IMPLEMENTASI PERATURAN
NOMOR 4 TAHUN 2014
BAGI BIRO PERJALANAN WISATA
Nama : W. Citra JuwitaSari, SH.,M.Par
NIK : 1986071720130122001
PROGRAM STUDI S1 INDUSTRI PERJALANAN WISATA FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
ABSTRAK
Berwisata adalah cara untuk memenuhi rasa ingin tahu seseorang terhadap tempat wisata yang akan dikunjunginya. Oleh sebab itu, wisatawan sering menggunakan jasa pemandu wisata untuk memudahkan perjalanannya dalam menjelajahi tempat-tempat yang di kunjunginya tersebut. Hal ini merupakan salah satu pendorong munculnya serta berkembangnya berbagai macam usaha jasa perjalanan wisata. Dimana pelayanan kepada wisatawan seringkali dilakukan dengan memberikan berbagai macam paket wisata ke suatu destinasi wisata yang meliputi layanan akomodasi hotel, restoran,serta bentuk usaha wisata lainnya. Namun keberadaan berbagai paket wisata seringkali tidak diimbangi dengan adanya faktor perlindungan keselamatan bagi wisatawan padahal hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting tetapi malah sering diabaikan oleh biro perjalanan wisata tersebut.
Dari penelitian ini diadapatkan hasil bahwa Biro Perjalanan Wisata sebagai salah satu pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha jasa perjalanan wisata, dianggap memiliki peranan penting untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan perlindungan dan keamanan kepada wisatawan yang menggunakan jasanya dan penerapan Peraturan No. 4 Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata memberikan pengaturan standarisasi dan sertifikasi yang harus dipenuhi oleh Biro Perjalanan Wisata dalam melaksanakan usahanya.
1. Latar Belakang
Berwisata adalah cara untuk memenuhi rasa ingin tahu seseorang terhadap tempat
wisata yang akan dikunjunginya. Perjalanan identik dengan kegiatan untuk bersenang-senang
yang dilakukan dalam waktu tertentu. Selain bersenang-senang, kegiatan wisata juga identik
dengan jumlah wisatawan yang banyak dan berkelompok. Sektor pariwisata merupakan salah
satu sumber devisa non Migas yang cukup besar di Indonesia. Industri Pariwisata dapat
dipandang sebagai sebuah sub sistem dari sistem pariwisata secara keseluruhan. Struktur
Industri Pariwisata dimulai dari travel generating region , dari mana calon wisatawan akan
merencanakan dan memulai perjalanan wisatanya. Hal ini berlaku apabila calon wisatawan
tersebut mencari jasa perjalanan pariwisata yang ada di negaranya untuk merencanakan suatu
perjalanan wisata. Sub sistem industri pariwisata akan berlanjut sepanjang tempat/jalur transit
yang mencakup pelayanan maskapai penerbangan dan akomodasi selama transit penerbangan.
Berdasarkan sistem tersebut, maka dapat dilihat bahwa pentingnya keberadaan suatu usaha jasa
perjalanan wisata dalam Industri Pariwisata. Hal ini merupakan salah satu pendorong
munculnya serta berkembangnya berbagai macam usaha jasa perjalanan wisata. di Bali
keberadaan Biro perjalanan Wisata tertuang dalam Peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 1
Tahun 2010 tentang Usaha Jasa Perjalanan Wisata, dimana dalam pasal 6 angka 1 disebutkan
bahwa salah satu bentuk kegiatan biro perjalanan wisata adalah memberikan layanan
angkutan/transportasi wisata. Dimana pelayanan kepada wisatawan seringkali dilakukan
dengan memberikan berbagai macam paket wisata ke suatu destinasi wisata yang meliputi
layanan akomodasi hotel, restoran,serta bentuk usaha wisata lainnya.
Namun keberadaan berbagai paket wisata seringkali tidak diimbangi dengan adanya
faktor perlindungan keselamatan bagi wisatawan padahal hal ini merupakan sesuatu yang
sangan penting tetapi malah sering diabaikan oleh biro perjalanan wisata tersebut. Padahal
pasal 11 angka 1 huruf a sama-sama menyebutkan bahwa Pengusaha Usaha Jasa Perjalanan
Wisata wajib memberikan perlindungan terhadap wisatawan baik dalam bentuk keamanan
maupun jaminan keselamatan selama wsatawan berada di Bali.
