GAMBARAN PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS PASIEN
KANKER SERVIKS DENGAN KEMOTERAPI
DI RSUD Dr. MOEWARDI
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
Noviana Ayu Ardika
J.210.131.013
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NASKAH PUBILKASI
GAMBARAN PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS PASIEN KANKER SERVIKS DENGAN KEMOTERAPI
DI RSUD Dr. MOEWARDI
Noviana Ayu Ardika1, Winarsih Nur Ambarwati2, Dian Hudiyawati3
Abstrak
Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker yang paling banyak dilakukan. Komplikasi kemoterapi juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan, meningkatkan stres dan mempengaruhi kualitas hidup klien. Menurut data di bagian rekam medik RSUD Dr. Moewardi tiga tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah pasien kanker serviks dengan kemoterapi. Pada tahun 2014 dari bulan Januari-April didapatkan 1.757 kasus kanker serviks dengan kemoterapi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran perubahan fisik dan psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi. Metode penelitian yang digunakan deskriptif kuantitatif desaign dengan pendekatan cross-sectional dan teknik pengambilan sampel accidental sampling. Penelitian ini didapatkan 42 responden, instrumen menggunakan kuesioner berdasarkan tinjauan teori. Menggunakan analisa univariat yang dibantu program SPSS 17 for windows. Hasil penelitian efek fisik pasien kanker serviks dengan kemoterapi adalah kelelahan, pusing, hilang nafsu makan, mual/muntah dan sembelit 100%, rambut rontok 95%, susah tertidur 93%, bibir kering 83%, susah menahan kencing 50%, sulit menelan 47%, mati rasa/kesemutan dan nyeri pada otot tangan/kaki 38%, sariawan 29%, diare 24%, gangguan mentrurasi 21%, tangan/kaki bengkak 12%. Efek psikologis pada pasien kanker serviks dengan kemoterapi sering marah 100%, kecemasan 97%, merasa menjadi beban keluarga 90%, stress 85%, tidak percaya diri 31%, sulit mengingat 2%. Kesimpulan efek fisik yang paling sering dialami adalah kelelahan, pusing, hilang nafsu makan, mual/muntah dan sembelit 100%. Efek psikologis yang paling sering dialami responden adalah sering marah 100% dan cemas 97%.
OVERVIEW OF CHANGES IN PHYSICAL AND PSYCHOLOGICAL PATIENT WITH CERVICAL CANCER CHEMOTHERAPY
IN Hospital Dr. Moewardi
Noviana Ayu Ardika1, Winarsih Nur Ambarwati2, Dian Hudiyawati3
Abstract
Chemotherapy is a cancer treatment method that is most widely performed. Complications of chemotherapy can also cause discomfort, increases stress and affects the quality of life of clients. According to data in the medical record Hospital Dr. Moewardi last three years an increase in the number of cervical cancer patients with chemotherapy. In 2014 than in January-April 1757 found cases of cervical cancer with chemotherapy. Purpose of this study to describe the physical and psychological changes in cervical cancer patients with chemotherapy in Hospital Dr. Moewardi. The method used descriptive quantitative desaign with cross-sectional approach and the sampling technique accidental sampling. This study obtained 42 respondents, the instrument uses a questionnaire based on the theory. Using univariate analysis were assisted SPSS 17 for windows. Results of the study the physical effects of cervical cancer patients with chemotherapy are fatigue, dizziness, loss of appetite, nausea / vomiting and constipation 100%, 95% hair loss, difficulty falling asleep 93%, 83% dry mouth, difficulty holding urine of 50%, difficulty swallowing 47 %, numbness / tingling, and pain in the muscles of the hands / feet 38%, 29% thrush, diarrhea 24%, 21% mentrurasi disorders, hand / foot swelling 12%. Psychological effect on cervical cancer patients with chemotherapy often angry 100%, 97% anxiety, feeling a burden on the family 90%, 85% stress, lack confidence 31%, it is difficult to remember 2%. Conclusions physical effects most commonly experienced are fatigue, dizziness, loss of appetite, nausea / vomiting and constipation 100%. The most frequent psychological effects experienced by respondents are
often angry 100% and 97% anxiety.
PENDAHULUAN
K anker serviks disebabkan oleh infeksi virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam waktu
yang lama. Jika kekebalan tubuh
berkurang, maka infeksi ini bisa
mengganas dan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker serviks mempunyai insiden yang tinggi dinegara-negara yang sedang berkembang yaitu menempati urutan pertama, sedang di Negara maju menempati urutan ke-10, atau secara
keseluruhan menempati urutan ke-5
(Rasjidi,2008).
WHO memperkirakan lebih dari setengah juta wanita meninggal karena
kanker serviks tiap tahunnya dan
sekitar 174.000 terjadi di Asia Tenggara. Indonesia yang memiliki penduduk 240 juta dengan 70% penduduknya hidup di pedesaan serta proporsi wanita setengah dari penduduk dengan dua per tiganya berada pada usia reproduksi. Kematian ibu di Indonesia 4 kali lebih tinggi dibanding negara berkembang lainnya. Setiap tahun di Indonesia lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8.000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian (Withers, Kano, & Pinatih, 2010).
