• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Teori Produksi

a. Pengertian Produksi

Produksi adalah kegiatan menambah nilai guna/manfaat suatu faktor produksi (input) atau membuat barang dan jasa baru untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Heizer dan Barry dalam Christian (2011), produksi adalah suatu kegiatan dalam menghasilkan barang atau jasa dengan cara mengubah faktor-faktor produksi (input) menjadi (output).

b. Faktor-faktor Produksi

Baik produksi maupun produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor produksinya. Untuk mencapai keuntungan maksimum, ada dua macam keputusan yang harus diambil oleh seorang produsen pada saat memutuskan untuk berproduksi (Boediono, 1988:63) :

a. Jumlah output yang harus diproduksi, dan

b. Jumlah serta kombinasi seperti apa yang akan dibuat dengan faktor-faktor produksi (input) yang digunakan.

(2)

Menurut Sukirno (2013:193), faktor-faktor produksi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:

1. Modal

Modal adalah bentuk kepemilikan berupa sejumlah uang yang dapat digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas dalam usaha dan membiayai seluruh kegiatan produksi. Modal dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Dalam suatu usaha, produsen perlu memiliki kebijakan dalam pengeluaran dengan cara alokasi modal yang tepat. Modal tidak selalu dalam bentuk uang, modal manusia (human capital) sangat penting dalam bidang pertanian karena berfungsi sebagai faktor produktivitas. Modal manusia dapat meliputi keterampilan, pengetahuan tentang produksi, kompetensi, motivasi, dan sikap yang telah tertanam dalam diri setiap individu yang relevan dengan aktivitas ekonomi (Schuller, 2001).

2. Tanah

Tanah merupakan aset tetap yang paling diperlukan dalam produksi. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan perkembangan ekonomi yang terus meningkat adalah faktor pemanfaatan sumber daya tanah dengan tujuan sebagai tempat untuk menghasilkan alat-alat pemuas kebutuhan manusia (Suparmoko, 1995:195). Selain itu, alih fungsi lahan membuat struktur tanah menjadi rusak dan kualitas tanah akan berkurang. Hal

(3)

ini, membuat semakin berkurangnya ketersediaan tanah untuk lahan pertanian.

Hagen (1980) dalam Suparmoko (1995:193), terdapat 1/3 (sepertiga) tanah di daratan ini yang digunakan untuk kota-kota, jalan, dan bangunan-bangunan. Perhatian dalam penggunaan tanah sangat diperlukan, terutama masalah kemampuan dan lokasinya. Jenis-jenis tanah dapat terbentuk dari perubahan iklim, perbedaan topografi, dan organisme yang terkandung di dalamnya. Tanah yang cocok untuk daerah pertanian adalah tanah yang berwarna hitam atau gelap dan gembur. Tanah tersebut mengandung unsur hara, organisme hidup, dan tetap lembab pada saat musim kemarau. 3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah faktor produksi terpenting setelah ketersediaan modal. Tanpa tenaga kerja, maka segala produktivitas tidak dapat berjalan dengan semestinya. Dalam penggunaan tenaga kerja secara optimal, perusahaan akan mempertimbangkan tingkat upah dan produk marjinal yang dihasilkan dari tambahan tenaga kerja tersebut (Rahardjo, 2011:33). Hal ini bertujuan sebagai efisiensi dalam menghasilkan suatu output yang maksimum dengan hanya menggunakan input tertentu secara kuantitas fisik maupun ekonomis (Jaya, 2001:16).

(4)

Tenaga kerja umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Tenaga kerja kasar

Tenaga kerja kasar merupakan tenaga kerja yang tidak memiliki pendidikan atau berpendidikan rendah dan tidak memiliki keahlian dalam suatu bidang pekerjaan serta bekerja sesuai kemampuan tenaganya saja.

b. Tenaga kerja terampil

Tenaga kerja terampil merupakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus dalam suatu bidang pekerjaan. Keterampilan ini mereka peroleh dari pelatihan-pelatihan yang diikuti dan pengalamannya bekerja.

c. Tenaga kerja terdidik

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan atau berpendidikan tinggi serta ahli dalam suatu bidang pekerjaan.

4. Keahlian Keusahawanan

Faktor produksi ini berfungsi untuk mengatur ketiga faktor produksi yang lain. Keahlian keusahawanan merupakan kemampuan dalam mengelola sumber daya baik manusia maupun alam secara efektif dan efisien. Keahlian ini berfungsi untuk mengembangkan atau mendirikan berbagai kegiatan usaha baik dalam bidang distribusi maupun bidang produksi (Sukirno, 2005:6).

(5)

c. Fungsi Produksi

Landasan teknis yang ada pada setiap proses produksi, dalam teori ekonomi disebut dengan fungsi produksi (Boediono, 1988:64). Fungsi produksi menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dalam jangka waktu tertentu menggunakan berbagai kombinasi sumber daya yang digunakan dalam berproduksi (Reksoprayitno, 2000:228). Secara matematis sederhana, fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

= � , ………(2.1) Keterangan :

Q = Output K = Input Kapital L = Input Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, Q adalah output yang berupa barang atau jasa hasil produksi. Sedangkan (K) dan (L) merupakan input sebagai bentuk penyederhanaan dari faktor-faktor produksi seperti luas lahan, tenaga kerja, variabel dummy, dan sebagainya. Faktor-faktor produksi tersebut dapat juga dinotasikan dengan (X) dengan jumlah (X) yang sama

(6)

dengan jumlah faktor produksi yang digunakan. Secara lebih rinci, fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

= � , , , … , � ………...(2.2)

Asumsi dasar dalam fungsi produksi adalah di mana semua produsen dituntut tunduk pada satu hukum yang disebut The Law of

Diminishing Returns (Boediono, 1988). Hukum ini berarti untuk

menambah output, dapat dengan menambah satu unit input sedangkan

input lainnya tetap. Akan tetapi, apabila input tersebut terus menerus

ditambah, maka output justru akan menurun. Karena tambahan input secara terus-menerus hanya akan membuat produktivitas tidak efektif, sehingga produksi tidak dapat maksimum.

d. Teori Produksi Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Produksi dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi produksi jangka pendek, dan jangka panjang. Jangka waktu ini berpengaruh pada penyesuaian input yang digunakan dengan jumlah

output yang dihasilkan.