Banyaknya kasus kecelakaan lalu lintas yang belakangan ini terjadi seperti kasus
kecelakaan Bus Pariwisata di Klatakan, Melaya, Kabupaten Jembrana tertanggal 15 Desember
2012 ini, cukup menjadi contoh pentingnya keberadaan jaminan keselamatan yang diberikan
oleh Biro Perjalanan Wisata terhadap wisatawannya. Padahal sesungguhnya tingkat
keberhasilan suatu Biro Perjalanan Wisata bergantung pada kepuasan wisatawan yang
menggunakan jasa mereka. Hal ini dikarenakan layanan atau transaksi yang dilakukan adalah
transaksi/pembayaran atas pelayanan yang akan dinikmati kemudian (after sales services) dan
berdasarkan kepercayaan wisatawan. Dengan terjadinya kecelakaandapat dianggap sebagai
kurang mampunya Biro Perjalanan Wisata dalam membuat paket wisata yang tersusun dan
terkelola dengan baik. Perencanaan yang matang adalah salah satu kunci penting untuk dapat
menyelenggarakan suatu paket perjalanan wisata yang sukses. Pada dasarnya, proses
penyusunan paket wisata ini sangat kompleks, karena harus menggabungkan beberapa produk
jasa dari berbagai macam usaha pariwisata. Disamping itu, dalam produk-produk tersebut yang
diutamakan adalah harga yang murah dan mampu menarik minat wisatawan, sehingga sering
kali mengabaikan standarisasi terhadap keamanan dan keselamatan yang harus dipenuhi untuk
dapat menjamin perlindungan kepada wisatawan. Padahal standarisasi yang jelas dan tepat
merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu perlindungan hukum. Dengan adanya
penetapan Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 tahun 2014 tentang
Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata oleh Pemerintah yang memuat tentang standarisasi
produk, Pelayanan maupun Pengelolaan diharapkan mampu meminimalisir segala masalah
2. Konsep Penelitian
2.1 Konsep Biro Perjalanan Wisata
Menurut Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton, menyatakan bahwa Biro
Perjalanan wisata memiliki peran yang penting dalam suatu kegiatan pariwisata, menurut
mereka “This is the party, regardless of name, who organizes the package, that is selects and
arranges the components. The tour operator may also be a travel agent.” Sedangkan Armin D.
Lehmann dalam bukunya yang berjudul travel and tourism menjelaskan bahwa “Tour Operator
is a company that creates (packages) or markets inclusive tours, selling them through Travel
agent or directly to the public that may perform tour services or sub-contract for such services.”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terlihat bahwa kegiatan usaha yang diutamakan oleh
Biro Perjalanan Wisata adalah perencanaan perjalanan wisata (tours) yang dikombinasikan
dengan penawaran-penawaran jasa usaha pariwisata lainnya, dan dikemas dalam suatu paket
wisata yang dijual langsung kepada wisatawan ataupun disalurkan melalui travel agent dan
apabila paket wisata tersebut sudah laku terjual, maka Biro Perjalanan Wisata wajib untuk
melaksanakan tour tersebut kepada wisatawan, sesuai dengan tour itinerary yang telah
disepakat
2.2 Konsep Pengaturan Hak Wisatawan atas Perlindungan Hukum
menurut G.A. Schmol, wisatawan adalah individu atau kelompok yang
mempertimbangkan dan merencanakan tenaga yang dimilikinya untuk melakukan suatu
perjalanan, yang tertarik pada perjalanan pada umumnya berdasarkan motivasi perjalanan yang
telah dilakukan, untuk menambah pengetahuan, tertarik pada pelayanan yang diberikan oleh
suatu daerah tujuan wisata, yang nantinya dapat menarik pengunjung di masa yang akan
datang.