Kemoterapi merupakan cara
pengobatan kanker yang paling banyak dilakukan. Komplikasi kemoterapi juga
dapat menimbulkan ketidaknyamanan,
meningkatkan stres dan mempengaruhi kualitas hidup klien. Dengan kata lain tindakan kemoterapi secara signifikan berdampak atau mempengaruhi kualitas hidup dari klien kanker di antaranya kesehatan fisik, psikologis, spiritual, status ekonomi dan dinamika keluarga (Yusra, 2011). WHO (dikutip dalam Farida 2010) mengemukakan bahwa kualitas hidup adalah konsep multi dimensional yang meliputi dimensi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan yang berhubungan dengan penyakit dan terapi.
Kondisi dan penanganan kemoterapi
pada penderita kanker akan dapat
menimbulkan stres, sehingga tidak saja
mempengaruhi kondisi fisik tetapi juga mempengaruhi kondisi psikologis pasien. Dampak fisik yang dialami yaitu, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kerontokan rambut, terjadiny anyeri di area panggul, perut bawah terasa sesak. Sedangkan dampak psikologi yang muncul jika mengetahui dirinya menderita kanker maka akan menjadi takut dengan kematian, ketidakmampuan,ditelantarkan,
ketergantungan, kehilangan kemandirin, diputuskan dari hubungan fungsi peran, dan penipisan finansial (Aziz, 2012).
Berdasarkan wawancara dari 10 pasien kanker serviks dengan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi, kemoterapi memiliki efek perubahan fisik dan psikologis yang dapat disimpulkan bahwa 8 pasien mengatakan muntah dan rambut rontok sedangkan 2 pasien mengatakan bibir kering, muntah dan rambut rontok, jika dari segi psikologisnya 70% kondisi pasien gelisah dan menjawab pertanyaan seperluya saja.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran perubahan fisik dan psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi.
LANDASAN TEORI 1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan zat
kimia untuk perawatan
penyakit.Penggunaan modernnya, istilah kemoterapi hampir merujuk secara ekslusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk mengobati kanker (Irdawati, 2009). Efek Samping Akibat Kemoterapi
Beberapa efek samping yang tidak diinginkan akan timbul selama kemoterapi. Berat ringannya efek samping kemoterapi tergantung pada banyak hal, antara lain jenis obat kemoterapi, kondisi tubuh, kondisi psikis pasien. Efek samping
kemoterapi timbul karena obat-obat
dilakukan pengobatan atau beberapa waktu setelah pengobatan (Bakhtiar, 2012).
a. Efek Samping pada Fisik
Menurut Schuchter (2014), efek samping yang umum disebabkan oleh obat kemoterapi meliputi:
1. Kelelahan. 2. Nyeri.
3. Koreng di mulut dan tenggorokan. 4. Dysphagia
5. Sindrom tangan-kaki, 6. Neuropati perifer 7. Diare.
8. Mual dan muntah. 9. Sembelit.
10.Gangguan dalam darah. 11.Perubahan dalam berpikir dan
memori.
12.Seksual dan masalah reproduksi 13.Kehilangan nafsu makan. 14.Rambut rontok.
b.Efek Samping pada Psikologis 1. Stres.
2. Kemarahan
3. Kecemasan
4. Tidak percanya diri
5. Merasa menjadi beban bagi keluarga dan merasa tidak berguna
6. Mempengaruhi konsep diri dan
komponennya (citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas personal).
2. Kanker Serviks a. Definisi
Dalam keadaan normal, sel hanya
akan membelah diri jika ada
penggantian sel-sel yang telah mati dan rusak. Sebaliknya, sel kanker akan membelah terus meskipun tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan terjadi penumpukan sel baru. Penumpukan sel
tersebut mendesak dan merusak
jaringan normal, sehingga mengganggu organ yang ditempatinya (serviks) (Lutfa, 2008).
b.Etiologi
Human Papilloma Virus (HPV)
merupakan penyebab dari kanker
serviks.Penyebab banyak kematian pada kaum wanita ini adalah virus HPV tipe 16 dan 18.Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui cairan, tapi juga bisa berpindah melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan wc umum yang sudah terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakan jika tidak membersihkannya dengan baik (Rasjidi, 2008).
c. Faktor Resiko
Menurut Rasjidi (2008), faktor resiko dibagi menjadi dua yaitu faktor
2. Faktor Resiko yang Diperkirakan
a) Kontrasepsi Hormonal
b)Etnis dan Faktor Sosial c) Diet
d)Pekerjaan
d.Gejala
Gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahapan atau stadium kanker serviks, yaitu sebagai berikut (Priyanto, 2011):
Gejala awal
2)Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah
diobati. Keputihan biasanya
berbau, gatal, dan panas karena
sudah mengalami infeksi
sekunder.
Gejala lanjut: cairan yang keluar dari liang vagina berbau tidak sedap,
nyeri (panggul, pinggang, dan
tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rectum atau anus.