1. Produksi Jangka Pendek

Pada produksi jangka pendek, terdapat beberapa faktor produksi yang jumlahnya tetap, akan tetapi untuk jumlah faktor

(7)

produksi lain dapat diubah-ubah sesuai banyak produksinya. Faktor produksi yang dapat diubah-ubah jumlahnya disebut dengan

variable factor of production, sedangkan untuk faktor produksi

tetap atau yang tidak dapat diubah-ubah jumlahnya disebut dengan

fixed factors (Reksoprayitno, 2000:229). Faktor produksi yang

dapat diubah pada jangka pendek umumnya adalah tenaga kerja, sedangkan fixed factors dapat meliputi tanah, mesin, dan bangunan.

Terdapat tiga tahapan yang terjadi pada produksi jangka pendek. Tambahan tenaga kerja yang tidak tepat dapat menurunkan produksi.

Gambar 2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marginal. (Sumber : Sukirno, 2009)

Pada tahap I, apabila ada tambahan tiga tenaga kerja, maka akan meningkatkan produksi total (TP) dan produksi rata-rata (AP).

(8)

Tambahan output/produksi marginal (MP) yang dihasilkan mencapai titik maksimum sebanyak 41 output. Pada tahap II, terdapat tambahan tenaga kerja sebanyak empat dan terus ditambah menjadi delapan. Produksi total terus meningkat sampai produksi optimum di titik 520, sedangkan produksi rata-rata mencapai titik maksimum pada saat tenaga kerja sejumlah empat orang dan terus menurun seiring penambahan tenaga kerja terus-menerus. Kurva MP menurun sampai titik nol karena penambahan tenaga kerja hingga delapan orang sudah tidak efektif dalam menghasilkan tambahan output. Tahap III, penambahan tenaga kerja di atas delapan orang menurunkan kurva total produksi dan produksi rata-rata, sedangkan kurva produksi marginal sudah negatif. Hal ini berarti tidak terdapat tambahan output dari penambahan tenaga kerja secara besar-besaran. Penggunaan input yang dapat diubah-ubah harus disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Produksi Jangka Panjang

Pada produksi jangka panjang, semua faktor produksi dapat ditambah atau diubah jumlah penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Semua sumber daya yang digunakan dalam produksi jangka panjang dapat disebut dengan variable factors

(Reksoprayitno, 2000:229). Produksi jangka panjang dapat digambarkan dalam kurva isokuan.

(9)

Kurva isokuan adalah kurva yang menggambarkan kemungkinan kombinasi antara dua faktor produksi untuk menghasilkan tingkat output tertentu (Arsyad, 1987:115). Arsyad (1987:121) juga mengatakan bahwa pada kurva isokuan terdapat

Returns to Scale perubahan output apabila dilakukan penambahan

faktor-faktor produksi secara proporsional. Seperti penambahan variabel input pada fungsi produksi homogen Cobb-Douglas.

Gambar 2.2. Kurva Isokuan Cobb-Douglas Dua Variabel Input (Sumber : Pyndick dan Rubinfeld, 2009)

2. Produktivitas Padi

Padi dapat terdiri dari padi sawah dan padi ladang. Padi sawah adalah padi yang ditanam di tanah persawahan. Sedangkan padi ladang adalah jenis padi yang ditanam di ladang, kebun, atau tegal. Kabupaten Sragen khususnya Kecamatan Sidoarjo hanya memiliki padi yang ditanam di lahan

(10)

sawah. Produksi padi harus dilakukan dengan memperhatikan pola tanam, pemilihan bibit unggul, dan pemilihan waktu tanam sangat mempengaruhi mutu hasil panen. Menurut tujuannya, proses produksi dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Proses produksi padi

Proses produksi yang dilakukan untuk menghasilkan padi sudah umum dipelajari. Proses ini membutuhkan tiga kali musim tanam dan tiga kali musim panen dalam setiap tahun. Benih padi umumnya diperoleh dari pedagang eceran atau penjual di pasar dan bantuan dari pemerintah. Hal-hal yang dilakukan dalam proses produksi padi adalah: 1. Pengolahan lahan

Pengolahan lahan ini dilakukan agar kondisi struktur tanah dapat sesuai dengan ketentuan tanah untuk ditanami padi. Lahan yang ada dipersiapkan dengan mensterilkan tanah dari rumpun rumput, mempertimbangkan kadar air, tekstur, dan solum tanah.

2. Penanaman

Penanaman yang baik dapat dilakukan dengan pola jajar legowo. Cara tanam padi jajar legowo adalah teknik penanaman padi untuk menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Pengaturan jarak tanam jajar legowo dapat menghasilkan tambahan jumlah populasi tanaman. Rumus untuk menghitung tambahan populasi tersebut adalah sebagai berikut:

(11)

100 % X 1 / (1 + jumlah legowo)

Tambahan populasi yang dapat dihasilkan dari sistem jajar legowo di antaranya :

Jajar legowo 2 : 1 maka dihitung: 100 % X 1(1 + 2) = 30 %. Artinya, peningkatan populasi dengan jajar legowo tipe 2 : 1 adalah 30%. Selain itu, masih ada tipe jajar legowo 3 : 1; 4 : 1; 5 : 1; dan 6 : 1. 3. Pemeliharaan

Tahap pemeliharaan adalah tahap yang cukup penting dalam keberlangsungan hidup tanaman. Tahap ini dapat menentukan apakah luas panen akan bertambah atau mengalami gagal panen. Para petani harus mengetahui dengan baik adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim yang dapat memicu adanya faktor-faktor lain penyebab gagal panen. Penyemaian yang tepat sangat diperlukan dalam tahap ini. Penggunaan pupuk dan obat pembasmi OPT perlu dilakukan secara bijak.

