• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI

NIM. 1102105020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI

NIM. 1102105020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ni Kadek Dwi Mas Pujastuti

NIM : 1102105020

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI NIM. 1102105020

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

PERBEDAAN KOMPRES HANGAT JAHE DAN BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI EKSTRIMITAS BAWAH

PADA LANSIA DENGAN RHEUMATOID ATHRITIS

STUDI DILAKUKAN DI BANJAR ABASAN SINGAPADU TENGAH

OLEH :

NI KADEK DWI MAS PUJASTUTI NIM. 1102105020

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : KAMIS

TANGGAL : 11 JUNI 2015

TIM PENGUJI :

1. I Made Mertha, S.Kp, M.Kep (Ketua) …….... 2. Ns. Dewa Ayu Ari Rama Dewi,S.Kep (Sekretaris) .……... 3. Ns. Putu Oka Yuli Nurhesti, S.Kep, M.M, M.Kep (Pembahas) ………

MENGETAHUI:

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terimakasih penulis berikan kepada : memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Ns. I Dewa Ayu Ari Rama Dewi, S. Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

5. Dr. I.B Ketut Sugamiya, selaku Kepala Puskesmas Sukawati II beserta seluruh staf yang telah membantu selama penelitian di Banjar Abasan Singapadu Tengah sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 6. Kedua orang tua dan keluarga atas segala bantuan materi dan dukungan

baik moral maupun spiritual.

(7)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang membangun.

Akhirnya, semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015

(8)

ABSTRAK

(1) Dwi Mas Pujastuti, Ni Kadek. Mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. (2) I Made Mertha, S.Kp, M.Kep. Poltekkes Denpasar. (3) Ns. Dewa Ayu Ari Rama Dewi, S.Kep. RSUP Sanglah.2015. Perbedaan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage Terhadap Penurunan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Pada Lansia dengan Rheumatoid Athritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

(9)

ABSTRACT Rheumatoid Athritis in Banjar Abasan Singapadu Tengah.

Rheumatoid arthritis is a musculoskeletal disease often attack the small joints in elderly and causes lower extremities pain. The complementary medicine that can reduce the pain scale of rheumatoid arthritis is warm ginger compress and back massage. The aim of this study was to determine the difference of warm ginger compress and back massage to reduce the lower extremities pain in elderly with rheumatoid. This was a quasi-experimental design study (two-group pre-post). There were 30 samples devided into two groups, warm ginger compress and back massage. Data was collected with NRS which consist 0-10. Both of this therapy are given every two days for two weeks with 10 minutes for duration. The result of Wilcoxon Rank Test for within group warm ginger compress and back massage indicated that there was respondents says that warm ginger compress is more effective than back massage showed by the cost, time and experience during intervention. Based on this study, it is recommended to apply warm ginger compress to reduce the lower extremities pain scale in elderly with rheumatoid arthritis.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……….. iii

PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN ………... iv

KATA PENGANTAR ……… v

2.1.3 Perubahan Pada Lansia……….. 11

2.2 Rheumatoid Athritis ………... 14

2.2.1 Definisi Rheumatoid Athritis………. 14

2.2.2 Penyebab Rheumatoid Athritis ……….. 14

2.2.3 Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis ……… 15

2.2.4 Patofisiologi Rheumatoid Athritis ……….. 15

2.2.5 Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis ……… 16

2.3 Nyeri Rheumatoid Athritis………...…… 17

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 17

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 18

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis………… 18

2.3.4 Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis……… 19

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis………... 20

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis……….. 21

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis………. 22

(11)

2.3.9 Back Massage………. 26

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri………. 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1Kerangka Konsep ………..…………. 31

3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……..………... 32

3.2.1 Variabel Penelitian………. 33

3.2.2 Definisi Operasional Variabel……….. 33

3.3Hipotesis ………..………... 34

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ……….. 35

4.2 Kerangka Kerja ……….. 36

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 37

4.3.1 Tempat Penelitian……….. 37

4.3.2 Waktu Penelitian……… 37

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ……….. 37

4.4.1 Populasi Penelitian……… 37

4.4.2 Sampel Penelitian………. 37

4.4.3 Teknik Sampling……… 39

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ………... 39

4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan...……….. 39

4.5.2 Cara Pengumpulan Data……… 40

4.5.3 Instrument Pengumpulan Data……… 42

4.5.4 Etika Penelitian………..……… 43

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ………... 45

4.6.1 Pengolahan Data……… 45

4.6.2 Analisa Data………... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……….. 48

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian………. 48

5.1.2 Karakteristik Responden……….. 50

5.1.3 Hasil Pengamatan terhadap Subyek Penelitian sesuai Variabel Penelitian……….. 52

5.1.4 Hasil Analisa Data……… 56

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian……….. 59

5.2.1 Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Sebelum dan Setelah Diberikan Kompres Hangat Jahe……… 59

