FAKTOR-FAKT
S PASIEN TRAUMA TUMPUL AB
I RUMAH SAKIT SANGLAH
FAKTOR-FAKT
MORTALITAS PA
DI R
PROGRAM PENDI
ii
KTOR RISIKO YANG MEMPENG
S PASIEN TRAUMA TUMPUL AB
I RUMAH SAKIT SANGLAH
PERIODE TAHUN 2015
REZA HALIM NIM 1114028106 KETUT WIARGITHA
DIDIKAN DOKTER SPESIALIS-I ILM
NGARUHI
ABDOMEN
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2016
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SINGKATAN... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum... 4
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Trauma Abdomen... 6
2.1.1 Anatomi Abdomen ... 6
2.1.2 Mechanism of Injury ... 7
2.1.3 Penanganan Fase Prehospital, Standar Assessment dan Resusitasi pada Pasien Trauma Abdomen... 8
2.1.3.1 Penanganan Primary Survey dan Resusitasi... 10
2.1.3.2 Penanganan Secondary Survey (Head to Toe Examination) ... 16
2.1.3.3 Investigasi ... 17
2.1.4 Penatalaksanaan Damage Control Surgery ... 18
2.1.5 Mortalitas pada Trauma Abdomen ... 20
2.2 Penggunaan Sistem Skoring NISS pada pasien trauma abdomen ... 23
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESA PENELITIAN ... 30
v
3.2 Konsep Penelitian ... 32
3.3 Hipotesa Penelitian ... 33
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 34
4.1 Rancangan Penelitian ... 34
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 35
4.3 Sumber Data ... 35
4.3.1 Populasi ... 35
4.3.2 Kriteria Inklusi ... 35
4.3.3 Kriteria Eksklusi... 36
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 36
4.3.5 Besar Sampel... 36
4.4 Variabel Penelitian ... 37
4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel... 37
4.4.2 Definisi Operasional Variabel... 37
4.5 Instrumen Penelitian... 40
4.6 Prosedur Penelitian... 40
4.6.1 Tahap Persiapan ... 40
4.6.2 Pelaksanaan Penelitian... 40
4.7 Alur penelitian ... 42
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi abdomen... 7
Gambar 2.2. “The Bloody Vicious Cycle” ... 21
Gambar 2.3. Komponen AIS ... 26
Gambar 2.4. Contoh Perbedaan Penghitungan ISS vs NISS... 28
viii
ix
DAFTAR SINGKATAN
AIS : Abbreviated Injury Scores
APACHE : Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
APTT : Activated Partial Thromboplastin Time
ATLS : Advanced Trauma Life Support
BUN : Blood Urea Nitrogen
CT : Computed Tomography
EMS : Emergency Medical Service
FAST : Focused Assessment Sonograpy on Trauma
FFP : Fresh Frozen Plasma
GCS : Glasgow Coma Scale
IGD : Instalasi Gawat Darurat
ISS : Injury Severity Score
NISS : New Injury Severity Score
PRC : Packed Red Cell
RTS : Revised Trauma Score
PT : Prothrombin Time
xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Lembar Pengumpulan Data... 49
LAMPIRAN 2. Skor AIS sebagai Dasar Penghitungan
Skor NISS Regio Abdomen ... 50
LAMPIRAN 3. Abbreviated Injury Scale (AIS) 1985 revisi
untuk trauma tumpul... 58
LAMPIRAN 4. Abbreviated Injury Scale (AIS) 1985 revisi
1 1.1 Latar Belakang
Data sepanjang tahun 2013 di Indonesia menyatakan sekitar 239.257 buah kendaraan bermotor terlibat kecelakaan, total kerugian materiil ditaksir mencapai 255.864 Milyar Rupiah dengan angka morbiditas mencapai 139.898 jiwa dan mortalitas sebesar 26.146 jiwa sepanjang tahun 2013. Dimana rentang usia produktif 16-40 tahun mencapai 62% dari seluruh populasi (Staf Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 2014). Kematian akibat trauma selama tahun 2000 Di Rumah Sakit Sanglah tercatat 125 pasien (15,8%) dari total pasien yang mengalami trauma dan 25 pasien (20%) dari total pasien trauma yang meninggal disebabkan oleh trauma abdomen (Widodo, dan Budha 2002). Data tahun 2015 menyatakan dari total 2755 tindakan di ruang operasi IRD RS Sanglah, 720 kasus berkaitan cedera kepala, 455 kasus berkaitan dengan fraktur ekstremitas, 64 kasus berkaitan trauma abdomen sisanya berkaitan dengan kegawatdaruratan bedah non trauma (Anonim, 2015).
Seringkali pasien multipel trauma yang diterima di UGD RS disertai dengan trauma abdomen. Trauma abdomen dapat dikendalikan supaya tidak terjadi mortalitas, dengan cara mengidentifikasi dan mengendalikan sedini mungkin faktor-faktor risiko yang ada dengan penatalaksanaan yang tepat. Apapun jenis trauma
2
bermanifestasi pada 2 hal yang mengancam nyawa yaitu pendarahan dan infeksi. Pendarahan harus segera diatasi sehingga pemeriksa wajib meng-asses gejala dan tanda syok yang muncul pada pasien trauma abdomen. (White dan Yancey, 2011).
Pengalaman penulis selama menjalani tugas di RS Sanglah seringkali pasien-pasien dirujuk dari tempat kejadian dalam keadaan tidak teresusitasi dengan baik, seringkali pula di transportasikan dalam waktu yang lama ke RS Sanglah. Saat diterima di ruang resusitasi RS Sanglah beberapa pasien jatuh dalam kondisi syok berkepanjangan bahkan beberapa datang dalam keadaan koagulopati, kemudian beberapa pasien trauma abdomen dengan hemodinamik tidak stabil akan diputuskan mendapatkan penanganan surgical resuscitation yaitu damage control surgery dan diberikan transfusi darah untuk mengganti darah yang hilang akibat syok. Selain itu ada beberapa faktor risiko lain pula yang berperan seperti tipe kendaraan bermotor, perangkat keselamatan kendaraan bermotor, response time, kualifikasi tenaga medis penolong, kondisi saat pasien ditemukan, kendaraan yang dipakai transpor ke rumah sakit, jarak tempuh, resusitasi cairan, kebutuhan transfusi masif PRC, tipe kuman, hipotermia dan asidosis, tetapi karena keterbatasan alat ukur dan bervariasinya kondisi tersebut maka dipilih beberapa faktor risiko saja yang diamati yang mana faktor-faktor risiko tersebut mengakibatkan meningkatnya mortalitas pasien.