Kanker telah menyebar atau metasis:
timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran di paru-paru, liver, atau tulang. Kambuh atau residif: bengkak atau
edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing.
e. Jenis Terapi Kanker Serviks
Menurut Onnasalman, (2012). tentang terapi terapi kanker serviks diberikan berbeda-beda tergantung dari kondisi spesifik pasien dan stadium kanker
yang diderita. Usia pasien juga
mempengaruhi metode terapi yang
diberikan.
Adapun Jenis-Jenis Terapi Kanker Serviks antara lain:
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran keadaan sumber obyektif,
menggunakan pendekatan cross-sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien kanker serviks dengan kemoterapi di
RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan
sampel menggunakan accidental sampling, dengan jumlah sampel 42 responden. Waktu penelitian pada bulan Mei 2015.
Penelitian ini ada satu variabel dependen dan terdapat dua subvariabel yaitu perubahan fisik pasien kanker serviks
dengan kemoterapi di RSUD Dr.
Moerwardi dan perubahan psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi di RSUD Dr. Moerwardi. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk mengetahui perubahan fisik dan psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi dan yang berisi daftar pertanyaan tentang perubahan fisik dan psikologi pasien kanker serviks dengan kemoterapi sesuai dengan tinjauan teori. Menggunakan pengukuran skala Guttman
sehingga jawaban yang didapatkan
merupakan jawaban yang tegas tehadap suatu permasalahan yang ditanyakan.
Dari hasil uji validitas terhadap
kuesioner yang digunakan untuk
mengukur efek fisik pasien kanker serviks dengan kemoterapi diperoleh nilai r hasil dengan rentang 0,193– 0,722. Nilai ini lebih besar dari nilai r tabel (0,444) sehingga pertanyaan tersebut dikatakan valid. Kemudian ada 5 pertanyaan yang dinyatakan tidak valid karena r hitungnya < 0,444, yaitu pertanyaan no. 12, 13, 17, 19, dan 20. Sehingga kelima pertanyaan dikeluarkan dari instrumen penelitian. Dari hasil uji validitas terhadap kuesioner yang
digunakan untuk mengukur efek
psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi diperoleh nilai r hasil dengan rentang 0,256-0,919. Nilai ini lebih besar dari nilai r tabel (0,444) sehingga
pertanyaan tersebut dikatakan valid.
Kemudian ada 1 pertanyaan yang
dinyatakan tidak valid karena r hitungnya <0,444, yaitu pertanyaan no. 6. Sehingga
pertanyaan tersebut dikeluarkan dari
instrumen penelitian.
Dari hasil uji reliabilitas
didapatkan nilai Alpha Crombach (α) dari koesioner efek fisik pasien kanker serviks dengan kemoterapi sebesar 0,887 sebelum item valid dieliminasi dan setelah item
dieliminasi didapatkan nilai Alpha
termasuk reliabel tinggi sehingga dapat digunakan untuk penelitian. Dari hasil uji reliabilitas koesioner efek psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi didapatkan nilai Alpha Crombach (α)
sebesar 0,817 sebelum item valid
dieliminasi dan setelah item dieliminasi didapatkan nilai Alpha Crombach (α) sebesar 0,909. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kuesioner termasuk reliabel tinggi sehingga dapat digunakan untuk penelitian.
HASIL
Berikut data hasil penelitian yang
meliputi karakteristik responden
diantaranya umur, jumlah kemoterapi, dan kadar hemoglobin.
Tabel 4.1.
Distribusi Karakteristik Responden Yang Meliputi Umur, Jumlah Kemoterapi, dan
Kadar Hemoglobin.
Karakteristik Frekuensi Presentase Umur :
Sumber: Data yang diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat
diketahui bahwa distribusi karakteristik responden kategori umur yang menderita kanker serviks presentase tertinggi adalah pada umur >50 tahun yaitu sebanyak 29 responden dengan jumlah persentase 69%.
Berdasarkan Tabel 4.1. dapat
diketahui bahwa distribusi karakteristik responden kategori pasien kanker serviks
yang melakukan kemoterapi dengan
jumlah paling banyak adalah 3-6 kali yaitu 31 responden dengan jumlah persentase 73%. Berdasarkan Tabel 4.1. menunjukkan distribusi kadar hemoglobin responden dapat dilihat bahwa 100% mengalami anemia yaitu dengan jumlah 42 responden, dengan jumlah distribusi tertinggi yaitu pada 8-9 gram/dl terdapat 27 responden dengan jumlah presentase 64%.
Analisa Univariat
a. Perubahan Fisik Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang efek fisik pasien kanker serviks dengan kemoterapi didapatkan hasil yang tampak pada tabel berikut :
Tabel 4.2.