4. Pemanenan

Pemanenan biasanya dilakukan 3 kali dalam satu tahun pada bulan Januari-Maret, Juni-Agustus, dan Oktober-November. Pada saat panen, luas panen mungkin dapat berbeda dengan luas pada saat tanam. Hal ini dikarenakan kemungkinan pada saat pemeliharaan petani melakukan kesalahan. Dapat juga terjadi karena serangan

(12)

hama di beberapa tanaman sehingga tidak bisa dipanen, atau kerusakan tanaman karena perubahan iklim.

5. Pascapanen

Pada tahap pasca panen, umumnya hasil panen ini dijual kepada tengkulak atau penebas dengan ukuran yang berbeda tergantung jenis gabah kering atau gabah basah pada saat dijual. Sebagian besar hasil panen akan diolah menjadi beras dan dipasarkan ke masyarakat sebagai konsumsi.

b. Proses produksi benih padi

Benih adalah bagian dari tanaman yang digunakan untuk memperbanyak maupun mengembang biakkan tanaman (BPSB Jawa Tengah, 2015). Tahapan pengolahan padi untuk dijadikan benih padi sama dengan proses produksi padi untuk beras. Akan tetapi, berbeda dengan penanaman padi untuk menghasilkan beras yang memperbolehkan pencampuran jenis varietas pada satu petak sawah, penanaman padi untuk menghasilkan benih pada satu petak sawah harus satu varietas. Padi yang akan diproduksi menjadi benih padi tidak boleh tercampur antara varietas satu dengan yang lainnya. Selain itu, pada tahap pasca panen, gabah mengalami perlakuan khusus. Gabah dapat dikeringkan di mesin ox dryer. Akan tetapi, mayoritas para produsen benih padi lebih memilih menjemur gabah mereka di bawah sinar

(13)

matahari karena akan lebih cepat kering secara merata. Selain itu, bulir-bulir padi tersebut dibersihkan dengan air seed cleaner untuk memisahkan bulir padi dengan kotoran yang tercampur.

Perbedaan proses produksi padi untuk beras dan padi untuk benih adalah sumber benihnya. PP. Kerja akan membeli benih sumber dari pemulia (breeder). PP. Kerja sendiri memproduksi kelas benih

Foundation Seed, Stock Seed, dan Extention Seed dari lahan di

Kabupaten Boyolali, Sukoharjo, Sragen, dan Karanganyar. Setelah itu, benih diambil sampel untuk uji mutu di laboratorium BPSB provinsi setempat. Pelabelan dilakukan pada tonase benih lulus uji, kemudian dilakukan pengepakan dan dapat dijual kepada produsen lain.

Gambar 2.3. Proses Pelepasan Varietas Sebelum Dilakukan Sertifikasi Benih (Sumber: BPSB Jawa Tengah, 2015)

Galur/Mutan/Hibrida Varietas Lokal

Observasi Uji Adaptasi

Varietas Lokal Tahunan

Proses Pelepasan Proposal

Varietas Telah Dilepas

Uji lapangan untuk mengetahui sifat-sifat unggul suatu varietas

Uji lapangan dibeberapa agroekologi untuk mengetahui keunggulan varietas dan interaksinya terhadap lingkungan

(14)

Varietas yang telah dilepas kemudian diuji sampelnya di laboratorium BPSB untuk diketahui mutu benihnya. Sertifikasi tersebut membutuhkan berbagai macam syarat yang harus dicapai dari setiap tahapan sertifikasi. Tahan-tahap sertifikasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Proses Sertifikasi Benih (Sumber : BPSB Jawa Tengah, 2015)

VARIETAS TELAH DILEPAS PERMOHONAN SERTIFIKASI PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN TANAMAN/ PERTANAMAN PEMERIKSAAN ALAT PANEN/ PROSESING PENGAMBILAN CONTOH BENIH PENGUJIAN LABORATORIUM PEMBERIAN SERTIFIKAT/ HASIL UJI

PENGAWASAN PEMASANGAN LABEL

PEREDARAN BENIH Pemenuhan syarat

Benih Sumber, Isolasi dan Sejarah Lapangan

Pemenuhan syarat

Kebersihan lahan dan CVL

Pemenuhan syarat Kebersihan Peralatan

Pemenuhan syarat Homogenitas, Tonase Lot, Susunan Lot, Identitas

Pemenuhan syarat Standar Mutu Benih

(15)

3. Klasifikasi Kelas Benih

Ketersediaan benih sangat penting untuk mempertahankan produktivitas padi. Oleh karena itu, pihak-pihak tertentu telah terpilih sebagai penyedia benih dengan kelas tertentu. Klasifikasi kelas benih menurut BPSB adalah sebagai berikut:

a. Kelas Benih Penjenis (Breeder Seed/BS)

Benih Penjenis adalah benih yang hanya diproduksi oleh pemulia atau pihak yang memiliki wewenang untuk mengembangkannya. Pemulia adalah pihak yang diberi wewenang untuk mengembangkan varietas-varietas baru. PP. Kerja bekerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). BATAN adalah pemulia yang telah mengembangkan varietas benih sumber menggunakan teknologi sinar gamma. Benih sumber dapat disebut juga dengan nucleous seed atau benih inti. Label untuk kelas benih ini adalah kuning. Benih penjenis berperan sebagai benih sumber untuk perbanyakan Benih Dasar.

b. Kelas Benih Dasar (Foundation Seed/FS/BD)

Foundation Seed adalah turunan pertama dari Breeder Seed. Jenis

Benih Dasar ini kemurnian genetiknya masih sangat terjaga. Kelas benih ini diproduksi oleh para Instansi yang telah dipilih oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, serta produsen benih seperti BBI, perusahaan BUMN, swasta yang professional, serta BPTP. Sertifikasi atau uji pengendalian mutu dari produksi kelas benih ini dilakukan oleh Balai

(16)

Pengawasan dan Sertifikasi Benih Provinsi setempat. Warna label untuk kelas benih BD adalah putih.

c. Benih Pokok (Stock Seed/SS/BP)

Benih Pokok (BP) adalah keturunan dari Benih Dasar. Tingkat kemurnian varietas kelas benih ini juga masih tinggi dan terjaga. Standar mutu Benih Pokok ditetapkan dan disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Warna label untuk kelas benih BP adalah ungu. d. Benih Sebar (Extension Seed/ES/BR)

Benih Sebar (BR) merupakan keturunan dari Benih Pokok dengan tingkat kemurnian genetiknya di bawah tingkat kemurnian Benih Pokok. Setiap perbanyakan atau turunan dari suatu kelas benih, tentu tingkat kemurniannya akan menurun. Oleh karena itu, perlakuan terhadap benih juga harus benar sehingga dapat memenuhi standat mutu yang ditetapkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Warna label untuk kelas Benih Sebar adalah biru. Jenis benih ini dapat dijumpai pada para pedagang eceran.