Trauma and Injury Severity Score (TRISS), Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) dan salah satunya New Injury Severity Score (NISS),
sehingga prioritas pasien trauma abdomen dapat terkelola dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa NISS lebih akurat daripada ISS sebagai prediktor mortalitas pada trauma khususnya pada kasus trauma tajam. NISS memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada ISS dalam menilai beratnya trauma jaringan sebagai prediktor adanya kegagalan multi organ pada post trauma. (Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Apakah prehospital insult merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
2. Apakah transport time > 60 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
3. Apakah NISS > 50 merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
4
5. Apakah koagulopati merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
6. Apakah durasi operasi > 90 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
7. Apakah jumlah darah yang hilang > 1500 cc durante operasi merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma abdomen?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi mortalitas pasien trauma tumpul abdomen di Rumah Sakit Sanglah.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Prehospital insult merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
2. Mengetahui transport time > 60 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
3. Mengetahui NISS > 50 merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
5. Mengetahui koagulopati merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
6. Mengetahui durasi operasi > 90 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
7. Mengetahui jumlah darah yang hilang > 1500cc durante operasi merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Memberikan masukan kepada pihak pemerintah dan rumah sakit dalam memperbaiki penatalaksanaan prehospital dan intrahospital terkait pasien trauma tumpul abdomen.
1.4.2 Manfaat Klinis
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Abdomen
Organ abdomen merupakan rongga terbesar di tubuh yang mampu menampung cairan dalam jumlah besar. Organ abdomen lebih rentan daripada organ rongga thoraks, dikarenakan organ abdomen tidak terlindungi oleh tulang sternum dan costae. (Esposito dan Brasel, 2013). Penyebab kematian utama segera pada trauma adalah perdarahan. Sekitar 25% kasus kematian tersebut adalah adanya perdarahan yang tidak terkontrol. (Thorsen, Ringdal, Strand, Soreide, Hagemo, dan Soreide, 2011) Perdarahan menempati urutan kedua setelah trauma sistem saraf pusat sebagai penyebab kematian dengan kisaran 30-40%. (Brandon, Holcom, dan Schreiber, 2007).
Anatomi Abdomen
true abdomen. Bagian abdomen lainnya. Bagian kolon ascenden dan des dan Yancey, 2011; Emer
Gambar 2.1. Kiri : intr Kanan : re (diambil da
Mechanis
Trauma tumpul seringkali terkait dengan dan atau ekstremitas pa (White dan Yancey, 2011;
Pola injury pa kendaraan bermotor, pe ketinggian dan pemukul karena kompresi langsu
an ini dipisahkan oleh membran retroperitonea ian ini terdiri atas ginjal, ureter, pankreas, duodenu descenden, aorta abdominalis, dan vena cava infe
ery 2014).
ntrathoracic abdomen. Tengah : true abdomen. n : retroperitoneal abdomen.
bil dari : White dan Yancey, 2011)
anism of Injury
umpul abdomen sering terjadi dengan laju mortalita gan cedera penyerta seperti injury pada kepala, th pada sebanyak 70% korban kecelakaan kendar , 2011; Emery, 2014).
y pada trauma tumpul abdomen disebabkan kece
pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor ukulan dengan benda tumpul. Trauma tumpul abdo
sung abdomen dengan objek padat sehingga m
8
robeknya atau hematoma subscapular organ padat (hepar atau lien), contohnya pada pasien kecelakaan kendaraan bermotor yang tidak memakai sabuk pengaman dan terluka akibat benturan dari arah depan seperti kaca depan, setir, dashboard ataau floorboard sehingga kemungkinan organ padat yang terlibat adalah lien, hepar, ginjal
dan retroperitoneum. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan robeknya organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hepar atau arteri renalis), contohnya pada pengendara kendaraan bermotor yang memakai sabuk pengaman akan mengakibatkan deselerasi akibat sabuk pengaman terutama pada organ usus halus dan besar, robekan mesenterik. Atau bisa karena peningkatan intraluminal yang menyebabkan rupturnya organ berongga (usus halus) (White dan Yancey, 2011; Emery, 2014 ; Peitzman dan Piper, 2014). Trauma tumpul abdomen yang mayoritas sering mengenai organ lien sekitar 40% - 55%, hepar 35% - 45% dan usus halus 5%-10% (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008)
Penanganan Fase Prehospital, Standar Assessment dan Resusitasi pada Pasien Trauma Abdomen
pendarahan eksternal) setelah pasien stabil akan di transportasikan secepatnya dengan mobil ambulans menuju ke rumah sakit terdekat (biasanya menuju rumah sakit dengan fasilitas Trauma Centre dan terlebih dahulu sudah dihubungi tentang rencana dan kondisi pasien trauma yang akan dirujuk) untuk diberikan penatalaksanaan definitif (Blackwell, dan Kaufman, 2002; Pons, Haukoos, Bludworth, 2005; American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008; Kobayashi, Coimbra, dan Hoyt, 2015). Pasien yang diberikan resusitasi cairan prehospital mampu memberikan angka survival yang baik (National Institute for Health and Care Excellence, 2004).
10
yang baik bagi pasien (Clarke, Trooskin, dan Doshi, 2002; Spahn, Bouillon, Cerny, Coats, Duranteau, Fernández-Mondéjar, dkk, 2013).
