

Pump 18496 Rp 21,880,768 2. Guide Comp

Lavel K25A 12964 Rp 45,036,936 3. Stay Fuse Box 8852 Rp 13,941,900 4. Cover, Eng

Contl Unit 5951 Rp 13,032,690 5. Plate L Cover 4532 Rp 17,013,128

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa produk yang menghasilkan produk cacat paling banyak adalah produk plate fuel pump.

Namun, produk yang memberikan dampak kerugian paling besar adalah produk guide comp level K25A. Oleh karena itu penelitian ini berfokus untuk mengurangi jumlah produk cacat untuk produk guide comp level K25A.

Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC karena metode ini berfokus untuk mengurangi jumlah cacat. Diharapkan dengan berkurangnya jumlah cacat, maka jumlah produk cacat akan berkurang. Six Sigma juga dapat mengurangi variabilitas suatu proses (Montgomery, 2009).

Berdasarkan identifikasi yang sudah dilakukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan produk guide comp level k25A cacat, memberikan usulan yang dapat mengurangi jumlah produk cacat, serta mengetahui perbandingan performansi (level sigma, persentase produk cacat) sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan. Penelitian ini menggunakan beberapa batasan seperti produk yang diamati hanya produk yang

ditujukan untuk customer AHM dan produk yang dibahas dalam penelitian adalah guide comp level, biaya tidak dipertimbangkan dalam pemberian usulan, perbaikan hanya menggunakan satu siklus Six Sigma DMAIC, dan pengamatan hanya dilakukan pada pabrik yang berlokasi di Jalan Cigondewah. Asumsi yang digunakan untuk penelitian ini adalah proses tidak mengalami perubahan selama masa perbaikan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Six Sigma DMAIC. Six Sigma merupakan metode pengendalian dan peningkatan kualitas yang digunakan oleh Motorola sejak tahun 1986.

Menurut Gaspersz (2002), Six Sigma dapat meningkatkan kualitas menuju zero defect dan tidak hanya menekankan pada upaya peningkatan berdasarkan kesadaran mandiri dan manajemen, tetapi ikut memberikan solusi untuk meningkatkan kualitas.

Six Sigma dapat digunakan untuk mengelola sebuah bisnis atau departemen yang mengedepankan pelanggan dan menggunakan fakta serta data untuk mendapatkan solusi yang lebih baik (Pande, 2003). Tahap-tahap dalam metode ini adalah DMAIC yang jika dijabarkan yaitu define, measure, analyze, improve, serta control.

Penggunaan metode DMAIC dipilih karena DMAIC merupakan metode yang terstruktur dan memiliki langkah-langkah yang jelas.

Tahap define merupakan tahap pertama yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan di perusahaan (Montgomery, 2009). Ada tiga hal yang dibahas pada tahap ini, yaitu identifikasi proses produksi, pembuatan diagram SIPOC (supplier, input, process, output, customer), serta penentuan hal-hal yang dianggap kiritis oleh pelanggan yang lebih dikenal dengan istilah Critical to Quality (CTQ).

Tahap measure merupakan tahap kedua dalam siklus DMAIC. Secara umum, tahap ini memiliki tujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui kondisi performansi perusahaan saat ini (Montgomery, 2009). Terdapat dua hal

(3)

yang dibahas pada tahap ini yaitu pembuatan peta kendali (peta kendali p dan peta kendali u) serta perhitungan persentase produk cacat, DPMO, dan level sigma.

Tahap analyze merupakan tahap keempat dalam siklus DMAIC. Tahap ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan adanya variansi (Montgomery, 2009). Ada 3 hal yang dibahas pada tahap ini yaitu pemilihan cacat yang akan diperbaiki, pembuatan cause and effect diagram, serta pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

Tahap improve dalam siklus DMAIC bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan memberikan solusi berupa ide kreatif. Setelah berbagai akar permasalahan teridentifikasi, perlu dilakukan tindakan perbaikan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma (Gaspersz, 2002).

Tahap terakhir dalam siklus DMAIC adalah tahap control. Tahap ini berfungsi untuk mengendalikan sistem baru (Pyzdek, 2003).

Ada tiga hal yang dibahas pada tahap ini yaitu pembuatan peta kendali setelah perbaikan;

perhitungan persentase produk cacat, DPMO, serta level sigma; dan perbandingan data sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan dengan melakukan uji hipotesis.