(17)

Gambar 2.5. Alur Perbanyakan Benih dan Produsen Sesuai Kelas Benih (Sumber : BPSB Jawa Tengah, 2015)

4. Syarat-syarat Menjadi Produsen Benih

Setiap orang dapat menjadi produsen benih. Akan tetapi, mereka harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk menjadi produsen benih. Syarat-syarat tersebut meliputi:

a. Terampil dan menguasai teknik pengolahan lahan. b. Memiliki akses terhadap penggunaan benih sumber.

c. Memiliki Sumber Daya Manusia yang cukup dan kompeten dalam bidang perbenihan.

d. Mempunyai fasilitas untuk memproduksi benih. e. Mempunyai fasilitas untuk mengolah benih.

f. Mempunyai fasilitas atau tempat penyimpanan benih/gudang benih. g. Memiliki susunan rencana produksi benih per tahun.

NUCLEUS SEED BENIH PENJENIS

BENIH DASAR BENIH POKOK BENIH SEBAR PEMULIA BBI, BPTP, Perusahaan BUMN, Swasta Profesional BBI, BPTP, PERUSAHAAN BUMN, SWASTA Produsen Benih BUMN dan Swasta,

Petani Pengguna Benih

(18)

h. Sanggup memproduksi benih bermutu sesuai dengan komoditas yang telah direncanakan.

i. Memiliki Surat Rekomendasi sebagai Produsen Benih yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).

j. Terdaftar sebagai produsen benih di Kabupaten/Kota setempat melalui Bupati/Walikota.

5. Perubahan Iklim

Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca di suatu daerah yang berlangsung cukup panjang. Menurut World Climate Conference (1979), iklim adalah kejadian cuaca dalam waktu yang cukup panjang dan memiliki nilai statistik yang selalu berubah-ubah. Sedangkan definisi iklim menurut Gibbs (1987) adalah peluang statistik keadaan unsur atmosfer yang meliputi suhu, kelembaban, tekanan udara, dan angin pada suatu daerah yang terjadi dalam kurun waktu panjang. Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan bumi (Hidayati, 2007).

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi unsur-unsur iklim di atmosfer bumi dalam jangka waktu panjang yang disebabkan oleh aktivitas perubahan komposisi atmosfer dan kesalahan tata guna lahan oleh manusia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), perubahan iklim adalah

(19)

berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi. Kondisi fisik tersebut di antaranya adalah perubahan suhu dan distribusi curah hujan yang berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Sedangkan menurut IPCC (2001), perubahan iklim terjadi karena terdapat variasi rata-rata kondisi iklim pada suatu tempat atau variabilitasnya yang nyata secara statistik dalam jangka waktu panjang.

Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), illegal logging yang berdampak pada pengurangan kandungan Oksigen (O2) di bumi, serta alokasi lahan yang dapat merusak struktur tanah sehingga tidak dapat dilakukan penghijauan kembali dapat menambah suhu di permukaan bumi yang berakibat pada perubahan iklim. Prediksi dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), mengatakan bahwa pada tahun 2100 akan terjadi peningkatan suhu rata-rata global sebesar 1,4o C hingga 5,8o C. Hasil kajian IPCC menyebutkan bahwa perubahan iklim di Asia Tenggara termasuk Indonesia akan berdampak pada ketahanan pangan, ketersediaan air, kenaikan muka air laut, kesehatan manusia, dan keragaraman hayati. Dampak perubahan iklim yang tidak dapat diperbaiki adalah kenaikan muka air laut. Di sektor pertanian, dampak dari peningkatan permukaan air laut adalah semakin berkurangnya lahan pertanian terutama yang berada di sekitar pesisir pantai, peningkatan salinitas yang merusak tanaman, serta kerusakan infrastruktur pertanian (Las, 2007).

(20)

Perubahan iklim dapat dilihat dari perbedaan perbandingan Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson (1951) dibedakan menjadi 8 tipe iklim. Perhitungan yang didapat untuk mengetahui tipe iklim dalam Schimdt-Ferguson adalah:

Q =

����−���� ������−���� ��

%

...(2.3)

Hasil Q adalah persentase perbandingan antara rata-rata BK dan rata-rata BB yang akan menentukan tipe iklim suatu daerah tersebut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Schimdt-Ferguson

No. Nilai Q (%) Tipe Sifat

(1) (2) (3) (4) 1 0-14 A Sangat Basah 2 14-33.3 B Basah 3 33.3-60 C Agak Basah 4 60-100 D Sedang 5 100-167 E Agak Kering 6 167-300 F Kering 7 300-700 G Sangat Kering 8 >700 H Luar Biasa Kering Sumber: Schimdt-Ferguson (1951)

Selain itu, terdapat klasifikasi iklim menurut Oldeman. Klasifikasi ini sangat cocok digunakan di Indonesia. Pada klasifikasi iklim Oldeman, apabila curah hujan mencapai 200 mm per bulan sudah dianggap cukup

(21)

untuk menanam padi sawah, sedangkan apabila curah hujan minimal 100 mm maka tanah lahan kering tersebut dapat ditanami palawija (Oldeman, 1975 dalam Kurniawati, 2012). Kondisi ini hampir sama dengan keadaan tanah di Indonesia. Dimana pada saat curah hujan cukup tinggi, lahan akan sangat subur. Akan tetapi pada saat curah hujan sangat rendah, lahan akan kering. Pada saat kondisi lahan kering ini para petani dapat mengganti tanaman padi dengan palawija.