Beberapa kota di Indonesia seperti Jakarta memiliki ambulans 118 tetapi respon time nya jauh dibawah standar negara lain dikarenakan ketidaksepadanan
jumlah ambulans dengan luas cakupan wilayah (luas wilayah Jakarta (661m2), populasi 10-12 juta penduduk dengan ambulans 26 buah yang diletakkan di titik strategis Jakarta Utara dan Pusat) dan kemacetan lalu lintas. Sedangkan di Yogyakarta memiliki respon time 10 menit karena ditunjang populasi 425.000 dan lalu lintas yang tidak macet (Pusponegoro, dan Pitt, 2004).
Assessment pasien trauma terbaik menggunakan sistem ATLS seperti dirumuskan American College of Surgeons Committee on Trauma tahun 2008. Saat pasien datang di terima tim Trauma RS yang kemudian menjalankan protokol : primary survey (ABCDE), resusitasi, secondary survey (Head to Toe Examination), Investigasi dan penanganan definitif.
2.1.3.1 Penanganan Primary Survey dan Resusitasi
Primary survey dan resusitasi terdiri atas Pemeriksaan Airway (with
C-spine Protection), Breathing, Circulation, Disability (Neurologic Evaluation), Exposure/Environmental Control. Pemeriksaan ABC didahulukan sesuai dengan
dan Exposure/Environmental Control untuk membantu evaluasi awal pasien. Kesemuanya dilakukan secara berurutan dan simultan (Brzozowski, dan Hans, 2012).
Airway (with C-spine Protection) prinsipnya membebaskan jalan nafas dari sumbatan seperti darah, muntahan, gigi, patahan tulang rahang atau pembengkakan jaringan lunak. Sekusensial memproteksi C-spine dengan menjaga posisi leher tetap lurus dan dipasang Collar Brace, sambil mengerjakan manuver : Head tilt (memiringkan kepala pasien ke salah satu sisi; boleh dilakukan hanya pada
pasien yang sudah disingkirkan kemungkinan lesi cervical) atau Chin lift dan Jaw Thrust. Kemudian memasang alat bantu memastikan patensi airway seperti
OroTracheal Tube (OTT) atau bisa mengerjakan cricothyroidotomy dan intubasi endotracheal, dilanjutkan dengan pemberian bantuan oksigen (Brzozowski, dan Hans, 2012).
Breathing di-asses setelah airway bersih, ekspos dada pasien, inspeksi kedua sisi dada dipastikan pergerakan dinding dada simetris, palpasi mencari adanya kemungkinan fraktur costae, segmen flail chest dan emfisema subkutis. Kemudian dilakukan auskultasi untuk menyingkirkan kelainan nafas seperti tension pneumothoraks, pneumothoraks spontan atau hematothoraks. Untuk penatalaksanaan emergency dilakukan needle thoracocentesis, untuk definitifnya dilakukan pemasangan Thoracostomy WSD (Brzozowski, dan Hans, 2012).
12
detak jantung, tekanan darah, warna kulit, produksi urin, dan base deficit (dari analisis gas darah). Jenis syok yang paling sering terjadi pada pasien trauma adalah syok hipovolemik. Abdomen secara khusus dievaluasi dikarenakan terdapat organ yang rentan akibat trauma seperti hepar dan lien (Brzozowski, dan Hans, 2012).
Patofisiologi syok hipovolemik yaitu hilangnya darah dari pembuluh darah sehingga respon tubuh mengompensasinya dengan melakukan vasokonstriksi pembuluh darah pada kutis, otot dan organ sehingga aliran darah ke otak, jantung dan ginjal terjaga. Selain itu terjadi kenaikan denyut jantung untuk menjaga cardiac output terjaga. Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan perifer
2012). Berikut ini disajik pada saat presentasi awal
Tabel 2.1. Parameter Ke (American C
Parameter yang dipakai tabel 2.2.
ajikan tabel 2.1. untuk memperkirakan kehilangan wal di UGD.
Kehilangan Darah Pasien saat Presentasi Awal di UG n College of Surgeons Committee on Trauma, 2008
kai untuk menilai keadekuatan resusitasi cairan bis
ngan darah pasien
di UGD , 2008)
Tabel 2.2. Re (American C
Dissability di Dinilai berdasarkan para stimulasi Verbal, respon Bisa pula menggunakan pasien berdasarkan mat Exposure/Environment C kemudian pasien di Lo
2.2. Respon terhadap Awal Pemberian Resusitasi Cair n College of Surgeons Committee on Trauma, 2008
dinilai dari tingkat kesadaran pasien saat diteri parameter yang disingkat AVPU : Alert, respon pa
pon pasien terhadap stimulasi nyeri (Pain), dan Unr kan skor Glasgow Coma Scale yang mengamati sta
ata, verbal dan motorik (Reiff, Rue III, 2009) nt Control dilakukan dengan mengekspos seluruh
Log Roll untuk mengevaluasi bagian belakang
dengan memperhatikan C-spine Protection. Pasien diperiksa dalam lingkungan bersuhu hangat dan kering (Brzozowski, dan Hans, 2012).
Resusitasi cairan dimulai dengan pemberian cairan kristaloid isotonik hangat (37°C-40°C) sebanyak 1-2 liter melalui pemasangan dua buah kateter intravena dengan diameter besar. Saat pemasangan kateter sekaligus diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium serta crossmatch sebagai persiapan apabila pasien membutuhkan transfusi darah. Apabila tubuh pasien tidak merespon dengan pemberian cairan per intravena maka diberikan transfusi darah (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008; Reiff, Rue III, 2009). Target resusitasi cairan adalah hemodinamik normal, produksi urine 0,5-1cc/Kg berat badan per jam, koreksi defisit basa, mengembalikan kadar laktat 0,5-1 mmol/L, dan kadar Hb 7-9 gr/dl (Reiff, Rue III, 2009; Spahn, Bouillon, Cerny, Coats, Duranteau, Fernández-Mondéjar, dkk, 2013).
16
Cryoprecipitate diberikan apabila konsentrasi fibrinogen kurang dari 80 mg/dl (Cryer, 2009).