Setelah melakukan tahap DMAIC, terakhir diambil beberapa kesimpulan mengenai perbaikan yang dilakukan. Metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Hasil dan Pembahasan

Berikut merupakan hasil dan pembahasan yang diperoleh melalui keseluruhan tahapan DMAIC untuk memperbaiki kualitas guide comp level.

Define

Tahap ini merupakan tahap pertama dalam siklus DMAIC. Hal-hal yang dibahas pada tahap ini adalah:

1. Identifikasi proses produksi untuk mengetahui proses proses yang dibutuhkan dalam pembuatan guide comp level.

2. Pembuatan diagram SIPOC untuk mengetahui proses secara lebih detail dan memberikan batasan terhadap suatu proses.

3. Penentuan CTQ untuk guide comp level.

Studi Pendahuluan

Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

Studi literatur

Tahap DMAIC 1. Define 2. Measure

3. Analyze 4. Improve 5. Control

Kesimpulan

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Produk guide comp level terdiri dari 2 buah komponen yaitu komponen plate dan komponen cap. Tahapan proses produksi komponen plate dapat dilihat pada Gambar 2.

Blanking Bending Gambar 2. Proses Produksi Plate

Proses produksi cap guide comp level terdiri dari 9 proses dan dapat dilihat pada Gambar 3.

Blanking &

Drawing 1

Drawing 2

Reverse Drawing

Piercing 1

Bending tengah

Trimming Piercing

Marking 2 Buffing

Gambar 3. Proses Produksi Cap

Kedua komponen tersebut selanjutnya di rakit pada proses spot welding dengan menggunakan mesin spot. Proses inspeksi dilakukan pada setiap proses.

Setelah mengetahui proses-proses yang dibutuhkan untuk membuat guide comp level, selanjutnya dibuat diagram SIPOC untuk

(4)

mengetahui proses yang terlibat, urutan proses dan interaksi antar proses, dan hal-hal yang terlibat di dalam proses (Gaspersz, 2002).

Diagram SIPOC untuk proses produksi plate dapat dilihat pada Gambar 4.

Supplier Input Process Output Customer

Plat besi zink nikel Plate Guide Comp

Level Spot Welding

Produksi Plate Guide Comp Level

Blanking Bending

PT Honda Trading Indonesia PT Posco

Operator Mesin stamping

press Operator Mesin

stamping press

Gambar 4. SIPOC Proses Produksi Plate Diagram SIPOC untuk proses produksi cap dapat dilihat pada Gambar 5.

Supplier Input Process Output Customer

Plat besi zink nikel Cap Guide Comp

Level Spot Welding

Produksi Cap Guide Comp Level

Blanking &

Drawing 1

Drawing 2

Reverse Drawing

Piercing 1

Expand &

Restrike Trimming

Piercing Marking 2

Buffing PT Honda Trading

Indonesia PT Posco

Operator Mesin stamping press double

action

Operator Mesin stamping press double

action

Operator Mesin stamping

press

Operator Mesin stamping

press

Operator Mesin stamping

press Operator Mesin

turret Operator Mesin

stamping press Operator Mesin

stamping press Operator Mesin

buffing

Gambar 5. SIPOC Proses Produksi Cap

Setiap produk memiliki karakteristik yang dianggap penting oleh pelanggan atau yg dikenal dengan istilah CTQ. Pada kasus ini, CTQ produk akhir ditentukan oleh pihak pelanggan yaitu PT AHM. CTQ tersebut diturunkan kepada masing-masing proses oleh pihak perusahaan. CTQ tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi CTQ

Proses CTQ Cacat

Blanking Cap &

Drawing 1

Kesempurnaan bentuk

Cacat gompal Cacat penyok Cacat pecah Ketepatan hasil

drawing Cacat miring Kemulusan

permukaan

Cacat keriput Cacat kotor

Drawing 2

Kesempurnaan bentuk

Cacat pecah Cacat penyok Ketepatan hasil

drawing Cacat miring Kemulusan

permukaan

Cacat keriput Cacat kotor

(lanjut) Tabel 2. Rekapitulasi CTQ (lanjutan)