Petani di Indonesia sudah melakukan adaptasi perubahan iklim karena pernah mengalami gagal panen. Terbukti dari kuantitas produksi padi petani di Jawa Tengah yang cenderung semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013, produksi padi di Jawa Tengah mencapai 1.845.447 ton. Jumlah ini meningkat sebanyak 44.050 ton dari tahun 2010 yang dianggap tahun stabil Indonesia. Selain itu, produksi padi di Kabupaten Sragen sendiri juga cenderung selalu mengalami peningkatan meskipun sedikit turun di tahun 2014. Pada tahun 2010, produksi padi di Kabupaten Sragen sebesar 526.809 ton, dan meningkat di tahun 2011 sebanyak 540.966 ton, di tahun 2012 meningkat sebanyak 563.062 ton, masih meningkat di tahun 2013 menjadi 579.023 ton, dan mengalami penurunan sebesar 2,2% di tahun 2014 menjadi sebanyak 566.133 ton. Petani sudah berusaha melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim untuk mempertahankan produksi dan produktivitasnya. Akan tetapi, apabila tidak diimbangi dengan pihak-pihak lain dalam

(22)

mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), maka usaha petani akan semakin sulit.

6. Unsur-unsur Perubahan Iklim

Aktivitas manusia dewasa ini cukup mempengaruhi perubahan komposisi unsur-unsur dalam atmosfer. Perubahan unsur-unsur itulah yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Studi dari Kurniawati (2012) menyebutkan bahwa unsur-unsur dalam perubahan iklim meliputi :

a. Suhu

Terdapat perbedaan suhu dari belahan dunia satu dengan yang lainnya. Bahkan perbedaan suhu dapat terjadi pada suatu tempat dengan ketinggian yang berbeda. Setiap kenaikan 100m suatu tempat dari permukaan laut, suhu udara akan turun sebesar 0,6oC (Leonheart, 2010 dalam Kurniawati, 2012). Selain itu, suhu udara dapat mengalami perbedaan sesuai dengan jenis musim pada suatu daerah. Laporan Kajian IPCC yang ke-5 (IPCC Fifth Assessment Report/AR-5) menyebutkan, temperatur global mengalami kenaikan semenjak tahun 1901 mencapai 0,89oC dan terdapat kenaikan temperatur udara di wilayan Asia Tenggara pada kisaran 0,4oC-1oC (WWF, 2013). Laporan IPPC tersebut juga memperkirakan bahwa pada tahun 2081-2100, bumi akan mengalami peningkatan suhu udara sebesar 2oC-4oC. Sedangkan untuk wilayah Asia Tenggara, suhu tertinggi di siang hari

(23)

akan mencapai 3oC-4oC lebih tinggi dari temperatur rata-rata saat ini. Selain itu, suhu udara di Asia Tenggara pada kisaran tahun 2046-2065 akan terjadi peningkatan sebesar 1,5oC-2oC yang meliputi negara-negara seperti Myanmar, Laos, Thailand, Vietnam, dan Kamboja (WWF, 2013).

b. Curah Hujan

Perubahan iklim tidak hanya dipengaruhi oleh suhu, akan tetapi juga dipengaruhi oleh curah hujan yang tidak merata dan dalam waktu yang tidak dapat diprediksi. Besar kecilnya curah hujan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan metabolisme tanaman. Curah hujan dapat mempengaruhi pergeseran musim yang akan berdampak pada periode masa tanam. Curah hujan yang terlalu rendah akan berakibat pada musim kemarau panjang dan dapat menurunkan ketersediaan air tanah dan debit air sungai. Sebaliknya, curah hujan yang terlalu tinggi dapat menyababkan banjir. Banjir berdampak pada kegagalan panen karena tanaman rusak dan tergenang air. Satuan ukur untuk curah hujan adalah milimeter (mm) dari tempat datar hujan itu terjadi.

c. Kelembaban nisbi

Kelembaban nisbi adalah perbandingan dari banyak sedikitnya uap air dalam udara dengan jumlah maksimum uap air dalam udara dengan suhu tertentu (Kurniawati, 2012). Kelembaban dipengaruhi oleh curah hujan dan suhu. Apabila curah hujan pada suatu daerah tinggi, maka

(24)

akan menyebabkan suhu rendah. Saat itu kelembaban di daerah tersebut akan tinggi. Begitu pula sebaliknya, tingkat kelembaban di suatu daerah akan rendah apabila curah hujan yang rendah membuat suhu udara tinggi. Tingkat kelembaban akan berpengaruh pada perkembangbiakan Organisme Perusak Tanaman (OPT). Pada lahan persawahan, umunya tingkat kelembaban yang tinggi dapat mempercepat perkembangbiakan OPT. Akibatnya, produksi tidak dapat optimal, bahkan dapat menyebabkan gagal panen.

d. Angin

Angin dipengaruhi oleh tekanan udara dan suhu tertentu. Kelangsungan hidup tanaman sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin (Agroklimatologi, 2010 dalam Kurniawati, 2012). Kecepatan angin diukur dengan satuan knot. Tingginya suhu dan kecepatan angin akan membuat kelembaban udara menjadi rendah sehingga memudahkan laju transpirasi (Agroklimatologi, 2010 dalam Kurniawati, 2012). Akan tetapi, proses transpirasi yang terus meningkat juga akan menurunkan produktivitas pertanian serta mutu hasil produksi pertanian karena buah atau biji akan matang dengan cepat, dan menyebabkan peningkatan konsumsi air (Las, 2007). Selain itu, apabila kecepatan angin tinggi disertai curah hujan sangat tinggi maka akan berdampak pada kerusakan tanaman. Banyak tanaman akan ambruk dan tidak dapat dipanen.