Protokol transfusi masif diberlakukan apabila volume kehilangan darah pasien mencapai 70ml/Kg, dimana untuk setiap pemberian 1 unit PRC diberikan pula 1 unit FFP secara bersamaaan begitu pula diberikan 6 pak platelet untuk setiap pemberian 6 unit PRC. Saat pasien sudah selesai menjalani pembedahan dan dirawat di ruangan intensif maka target kadar Hb disesuaikan menjadi 8,5-10 gr/dl, target ini diberlakukan universal untuk pasien trauma baik pada pasien geriatri, memiliki komorbid gangguan saraf pusat, COPD ataupun gangguan ginjal (Cryer, 2009).
2.1.3.2 Secondary Survey (Head to Toe Examination)
Pemeriksaan ini dilakukan setelah primary survey selesai, tujuannya mengidentifikasi lesi mayor yang terdapat pada pasien. Termasuk dikerjakan “finger
and tubes in every orifices”, pemeriksaan fisik yang dimulai dari ujang kepala sampai
kaki, pengambilan sampel darah (hematologi rutin, elektrolit, BUN/SC, PT/APTT dan INR, Lipase, level alkohol dan beberapa tes lainnya, termasuk crossmatch untuk persiapan transfusi. Selain itu juga penunjang lainnya seperti rontgen dan ultrasonografi turut dikerjakan. Semua dikerjakan secara simultan (Brzozowski, dan Hans, 2012).
darah akibat ruptur nya organ atau pembuluh darah organ abdomen akibat trauma. Dikerjakan pemeriksaan fisik yang lebih cermat meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi abdomen, untuk mengetahui tanda-tanda peritonitis. Dikerjakan pula pemeriksaan rectal tussae untuk mendapatkan informasi adanya pendarahan saluran cerna bagian bawah, posisi prostat, integritas rektum dan tonus spinkter ani. Pada pasien perempuan, pertimbangkan pemeriksaan bimanual atau spekulum untuk mendeteksi adanya trauma pelvis (Brzozowski, dan Hans, 2012).
2.1.3.3 Investigasi
Pasien dengan distensi abdomen yang progresif, hemodinamik yang tidak stabil (dengan kecurigaan dikarenakan trauma abdomen), Pemeriksaan penunjang seperti FAST (secara simultan selama secondary survey, sensitivitasnya mencapai 95%) untuk mendeteksi adanya cairan bebas pada splenorenal space (lien; sebanyak 50% kasus) atauMorisson’s Pouch(hepar; sebanyak 40% kasus). Pasien kategori ini termasuk indikasi dikerjakan laparotomi eksplorasi. Sedangkan pasien dengan tanpa indikasi laparotomi, penggunaan FAST dan atau CT abdomen adalah untuk menyingkirkan injury di organ lain (Mac Kinnon D, 2012; Brzozowski, dan Hans, 2012). FAST yang sensitif bisa mendeteksi sampai 200cc cairan bebas intraperitoneal, sehingga saat ini diagnostik menggunakan Diagnostic Peritoneal Lavage di Trauma Centre modern fungsinya terbatas karena sudah digantikan oleh
18
Penatalaksanaan Damage Control Surgery
Penanganan pasien dengan trauma tusuk abdomen yang menunjukkan tanda-tanda peritonitis harus dikerjakan laparotomi eksplorasi di kamar operasi karena sekitar 1 dari 3 pasien tersebut mengalami pendarahan intraabdomen (White dan Yancey, 2011; Emery 2014).
Protokol yang penanganan trauma abdomen adalah Damage Control Surgery, secara khusus dikerjakan Damage Control Laparotomy. Pembedahan dan
ekspos cavum abdomen dalam durasi lama, memperburuk kondisi fisiologis pasien menyebabkan peningkatan morbitas dan mortalitas pasien. Karena itu pembedahan awal dipersingkat sehingga penatalaksanaan pasien trauma berat terbagi atas tiga fase, yaitu : kontrol pendarahan dan kontaminasi, resusitasi dan reekplorasi terencana untuk penanganan pembedahan definitif (Kobayashi, Coimbra, dan Hoyt, 2015).
Kobayashi, Coimbra, dan Hoyt, 2015). Tahap kontrol pendarahan dan kontaminasi harus selesai dalam 60-90 menit (Germanos, Gourgiotis, Villias, Bertucci, Dimopoulos, dan Salemis, 2008).
Teknik yang dikerjakan vacuum-assisted abdominal dressings dan the Bogota bag, dilanjutkan tahap resusitasi yang bertujuan untuk membalikkan proses asidosis dengan merestorasi volume darah sirkulasi dengan cairan hangat dan selimut hangat, memberikan ventilasi dengan udara hangat. Bukti klinis tercapainya keseimbangan fisiologis adalah tekanan darah, dentak jantung dan temperatur tubuh normal, produksi urine adekuat, klirens peningkatan kadar laktat, serta normalisasi profil koagulasi dan Hb. Semua ini harus tercapai sebelum berlanjut ke tahap operasi definitif (Kobayashi, Coimbra, dan Hoyt, 2015).
20
Mortalitas pada Trauma Tumpul Abdomen
Mortalitas akibat trauma tumpul abdomen cukup tinggi, berkisar 10%-30%, sedangkan mortalitas akibat luka tembak berkisar 5% - 15% (White dan Yancey, 2011). Morbiditas dan mortalitas yang disebabkan pendarahan intraperitoneal akan meningkat dengan seiringnya penundaan kontrol pendarahan (Peitzman dan Piper, 2014). Mortalitas dini pada pasien trauma tumpul abdomen batasannya adalah 5 hari (Negoi, I., Paun, S., Hostiuc, S., Stoica, B., Tanase, I., Negoi, R.N, 2015).
Gambar 2.3.“The Bloody Vicious Cycle” (Kashuk, 2008).
22
Hipotermia menghambat aktivitas protease dan fungsi trombosit. Aktivitas kompleks faktor jaringan menurun seiring dengan penurunan suhu tubuh dan 50% tidak bekerja pada suhu 28oC. Pada akhirnya hipotermia dapat menyebabkan koagulopati yang meningkatkan mortalitas pada pasien trauma (Ahrenholz, D.H. 2013).