Pengaturan hak Wisatawan tertuang dalam Pasal 13 ayat 1 dan Pasal 24 dalam
setiap orang memiliki hak untuk bebas dalam bergerak, beristirahat, dan berlibur. Pengaturan
ini pun selanjutnya diatur lebih rinci dalam ketentuan-ketentuan pasal 8 dan 12 International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966, serta dalam pasal 6, 7, dan 8
International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Sementara
itu, dalam Pasal 8 Global Code, disebutkan bahwa hak-hak wisatawan, yaitu :
1. Wisatawan berhak memiliki kebebasan untuk berkunjung dari satu tempat ke tempat
lainnya tanpa dibatasi oleh formalitas dan perlakuan diskriminasi;
2. Wisatawan berhak memiliki akses kepada semua bentuk komunikasi, jasa administratif,
hukum dan kesehatan, serta berhak menghubungi wakil konsuler negaranya sesuai
dengan ketentuan hukum internasional di bidang diplomatik yang berlaku;
3. Wisatawan memiliki hak mengenai kerahasiaan data dan informasi pribadi lainnya;
4. Prosedur administrasi mengenai lintas batas seperti, formalitas pengurusan visa,
kesehatan, dan kepabeanan sepatutnya tidak menjadi penghambat kebebasan
wisatawan untuk mengunjungi suatu wilayah Negara lain untuk kunjungan wisata;
5. Wisatawan memperoleh kebebasan untuk menukar mata uang yang dibutuhkan untuk
perjalanan.
3. Hasil dan Pembahasan
Perkembangan sektor pariwisata Indonesia saat ini mulai tumbuh kembali, setelah
sekian lama bangsa Indonesia diguncang krisis yang berkepanjangan. Pemerintah menyadari
bahwa Indonesia mempunyai begitu banyak potensi daya tarik wisata yang dapat dijual untuk
menambah devisa negara. Potensi tersebut meliputi: panorama alam, keanekaragaman budaya,
adat istiadat, serta keramahtamahan penduduk Indonesia. Dijelaskan Pariwisata menurut UU
No.10 Tahun 2009 adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan
wisatawan dari negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke negara asalnya yang
melibatkan berbagai hal seperti transportasi, penginapan, restoran, pemandu wisata dan
lain-lain. Wisatawan adalah faktor utama penentu maju atau mundurnya suatu industri pariwisata.
Oleh karena itu, industri pariwisata memegang peranan yang sangat penting dalam menarik
minat wisatawan berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata.
Seiring dengan berkembangnya dunia pariwisata, maka muncullah Biro Perjalanan
Wisata atau Travel Agent sebagai sarana pendukung dalam meningkatkan industri pariwisata.
Biro Perjalanan Wisata memegang peranan penting karena dapat memberikan suatu pelayanan
yang nyata bagi wisatawan, yaitu paket perjalanan. Sekarang masyarakat lebih memilih
menggunakan jasa Biro Perjalanan Wisata karena lebih praktis dalam melakukan kegiatan
wisata. Untuk memberikan suasana yang nyaman bagi para wisatawan dalam berwisata, Biro
Perjalanan bekerjasama dengan pihak hotel, restoran, toko cindramata /souvenir ,dan
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata lainnya. Adapun kegiatan-kegiatan
usaha Biro Perjalanan Wisata adalah :
1. Menyusun dan menjual paket wisata luar negeri atas dasar permintaan.
2. Penyelenggaraan atau menjual pelayaran wisata (cruise).
3. Menyusun dan menjual paket wisata dalam negeri kepada masyarakat.
4. Menyelenggarakan pemanduan wisata.
5. Menyediakan fasilitas untuk wisatawan.
6. Menjual tiket /karcis sarana angkutan dan lain-lain.
7. Mengadakan pemesanan sarana wisata.
8. Mengurus dokumen-dokumen perjalanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Biro
melakukan kunjungan ke sekolah, universitas, kantor, instansi pemerintah serta masyarakat
luas.