5.2.2 Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah Sebelum dan Setelah Diberikan Back Massage……… 61

5.2.3 Perbedaan Skala Nyeri Ekstrimitas Bawah pada Kelompok yang Diberikan Kompres Hangat Jahe dan Back Massage…... 63

(12)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan……….. 66

6.2 Saran……… 67

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Definisi Operasional Variabel ………... 30 Tabel 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin………... 50 Tabel 3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur……….... 51 Tabel 4 Distribusi frekuensi kelompok yang diberikan kompres hangat jahe dan back massage……… 51 Tabel 5 Deskripsi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan

kompres hangat Jahe dan back massage... 52 Tabel 6 Deskripsi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan

kompres hangat jahe dan back massage……… 53 Tabel 7 Deskripsi penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada masing

-masing kelompok………. 53 Tabel 8 Persepsi biaya yang dibutuhkan untuk intervensi kompres hangat

jahe dan back massage……… 54 Tabel 9 Persepsi waktu yang dibutuhkan selama pemberian intervensi…….. 55 Tabel 10 Persepsi tingkat kenyamanan setelah diberikan intervensi……... 55

Tabel 11 Uji Wilcoxon pada kelompok yang diberikan kompres hangat

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skala Nyeri Numerik ………... 20

Gambar 2 Kerangka Konsep ……… 28

Gambar 3 Desain Penelitian ……….... 32

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Lampiran 2: Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 3: Penjelasan Penelitian

Lampiran 4: Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5: Panduan Pelaksanaan Kompres Hangat Jahe Lampiran 6: Panduan Pelaksanaan Back Massage

Lampiran 7: Pedoman Wawancara Skala Numerik Lampiran 8: Master Data

Lampiran 9: Uji Analisis

Lampiran 10: Persepsi Responden Berdasarkan Biaya, Waktu dan Tingkat Kenyamanan

Lampiran 11: Dokumentasi Penelitian

Lampiran 12: Surat Permohonan Ijin Melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 13: Surat Ijin Penelitian

(16)

DAFTAR SINGKATAN

LANSIA : Lanjut Usia

RA : Rheumatoid Athritis

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa KOMNAS : Komisi Nasional

TENS : Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation DMARD : Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs NRS : Numeric Rating Scale

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok usia 60 tahun ke atas dan mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (Notoatmodjo, 2007). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Lansia memiliki karakterisitik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, memiliki kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikospiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif dan lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, dkk , 2008).

(18)

2

Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansianya lebih dari 7%. Dari seluruh provinsi di Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih dari 7 persen yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur (Effendi & Makhfudli, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), pada tahun 2010 jumlah lansia di Bali sekitar 360.300 jiwa (9,25%) dari total penduduk Bali. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 371.000 jiwa pada akhir tahun 2011 dan hampir 400.000 jiwa pada akhir tahun 2013. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari sembilan Kabupaten/Kota di Bali, terletak di sebelah timur Kota Denpasar dengan jumlah penduduk 365.032 orang dan jumlah lansia 49.172 orang.

(19)

3

terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), yang merupakan penyebab disabilitas pada lansia (Depkes RI, 2008).

Rheumatoid Athritis (RA) adalah salah satu permasalahan sendi yang sering dikeluhkan lansia dan merupakan penyakit sistemik autoimun disertai dengan kerusakan membran sinovial yang melapisi sendi dan digolongkan sebagai penyakit inflamasi kronis (Kennedy, 2008). RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung (Corwin, 2009). Penyakit ini lebih banyak menyerang perempuan daripada laki-laki (Depkes RI, 2006). Penyakit ini pada umumnya mulai timbul usia antara 35 dan 40 tahun (Leveno, 2009).