Distribusi Perubahan Fisik Pasien Kanker Serviks dengan
Berdasarkan Tabel 4.2. dapat diketahui hasil pengumpulan data oleh peneliti tentang perubahan fisik dari pasien
kanker serviks dengan kemoterapi
didapatkan hasil presentase yang tertinggi pada responden adalah kelelahan, pusing, mual atau muntah, kehilangan nafsu makan dan sembelit yaitu terdapat 42 responden dari 42 responden dengan jumlah presentase 100%.
b. Perubahan Fisik yang Paling Sering Dialami Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi
Berdasarkan Tabel 4.2
menunjukkan bahwa distribusi
perubahan fisik pasien kanker serviks dengan kemoterapi yang menempati
persentase paling sering dialami
responden adalah kelelahan, pusing, hilang nafsu makan, mual atau muntah dan sembelit terdapat 42 responden
dengan jumlah presentase 100%,
sedangkan presentase kedua yang paling sering dialami adalah rambut rontok terdapat 40 responden dengan jumlah presentase 95%, susah tertidur menempati presentase tertinggi ketiga terdapat terdapat 39 responden dengan jumlah presentase 93%, bibir kering menempati presentase keempat setelah susah tertidur terdapat 35 responden dengan jumlah presentase 83%.
c. Perubahan Psikologis Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi
Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang efek psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi didapatkan hasil yang tampak pada tabel berikut :
Tabel 4.3.
Distribusi Perubahan Psikologis Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi. Efek psikologis pasien
Sumber: Data yang diolah, 2015
Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui hasil pengumpulan data oleh peneliti tentang efek samping psikologis pasien kanker serviks dengan kemoterapi dan hasil yang paling sering muncul atau paling tinggi presentase yang dialami oleh
responden setelah mendapatkan
kemoterapi yaitu sering marah terdapat 42 responden dengan jumlah presentase 100% dan presentase tertinggi berikutnya yaitu cemas didapatkan hasil 41 responden dengan jumlah presentase 23%.
d. Perubahan Psikologis yang Paling Sering Dialami Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi
Berdasarkan Tabel 4.3. diatas
didapatkan distribusi perubahan
psikologis pada pasien kanker serviks dengan kemoterapi dengan persentase tertinggi yang paling sering dialami responden adalah sering marah yaitu 42 responden dengan jumlah presentase
100%, presentase tertinggi kedua
ditempati oleh kecemasan yaitu 41 responden dengan jumlah presentase 97%, merasa menjadi beban keluarga menempati peringkat ketiga setelah kecemasan yaitu 38 responden dengan jumlah presentase 90%, selanjutnya yaitu stress terdapat 36 responden dengan jumlah presentase 85% setelah menjadi beban keluarga.
PEMBAHASAN
A.Karakteristik Responden 1. Umur
Hasil penelitian menunjukkan
distribusi berdasarkan umur
persentase 69%. Sedangkan sebagian kecil pasien kanker serviks berusia 30-40 tahun sebanyak 3 pasien
dengan jumlah persentase 7%.
Menurut Kartikawati (2013) yang menjelaskan bahwa kanker serviks biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur atau wanita dewasa, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker serviks juga dapat menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Brunner and Suddart (2002), yaitu kanker serviks terjadi paling umum pada usia antara 30 sampai 45 tahun (wanita dewasa), tetapi dapat terjadi pada usia 18 tahun pada mereka yang mempunyai
pasangan seksual multipel dan
beberapa kehamilan dini.
2. Jumlah kemoterapi
Hasil penelitian menunjukkan
distribusi berdasarkan jumlah
kemoterapi dari responden
menunjukan yang paling banyak adalah 3-6 kali yaitu sebanyak 31
orang pasien dengan jumlah
persentase 73%. Menurut Utami (2012), pengobatan kemoterapi pada umumnya diberikan sesuai siklus
jenis kanker. Meskipun ada
perbedaan siklus antara jenis kanker yang satu dengan kanker lainnya, jarak antar siklus pada umumnya 3 minggu. Satu pengobatan kemoterapi umumnya perlu waktu beberapa bulan, tetapi lamanya tergantung banyaknya faktor dan akan berbeda-beda untuk setiap pasien.
3. Kadar Hemoglobin
Hasil penelitian 100%
responden mengalami anemia
dengan masing-masing kelompok data terbesar adalah 8-9 gram/dl terdapat 27 responden. Menurut
Schuchter (2014), kemoterapi
mempengaruhi produksi sel darah
baru di sumsum tulang, spons, massa dalam tulang. Gejala dan komplikasi yang timbul dari jumlah darah rendah adalah salah satu efek samping yang paling umum dari kemoterapi. Sebuah tes disebut hitung darah lengkap (HDL) akan menunjukkan kadar sel darah merah dan sel darah putih dalam darah. Tingkat abnormal rendahnya sel darah merah mengakibatkan anemia. Kondisi ini mengurangi kemampuan tubuh untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh, sehingga kelelahan, pusing, atau sesak napas.
Menurut Sariedj (2008),
Anemia yang disebabkan oleh
kanker, bisa terjadi sebagai efek langsung dari keganasan, dapat sebagai akibat produksi zat-zat tertentu yang dihasilkan kanker, atau dapat juga sebagai akibat pengobatan kanker itu sendiri. Anemia akibat
kemoterapi dan pengaruhnya
terhadap kualitas hidup penderita
kanker akan mempengaruhi
pemberian kemoterapi selanjutnya. Oleh karena itu harus diperhatikan derajat anemia pada setiap penderita kanker. Menurut WHO dalam
Sariedj, (2008) adalah sebagai
berikut kriteria anemia berdasarkan kadar hemoglobin penderita :
Tabel 5.1.