(25)

7. Dampak Perubahan Iklim

a. Kekeringan

Kekeringan adalah kondisi dimana curah hujan rendah, suhu meningkat, dan kelembaban rendah. Kekeringan dapat menyebabkan lahan pertanian tidak dapat ditanami karena kekurangan persediaan sehingga petani mengalami gagal panen. Umumnya, kekeringan disebabkan karena musim kemarau yang berkepanjangan. Di daerah tropis seperti Indonesia, fenomena El-Nino dapat memicu terjadinya kemarau panjang. Pada saat El-Nino terjadi, kondisi suhu di permukaan laut Pasifik hangat sehingga tekanan udara rendah, sedangkan suhu di permukaan laut Indonesia dingin dengan tekanan udara tinggi. Curah hujan di Indonesia yang turun pada saat terjadi El-Nino dapat sangat rendah sebanyak 80 mm/bulan (Boer, 2002). Sedangkan kondisi lahan kering yang dapat ditanami palawija minimal harus mendapat 100 mm curah hujan per bulan. Peristiwa El-Nino umumnya terjadi selama 5 tahun sekali (Bey, et al., 1992).

b. Banjir

Banjir terjadi karena terlalu banyak curah hujan yang turun pada suatu daerah dan menyebabkan air menggenang. Banjir dapat berdampak pada penurunan produktivitas pertanian, kegagalan panen, dan kesehatan manusia. Salinitas yang kurang baik menyebabkan air tidak dapat mengalir ke tempat seharusnya dan menggenang menjadi

(26)

banjir. Sama seperti El-Nino yang berpengaruh pada musim kemarau, banjir berhubungan dengan fenomena La-Nina.

Peristiwa La-Nina terjadi pada saat suhu di permukaan laut Pasifik dingin dan suhu di permukaan laut Indonesia hangat. Suhu di Samudera Pasifik yang dibawah normal membuat tekanan udara tinggi, sementara tekanan udara rendah terjadi di Indonesia sehingga banyak uap air yang dibawa udara ke atmosfer bumi sebagai awan. Awan-awan yang dihasilkan dari banyaknya uap air yang naik ke atmosfer bumi ini menyebabkan peningkatan curah hujan 30mm-40mm lebih tinggi dari biasanya yang terjadi di daerah tersebut.

c. Mempercepat Perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah sekumpulan organisme seperti hewan, gulma, maupun penyakit tanaman yang dalam perkembangbiakannya dapat menurunkan hasil produksi tanaman budidaya. Perubahan iklim dapat memicu perkembangbiakan OPT. Apabila terjadi musim hujan panjang, maka tingkat kelembaban tinggi dan menyebabkan penyakit tanaman akan cepat berkembang. Serangan hama dan penyakit tanaman ini dapat menyebabkan petani mengalami gagal panen karena organisme ini dapat merusak tanaman baik secara fisik maupun biokimia.

(27)

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Klasifikasi penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Strategi Adaptasi Perubahan Iklim

Penelitian yang dilakukan oleh Jianjun, dkk (2015) membuktikan bahwa perubahan iklim tidak hanya menimbulkan risiko bagi petani Indonesia, melainkan juga berisiko pada pertanian di daerah Yongqiao District Cina negatif signifikan terhadap adaptasi petani untuk menghadapi perubahan iklim. Strategi adaptasi yang dilakukan dalam penelitian tersebut adalah mengganti jenis varietas tanaman sesuai musim, mengadopsi teknologi, dan meningkatkan infrastruktur irigasi.

Akan tetapi, hasil penelitian oleh Nhemachena dan Rashid (2007) yang dilakukan di Afrika Selatan menyebutkan bahwa adaptasi yang dilakukan oleh para petani dalam menghadapi perubahan iklim adalah mengganti jenis tanaman, mengganti jenis varietas, diversifikasi tanaman, menggeser waktu tanam, meningkatkan sarana irigasi, dan meningkatkan konservasi air. Akan tetapi, hasil perhitungan dengan metode multivariat probit menunjukkan bahwa strategi adaptasi tersebut tergantung pada beberapa hal, yaitu akses yang mudah untuk melakukan kredit sehingga kebutuhan peralatan pertanian dapat tercukupi, adanya penyuluhan mengenai pertanian, ketersediaan variasi jenis varietas yang akan ditanam, ketersediaan sarana dan prasarana pertanian pribadi, dan persepsi para petani mengenai perubahan iklim.

(28)

2. Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Padi

Penelitian oleh Muslim (2013) dan Hosang, dkk (2012) menyebutkan bahwa perubahan iklim memiliki pengaruh terhadap produktivitas pertanian. Studi oleh Hosang, dkk (2012) di Provinsi Sulawesi Utara dengan metode

Shierary Rice memprediksi bahwa pada tahun 2020 ketersediaan beras akan

mengalami defisit karena pengaruh perubahan iklim. Komponen perubahan iklim yang berpengaruh pada penurunan produktivitas pertanian tersebut adalah perubahan tingkat curah hujan dan suhu udara. Secara rinci, dampak perubahan iklim pada sektor pertanian dalam penelitian Muslim (2013) meliputi penurunan produksi dan produktivitas pertanian, penurunan pangsa GDP sektor pertanian, fluktuasi harga produk pertanian, dan peningkatan jumlah penduduk yang berisiko kelaparan dan ketidakamanan pangan. Muslim juga menganalisis strategi adaptasi petani di Kabupaten Indramayu dengan metode kuantitatif R/C Ratio. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa strategi adaptasi yang dilakukan untuk mengatasi kekeringan efektif dengan nilai R/C Ratio 14,11, sedangkan strategi adaptasi untuk mengatasi banjir dinilai cukup efektif dengan nilai R/C Ratio 10,1.

3. Adaptasi Perubahan Iklim

Adaptasi perubahan iklim dengan cara mengadopsi teknologi pertanian dapat dilakukan untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan

(29)

produktivitas pertanian (Jianjun, dkk (2015), Sukartini dan Solihin (2013), Hendayana (2013)). Menurut studi yang dilakukan oleh Sukartini dan Solihin (2013) di Subak, Desa Gadungan, Tabanan, Bali, variabel luas lahan signifikan terhadap rata-rata produksi padi. Variabel dummy adopsi teknologi dan penggunaan mesin secara marginal signifikan terhadap rata-rata produksi padi. Melakukan adaptasi pertanian dengan menggunakan bibit unggul, obat, dan teknologi dapat meningkatkan hasil produksi padi 15 kali lebih besar daripada yang tidak menggunakan. Akan tetapi, menggunakan adopsi mesin traktor menurunkan produksi padi sebanyak 13% lebih besar dibanding petani yang tidak menggunakan mesin traktor. Hal ini terbukti dari para petani yang pernah mengalami gagal panen minimal sekali atau dua kali dalam satu tahun meskipun menggunakan teknologi mesin traktor.