(20)

4

RA merupakan penyakit sendi yang paling sering menyerang persendian-persendian kecil. Berdasarkan penelitian, 90% keluhan utamanya adalah di sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri merupakan sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan serta dapat mengubah gaya hidup dan kesejahteraan psikologi individu (Asmadi, 2008). Sifat nyeri yang tidak menyenangkan menyebabkan lansia merasa tidak nyaman dan kemudian harus melawan rasa tidak nyaman tersebut atau menyerah dan menarik diri dari masyarakat (Potter & Perry, 2005).

(21)

5

Teknik non farmakologis yang dapat diberikan kepada pasien lansia dengan RA adalah dengan stimulasi kutaneus seperti kompres dan massage (Nursing Intervention Classification, 2004).

Terapi panas dengan teknik kompres hangat adalah suatu terapi yang dapat meningkatkan aliran darah dan meringankan rasa sakit dan kekakuan sendi (NiHSeniorHealt, 2014). Kompres hangat seringkali di kombinasikan dengan rempah-rempah. Salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe. Secara historis jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasai gejala mual karena kemoterapi dan kehamilan, nyeri rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014),

dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri

Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar

tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh terhadap

penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid denganρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

(22)

6

memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati, 2006). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011) dengan judul “Pengaruh Terapi Back

Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas

Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil terdapat pengaruh pemberian back

massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia di wilayah Pustu Karang Asem dengan ρvalue = 0,003 (ρ < 0,05).

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas Sukawati II-Gianyar pada tanggal 13 Oktober 2014, didapatkan bahwa RA merupakan jenis penyakit yang banyak dialami lansia di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II. Puskesmas Sukawati II merupakan UPT Kesmas dengan kasus lansia RA terbesar di Kabupaten Gianyar dengan jumlah penderita sebanyak 146 orang lansia. Kejadian lansia dengan RA terbanyak terjadi di Banjar Abasan Singapadu Tengah dengan jumlah penderita 40 orang lansia. Petugas puskesmas mengatakan sebagian besar lansia mengalami nyeri RA di daerah ekstrimitas bawah yaitu bagian lutut ke bawah, petugas juga menjelaskan bahwa sebelumnya belum pernah dilakukan kegiatan ataupun penelitian tentang cara menghilangkan nyeri RA yang diderita lansia selama ini.

(23)

7

non farmakologi yang sudah terbukti dapat menurunkan nyeri pada lansia dengan rheumatoid arthritis, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan

Singapadu Tengah”

1.2 Rumusan Masalah

Adakah perbedaan kompres hangat jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan kompres hangat rebusan jahe dan back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan kompres hangat jahe pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

(24)

8

Tengah.

c. Menganalisis pengaruh kompres hangat jahe terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

d. Mengidentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah sebelum diberikan back massage pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. e. Mengdentifikasi skala nyeri ekstrimitas bawah setelah diberikan back massage

pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah. f. Menganalisis pengaruh back massage terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas

bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

g. Menganalisis perbedaan kelompok intervensi 1 dan intervensi 2 terhadap penurunan skala nyeri ekstrimitas bawah pada lansia dengan rheumatoid arthritis di Banjar Abasan Singapadu Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktis

(25)

9

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada pasien dan keluarga bahwa ada intervensi alternatif yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan nyeri rheumatoid arthritis dengan kompres hangat jahe dan back massage.

1.4.2 Teoritis

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur hidup manusia (Maryam, 2008). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia, dikatakan bahwa lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun ke atas. Secara umum proses menjadi lansia didefinisikan sebagai perubahan yang terkait dengan waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menimbulkan menurunnya kemampuan lansia dalam beradaptasi dengan lingkungannya (Nugroho, 2008).

2.1.2 Batasan Umur Lansia

(27)

11

(prasenium) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut (senium) usia 65 tahun ke atas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Maryam, 2008).

2.1.3 Perubahan pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan mental, psikososial dan perubahan fisik (Hutapea, 2005).

1) Perubahan mental

Perubahan mental pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan. Perubahan mental yang terjadi pada lansia berupa munculnya sifat egosentrik dan tamak apabila memiliki sesuatu. Lansia cenderung tetap ingin mendapat peran di masyarakat dan apabila nanti meninggal, lansia ingin mencapai sorga (Nugroho, 2008).

2) Perubahan sosial

(28)

12

perubahan aspek kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat dan perubahan minat dan penurunan fungsi.