Distribusi Derajat Anemia
Derajat Berat WHO
0. batas normal >11,0 g/dl
1. Ringan 9,5 – 10,9 g/dl
2. Sedang 8,0 – 9,4 g/dl
3. Berat 6,5 – 7,9 g/dl
Analisa Univariat
1. Perubahan Fisik Pasien Kanker Serviks Dengan Kemoterapi
konstipasi, insomnia, kurang
konsentrasi, mulut kering,
ketidaknyamanan, dan ketakutan yang cenderung meningkat setelah menjalani kemoterapi. Dari penelitian tersebut ada persamaan dengan hasil penelitian ini yaitu pada penelitian ini juga terdapat mual, muntah, kurang tenaga, diare,
atau konstipasi, insomnia, kurang
konsentrasi, mulut kering dan
ketidaknyamanan. Berikut adalah hasil penelitian ini:
a. Kelelahan
Hasil penelitian didapatkan 100%
responden mengalami kelelahan.
Menurut Schuchter (2014), kelelahan adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien yang menerima kemoterapi karena adanya pengurangan produksi sel darah merah sehingga pengikatan oksigen dalam darah akan berkurang maka tubuh akan terasa
lemas walaupun tidak melakukan
aktivitas. Teori tersebut hampir sama menurut Vitkauskaite et al (2011), yaitu kelelahan dapat disebabkan banyak faktor seperti anemia, gangguan tidur, nyeri, gangguan emosi, efek pengobatan dari kanker dan disfungsi organ. Sedangkan menurut Ream, Richardson dan Dann (2006) kelelahan dapat terjadi karena kebutuhan nutrisi yang kurang sehingga kebutuhan energi dalam tubuh
tidak tercukupi. Kelelahan dapat
muncul beberapa hari setelah
pengobatan kemoterapi dan akan terus akan semakin memburuk.
a. Nyeri Kepala (pusing)
Hasil penelitian didapatkan 100% responden mengalami nyeri kepala (pusing). Menurut Schuchter (2014) kemoterapi dapat menyebabkan rasa sakit bagi sebagian pasien, termasuk sakit kepala, nyeri otot, sakit perut, dan rasa sakit dari kerusakan saraf, seperti terbakar, mati rasa, atau rasa nyeri (paling sering di jari tangan dan kaki). Nyeri biasanya berkurang dari waktu ke waktu, tetapi beberapa pasien mungkin
memiliki gejala selama beberapa bulan atau tahun setelah kemoterapi selesai karena kerusakan permanen pada saraf. b.Sariawan
Hasil penelitian didapatkan data 12 responden dengan jumlah presentase 29% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), Kemoterapi dapat merusak sel-sel yang melapisi mulut dan tenggorokan. Luka di mulut (mucositis) biasanya berkembang 5 sampai 14 hari setelah menerima
kemoterapi. Meskipun luka dapat
terinfeksi, biasanya sembuh dengan sendirinya ketika pengobatan selesai. Pasien yang menerima kemoterapi jika memiliki pola makan tidak sehat dan kesehatan gigi yang buruk dapat
meningkatkan risiko mulut dan
tenggorokan bisa terluka. c. Sulit untuk Menelan
Hasil penelitian didapatkan data 20 responden dengan jumlah presentase 47% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), dysphagia
(kesulitan menelan) terjadi ketika
seseorang kesulitan menelan makanan atau cairan untuk memasukan ke tenggorokan. Beberapa pasien mungkin muntah, batuk, atau tersedak ketika mencoba menelan, sementara yang lain
mungkin merasa seperti makanan
tertinggal di tenggorokan karena
fibrosis yang merupakan jaringan parut
atau kekakuan di tenggorokan,
kerongkongan, atau mulut juga bisa terjadi karena infeksi pada mulut atau kerongkongan dari terapi radiasi atau kemoterapi.