Didalam Undang-Undang No. 10 tahun 2009 pasal 20 huruf c disebutkan bahwa setiap
wisatawan berhak memperoleh perlindungan hukum serta keamanan. Secara teori bentuk
perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 yakni perlindungan yang bersifat Preventif
yakni perlindungan yang sifatnya pencegahan dan Perlindungan yang bersifat Represif yang
berarti penyelesaian bila terjadi sengketa
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
dijelaskan Hak-hak wisatawan harus dipenuhi oleh penyelenggara jasa pariwisata. Dimana,
Setiap wisatawan berhak memperoleh :
(a) informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata ;
(b) pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
(c) perlindungan hukum dan keamanan;
(d) pelayanan kesehatan;
(e) perlindungan hak pribadi; dan
(f) perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang beresiko tinggi.
Selanjutnya dalam Undang-Undang yang sama Pasal 21 dijelaskan bahwa, wisatawan
yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas
khusus sesuai dengan kebutuhannya.
Biro Perjalanan Wisata sebagai salah satu pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha
jasa perjalanan wisata, dianggap memiliki peranan penting untuk ikut berpartisipasi serta harus
semakin tanggap dalam memberikan perlindungan dan keamanan kepada wisatawan yang
menggunakan jasanya dengan selalu mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan
melalui pemilihan alat transportasi yang tepat. Karena Wisatawan sebagai individu merupakan
dan dilindungi. selalu mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan melalui
pemilihan alat transportasi yang tepat.
Dalam hukum Internasional di sebutkan bahwa Setiap Negara Berkewajiban untuk
melindungi Warga Negara maupun Orang Asing yang berada di Negaranya. Dengan adanya
jaminan perlindungan hukum akan menimbulkan dampak yang signifikan terhadap respon
pasar serta kepercayaan masyarakat dunia terhadap industri Pariwisata di Bali. Tahun 2012
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi
Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata, dan dalam ketentuan Pasal 18 yang
menyatakan bahwa :
1. Penyusunan Standar Usaha Pariwisata untuk setiap bidang usaha, jenis usaha dan subjenis
usaha pariwisata mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha.
2. Penyusunan Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bersamasama oleh instansi pemerintah terkait, asosiasi usaha pariwisata, asosiasi
profesi, dan akademisi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Usaha Pariwisata sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Untuk memberikan peraturan yang lebih jelas tentang Sertifikasi Kompetensi dan
Sertifikasi Usaha di Bidang Usaha Jasa Perjalanan Wisata sesuai Peraturan Pemerintah Nomor
52 Tahun 2012 ayat 3 maka Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Permenparekraf)
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata. Dengan adanya aturan
Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 ini merupakan dasar peraturan yang jelas yang mengatur
secara detail tentang standar yang harus dipenuhi oleh Biro Perjalanan Wisata dalam
Standar Usaha Jasa Perjalanan Pariwisata yang dimaksud dalam Peraturan Menteri ini,
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 3, adalah “Rumusan klasifikasi Usaha Jasa
Perjalanan Wisata dan/atau klasifikasi Usaha Jasa Pariwisata yang mencakup aspek produk,
pelayanan dan pengelolaan Usaha Jasa Perjalanan Wisata”. Sehingga secara garis besar, dalam
Pasal 2 dinyatakan bahwa Peraturan Menteri ini mengatur dan menetapkan batasan tentang :
a. Persyaratan Minimal dalam penyelenggaraan Usaha Jasa Perjalanan
Wisata;
b. Pedoman best practices dalam pelaksanaan Sertifikasi Usaha Jasa Perjalanan Wisata.
Di tegaskan dalam pasal 5 bahwa Biro Perjalanan Wisata haruslah berbentuk badan
hukum, sehingga dalam menjalankan usahanya harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang badan hukum di Indonesia.
Kewajiban Pelaku Usaha Perjalanan Wisata untuk memiliki Sertifikat Usaha Jasa
Perjalanan Wisata tercantum dalam Pasal 7 ayat (1), yang menyatakan bahwa “Setiap Usaha
Jasa Perjalanan Wisata, termasuk kantor cabang Usaha Jasa Perjalanan Wisata, wajib memiliki
Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata dan melaksanakan Sertifikasi Usaha Jasa Perjalanan
Wisata, berdasarkan persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
ini. Kesadaran akan pentingnya keselamatan harus dipahami oleh Biro Perjalanan Wisata tetapi
juga oleh wisatawan. Oleh karena itu, penerapan standarisasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
melalui Permenparekraf No. 4 tahun 2014 diharapkan dapat memberikan standar yang khusus
serta mendorong peningkatan mutu produk, pelayanan maupun pengelolaan dan mendorong
daya saing secara positif antar Biro Perjalanan Wisata. Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata
ini adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap usaha jasa perjalanan wisata, yang apabila
tidak dipenuhi maka akan menimbulkan sanksi.