Asidosis pada pasien trauma abdomen terjadi karena syok dan kelebihan ion klorida pada resusitasi. Asidosis yang sering terjadi pada kasus ini adalah asidosis metabolik. Meng dan kawan-kawan menyebutkan bahwa ketika pH turun dari 7,4 menjadi 7,0, aktivitas faktor VIIa menurun sebesar 90%, faktor jaringan sebesar 55% dan rata-rata aktivasi protrombin oleh faktor Xa/faktor Va kompleks menurun sebesar 70%. Martini dan kawan-kawan menyatakan bahwa asidosis (pH 7,1) dan apabila dikombinasikan dengan hipotermia (t = 32°C) akan meningkatkan waktu pendarahan
lien sebanyak 72%. (Tieu, Holcom, dan Schreiber, 2007)
yang terjadi pada trauma dipengaruhi oleh inflamasi, genetik, medikasi dan penyakit lain. (John, Brohi, Dutton, Hauser, Holcomb, dan Kluger, 2008)
Koagulopati akut pada trauma didefinisikan sebagai nilai INR > 1,2. Pada trauma, nilai INR >1,2 menunjukkan suatu keadaan klinis yang berhubungan erat dengan risiko yang signifikan terjadinya kematian dan kebutuhan transfusi. (Davenport, 2011; Hagemo dkk, 2015)
2.2 Penggunaan Sistem Skoring NISS pada pasien trauma abdomen
Sistem skoring trauma dikembangkan dan digunakan di banyak negara untuk memperkirakan beratnya trauma dan kerusakan jaringan, secara umum memiliki fungsi untuk :
1. Memprediksi outcome trauma 2. Membandingkan metode terapeutik
3. Alat untuk men-triage pre dan inter-hospital
4. Alat untuk memperbaiki kualitas dan program prevensi 5. Alat untuk penelitian dibidang trauma
24
Tabel 2.3. Klasifikasi Skoring Sistem (Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004)
Pembahasan skoring trauma di fokuskan pada NISS yang terbentuk karena sering ditemukan kelemahan pada skoring trauma lainnya seperti (Tohira, Jacobs, Mountain, Gibson, dan Yeo, 2012) :
1. RTS (1980)
terintubasi dan menggunakan ventilator karena kesulitan dalam menghitung GCS. Perubahan yang cepat pada fisiologi pasien misalnya akibat respon resusitasi menyebabkan bias pada penghitungan RTS. Skor ini jarang dipakai. (Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004).
2. APACHE
Sering digunakan dalam perawatan intensif. Evaluasi ini meliputi evaluasi penyakit kronis yang menjadi komorbiditas dan skor fisiologi akut. Kelemahan skor ini adalah kurang mencerminkan kondisi kelainan di ekstrakranial dan faktor komorbiditas banyak menimbulkan bias (Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004).
3. AIS (1971, revisi 1985, revisi 1990)
Dimana s
na semakin tinggi skala yang diberikan mengindi emakin parah. Skala ini skala subyektif, pedoman hli untuk menentukan skala pada AIS, berdas , yaitu : mengancam nyawa, kecacatan permanen, tan, dan energy dissipation. Sehingga AIS memili idak bisa menghitung injury multipel pada regio
dan korelasi yang minim antara skala AIS den fe, dan Jurkovich, 2001).
1974)
upakan skoring trauma berdasarkan anatomis, dima uskan : ISS = AIS2+ AIS2 + AIS2. AIS dihitung pa
dimana semakin besar skor berarti semakin fatal injury yang diterima pasien. Sehingga AIS memiliki kelemahan tidak bisa menghitung multipel injury pada satu regio tubuh dan menyamaratakan keparahan setiap regio tubuh efeknya terjadi underscooring bila terjadi multipel injury pada regio tubuh yang sama (O’Keefe, dan Jurkovich, 2001; Becher, Meredith,dan Kilgo, 2013).
5. TRISS
Merupakan kombinasi ISS dan RTS, yang dipergunakan untuk memprediksi survival pasien. Sehingga sistem skor ini memiliki kelemahan yang sama pada ISS dan RTS (O’Keefe, dan Jurkovich, 2001).
gambar 2.5. Kisaran sk terberat (O’Keefe, dan Jur
Gambar 2.5.
skor ini antara 1-75. Dengan skala 1 trauma m n Jurkovich, 2001).
2.5. Contoh Perbedaan Penghitungan ISS vs NISS (O’Keefe, dan Jurkovich, 2001)
28
a minor dan 75
30 BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka berpikir
Trauma tumpul abdomen adalah lesi yang diakibatkan penekanan langsung pada area abdomen yang menimbulkan kerusakan organ abdomen dengan mekanisme penekanan organ abdomen dengan tulang belakang atau
teregang paling sering diakibatkan kecelakaan kendaraan bermotor, yang menyebabkan pasien membutuhkan resusitasi dan penatalaksanaan lebih lanjut di rumah sakit. Pasien yang diberikan pertolongan darurat di lokasi kejadian diberikan resusitasi cairan untuk menekan angka mortalitas pasien tersebut (National Institute for Health and Care Excellence, 2004) kemudian akan ditransportasikan ke rumah sakit Sanglah, dihitung berdasarkan waktu kurang dari 60 menit. Saat pasien diterima di IRD rumah sakit dapat dinilai skoring trauma berdasarkan NISS untuk menentukan nilai > 50 menunjukkan pasien akan berisiko mengalami mortalitas (Yose, Wiargitha, dan Mahadewa, 2015).
32
34
3.3 Hipotesa Penelitian
a. Prehospital insult merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
b. Transport time > 60 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
c. NISS > 50 merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen. d. Syok hipovolemik merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul
abdomen.
e. Koagulopati ditandai INR > 1,2 merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
f. Durasi operasi > 90 menit merupakan faktor risiko mortalitas pasien trauma tumpul abdomen.
35 4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan cohort untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang menyebabkan mortalitas pasien trauma tumpul abdomen. Penelitian dimulai dengan identifikasi kasus yaitu individu dengan trauma tumpul abdomen sebagai faktor risiko klinis. Selanjutnya dilakukan observasi data secara retrospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berperan terhadap mortalitas pasien. Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian
Hidup
Mati
Hidup
Mati Faktor Risiko
(+)
Faktor Risiko (-) Pasien trauma
36
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan melalui pengamatan rekam medis pasien di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dimulai pada Januari 2015 sampai Desember 2015.