d. Mual atau Muntah
Hasil penelitian didapatkan 100%
responden mengalami mual atau
muntah. Menurut Gralla, Grumberg dan Messner (2008), mual dan muntah akut terjadi pada 24 jam pertama setelah kemoterapi sedangkan mual dan muntah
yang terlambat merupakan efek
e. Kehilangan Nafsu Makan
Hasil penelitian didapatkan 100% responden mengalami kehilangan nafsu makan. Menurut Cherwin (2012) yaitu kurangnya nafsu makan terkait kanker dapat terjadi karena sinyal rasa lapar
yang berasal dari hipotalamus
berkurang dan sinyal kenyang yang dihasilkan oleh melacortins diperkuat. Kurangnya nafsu makan juga dapat
semakin memburuk saat pasien
menerima kemoterapi yang
berhubungan dengan mual atau
perubahan rasa. f. Sembelit
Hasil penelitian didapatkan 100%
responden mengalami konstipasi
(sembelit). Menurut Avila (2004) pasien dengan kanker terutama dengan
kanker stadium lanjut memiliki
beberapa faktor yang menyebabkan konstipasi yaitu penggunaan analgesic opioid, berkurangnya intake makanan
dan minuman, mobilitas yang
berkurang, usia lanjut dan terkait kondisi keganasan dari kanker itu sendiri. Selain opioid, terdapat juga golongan obat yang dapat menyebabkan konstipasi seperti agen kemoterapi, anti
kolinergik (antidepresan trisiklik,
fenotiazin), kalsium atau aluminium
yang mengandung antasida dan
antiemetic. g. Diare
Hasil penelitian didapatkan data 10 responden dengan jumlah presentase 24% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), Kemoterapi tertentu menyebabkan buang air besar longgar atau berair. Mencegah diare atau mengobati lebih dini membantu
seseorang menghindari dehidrasi
(kondisi ketika tubuh tidak
mendapatkan jumlah cairan yang
dibutuhkan). h. Insomnia
Hasil penelitian didapatkan data 39 responden dengan jumlah presentase 93% mengalami insomnia. Menurut Schuchter (2014), yang menjelaskan
bahwa kebanyakan orang mengalami insomnia di dalam hidup mereka, tetapi risiko insomnia meningkat dengan bertambahnya usia dan penyakit serius,
seperti kanker. Selain itu faktor
psikologis seperti depresi dan
kecemasan terhadap pengobatan dan
terapi kanker, dan stress yang
ditimbulkan karena pikiran pekerjaan
dan tanggung jawab dapat
mempengaruhi gangguan tidur yang terjadi pada penderita kanker (Berger, et al., 2005).
i. Rambut Rontok
Hasil penelitian didapatkan data 40 responden dengan jumlah presentase
95% mengalami rambut rontok.
Menurut Trueb (2009), yaitu
karakteristik utama dari folikel rambut anagen yang mengalami proliferasi dengan sel-sel matrix yaitu dengan
menunjukkan aktivitas proliferasi
terbesar dalam membangun batang
rambut. Penghentian mendadak
aktivitas mitosis menyebabkan
melemahnya sebagian keratin di bagian
proksimal dari batang rambut,
penyempitan, dan selanjutnya
kerusakan kanal rambut. Kerontokan rambut dapat terjadi 1 sampai 3 minggu dan selesai 1 sampai 2 bulan setelah dimulainya kemoterapi. Perubahan yang khas terjadi pada akar rambut yaitu
penipisan yang tajam. Sedangkan
menurut penelitian Luanpitpong dan Rojanasakul (2012), kerontokan rambut mulai terjadi 2 sampai 4 minggu dan akan selesai 1 sampai 2 bulan setelah dimulainya kerontokan. Kemoterapi
jangka panjang juga dapat
mengakibatkan kerontokan pada rambut kemaluan, ketiak, rambut dan wajah. j. Dehidrasi
Hasil penelitian didapatkan data 35 responden dengan jumlah presentase 83% mengalami bibir kering. Menurut Schuchter (2014), yang menjelaskan bahwa dehidrasi dapat menjadi salah
satu efek samping utama dari
mungkin dapat membantu ialah dengan minum banyak air dan jus buah sepanjang hari.
k. Bengkak Pada Tangan/Kaki
Hasil penelitian didapatkan data 5 responden dengan jumlah presentase 12% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), Sindrom tangan-kaki juga disebut palmar-plantar
erythrodysesthesia, merupakan efek
samping dari beberapa jenis
kemoterapi. Hand-foot syndrome
menyebabkan kemerahan, bengkak, dan nyeri pada telapak tangan dan telapak kaki. Terkadang terjadi lecet.
l. Sulit Menahan Kencing
Hasil penelitian didapatkan data 21 responden dengan jumlah presentase 50% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), beberapa kanker dan pengobatan kanker dapat menyebabkan inkontinensia, ketidak mampuan untuk mengontrol buang air kecil. Inkontinensia dapat terjadi pada pria atau wanita, mungkin jangka pendek (sementara) atau jangka panjang (permanen).
m. Mati Rasa/Kesemutan dan Nyeri Otot
Hasil penelitian didapatkan data 16 responden dengan jumlah presentase 38% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), Neuropati perifer adalah gangguan yang terjadi ketika saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang, disebut juga sistem saraf perifer yang rusak. Saraf perifer membawa informasi bolak-balik antara otak dan sumsum tulang belakang, yang disebut sistem saraf pusat, dan seluruh tubuh. Tergantung pada saraf yang terkena, mungkin melihat perubahan sensasi, terutama di tangan dan kaki, seperti mati rasa, kesemutan, atau nyeri; kelemahan otot, miopati disebut juga perubahan fungsi organ. Neuropati perifer dapat terjadi kaitannya dengan penyakit seperti kanker, diabetes, atau gangguan tiroid; kekurangan gizi,
seperti kekurangan vitamin B12.