Pemenuhan dan pelaksanaan Standar Usaha yang wajib dipenuhi oleh Biro Perjalanan
berkaitan erat dengan paket wisata yang disediakan oleh Biro Perjalanan Wisata. Paket wisata
merupakan hasil dari berbagai produk wisata. Produk adalah barang atau jasa yang dibuat dan
ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses
produksi itu. Menurut Muljadi A.J., Produk wisata adalah kumpulan dari berbagai macam jasa
dimana antara satu dan lainnya memiliki keterkaitan dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan
pariwisata, seperti restoran/tempat makan, akomodasi, daya tarik wisata, angkutan wisata, dan
perusahaan lainnya yang terkait. Sehingga dalam pelaksanaannya, unsur-unsur jasa pariwisata
tersebut haruslah memberikan pelayanan yang terbaik, karena mereka tergabung dalam suatu
paket wisata, yang apabila salah satu memberikan kesan yang buruk maka akan berdampak
pada unsur-unsur jasa lainnya. Menurut Gamal Suwantoro, suatu produk wisata memiliki
ciri-ciri khusus, yaitu :
1. Hasil suatu produk wisata tidak dapat dipindahkan. Dikatakan demikian karena alam
proses penjualannya tidak mungkin produk tersebut dibawa kepada konsumen. etapi
konsumenlah yang datang untuk mendapatkan produk wisata tersebut.
2. Produksi dan konsumsi terjadi pada saat dan tempat yang sama, karena tanpa adanya
pembelian maka tidak akan terjadi produksi.
3. Produk wisata tidak menggunakan suatu standar ukuran fisik, namun menggunakan
standarpelayanan yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu.
4. Konsumen tidak dapat mencoba contoh produk itu sebelumnya, atau bahkan mengetahui
dan menguji produk itu sebelumnya.
5. Hasil suatu produk wisata tergantung pada tenaga manusia dan hanya sedikit yang
menggunakan mesin.
6. Produk wisata merupakan usaha yang mengandung resiko besar. Dikatakan demikian,
tidak ada wisatawan yang menggunakan produk wisata tersebut, maka tidak akan terjadi
proses produksi.
Penjelasan tersebut sesuai dengan definisi paket wisata yang disampaikan oleh Nelson
Jones dan Stewart, sebagaimana dikutip dalam buku Tourism, Travel and Hospitality Law
karya Trevor C. Atherton dan Trudie A. Atherton. Menurut mereka paket wisata atau package
holidays adalah :
“Package Holidays... are holidays the elements of which are packaged together to form a hole
which is sold at an inclusive price. The creator of the package is the tour operator who makes
arrengements for transport companies, hotels, etc to provide the travel, accommodation, eals
and other items which together constitute a particular holiday. In some cases the tour perator,
or companies under common ownership and control, will own the airline and hotels which
feature in the package. But many substantial operators do not own any airplines or hotels ...
and even operators who [do] ... will often use some which they do not own.”
Berdasarkan diatas, dapat dikatakan bahwa paket wisata merupakan hasil yang jelas
atau produk dari suatu industri pariwisata, yang berperan penting dalam menarik wisatawan
untuk berkunjung ke suatu tempat. Berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh Biro
Perjalanan Wisata, Permenparekraf Nomor 4 Tahun 2014 mengatur tentang 20 unsur yang
harus dipenuhi, yang terdiri dari 6 fokus utama, yaitu :
a. BPW menyediakan minimum jasa pemesanan dan/atau penjualan;
b. BPW menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) paket wisata, dan sekurang-kurangnya 1 (satu)
diantaranya adalah paket wisata buatan sendiri;
c. Paket wisata yang diselenggarakan oleh BPW memuat minimum keterangan tentang paket
wisata;
e. BPW menggunakan jasa tenaga pemandu wisata mandiri atau menjadi bagian dari usaha
jasa pramuwisata;
f. BPW mempekerjakan pimpinan perjalanan wisata (tour leader);
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat
mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain
yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan
permasalahan konsumen atau pelanggan. Menurut Lovelock, terdapat lima prinsip untuk dapat
meningkatkan kualitas dalam pelayanan, yaitu :
1. Tangibles , yaitu berkaitan dengan penampilan fisik, peralatan, personal, dan
komunikasi.