4.3. Sumber Data 4.3.1. Populasi
a. Populasi target (target population) adalah semua pasien dengan trauma tumpul abdomen.
b. Populasi terjangkau (accessible population) adalah semua pasien dengan trauma tumpul abdomen yang diterima di RSUP Sanglah Denpasar sejak kurun waktu terhitung Januari 2015 sampai Desember 2015.
c. Sampel yang diinginkan (intended sample) adalah sampel yang dipilih dengan teknik berurutan (consecutive sampling) dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
d. Subyek yang diteliti (actual study subjects) adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.2. Kriteria Inklusi
4.3.3. Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan catatan medis tidak lengkap b. Pasien meninggal saat diresusitasi
c. Pasien disertai trauma berat organ lain selain abdomen yang dapat menyebabkan kematian
d. Pasien trauma abdomen selain trauma tumpul abdomen 4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Pasien yang berobat ke Instalasi Rawat Darurat (IRD) bedah RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi syarat sebagai sampel serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel penelitian pada penelitian ini dipilih secara berurutan (consecutive sampling) sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.3.5. Besar Sampel
Besar sampel menggunakan rumus uji hipotesa terhadap Risk Ratio (RR):
1 = 2 =
( ( ) )Zα adalah nilai baku untuk kesalahan tipe 1 (α ) sebesar 5% (1,96)
38
P2 adalah proporsi dilakukan operasi pada pasien trauma abdomen. Berdasarkan pengalaman jumlah pasien trauma abdomen yang datang dan akhirnya mengalami operasi, maka diketahui P2 sebesar 30% (0,3)
RR adalah risiko relative dari yang terpapar faktor risiko untuk terjadinya mortalitas trauma abdomen dan perlunya tindakan operasi dibandingkan yang tidak terpapar faktor risiko. Diputuskan RR = 2.
P1 adalah proporsi terjadinya trauma abdomen dan perlunya tindakan operasi pada yang terpapar faktor risiko. Diketahui dengan cara P2 x RR = 0,6.
P adalah P rata-rata, yaitu (P1 + P2)/2 = 0,45. Q adalah 1–P = 0,55
Berdasarkan rumus diatas didapatkan jumlah sampel total = 50. 4.4. Variabel Penelitian
4.4.1. Klasifikasi dan Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok variabel, yaitu:
a. Variabel bebas adalah tidak memberikan resusitasi cairan prehospital, transport time, NISS, syok hipovolemik, koagulopati, durasi operasi, dan
4.4.2. Definisi Operasional Variabel
Untuk keseragaman dan agar tidak terjadi kerancuan maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi operasional dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a. Prehospital insult adalah pasien trauma tumpul abdomen tidak diberikan resusitasi cairan berupa pemasangan akses intravena dan cairan infus sebelum pasien tersebut di transportasikan ke rumah sakit, tidak diberikan bantuan hidup dasar, tidak ditransportasikan dengan ambulans, tidak diberikan pertolongan pertama oleh pertugas kesehatan. (Pusponegoro, 2005)
b. Trauma tumpul abdomen adalah lesi yang diakibatkan penekanan langsung pada area abdomen yang menimbulkan kerusakan organ abdomen dengan mekanisme penekanan organ abdomen dengan tulang belakang atau teregang. (Whitey, dan Yancey, 2011)
c. Transport time adalah waktu yang butuhkan untuk membawa pasien trauma abdomen dari tempat kejadian menuju IRD rumah sakit > 60 menit.
40
e. NISS adalah modifikasi dari ISS dimana NISS menghitung jumlah dari kuadrat AIS tiga organ terberat tanpa memperhitungkan bagian tubuh (Chawda, Hildebrand, Pape, dan Giannoudis, 2004).
f. NISS positif menyebabkan mortalitas jika nilainya > 50.
g. Syok hipovolemik adalah kondisi pasien mengalami pendarahan berpatokan pada klinis suhu tubuh < 35°C diukur dengan termometer dan nadi > 120 kali/menit (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008). h. Koagulopati pada trauma adalah kerusakan atau gangguan pada sistem
koagulasi darah yang menyebabkan pemanjangan waktu pembekuan darah dengan INR > 1,2. Pada koagulopati akut akibat trauma, nilai INR diperiksa pada saat datang di IRD rumah sakit. (Hagemo, Christian, Stanworth, Brohi, Johanson, dan Goslings, 2015)
i. INR adalah rasio antara protrombin time (PT) dengan Mean Normal Prothrombin Time (MNPT).
j. Prothrombin time adalah waktu yang diperlukan untuk proses pembekuan darah jalur ekstrinsik.
k. Mean Normal Protrombin Time adalah nilai tengah waktu normal dari PT. l. Durasi operasi adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan
m. Jumlah darah yang hilang durante operasi adalah jumlah pendarahan selama prosedur operasi baik yang di gaas, mesin suction maupun estimasi darah yang tercecer di lantai kamar operasi.
n. Mortalitas pasien adalah kematian pasien dalam jangka waktu 5 hari setelah pasien mendapatkan penanganan surgical resuscitation (Negoi, I., Paun, S., Hostiuc, S., Stoica, B., Tanase, I., Negoi, R.N, 2015).
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: lembar pengumpul data yang digunakan untuk mengeksplorasi faktor transport time, NISS, syok hipovolemik, koagulopati, durasi operasi dan jumlah darah yang hilang durante operasi.
4.6. Prosedur Penelitian
4.6.1. Tahap Persiapan
42
4.6.2. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum pelaksanaan penelitian, etika penelitian dikonsultasikan dengan Komisi Etika Penelitian Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar guna mendapatkan surat kelaikan etika.