3) Perubahan fisik

a. Terjadinya perubahan pada sistem indera, dimana lensa mata lansia mulai kehilangan elastisitas dan menjadi kaku, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem pendengaran, mulai terjadi gangguan pada pendengaran (Nugroho, 2008).

b. Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat (Hutapea, 2005).

c. Perubahan pada sistem kardiovaskuler masa jantung mulai bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat, konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun (Azizah, 2011).

d. Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh lansia menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit (Hutapea, 2005).

e. Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus serta terjadinya atrofi payudara pada wanita. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur (Azizah, 2011).

(29)

13

berkurang, reaksi menjadi lambat, fungsi mental menurun serta ingatan visual berkurang (Hutapea, 2005).

g. Perubahan pada sistem perkemihan, pola berkemih menjadi tidak normal seperti banyak berkemih di malam hari sehingga mengharuskan lansia pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan kejadian inkontinensia urine meningkat pada lansia (Azizah, 2011).

h. Terjadi perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun (Hutapea, 2005).

(30)

14

2.2 Rheumatoid Athritis

2.2.1 Definisi Rheumatoid Athritis

Rheumatoid Athritis (RA) adalah penyakit multisistem kronik yang ditandai oleh beragam manifestasi klinis dengan awitan penyakit umumnya pada usia antara 35 dan 40 tahun. Gambaran utama adalah sinovitis inflamatorik yang biasanya mengenai sendi (Leveno, 2009).RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung dimana membran sinovial mengalami kerusakan (Corwin, 2009).

2.2.2 Penyebab Rheumatoid Athritis

Menurut John & Johnson (2007), penyebab pasti dari RA masih belum diketahui meskipun terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang mengalami penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut ;

1. Genetik

RA dapat terjadi karena memiliki keturunan penyakit ini dalam keluarga. Namun adanya keturunan RA dalam keluarga tidak akan meningkatkan resiko pada anak-anak.

2. Infeksi

(31)

15

3. Lingkungan

Beberapa studi menemukan bahwa perokok berat dan orang yang terpapar asap rokok lebih mudah terkena RA daripada orang yang bukan perokok. RA juga diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi yang bereaksi terhadap kolagen tipe 11 dari tulang rawan sendi pasien(Sudoyo, 2007).

2.2.3 Manifestasi Klinis Rheumatoid Athritis

RA merupakan suatu penyakit yang memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh RA adalah perasaan lelah, anoreksia, berat badan menurun, demam, poliatritis simetris yang terjadi biasanya pada sendi perifer, kekakuan sendi pada pagi hari, peradangan sendi kronik yang menyebabkan terjadinya erosi di tepi tulang, deformitas sendi, terdapatnya nodul-nodul rematoid yang sering berlokasi di sendi siku dan terjadinya manifestasi ekstra-artikular dimana RA tidak hanya menyerang sendi namun dapat menyerang organ lainnya seperti jantung yang akan mengakibatkan terjadinya perikarditis (Price & Wilson, 2005). Berdasarkan penelitian, 90% lansia mengeluhkan nyeri di sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki (Turana, 2005). Pasien RA umumnya merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006).

2.2.4 Patofisiologi Rheumatoid Athritis

(32)

16

menginfeksi sendi. Meskipun IgG yang memperantarai respon imun awal berhasil menghancurkan mikroorganisme, namun tubuh cenderung membentuk antibodi lain yaitu IgM atau IgG. Antibodi tersebut menetap di kapsul sendi sehingga akan menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan pada sendi (Corwin, 2009).

Inflamasi awal mengenai sendi sinovial dan kemudian menjadi menebal pada sendi atrikular kartilago. Penebalan tersebut akan menyebabkan granulasi pada persendian yang disebut dengan pannus yang apabila panus ini menyebar akan menyebabkan terjadinya nekrotik pada sendi. Proses inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada sendi dan akan menimbulkan nyeri yang hebat serta deformitas (Suratun, Heryati, Manurung, Raenah, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan Rheumatoid Athritis

(33)

17

Selain dapat menurunkan nyeri RA, terapi farmakologis ini juga dapat menimbulkan berbagai macam keluhan lain seperti peradangan pada daerah abdomen, perdarahan dan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh efek samping dari NSAID yang memblok prostaglandin secara keseluruhan (WebMD, 2014). Menurut hasil penelitian penggunaan terapi non farmakologis pada pasien RA dapat memblok dan menurunkan impuls nyeri dan digunakan sebagai pertolongan pertama ketika nyeri RA menyerang serta terapi non farmakologis seperti kompres panas/ dingin dan masase dapat meningkatkan aliran darah dan mampu meredakan sensasi nyeri (Tamsuri, 2006).