Proses CTQ Cacat

Reverse Drawing

Kebersihan

permukaan Cacat kotor Kesempurnaan

bentuk Cacat penyok Ketepatan hasil

reverse drawing

Cacat tidak standar

Piercing 1

Kebersihan

permukaan Cacat kotor Kesempurnaan

bentuk Cacat penyok Ketepatan hasil

piercing 1

Cacat tidak standar Expand

&

Restrike

Ketepatan hasil expand &

restrike

Cacat tidak standar Kebersihan

permukaan Cacat kotor Trimming Ketepatan

ukuran Cacat pendek Piercing

2

Kebersihan

permukaan Cacat kotor Ketepatan hasil

piercing 1

Cacat tidak standar Marking Kesempurnaan

bentuk Cacat penyok Blanking

Plate

Kesempurnaan

bentuk Cacat gompal Bending Ketepatan hasil

bending Cacat miring

Spot Welding

Ketepatan posisi Cacat miring Kekuatan hasil

welding Cacat lepas Kesempurnaan

bentuk

Cacat bolong Cacat kotor Measure

Tahap ini merupakan tahap kedua dalam siklus DMAIC yang bertujuan untuk mengukur performansi proses di perusahaan. Dilakukan pengumpulan data sebagai langkah awal. Hal yang dibahasa pada tahap ini meliputi:

1. Pembuatan peta kendali

2. Perhitungan persentase cacat, DPMO, serta level sigma.

Peta kendali yang dibuat terdiri dari dua macam peta kendali, yaitu peta kendali p dan peta kendali u. Peta kendali p bertujuan untuk mengendalikan proporsi produk cacat sementara peta kendali u bertujuan untuk mengendalikan rata-rata cacat per unit. Pada tahap ini, proses yang dibahas hanya blanking

(5)

dan drawing 1, drawing 2, trimming, dan spot welding. Dari peta kendali yang dibuat, baik peta kendali p maupun peta kendali u, dapat dilihat bahwa seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali. Dibuktikan dari titik berwarna biru yang berada dalam rentang LCL dan UCL. Peta kendali p dan u untuk proses blanking dan drawing 1 hingga proses spot welding dapat dilihat pada Gambar 6 hingga Gambar 13.

Gambar 6. Peta Kendali p Blanking & Drawing 1

Gambar 7. Peta Kendali u Blanking & Drawing 1

Gambar 8. Peta Kendali p Drawing 2

Gambar 9. Peta Kendali u Drawing 2

Gambar 10. Peta Kendali p Trimming

Gambar 11. Peta Kendali u Trimming

Gambar 12. Peta Kendali p Spot Welding

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.005

0.004

0.003

0.002

0.001

0.000

Sample

Proportion

_P=0.001399 UCL=0.004154

LCL=0

P Chart of Produk Cacat

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0.000

Sample

Sample Count Per Unit

_U=0.001622 UCL=0.004590

LCL=0

U Chart of Cacat

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005

0.0000

Sample

Proportion

_P=0.000392 UCL=0.001975

LCL=0

P Chart of Produk Cacat

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.0030 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005 0.0000

Sample

Sample Count Per Unit

_U=0.000457 UCL=0.002168

LCL=0

U Chart of Cacat

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.0012 0.0010 0.0008 0.0006 0.0004 0.0002 0.0000

Sample

Proportion

_P=0.000095 UCL=0.000758

LCL=0

P Chart of Produk Cacat

19 17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.0012 0.0010 0.0008 0.0006 0.0004 0.0002 0.0000

Sample

Sample Count Per Unit

_U=0.000095 UCL=0.000758

LCL=0

U Chart of Cacat

17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0.000

Sample

Proportion

_P=0.002580 UCL=0.006551

LCL=0

P Chart of Produk Cacat

(6)

Gambar 13. Peta Kendali u Spot Welding Peta kendali u proses spot welding berada dalam keadaan yang terkendali. Setelah memastikan seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali, selanjutnya dilakukan pengukuran performansi yaitu perhitungan persentase produk cacat, DPMO, serta level sigma. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ukuran Performansi Sebelum Perbaikan Para-

meter

Blanking &

Drawing 1

Drawing 2

Trim- ming

Spot Welding

% Produk

Cacat 0,140% 0,039% 0,009% 0,258%

DPMO 540,575 152,495 89,57 984,519 Level

Sigma 4,77 5,11 5,25 4,59

Analyze

Tahap ini merupakan tahap ketiga dalam siklus DMAIC. Hal yang dibahas meliputi:

1. Pemilihan jenis cacat yang diperbaiki 2. Pembuatan cause and effect diagram 3. Pembuatan FMEA

Rekapitulasi persentase cacat untuk proses blanking dan drawing 1 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekap Cacat Blanking Cap & Drawing 1 Jenis Cacat Jumlah Cacat % Cacat

Cacat Penyok 5 9,80%

Cacat Miring 7 13,73%

Cacat Gompal 18 35,29%

Cacat Keriput 21 41,18%

Dari keempat jenis cacat yang dapat dilihat pada Tabel 4, dipilih 3 jenis cacat dengan kuantitas cacat terbesar yaitu cacat keriput, cacat gompal, dan cacat miring. Secara kumulatif, persentase cacat untuk ketiga jenis

cacat ini sebesar 90,2% oleh karena itu perbaikan difokuskan kepada 3 jenis cacat ini.

Walaupun cacat miring yang terjadi tidak begitu banyak, namun dikarenakan cacat miring memiliki akar permasalahan yang serupa, maka cacat tersebut ikut dipertimbangkan untuk diperbaiki. Rekapitulasi persentase cacat untuk proses drawing 2 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rekap Cacat Proses Drawing 2 Jenis Cacat Jumlah %

Cacat Gores 2 14,29%

Cacat Keriput 2 14,29%

Cacat Pecah 4 28,57%

Cacat Miring 6 42,86%

Dari 4 jenis cacat yang dihasilkan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5, 2 diantaranya memiliki persentase cacat yang cukup besar yaitu cacat miring dan cacat pecah. Secara kumulatif kedua cacat ini menyebabkan 71,43% cacat pada proses drawing 2 sehingga perbaikan difokuskan untuk kedua tipe cacat ini. Dua jenis cacat lainnya, tidak memiliki kemiripan pada akar permasalahannya sehingga kedua jenis cacat lainnya tidak difokuskan untuk diperbaiki.

Pada proses trimming, cacat yang terjadi hanya 1 dan jumlah cacat yang terjadi hanya sedikit dari sekian banyak produk yang diproduksi, proses ini dianggap sudah cukup baik sehingga perbaikan tidak diprioritaskan pada proses ini. Perbaikan diprioritaskan pada proses lain yang memiliki jumlah cacat yang lebih banyak.

Proses terakhir yang diamati adalah proses spot welding. Rekapitulasi persentase cacat untuk proses spot welding dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekap Cacat Proses Spot Welding Jenis Cacat Jumlah %

Cacat Bolong 11 12,64%

Cacat Kotor 11 12,64%

Cacat Miring 19 21,84%

Cacat Lepas 46 52,87%

17 15 13 11 9 7 5 3 1 0.009 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0.000

Sample

Sample Count Per Unit

_U=0.002954 UCL=0.007207

LCL=0

U Chart of Cacat

(7)

Menurut data yang tertera pada Tabel 6.

dapat diketahui bahwa total cacat yang terjadi untuk masing-masing jenis cacat pada proses ini cukup banyak jika dibandingkan total cacat pada masing-masing jenis cacat di proses- proses sebelumnya. Oleh karena itu diberikan usulan perbaikan untuk semua jenis cacat yang terjadi pada proses ini.

Selanjutnya dibuat cause and effect diagram untuk mengetahui akar permasalahan dari masing-masing cacat yang diteliti. Cause and effect diagram dapat dilihat dari Gambar 14 hingga Gambar

Cacat Gompal (Blanking &

Drawing 1) Posisi plat besi

dengan stopper tidak pas

Material miring Material susah / seret

pada stopper Dimensi material

terlalu besar

Operator ceroboh Kurangnya rasa tanggung jawab

Operator tergesa- gesa

Target produksi terlalu tinggi

Hasil proses shearing tidak tepat Dimensi material

terlalu kecil

Posisi stopper bergeser

Stopper tidak dapat menjaga posisi kelurusan material Hasil proses

shearing tidak tepat

Gambar 14. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Gompal

Cacat Keriput (Blanking &

Drawing 1) Setting tooling tidak

benar

Dies setter tidak memasang tool dengan tepat

Dies setter kurang teliti

Benda asing masuk ke area proses Proses cutting

menghasilkan serpihan Operator kurang memperhatikan

kebersihan area dies

Gambar 15. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Keriput

Posisi plat besi dengan stopper tidak pas

Operator ceroboh Kurangnya rasa tanggung jawab

Operator tergesa- gesa

Target produksi

terlalu tinggi Cacat Miring (Blanking &

Drawing 1) Hasil proses shearing

tidak tepat

Dimensi material tidak tepat

Posisi stopper bergeser

Stopper tidak dapat menjaga posisi kelurusan material

Gambar 16. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 1

Tidak terdetect di awal proses

Cacat Miring (Drawing 2) Tidak ada pengukuran mengenai kemiringan di awal proses Kesalahan pada proses