4.7. Alur penelitian
POPULASI TARGET : Pasien Trauma Abdomen
SAMPEL
POPULASI TERJANGKAU : Pasien Trauma Abdomen di RSUP Sanglah
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Faktor- faktor risiko : Prehospital insult
Transpor time > 60 menit NISS > 50
Syok hipovolemik Koagulopati Durasi operasi
Jumlah darah yang hilang durante operasi
ANALISA
44
4.8. Analisis Data
Analisis data pada penelitian dilakukan dalam 3 tahap : analisis univariabel, bivariabel dan multivariabel
1. Analisis univariabel, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek dan variabel penelitian. Hasil analisis univariabel ditampilkan dalam tabel distribusi tunggal. Variabel yang berskala data numerik ditampilkan menggunaka mean dan standar deviasi. Sedangkan variabel yang berskala data kategorikal ditampilkan dalam frekuensi relatif.
2. Analisis bivariabel, bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel bebas dengan satu variabel tergantung. Analisis ini dilakukan dengan cara membuat tabel silang 2 x 2. Kemudian untuk menilai hubungan, dihitung Risk Ratio (RR). Adapun interpretasi dari RR adalah, jika RR > 1, maka variabel
bebas merupakan faktor risiko terjadinya variabel tergantung. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariabel ini adalah chi square test pada batas kemaknaan 0.05. Penilaian kemaknaan menggunakan 95%CI dari RR dan nilai p.
hasil analisis bivariabel. Semua variabel, dianalisis bersama – sama dan tidak ada yang dieliminasi. Metode ini disebut sebagai metode Enter. Kemaknaan secara statistik dinilai menggunakan 95% CI dari RR dan nilai p.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ahrenholz, D.H. 2013. Temperature-Related Syndromes : Hyperthermia, Hypothermia, and Frostbite. In : Mattox, K.L., Moore, E.E., Feliciano, D.V., editors. Trauma. 7th. Ed. New York: The McGraw-Hill Companies. p. 938-1035. Anonim. 2015. Rekapitulasi Tindakan Operasi OK IRD RS Sanglah tahun 2015. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2008. Abdominal and Pelvic Trauma. In : Fildes, J., editor. Advanced Trauma Life Support. 8th. Ed. USA : American College of Surgeons Committee on Trauma. p. 111-129.
Baker SP. Advances and adventures in injury prevention. J Trauma: Injury Infect Crit Care 42:369-73, 1997.
Becher, R.D., Meredith, J.W.,dan Kilgo, P.D. 2013. Injury Severity Scoring and Outcomes Research. In : Mattox, K.L., Moore, E.E., Feliciano, D.V., editors. Trauma. 7th. Ed. New York: The McGraw-Hill Companies. p. 77- 90.
Blackwell, T.H., Kaufman, J.S. Response time effectiveness: comparison of response time and survival in an urban EMS system. Acad Emerg Med 2002;9:288-295.
Brandon, H., Holcom, J.B., dan Schreiber, M.A. 2007. Coagulopathy: Its Pathophysiology and Treatment in the Injured Patient. USA: World Journal of Surgery; 31: 1055–1064.
Cho, Y., Judson, R., Cho, K.G.Y., Santos, M., Walsh, M., Pascoe, D. 2012. Blunt Abdominal Trauma. The Royal Melbourne Hospital-Trauma Service Guidelines. Clarke, J.R., Trooskin, S.Z., Doshi, P.J. Time to laparotomy for intraabdonimal bleeding from trauma does affect survival for delays up to 90 minutes. J Trauma 2002;52:420-425.
Cowley, R.A., Hudson, F, Scanlan, E. An economical and proved helicopter program for transporting the emergency critically ill and injured patient in Maryland. J Trauma. 1973; 13:1029–38.
Cryer, H.M. 2009. Blood Transfusion and Alternate Therapies. In : Wong, J., Garden, O.J., Csendes, A., Buchler, M.W., Sarr, M.G., Bland, K.L., editors. General Surgery Principles and International Practice. 2nd. Ed. Springer-Verlag London. p. 43-53. 2011. Functional Definition and Characterisation of Acute Traumatic Coagulopathy. Critical Care Medicine; PMC; 39(12): 2652–2658.
Do, Y.K., Foo, K, Ng, Y.Y., Ong, M.E.H. a Quantile Regression Analysis of Ambulance Response Time. Prehospital Emergency Care. 2013;Early Online: 1-7.
Eldar, S., dan Charles, E.S. 2004. Hypothermia in trauma victims–friend or foe?. Ohio: Indian Journal Critical Care Medicine. Vol 8 Issue 2.
Emery, M.T. 2014. Abdominal Trauma. In : Sherman, S.C., Weber, J.M., Patwari, R.G., Schindlbek, M.A., editors. Clinical Emergency Medicine. New York: The McGraw-Hill Companies. p. 381-386.
Esposito, T.J., Brasel, K.J. 2013. Epidemiology. In : Mattox, K.L., Moore, E.E., Feliciano, D.V., editors. Trauma. 7th. Ed. New York: The McGraw-Hill Companies. p. 18-35.
48
Germanos, S., Gourgiotis, S., Villias, C., Bertucci, M., Dimopoulos, N., Salemis, N. Damage control surgery in the abdomen: An approach for the management of severe injured patients. International Journal of Surgery (2008) 6, 246-252.
Hagemo, J.S., Christian, S.C., Stanworth, S.J., Brohi, K., Johanson, P.I., Goslings, J.C., Naess, P.A., dan Gaarder, C. 2015. Detection of Acute Traumatic Coagulopathy and Massive Transfusion Requirements by Means of Rotational Thromboelastometry: an International Prospective Validation Study. Norwegia: BioMed Central. Critical Care 19;97.
Hemmila, M.R., Wahl, W.L. 2010. Management of the Injured Patient. In : Doherty, G.M., contributor and editor. Current Diagnosis & Treatment : Surgery. 13th. Ed. New York: McGraw-Hill. Chapter : 9.
John, R.H., Brohi, K., Dutton, R.P., Hauser, C.J., Holcomb, J.B., Kluger, Y., Jones, K.M., Parr, M.J., Rizoli, S.B., Yukioka, T., Hoyt, D.B., dan Bouillon, B. 2008. The Coagulopathy of Trauma: A Review of Mechanisms. Lippincott Williams and Wilkins: The Journal of Trauma, Injury, Infection and Critical Care. p 748-754.