Pengobatan kanker juga dapat
menyebabkan gangguan ini menjadi lebih buruk.
n.Gangguan Menstruasi
Hasil penelitian didapatkan data 9 responden dengan jumlah presentase 21% mengalami sulit menahan kencing. Menurut Schuchter (2014), Kemoterapi dapat mempengaruhi fungsi seksual dan kesuburan (kemampuan wanita untuk hamil atau mempertahankan kehamilan dan kemampuan seorang pria untuk menjadiayah). Fungsi testicular dan ovarium dapat dipengaruhi oleh obat-obat kemoterapi. Ovulasi normal dan menopause dini dapat terjadi. Pasien pria dapat mengalami azoospermia temporer atau permanen (tidak adanya
spermatozoa). Sel-sel reproduktif
mengalami kerusakan selama
pengobatan dan mengakibatkan
abnormalitas kromosom pada
keturunan. Selain itu, kemoterapi
mampu menyakiti janin selama
kehamilan, terutama jika diberikan selama trimester pertama kehamilan saat organ janin masih berkembang terutama pada perkembangan otak janin.
2. Perubahan Psikologis Pasien Kanker Serviks Dengan Kemoterapi
Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Isaacs (2006) menyebutkan
bahwa akibat dari perubahan fisik seseorang akan mempengaruhi dampak dari psikologis. Sedangkan berikut ini adalah hasil dari penelitian efek
psikologis pasien kanker serviks
dengan kemoterapi, yaitu: a. Kecemasan
Hasil penelitian didapatkan data 41 responden dengan jumlah presentase 97% mengalami cemas. Menurut Holland dan Alici (2010), gangguan
kecemasan yang umum ditandai
dengan kecemasan yang berlebihan dan kekawatiran. Pada pasien kanker
terhadap prognosis penyakit atau kepastian diagnosa, ketakutan akan
kekambuhan penyakit dan
kekhawatiran tentang pengobatan. b. Sering Marah
Hasil penelitian didapatkan 100% responden mengalami sering marah. Menurut Schuchter (2014), marah merupakan perasaan yang umum bagi seseorang yang hidup dengan penyakit kanker. Meskipun marah adalah salah
satu reaksi emosional pertama
seseorang dengan diagnosis kanker, kemarahan dapat berkembang pada setiap saat sepanjang pengobatan dan saat bertahan hidup.
c. Stress
Hasil penelitian didapatkan data 36 responden dengan jumlah presentase
85% mengalami stress. Menurut
Schuchter (2014), Sebuah penyakit seperti kanker dapat menjadi salah satu pengalaman yang paling berat dari kehidupan seseorang. Stres karena kanker dan pengobatannya meningkat dengan adanya masalah keluarga, pekerjaan, dan keuangan, selain stres
sehari-hari yang hadir sebelum
diagnosis kanker. d. Tidak Percanya Diri
Hasil penelitian didapatkan data 13 responden dengan jumlah presentase 31% mengalami tidak percanya diri. Menurut Keliat (2006), mereka akan merasa minder, tidak percanya diri, kawatir tidak cantik lagi karena rambutnya rontok dan kulitnya tidak indah lagi, menganggap dirinya tidak dapat menjadi wanita yang seutuhnya, menarik diri, kontrol diri yang kurang, takut, pasif, asing terhadap diri serta frustasi.
e. Merasa Menjadi Beban Keluarga Hasil penelitian didapatkan data 38 responden dengan jumlah presentase 90% merasa menjadi beban keluarga. Menurut Lubis (2009), pengobatan
kemoterapi dapat menyebabkan tidak mampu berjalan atau menggerakan
tangan sehingga tidak mampu
melakukan kegiatan mandiri. Keadaan
ini dapat menyebabkan penilaian
negatif terhadap diri sendiri dan menjadi tidak percaya diri karena menjadi bergantung pada orang lain, merasa menjadi beban bagi keluarga dan merasa tidak berguna.
4. Perubahan Psikologis yang Paling Sering Dialami Pasien Kanker Serviks dengan Kemoterapi
Hasil dari data penelitian tentang
perubahan psikologis yang sudah
dipaparkan pada poin sebelumnya, yang paling sering dialami oleh pasien kanker serviks dengan kemoterapi hampir semua responden mengalami
perubahan psikologis, akan tetapi
presentase tertinggi yang paling sering dialami responden adalah sering marah (100%), cemas (97%), merasa menjadi beban keluarga (90%), stress (85%).
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
1. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan kemoterapi yaitu kelelahan, nyeri kepala (pusing), sariawan, sulit untuk
menelan, mual atau muntah,
kehilangan nafsu makan, sembelit, diare, insomnia, rambut rontok, dehidrasi, bengkak pada tangan/kaki,
susah menahan kencing, mati
rasa/kesemutan dan nyeri otot,
gangguan menstruasi, dan anemia. 2. Perubahan fisik yang terjadi pada
penderita kanker serviks dengan
kemoterapi yang paling sering
3. Perubahan psikologis yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan kemoterapi yaitu cemas, sering marah, stress, tidak percaya diri, dan merasa menjadi beban keluarga. 4. Perubahan psikologis yang terjadi
pada penderita kanker serviks dengan
kemoterapi yang paling sering
dialami responden yaitu sering marah
(100%), cemas (97%), merasa
menjadi beban keluarga (90%), dan stress (85%).