Selain itu, tidak ada satupun variabel penjelas yang dapat memberikan estimasi perbedaan peluang bahwa generasi berikutnya dalam keluarga petani masih mau bekerja sebagai petani dikarenakan semakin sulitnya usaha petani untuk dapat melakukan produktivitas di tengah perubahan iklim. Akibatnya,terjadi penurunan kesejahteraan petani dan minat generasi baru untuk meneruskan pekerjaan sebagai petani.

Studi yang dilakukan oleh Hendayana (2013) di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan menyebutkan bahwa Variabel

dummy musim tanam, jarak lokasi pasar input, jarak lokasi sumber

(30)

status penguasaan lahan milik berpengaruh secara nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi Varietas Unggul Benih (VUB) pertanian. Variabel umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama bertani, jarak rumah ke lokasi usaha tani, dan jarak lokasi usaha tani ke sumber permodalan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi VUB pertanian. Mengganti benih dengan jenis varietas tertentu sesuai dengan musim yang berlaku dapat berpengaruh pada hasil produksi padi.

(31)

Tabel 2.2. Ringkasan Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Lokasi Penelitian Metode Penelitian Dan Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (4) (6) 1 Jianjun, dkk. (2015) Studi Kasus :

Yongqiao District China.

Metode Regresi Probit. � = + �∑ �

�= + �

� : Dikotomus variabel dependen. Petani melakukan adaptasi perubahan iklim atau tidak. Ya = 1, Tidak = 0.

: intercept

� : koefisien yang akan diestimasi.

: variabel hipotesis : error term

Pengaruh risiko petani terhadap perubahan iklim negatif signifikan teradap adaptasi perubahan iklim seperti mengganti jenis varietas tanaman sesuai musim, mengadopsi teknologi, dan meningkatkan infrastruktur irigasi. 2. Nhemachena, C. dan Rashid, H. (2007) Studi Kasus: Southern Africa. Multivariat Probit: � � � � = ∅ ′ �,�= , , … � �: Probabilitas petani melakukan perubahan iklim ∅ : Standar unvariate

perhitungan normal jenis fungsi distribusi

: Vektor dalam regresi : parameter model

Penentu pilihan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan petani tergantung pada:

- Akses yang mudah untuk melakukan kredit

sehingga kebutuhan peralatan pertanian dapat tercukupi

- Adanya penyuluhan mengenai pertanian - Variasi jenis varietas yang

akan ditanam

- Ketersediaan sarana dan prasarana pertanian pribadi

- Persepsi para petani mengenai perubahan iklim.

(32)

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Lokasi Penelitian Metode Penelitian Dan Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (4) (6)

Strategi adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh petani adalah :

- Mengganti jenis tanaman - Mengganti jenis varietas - Diversifikasi tanaman - Menggeser waktu tanam - Meningkatkan sarana irigasi - Meningkatkan konservasi air 3. Muslim, Chairul. (2013) Studi Kasus: Kabupaten Indramayu Analisis Kuantitatif: R/C Ratio

Pada kondisi normal: R/Cn

Pada Kondisi Melakukan Adaptasi: R/Cn Efektivitas: � �� � % Variabel Dependen: Dampak perubahan iklim Variabel Independen meliputi: Variabel teknis :

luas lahan, luas panen,

produktivitas, produksi, mutu hasil panen.

Variabel sosial ekonomi: harga hasil panen, penggunaan sarana produksi, penggunaan TK keluarga dan TK buruh tani, biaya usaha tani, penerimaan usaha tani dan pendapatan usaha tani.

Dampak perubahan iklim khususnya di sektor pertanian meliputi:

- Penurunan produksi dan produktivitas

- Penurunan pangsa GDP sektor pertanian

- Fluktuasi harga produk pertanian

- Peningkatan jumlah penduduk yang berisiko kelaparan dan

ketidakamanan pangan. - Strategi adaptasi yang

dilakukan untuk mengatasi kekeringan dinilai efektif dengan R/C Ratio: 14,11 Strategi adaptasi untuk mengatasi banjir dinilai cukup efektif dengan

(33)

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Lokasi Penelitian Metode Penelitian Dan Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (4) (6) 4. Hosang, P.R., Tatuh, J., dan Johannes E.X. Rogi. (2012)

Studi Kasus:

Provinsi Sulawesi Utara

Analisis Kuantitatif Model

Shierary Rice.

Variabel Dependen: Dampak Perubahan Iklim Variabel Independen:

Suhu, Curah Hujan, Produksi.

Proktivitas padi mengalami

penurunan yang

dipengaruhi oleh perubahan suhu udara dan curah hujan. Ketersediaan beras akan mengalami defisit mulai tahun 2020.

5. Sukartini, N.M., dan A. Solihin

(2013)

Studi Kasus: Subak, Desa Gadungan, Tabanan, Bali.

Model regresi linier sederhana dan Regresi Logistik.

Pr = | � = + ′ �

+ ′ � + � Pr = | � : probabilitas individu petani untuk (i). mengalami gagal panen. (ii) membeli beras (karena hasil panen rendah), dan (iii) berlanjut bekerja di sektor pertanian, i=1,2,…,56.

: Vektor yang mewakili set input dalam pertanian seperti luas lahan, penggunaan tenaga kerja, dan sejumlah adaptasi teknologi dalam pengolahan lahan.

: Vektor yang mewakili set karakteristik individu petani seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bertani.

� � : Parameter yang diestimasi

- Variabel luas lahan signifikan terhadap rata-rata produksi padi.

- Variabel dummy adopsi teknologi dan penggunaan mesin secara marginal signifikan terhadap rata-rata produksi padi.

- Menggunakan adopsi mesin traktor menurunkan produksi padi sebanyak 13% lebih besar dibanding petani yang tidak menggunakan mesin traktor.

- Melakukan adaptasi pertanian dengan menggunakan bibit unggul, obat dan teknologi meningkatkan hasil produksi padi 15 kali lebih besar daripada yang tidak menggunakan.