Kashuk. 2008. Postinjury Life Threatening Coagulopathy: Is 1:1 Fresh Frozen Plasma: Packed Red Blood Cells the Answer? Volume 65:261-271. The Journal of TRAUMA® Injury, Infection, and Critical Care. [cited 2015 Jan. 5]. Available from :www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18695460.
Keel, M., Labler, L., Trentz, O. “Damage Control” in Severely Injured Patients Why, When, and How? Eur J Trau ma 2005;31:212–21.
Kobayashi, L, Coimbra, R, Hoyt, D. 2015. Trauma and the Injured Patient. In : Cuschieri, A., Hanna, G. B., editors. Essential Surgical Practice : Higher Surgical Training in General Surgery. 5th. Ed. Florida: CRC Press Taylor & Francis Group. p. 301-305.
Kozek-Langenecker, S.A., Afshari, A., Albaladejo, P., Santullano, C.A.A., Robertis, E., Filipescu, D.C., et al. Management of severe perioperative bleeding Guidelines from the European Society of Anaesthesiology. Eur J Anaesthesiol 2013; 30:270–382.
Lerner E.B., Moscati, R. M. The Golden Hour : Scientific Fact or Medical “Urban Legend”? Academic Emergency Medicine. 2001;8:758-760.
Mac Kinnon D. 2012. Trauma Resuscitation. In : Hans, L., Mawji, Y., editors. The ABC’s of Emergency Medicine. 12 th. Ed. Toronto. p. 206-211.
Markum, A.H. 2002. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 30-33.
National Institute for Health and Care Excellence. 2004. Pre-hospital initiation of fluid replacement therapy in trauma. [cited 2016 Feb. 23] Available from : https://www.nice.org.uk/guidance/ta74.
Negoi, I., Paun, S., Hostiuc, S., Stoica, B., Tanase, I., Negoi, R.N. Mortality after acute trauma: Progressive decreasing rather than a trimodal distribution. Journal of Acute Disease 2015; 4(3): 205–209.
O’Keefe, G, Jurkovich, G.J. 2001. Measurement of Injury Severity and Co-Morbidity. In : Injury Control. Rivara FP, Cummings P, Koepsell TD, Grossman DC, Maier RV (eds). Cambridge University Press.
Peleg K, Pliskin JS. A geographic information system simulation model of EMS: reducing ambulance response time. Am J Emerg Med. 2004;22:164–70.
Peitzman, A. B., Piper, G.L. 2014. Blunt Abdominal Trauma. In : Cameron, J. L., Cameron, A. M., editors. Current Surgical Therapy. 11th. Ed. New York : Saunders Elsevier Company. p. 918-1057.
Pons, P.T., Haukoos, J.S., Bludworth, W. Paramedic response time: does it affect patient survival? Acad Emerg Med 2005;12:594-600.
Pons, P.T., Markovchick, V.J. Eight minutes or less: does the ambulance response time guideline impact trauma patient outcome? J Emerg Med. 2002;23:43–8. Pusponegoro, A., Pitt, E. Prehospital care in Indonesia. Emerg Med J 2005;22:144–147
Reiff, D.A., Rue III, L.W. 2009. Initial Evaluation of The Trauma Patient. In : Wong, J., Garden, O.J., Csendes, A., Buchler, M.W., Sarr, M.G., Bland, K.L., editors. General Surgery Principles and International Practice. 2nd. Ed. Springer-Verlag London. p. 75-86.
50
Spahn, D.R., Bouillon, B., Cerny, V., Coats, T.J., Duranteau, J., Fernández-Mondéjar, E, dkk. Management of bleeding and coagulopathy following major trauma: an updated European guideline. Critical Care 2013, 17:R76.
Staf Direktur Jenderal Perhubungan Darat. 2014. Perhubungan Darat dalam Angka 2013. [Diakses 15 Desember 2015]. Diunduh dari :
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad= rja&uact=8&ved=0ahUKEwit1POU7tzJAhWJGY4KHVTkCc0QFggnMAI&url= http%3A%2F%2Fhubdat.dephub.go.id%2Fdata-a-informasi%2Fpdda%2Ftahun-2014%2Fdownload&usg=AFQjCNGqY23kMVkAqpP8ACcTzNDNuggoIg
Thorsen, K., Ringdal, K.G., Strand, K., Soreide, E., Hagemo, J., dan Soreide, K. 2011. Clinical and cellular effects of hypothermia, acidosis and coagulopathy in major injury. Wiley Online Library; 98:894-907.
Tieu, B.H., Holcom, J.B., dan Schreiber, M.A. 2007. Coagulopathy: Its Pathophysiology and Treatment in the Injured Patient. USA: World Journal of Surgery; 31: 1055–1064.
Tohira, H., Jacobs, I., Mountain, D., Gibson., dan Yeo, A. Systematic review of predictive performance of injury severity scoring tools Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 2012, 20:63.
White, M., Yancey, A.H. 2011. Abdominal Trauma. [serial online]. [Diakses 15
Desember 2015]. Diunduh dari : URL :
http://www.learningace.com/doc/2739018/3acd32e1eb55b158a0ca84aa051a79d7/ phtls-7th-edition-pretest-ver-1-3-jan-2011. p236
Widodo, S.K., Budha, K. Pemakaian Sistem Skor untuk Mengukur Angka Kelangsungan Hidup Pasien Trauma Multipel di Rumah Sakit Sanglah Denpasar [Tesis]. Udayana Press; 2002.
LAMPIRAN 1.
Lembaran Pengumpulan Data
No. Sampel :
FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI MORTALITAS PASIEN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI RUMAH SAKIT SANGLAH PERIODE TAHUN 2015
Nama : MRS :
No CM : OK :
Jenis kelamin : KRS :
LAMPIRAN 2.
Skor AIS sebagai dasar ar penghitungan skor NISS Regio Abdomen
LAMPIRAN 3.
60
LAMPIRAN 4.