B.Saran
1. Responden
Setelah mendapatkan informasi terkait perubahan yang akan terjadi
setelah menjalani kemoterapi,
diharapkan pasien dapat lebih
mempersiapkan diri dan dapat
mengantisipasi berbagai respon fisik dan psikologis yang akan terjadi. 2. Profesi Keperawatan
Perawat diharapkan dapat
memberi dukungan atas berbagai efek samping yang muncul dari
kemoterapi melalui penguasaan
kompetensi pengkajian pada pasien baik dari aspek fisik dan psikologis agar dapat mengidentifikasi masalah dengan tepat sehingga intervensi yang dipilih juga dapat lebih tepat dan efektif.
3. Peneliti Selanjutnya
a. Diharapakan peneliti selanjutnya jika melakukan penelitian ini
dapat mengatagorikan jenis
stadium kanker serviks yang dialami pasien. Sehingga dapat mengetahui perbedaan efek fisik maupun psikologis pasien kaker serviks stadium awal sampai stadium akhir yang menggunakan kemoterapi.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya selain menggunakan kuesioner
juga menggunakan observasi
langsung pada responden agar data yang diperoleh lebih lengkap. c. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaan
kemoterapi pada pasien kanker serviks periode selanjutnya untuk menggambarkan penanganan efek samping pasien kanker serviks dengan kemoterapi.
DAFTAR PUSTAKA
Avila, G. J. 2004. Pharmacologic
Treatment of Constipation in
Cancer Patients. Journal of
Departement of Pharmacy, Vol. 11, No.3, http://moffitt.org/
Aziz, H. C. (2012). Masalah Kejiwaan Manusia. Dalam Hajarrahma, Airen. 2013. Pengungkapan Diri Pada Penderita Kanker Serviks. Diakses pada tanggal 26 November 2014.
Bakhtiar. (2012). Manfaat & Efek Samping Kemoterapi. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2014.
Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi III. Jakarta : EGC.
Cherwin, H. C. 2012. Gatrointestinal Symptom Representation in Cancer Symptom Clusters: A Synthesis of the Literature. Jurnal of Oncology
Nursing Society, Doi:
10.1188/12.ONF.157-165
Farida, Anna (2010). Pengalaman Pasien Hemodialisa terhadap Kualitas Hidup dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUP Fatmawati. Jurnal Keperawatan FKUI. Volume 5, No. 3. Diakses pada tanggal 5 September 2014.
Gralla, J. R., Grunberg, M. S., Messener, C. 2008. Coping with Nausea a Vomiting from Chemotheraphy. www.cancercare.com
Patients. Journal of Supportive Oncology, 8;4-12
Isaach. A. (2006). Mental Health and Psychiatric Nursing. Vol. 2. Journal Psychology. http://moffitt.org/
Kartikawati, E. 2013. Awas!! Bahaya
Kanker Payudara & Kanker Serviks. Bandung: Buku Baru.
Keliat, B. A. (2006). Gangguan Konsep Diri. Jakarta : EGC.
Luanpitpong, S., & Rojanasakul, Y. 2012. Chemotherapy Induced Alopecia Topics in Cancer Survivorship. Journal of Europe: In Tech. ISBN:
978953-3078946,www.intechopen.com
Lubis, N. Hasnida. (2009). Terapi Perilaku Kognitif pada Pasien Kanker. Medan: USU
Lutfa, Umi. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
Pasien dengan Tindakan
Kemoterapi di Ruang Cendana RSUD Dr. Moewardi Surakart,.
Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Onnasalman, (2012). Dapat diakses di http://artikelkesehatanwanita.com/t
erapi-kanker-serviks-dan-manfaatnya.html. Diakses pada tanggal 7 Desember 2014.
Orge & Oskan (2008). Impact of Treatment Scala in Cancer Undergoing Chemoteraphy. Jurnal of prevention Cancer. Vol 25. Http;//www.ebscoehost.com/ehos/r es. Accesed 10 Juni 2015.
Priyanto, H. S. 2011. Yes, I Know
Everything about Kanker Serviks!,dalam Artikel Hajarrahma, Airen. 2013. Pengungkapan Diri Pada Penderita Kanker Serviks. Diakses pada 26 November 2014.
Rasjidi, Imam. 2008. Manual Prakanker Serviks. Jakarta: CV Sagung Seto.
Ream, E., Richardson, A., Dann, A. C. 2006. Supportive Intervention for Fatigue in Patient Undergoing
Chemotherapy. Journal of Pain
and Symptom Management, Vol.
31. No. 2. Doi:
10.1016/j.jpainsymman. 2005.07.003
Schuchter, Lynn (2014). Discusses Medical Advances In Relieving Side Effects Of This Cancer Treatment, As Well As What Patients Should Ask Before Chemotherapy Begins. Diakses di www.cancer.com, pada tanggal 23 Oktober 2014.
Trueb, M. R. 2009. Chemotheraphy
Induced Alopecia. Journal of
Departement of Dematology University Hospital of Zurich, Doi: 10.1016/j.sder.2008.12.001
Utami, S. 2012. Aku Sembuh dari Kanker Payudara, Mendeteksi Gejala Dini, Pencegahan dan Pengobatan. Jakarta : Oryza.
Withers, M., Kano, M., & Pinatih, G. N. (2010). Desire for More Children, Contraceptive Use and Unmet Need for Family Planning in a
Remote Area of Bali,
Indonesia. Journal Biosocial