blanking cap dan drawing 1

Gambar 17. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 2

Setting tooling belum tepat

Cacat Pecah (Drawing 2) Operator ceroboh

Posisi dies belum ditengah

Gambar 18. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Pecah

Cacat Lepas (Welding) Arus listrik yang mengalir

pada mesin tidak stabil

Sumber listrik tidak stabil

Kondisi elektroda tidak tepat

Penanganan elektroda belum tepat Belum adanya aturan mengenai

penanganan elektroda Waktu welding tidak

tepat Operator tidak mengetahui lama waktu welding yang optimal

Tidak adanya timer untuk menghitung waktu

Tidak adanya aturan mengenai lama waktu welding

Gambar 19. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Lepas

Cacat Bolong (Welding) Setting tooling tidak

tepat

Parameter mesin belum optimal

Dies setter tidak teliti

Waktu welding tidak tepat Operator tidak mengetahui

lama waktu welding yang optimal

Tidak adanya timer untuk menghitung waktu

Tidak adanya aturan mengenai lama waktu welding

Gambar 20. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Bolong

Cacat Miring (Welding) Mesin welding aus

Kontrol tooling tidak optimal

Foolproof pada part kurang Design foolproof pada part kurang mendukung

Posisi cap dengan plate tidak tepat Operator tidak

memposisikan dengan tepat

Operator kurang peduli

Dies setter kurang teliti

Gambar 21. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Miring 3

(8)

Cacat Kotor (Welding) Adanya tanah yang

menempel

Adanya chip yang menempel

Tempat penyimpanan ditumpuk Tidak ada sekat antar tempat penyimpanan

Produk terjatuh dari tempat penyimpanan

Produk terlalu banyak di tempat penyimpanan Operator tidak mengikuti

aturan jumlah penyimpanan

Chip sisa proses piercing masuk ke dalam box penyimpanan Tidak ada tempat khusus

pembuangan chip

Box penyimpanan tidak bersih

Operator tidak membersihkan box penyimpanan

Gambar 22. Cause and Effect Diagram untuk Cacat Kotor

Berdasarkan cause and effect diagram dapat diketahui penyebab kegagalan potensial dari suatu cacat. Penyebab-penyebab tersebut akan dibahas lebih lanjut pada tabel FMEA untuk diberikan usulan tindakan perbaikan.

Dilakukan perhitungan RPN dengan cara mengalikan nilai occurance, severity, serta detection. RPN mengindikasikan seberapa kritis penyebab mode suatu kegagalan.

Semakin besar nilai RPN maka semakin penting penyebab tersebut untuk diatasi.

Penilaian occurance, severity, serta detection dilakukan oleh pihak perusahaan karena pihak perusahaan dirasa lebih mengerti kondisi di lapangan. Rekapitulasi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN

No

Penyebab Mode Kegagalan

Potensial

Proses Efek

Kegagalan RPN Usulan Tindakan Perbaikan

1.

Kurangnya rasa tanggung jawab

Blanking

&

Drawing 1

Cacat gompal,

cacat miring

392

Mengingatkan operator untuk selalu

memperhatikan posisi plat besi dengan melakukan briefing di setiap shiftnya 2.

Target produksi terlalu tinggi

Blanking

&

Drawing 1

Cacat gompal,

cacat miring

392 Pemerataan target produksi setiap harinya

3.

Operator tidak mengikuti aturan jumlah penyimpanan

Spot Welding

Cacat kotor 392

Berikan tanda pada tempat penyimpanan yang menjadi batas maksimum penyimpanan

4.

Tidak adanya sekat antar tempat penyimpanan

Spot Welding

Cacat kotor 392

Menyediakan sekat untuk tempat penyimpanan apabila tempat penyimpanan akan ditumpuk

5.

Operator tidak membersihkan tempat penyimpanan

Spot Welding

Cacat kotor 392

Pastikan operator membersihkan tempat penyimpanan setiap sebelum dipakai

6.