- Pernah mengalami gagal panen minimal sekali atau dua kali dalam satu tahun meskipun menggunakan teknologi mesin traktor. - Tidak ada satupun

(34)

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Lokasi Penelitian Metode Penelitian Dan Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (4) (6)

: Residual dalam model variabel bebas yang dapat memberikan estimasi perbedaan peluang bahwa generasi berikutnya dalam keluarga petani masih mau bekerja sebagai petani. 6. Hendayana, Rahmat.

(2013)

Studi Kasus:

Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi

Kalimantan Selatan

Metode Regresi Logistik: Variabel Dependen :

Y=1, untuk responden yang melakukan adaptasi mengadopsi teknologi pertanian

Y=0, untuk responden yang tidak melakukan adaptasi

mengadopsi teknologi pertanian. Variabel Independen:

AGE: umur

FEDUC: pendidikan

FRESP: jumlah tanggungan keluarga

EXP: lama bertani OWNL: luas lahan

SETLM: jarak rumah ke lokasi usaha tani

HIGHW: jarak lokasi usaha tani ke jalan raya

INPM: jarak lokasi usaha tani ke pasar input

OUTPM:jarak usaha tani ke pasar output

CAPT: jarak rumah ke sumber permodalan

TECH: jarak rumah ke sumber teknologi

OWNCAPT: rasio modal sendiri terhadap keseluruhan modal

Variabel dummy musim tanam, jarak lokasi pasar input, jarak lokasi sumber teknologi, rasio kepemilikan modal sendiri, aksesibilitas jalan raya, dan status penguasaan lahan milik berpengaruh positif terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi VUB pertanian. Variabel umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama bertani, jarak rumah ke lokasi usaha tani, dan jarak lokasi usaha tani ke sumber permodalan berpengaruh negatif terhadap pengambilan keputusan petani untuk mengadopsi teknologi VUB pertanian.

(35)

No

Nama Peneliti, Tahun, Judul Penelitian, Lokasi Penelitian Metode Penelitian Dan Variabel Hasil Penelitian (1) (2) (4) (6) usaha tani.

Dseas (Dseason): Dummy, musim tanam. D=1, untuk musim kemarau,D=0 untuk musim lainnya

C. Kerangka Pemikiran

Perubahan iklim menjadi masalah yang sulit diatasi karena kondisi iklim tidak bisa dikembalikan menjadi keadaan semula. Manusia hanya bisa berusaha mengurangi dampaknya dan beradaptasi dengan perubahan keadaan iklim. Data-data yang menunjukkan perubahan iklim didapat dari pengumpulan Data-data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari wawancara langsung dengan pihak terkait yaitu PP. Kerja, petani mitranya, dan petani nonmitra PP. Kerja. Selain itu, data primer juga berupa data produksi PP. Kerja dan hasil pengisian kuesioner yang dilakukan dengan responden. Sedangkan data sekunder meliputi data geografi wilayah penelitian, data sosial ekonomi, data demografi, dan data klimatologi.

Analisis adaptasi perubahan iklim dapat dibedakan dari perbedaan cara adaptasi dan hasil produktivitas petani mitra PP. Kerja dan petani nonmitra. Cara adaptasi perubahan iklim petani mitra PP. Kerja dan petani nonmitra yang didapat dari pengumpulan data akan dianalisis dengan metode regresi logit. Metode ini digunakan untuk mengetahui apa saja perbedaan cara adaptasi yang dilakukan oleh petani mitra PP. Kerja dengan petani nonmitra. Perbedaan cara

(36)

adaptasi dapat mempengaruhi perbedaan produktivitas. Perbedaan produktivitas ini dianalisis dengan menggunakan Independent T-Test. Rata-rata produktivitas petani mitra PP. Kerja dengan petani nonmitra dapat dibandingkan dengan analisis ini.

(37)

Kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam Gambar 2.6.

Pengumpulan Data

Primer Sekunder

1. Wawancara Responden 2. Data Produksi PP. Kerja 3. Kuesioner

1. Data Geografis Wilayah 2. Data Sosial Ekonomi 3. Data Topografi 4. Data Demografi 5. Data Klimatologi

Adaptasi Perubahan Iklim 1. Analisis Regresi Logistik

Perbedaan adaptasi perubahan iklim petani mitra PP. Kerja dan nonmitra.

2. Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas

Perbedaan produktivitas petani mitra PP. Kerja dan nonmitra.

Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran Perubahan Iklim Petani Nonmitra PP. Kerja Petani Mitra PP. Kerja Analisis Adaptasi Perubahan Iklim

(38)

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini meliputi:

1. Adaptasi perubahan iklim oleh petani nonmitra cenderung lebih fleksibel daripada petani mitra PP. Kerja

2. Tidak terdapat perbedaan produktivitas antara petani mitra PP. Kerja dengan petani nonmitra..

Gambar

Gambar 2.1. Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marginal.
Gambar 2.2. Kurva Isokuan Cobb-Douglas Dua Variabel Input  (Sumber : Pyndick dan Rubinfeld, 2009)
Gambar 2.3. Proses Pelepasan Varietas Sebelum Dilakukan Sertifikasi Benih  (Sumber: BPSB Jawa Tengah, 2015)
Gambar 2.4. Proses Sertifikasi Benih  (Sumber : BPSB Jawa Tengah, 2015)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

1) Biaya pendidikan untuk level yang ditempuh sebesar Rp1.650.000 (satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai ketentuan Pimpinan Pusat.. OIAA di Kairo. Biaya itu

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Hasil tersebut berbeda dengan penelitian lainnya yang dilakukan langsung kepada pasien serta dilengkapi dengan data rekam medis pasien di Swedia yang menunjukkan bahwa

Penetapan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu percontohan minapolitan berbasis perikanan tangkap

 Peserta didik diberi stimulus atau rangsangan untuk melihat, mengamati, membaca contoh teks cerpen, dan memusatkan perhatian pada materi struktur dan ciri kebahasaan

Di njau dari manajemen satuan pendidikan, maka penyusunan model inspirasi diversifi kasi kurikulum esensi dan muaranya adalah terwujudnya Kurikulum ngkat satuan