2.3 Nyeri Pada Rheumatoid Athritis

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Athritis

(34)

18

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Berman, Snyder, Kozier, Erb (2009), penyebab terjadinya nyeri secara umum adalah adanya trauma mekanik, trauma termal, trauma kimiawi, trauma elektrik, neoplasma, peradangan dan faktor psikologis. Nyeri pada RA disebabkan oleh proses peradangan (inflamasi) pada membran sinovial yang terjadi akibat proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi dan akan memecahkan kolagen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri (Jenkins, 2011).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis

(35)

19

pasien RA adalah usia dan jenis kelamin. Insiden RA meningkat pada usia 40 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita (Price & Wilson, 2005).

2.3.4. Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Fisiologi dari setiap nyeri yang dirasakan pasien adalah sama. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer (Corwin, 2009).

Menurut Potter & Perry (2005), berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor cutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.

a. Reseptor A-δ (A-δ fiber)

(36)

20

b. Serabut C (C fiber)

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

c. Reseptor visceral

Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Mutaqqin (2008), karakteristik nyeri RA dapat dikaji menggunakan PQRST yang terdiri dari :

1. Provoking Incident (faktor penyebab nyeri).

(37)

21

2. Quality and Quantity of Pain (kualitas dan kuantitas nyeri).

Nyeri yang dirasakan oleh pasien RA adalah nyeri dengan rasa terbakar di bagian sendi yang mengalami pembengkakan, nyeri akan berkurang ketika sendi yang mengalami pembengkakan diistirahatkan (Dewi, 2009).

3. Region

Nyeri RA biasanya terjadi di daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki (Buffer, 2010).

4. Severuty (Scale) of Pain

Nyeri yang dialami oleh pasien RA didapatkan skala nyeri rata-rata enam mengindikasikan nyeri sedang (Dewi, 2009).

5. Time

Nyeri pada pasien RA digolongkan menjadi nyeri kronis non malignant yang mengindikasikan nyeri tidak bersifat responsif terhadap metode-metode pembebasan nyeri (Prasetyo, 2010). Pada umumnya, pasien dengan RA akan merasakan nyeri paling berat terjadi pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri RA juga akan dirasakan lebih berat saat pasien dalam posisi duduk atau berbaring dalam jangka waktu yang lama (Jenkins, 2011).

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis

(38)

22

(Potter & Perry, 2005). Menurut Datak (2008), pengukuran skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik (Numeric Rating Sace/NRS) merupakan skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. NRS merupakan skala nyeri yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik. NRS digunakan untuk mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi teraupetik. NRS mudah digunakan dan didokumentasikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 1. Skala Nyeri Numerik (Sumber : http://www.painedu.org)

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis

(39)

23

1. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan stimulasi kutaneus yang menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar dan efektif untuk mengontrol nyeri pasca bedah serta mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).

2. Masase

Masase merupakan teknik relaksasi dengan usapan perlahan menggunakan lotion dan dapat memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah local sehingga mampu menurunkan nyeri pada pasien RA (Kusyati, 2006).

3. Kompres panas/dingin

Kompres panas/ dingin dapat melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan (Alimul, 2008).

4. Distraksi

Distraksi merupakan suatu suatu tindakan pengalihan nyeri dengan memberikan stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endorphin (Potter & Perry, 2005).

5. Aktifitas

(40)

24

6. Splinting

Splinting merupakan sebuah terapi okupasional yang bermanfaat dalam menurunkan nyeri pada sendi ketika beraktifitas (Jenkins, 2011).

7. Obat Farmakologis

Analgesik merupakan pengobatan yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Terdapat tiga jenis analgesik yaitu Non- narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), analgesic narkotik atau opiat dan obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik (Potter & Perry, 2005).

8. Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan apabila pasien RA mengalami nyeri yang menetap dan dapat mencegah pergeseran sendi (Jenkins, 2011).

2.3.8 Kompres hangat jahe

(41)

25

dengan rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe.

Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati sakit perut, mual, dan diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pascaoperasi mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid arthritis, osteoarthritis dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang menghambat produksi PGE2, leukotrien dan TNF- pada sinoviosit dan sendi manusia (NCCAM, 2006).

Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersihkan dan ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan. Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri. Kompres hangat jahe dilakukan selama 10-15 menit. Menurut Utami (2005), kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa pedas dan panas, berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik. Komponen utama dari jahe adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009).

(42)

26

A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan deta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak dihambat (Potter & Perry, 2005).

2.3.9 Back massage

(43)

27

terapeutik yang lain dari termasuk mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis pasien (Kusyati, 2006).

Back massage dilakukan sekitar 10 menit untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi keluhan nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut Wijanarko & Riyadi (2010), posisi seseorang saat akan diberikan back massage hendaknya dalam posisi yang rileks agar bagian yang akan di massage tidak mengalami ketegangan. Posisi yang dianjurkan adalah posisi tidur telungkup dan duduk. Posisi tidur telungkup yang baik adalah kedua lengan lurus ke bawah di samping badan, kepala dipalingkan ke samping dan diletakkan diatas bantal yang tidak terlalu tinggi atau bila tidak ada bantal, dapat melibatkan kedua tangan yang diletakkan di bawah dagu. Lengan diletakkan di samping badan, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Untuk posisi duduk, punggung diposisikan tegak. Kaki, tangan, leher dan kepala dalam keadaan rileks srta tidak ada bagian tubuh yang kontraksi.

(44)

28

beberapa bagian kulit dengan menggunakan ujung jari (Anastasia, 2009). Tindakan ini dilakukan secara ringan dan berirama serta bertujuan untuk memperlancar penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah bening (Sinclair, 2006). Friction merupakan gerakan memberi tekanan pada kulit untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan kerut dan memperkuat otot kulit (Bain, 2006). Gerakan terakhir adalah tapotement yang merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat menggunakan bagian samping tangan atau ujung jari. Khasiat gerakan Tapotement yaitu menyegarkan otot-otot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut (Potter &Perry, 2005).

2.4 Pengaruh Kompres Hangat Jahe dan Back Massage dalam Menurunkan Skala Nyeri

(45)

29

Terapi non farmakologis yang dapat diberikan pada pasien RA adalah stimulasi kutaneus seperti kompres hangat jahe dan back massage.

Kompres hangat jahe merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien RA (Utami, 2005). Kompres hangat jahe bekerja dalam memvasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan suplai darah dan oksigen ke area nyeri (Kusmiati, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2014), dengan judul ”Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu

Batu Sangkar tahun 2014” disimpulkan bahwa kompres hangat jahe berpengaruh

terhadap penurunan skala nyeri artritis rhematoid yang dapat dilanjutkan sebagai intervensi mandiri oleh penderita artritis rhematoid denganρvalue = 0,000 (ρ < 0,05).

Back massage adalah salah satu tehnik memberikan masase pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kusyati, 2006). Back masase bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorphin sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristanto dan Maliya (2011)

dengan judul “Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik

Pada Lansia Di Wilayah Puskesmas Pembantu Karang Asem” didapatkan hasil

(46)

30

Gambar

Gambar 1. Skala Nyeri Numerik (Sumber : http://www.painedu.org)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Menganalisa Perbandingan Efektivitas Kompres minyak jahe dan kompres minyak cengkeh terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Berdasarkan Hasil Penelitian ada pengaruh intensitas nyeri lansia yang mengalami nyeri sendi gout arthritis sebelum diberikan terapi kompres daun seledri dengan

Stimulasi kulit dengan teknik kompres hangat dan kompres dingin merupakan pengendalian nyeri non-farmakologi yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam

Dengan menggunakan uji Mann-Whitney U mengenai perbedaan antara relaksasi dan kompres dalam menurunkan skala nyeri menunjukkan hasil yang signifikasi, yakni 5% α

Penelitian setema yang dilakukan oleh Hendayani 2018 dengan judul “Pengaruh kompres jahe merah terhadap rasa nyeri pada penderita Rheumatoid Artritis” mengungkapkan bahwa

Dengan adanya pengaruh kompres air hangat terhadap penurunan intensitas nyeri artritis rheumatoid pada lanjut usia, maka terapi kompres air hangat ini dapat diterapkan atau

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan pemberian kompres hangat dan aromateraphy terhadap penurunan nyeri

mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 15 orang (100%). 2) Skala nyeri pada lansia sesudah terapi kompres hangat sebagian besar responden mengalami nyeri sedang yaitu