Tidak ada tempat khusus pembuangan chip

Spot Welding

Cacat kotor 392

Menyediakan tempat khusus untuk membuang chip

(lanjut)

Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN (lanjutan)

No Penyebab Mode Kegagalan Potensial

Proses Efek

Kegagalan RPN Usulan Tindakan Perbaikan

7. Operator kurang peduli

Spot Welding

Cacat miring 392

Mengingatkan operator untuk selalu

memperhatikan posisi cap dan plate dengan melakukan briefing di setiap shiftnya 8.

Design foolproof pada part kurang mendukung

Spot Welding

Cacat miring 392

Memperbaiki design foolproof dengan melakukan design ulang

9.

Tidak adanya aturan mengenai penanganan elektroda

Spot Welding

Cacat lepas 280

Pastikan setiap jam dilakukan pengecekan mengenai panjang elektroda dengan memberikan check sheet

10. Dies setter kurang teliti

Spot Welding

Cacat miring 280

Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan menyediakan check sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling

11. Tidak adanya stabilizer

Spot Welding

Cacat lepas 224

Menyediakan stabilizer agar arus listrik lebih stabil

12.

Tidak adanya aturan yang jelas mengenai lama waktu welding

Spot Welding

Cacat lepas, cacat bolong

224

Ingatkan operator mengenai lama waktu welding dengan memberikan visual display

13.

Tidak adanya indikator untuk menentukan lama proses welding

Spot Welding

Cacat lepas, cacat bolong

224

Menyediakan indikator untuk masing-masing mesin welding

14.

Proses shearing tidak tepat

Blanking

&

Drawing 1

Cacat gompal,

cacat miring

128

Lakukan 100%

inspection pada hasil shearing

15. Posisi stopper bergeser

Blanking

&

Drawing 1

Cacat gompal,

cacat miring

128

Lakukan pengecekan posisi stopper pada setiap awal shift

16. Dies setter kurang teliti

Blanking

&

Drawing 1

Cacat keriput 128

Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan menyediakan check sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling

17.

Operator kurang memperhatikan kebersihan area dies

Blanking

&

Drawing 1

Cacat keriput 128

Bersihkan area kerja setiap satu jam sekali.

Untuk memastikan dilakukan pembersihan, disediakan check sheet.

18. Dies setter kurang teliti

Drawing 2

Cacat pecah 72

Pastikan setiap awal shift dilakukan setting tooling dengan menyediakan check sheet agar dapat mengontrol pengecekan setting tooling

(lanjut)

(9)

Tabel 7. Rekapitulasi FMEA berdasarkan RPN (lanjutan)

No Penyebab Mode Kegagalan Potensial

Proses Efek

Kegagalan RPN Usulan Tindakan Perbaikan

19.

Tidak adanya pengecekan mengenai kemiringan hasil drawing 1

Drawing 2

Cacat miring 72

Mengingatkan operator untuk melakukan pengecekan untuk setiap produk yang dihasilkan dengan menyediakan display produk yang cacat dan produk yang baik

Improve

Tahap ini merupakan tahap keempat dalam siklus DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pembahasan yang lebih mendalam terhadap usulan-usulan perbaikan yang dicantumkan pada tabel FMEA. Usulan perbaikan yang diberikan antara lain :

1. Pemberian briefing di setiap awal shift untuk mengatasi cacat gompal dan cacat miring pada proses blanking cap dan drawing 1.

2. Melakukan pemerataan target produksi untuk mengatasi cacat gompal dan cacat miring pada proses blanking dan drawing 1.

3. Pemberian tanda pada tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor.

4. Pemberian sekat pada tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor.

5. Membersihkan tempat penyimpanan untuk mengatasi cacat kotor yang banyak ditemukan pada proses spot welding.

6. Penyediaan tempat khusus pembuangan chip untuk mengatasi permasalahan cacat kotor.

7. Redesign foolproof untuk mengatasi cacat miring pada proses spot welding.

8. Pengecekan elektroda setiap jam untuk mengatasi cacat lepas pada proses spot welding.

9. Pengecekan setting tooling setiap awal shift untuk mengatasi cacat miring pada proses blanking dan drawing 1, drawing 2, serta spot welding.

10. Menyediakan stabilizer untuk mengatasi cacat lepas pada proses spot welding.

11. Menyediakan visual display untuk mengatur lama waktu welding. Usulan ini untuk mengatasi cacat lepas.

12. Menyediakan indikator pada mesin welding untuk menentukan lama waktu welding.

Usulan ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan cacat lepas.