2. Reliability, yaitu kemampuan untuk membentuk pelayanan yang sudah dijanjikan
dengan tepat dan memberikan dampak ketergantungan.
3. Responsiveness, yaitu adanya rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan.
4. Assurance , yaitu adanya jaminan terhadap pengetahuan, perilaku, dan kemampuan
pegawai.
5. Empathy, yaitu adanya perhatian perorangan atau personal terhadap pelanggan.
Pelayanan merupakan hal yang paling penting dalam usaha yang memiliki komoditas
utama berupa jasa. Dengan pelayanan yang ramah dan menyenangkan, akan memberikan kesan
positif kepada pengguna jasa, sehingga membuat pengguna jasa ingin kembali menggunakan
jasa tersebut. Dalam pariwisata, pelayanan kepada wisatawan meliputi semua pelayanan
normal yang diberikan sebuah kota, seperti layanan keamanan dari polisi dan pemadam
kebakaran, kesehatan dan sanitasi, dan fasilitas publik lainnya, sampai dengan pelayanan dari
pelaku usaha maupun masyarakat sekitar, yang membuat suatu destinasi berkesan untuk
Pelayanan tidak hanya semata-mata berhubungan dengan dengan pelayanan fisik tetapi
juga termasuk adanya perasaan aman serta nyaman yang dirasakan oleh wisatawan.
Diharapkan dengan diterapkannya standarisasi akan mempermudah Biro Perjalanan Wisata
dalam mengurai kendala yang dapat dihadapi dalam memenuhi segala bentuk permintaan dan
perlindungan yang dapat diberikan kepada wisatawan demi menjaga nama baik perusahaan
serta tetap menjaga tingkat persaingan secara sehat antar biro perjalanan.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Implementasi kebijakan pengaturan standar keamanan dan keselamatan wisatawan
dalam industri pariwisata oleh Biro Perjalanan Wisata adalah Permenparekraf Nomor 4 Tahun
2014 tentang Standar Usaha Pariwisata. Permenparekraf tersebut adalah peraturan yang
tercipta atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi
dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata, dan bersumber dari Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Adanya Permenparekraf ini bertujuan untuk mendukung
peningkatan mutu produk, pelayanan, dan pengelolaan, serta peningkatan daya saing usaha jasa
perjalanan wisata.
4.2 Saran
Pemerintah harus aktif melakukan sosialisasi tentang Permenparekraf Nomor 4 Tahun
2014 kepada seluruh Biro Perjalanan Wisata di Provinsi Bali, dan mengadakan
kerjasama-kerjasama dengan ASITA dan Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata yang sudah disahkan oleh
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sehingga tugas pemerintah sebagai pengawas
dan pembina bisa dilaksanakan secara efektif dan penerapan standar usaha jasa perjalanan
dapat dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku dan memberikan rasa aman bagi wisatawan
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, AZ.,2003, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, dalam Jurnal Teropong, Edisi Mei, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta Raharjo, Santjipto, 2000, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Burns,Peter M.,and Andrew Holden, 1995, Tourism a New Perspective, Prentice Hall,London.
Dewi, Ike Janita, 2011, Implementasi dan Implikasi Kelembagaan Pemasaran Pariwisata Yang Bertanggungjawab (Responsible Tourism Marketing), Pinus Book Publisher, Jakarta.
Dhana, Made Metu, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan, Paramita, Surabaya.
Fuady, Munir, 2013,Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum , Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.
Nurhayati, Siti, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Biro Perjalanan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen , Jurnal, Volume 2 Nomor 2, Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3821.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 462.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 931.
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 1 Tahun 2010 tentang Usaha Jasa Perjalanan Wisata Lembaran Daerah Propinsi Bali Tahun 2010 Nomor 1