13. Melakukan pengukuran terhadap hasil shearing secara 100% inspection. Usulan ini untuk mengatasi cacat gompal atau cacat miring pada proses blanking dan drawing 1.

14. Membersihkan area kerja setiap 4 jam sekali untuk mengatasi cacat keriput pada produk.

15. Menyediakan display produk bagus dan produk cacat untuk mengatasi cacat miring pada proses drawing 2.

Control

Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam siklus DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk mengontrol hasil implementasi yang dilakukan.

Hal yang dibahas pada tahap ini meliputi : 1. Pembuatan peta kendali setelah perbaikan.

2. Perhitungan persentase cacat, DPMO, serta level sigma.

3. Perbandingan data sebelum dan setelah dilakukannya perbaikan.

Tahap ini dimulai dengan pengumpulan data. Data-data tersebut selanjutnya diolah untuk membuat peta kendali. Peta kendali yang dibuat terbagi menjadi dua macam yaitu peta kendali p dan peta kendali u. Berdasarkan peta kendali yang dibuat, seluruh proses berada dalam keadaan yang terkendali.

Selanjutnya dilakukan pengukuran performansi setelah dilakukan perbaikan. Hasil ukuran performansi setelah perbaikan dapat dlihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Ukuran Performansi Setelah Perbaikan Parameter Blanking &

Drawing 1 Drawing 2 Spot Welding

% Produk

Cacat 0,050% 0,02% 0,096%

DPMO 185,705 79,840 352,665

Level Sigma 5,06 5,28 4,89

Perbandingan data sebelum dan setelah perbaikan dilakukan dengan uji hipotesis dan perbandingan peta kendali. Dengan menggunakan ketentuan :

(10)

H0 : proporsi produk cacat sebelum dan sesudah perbaikan sama H1 : proporsi produk cacat sebelum

perbaikan lebih besar daripada setelah perbaikan

α = 0.05

1. Perbandingan proporsi produk cacat proses blanking dan drawing 1.

Didapatkan nilai p-value sebesar 0,000013. Sehingga dapat disimpulkan tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan.

2. Perbandingan proporsi produk cacat proses drawing 2. Didapatkan nilai p- value sebesar 0,053699. Sehingga dapat disimpulkan gagal tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan belum berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan.

3. Perbandingan proporsi produk cacat proses spot welding. Didapatkan nilai p-value sebesar 0. Sehingga dapat disimpulkan tolak H0 yang berarti perbaikan yang dilakukan berhasil menurunkan proporsi produk cacat secara signifikan.

Selanjutnya akan ditampilkan perbandingan peta kendali untuk seluruh proses baik peta kendali p maupun peta kendali u. Peta kendali sebelah kiri merupakan peta kendali sebelum perbaikan sementara peta kendali sebelah kanan merupakan peta kendali sebelah kanan merupakan peta kendali setelah perbaikan.

Perbandingan peta kendali dapat dilihat pada Gambar 23 hingga Gambar 28.

Gambar 23. Perbandingan Peta Kendali p Proses Blanking & Drawing 1

Gambar 24. Perbandingan Peta Kendali u Proses Blanking & Drawing 1

Gambar 25. Perbandingan Peta Kendali p Proses Drawing 2

Gambar 26. Perbandingan Peta Kendali u Proses Drawing 2

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006

1 5 9 13 17

Proporsi Produk Cacat

Data ke-

pi LCL CL UCL

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006

1 5 9 1317

Cacat per Produk

Data ke-

ui LCL CL UCL

0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003

1 5 9 13 17

Proporsi Produk Cacat

Data ke -

pi LCL CL UCL

0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003

1 5 9 1317

Cacat per Produk

Data ke -

ui LCL CL UCL

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009

1 5 9 13 17 2 6 10 14 18

Proporsi Produk Cacat

Data ke -

pi LCL CL UCL

(11)

Gambar 27. Perbandingan Peta Kendali p Proses Spot Welding

Gambar 28. Perbandingan Peta Kendali u Proses Spot Welding

Berdasarkan peta kendali yang dibuat, dapat diketahui bahwa nilai CL mengalami penurunan baik untuk peta kendali p maupun peta kendali u semua proses. Jadi walaupun secara statistik proses drawing 2 tidak berhasil menurunkan produk cacat secara signifikan, namun berdasarkan peta kendali yang dibuat dapat diketahui bahwa sudah terjadi penurunan proporsi produk cacat. Rentang LCL dan UCL juga sudah mengalami penurunan yang berarti variabilitas proses mengalami penurunan.

Kesimpulan

Terdapat 18 faktor yang menyebabkan kegagalan seperti kurangnya rasa tanggung jawab yang dimiliki operator, target produksi terlalu tinggi, hingga tidak adanya pengecekan kemiringan hasil drawing 1.

Terdapat 15 usulan perbaikan yang diberikan antara lain memberikan briefing di setiap awal shift, melakukan pemerataan produksi, hingga menyediakan display produk cacat dan tidak cacat.

Sebelum melakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan drawing 1 sebesar 4,77 dengan persentase produk cacat sebesar 0,14%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,11 dengan persentase produk cacat sebesar 0,039%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,59 dengan persentase produk cacat sebesar 0,258%. Setelah dilakukan perbaikan, nilai level sigma untuk proses blanking dan

drawing 1 sebesar 5,06 dengan persentase produk cacat sebesar 0,05%. Pada proses drawing 2, nilai level sigma sebesar 5,28 dengan persentase produk cacat sebesar 0,02%. Sementara pada proses spot welding, nilai level sigma sebesar 4,89 dengan persentase produk cacat sebesar 0,096%.

Saran

Saran yang dapat diberikan adalah:

1. Sebaiknya perusahaan menerapkan usulan perbaikan yang belum bisa diimplementasikan saat ini.

2. Sebaiknya perusahaan melakukan perbaikan secara terus menerus dengan melakukan siklus selanjutnya.

3. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode perbaikan kualitas lain seperti DFSS, mengingat level sigma yang didapatkan sudah cukup tinggi.

Daftar Pustaka

Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Kotler, P. & Keller, K.L. (2012). Marketing

Management 14th edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc

Mitra, A. (1998). Fundamentals of Quality Control and Quality Improvement 2nd edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc Montgomery, D.C. & Runger, G.C. (2003).

Applied Statistic and Probability for Engineers Third Edition. Amerika Serikat : John Wiley & Sons, Inc.

Montgomery, D.C. (2009). Statistical Quality Control A Modern Introduction 6th edition.

Singapura : John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd.

Pande, P. & Holpp, L. (2003). Berpikir Cepat Six Sigma, Yogyakarta : ANDI Yogyakarta Pyzdek, T. (2003). The Six Sigma Handbook

Revised and Expanded, Amerika Serikat : The McGraw-Hill Compenies. Inc

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01

1 5 9 13 17 2 6 10 14 18

Cacat per Produk

Data ke -

ui LCL CL UCL

Gambar

Tabel 1. Lima Produk Teratas AHM
Diagram SIPOC untuk proses produksi plate  dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 13. Peta Kendali u Spot Welding  Peta kendali u proses spot welding berada  dalam keadaan yang terkendali
Gambar 22. Cause and Effect Diagram untuk Cacat  Kotor
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelusuran kecacatan diketahui bahwa proses pemotongan serta pembentukan merupakan proses yang menghasilkan produk cacat terbesar sehingga perbaikan akan

Usulan perbaikan kualitas produk genteng dengan metode Six Sigma dan Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mengurangi tingkat produk cacat (defect) dalam proses produksi yaitu

Saran untuk penelitian selanjutnya dapat kembali merancang perbaikan untuk meningkatkan kualitas dengan menggunakan metode six sigma dengan penyelesaian masalah pada

Alat bantu Jig ini terdiri dari 2 bagian, bagian pengukur dan bagian gagang. Bagian pengukur dibuat dengan bahan besi. Material besi merupakan salah satu material yang kuat dan

Pada tahap measure dilakukan beberapa hal, yaitu pengumpulan data produk yang cacat dan data defect, pembuatan peta kendali, dan perhitungan DPMO & level sigma proses

Untuk itu dipakai suatu konsep yang disebut “Six Sigma” yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan dari barang cacat produksi tersebut dan memberikan

Serbet yang digunakan untuk membersihkan material dan dies terbuat dari bahan wol. Bahan serbet tidak memiliki kemampuan yang baik dalam membersihkan kotoran dan

Usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat produk cacat dan meningkatkan level sigma secara bertahap dengan solusi diadakannya pelatihan dan pengawasan kepada pekerja, menjadwalkan