• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712011004 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712011004 Full text"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

SIKAP WARGA JEMAAT GPM HARIA TERHADAP LARANGAN MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS BAGI PASANGAN KAWIN PIARA

Oleh,

Grimedlis Hattu 712011004

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

(2)

ii

SIKAP WARGA JEMAAT GPM HARIA TERHADAP LARANGAN MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS BAGI PASANGAN KAWIN PIARA

Oleh,

Grimedlis Hattu 712011004

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

MOTTO

Selalu ada jalan bagi orang yang tekun dan

sungguh-sungguh berusaha meraih cita-citanya.

Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan,

yang menaruh harapanya kepada TUHAN!

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dan ungkapan terima kasih penulis panjatkan kepada Yesus

Kristus atas segala kasih dan penyertaanNya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab dengan baik. Penulis sadar bahwa

tanpa pertolongan Yesus Kristus, semua tugas dan tanggung jawab sebagai

Mahasiswa Teologi tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Kepada Papa dan

Mama tercinta dan semua keluarga besar, terima kasih untuk doa, nasehat dan

dukungan, serta bimbingan yang baik kepada penulis. Makasih juga Kak Mei dan

Hanny. Tuhan berkati rumah tangga kalian. Tak lupa juga kata danke for kakak

tersayang Ngen yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tugas

akhir ini. Big thanks for A.E.L atas cinta dan dukungannya

. Kepada seluruh

jemaat GPM Haria yang sudah menerima penulis melakukan penelitian. Kepada

Pdt. Dr. Jacob Daan Engel sebagai pembimbing I dan Pdt. Dr. Ebenhaizer I

Nuban Timo sebagai pembimbing II yang sudah mau membimbing dan

mengarahkan penulis dengan baik serta selalu berusaha memberikan dorongan

dan masukan-masukan sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Seluruh dosen Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang

memberikan ilmu dan membantu penulis selama proses perkuliahan.

Teman-teman angkatan terkece 2011 yang sudah menjadi keluarga, tempat bertumbuh

dalam suka dan duka.

I Can’t smile without U guys...

Tuhan memberkati kita semua..

Salatiga, 19 Februari 2016

(9)

1

Abstrak

Gereja Protestan Maluku adalah salah satu gereja yang beraliran Calvinis dan otomatis

mengikuti disiplin/siasat gereja yang dibuat oleh Calvin pada jemaat di Jenewa. Salah satunya adalah

larangan siapa yang boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus. Orang yang dianggap

layak tidak boleh ikut adalah mereka yang terlibat dalam disiplin gereja. Salah satunya yang terlibat

dalam disiplin/siasat gereja adalah mereka yang berzina tidak diperkenankan mengambil bagian

dalam Perjamuan Kudus. Pasangan kawin piara dianggap melakukan dosa zina oleh jemaat GPM

Haria, maka pasangan kawin piara tidak diperbolehkan mengikuti perjamuan kudus. Fokus penelitian

ini akan melihat bagaimana sikap warga jemaat GPM Haria terhadap larangan mengikuti perjamuan

kudus bagi pasangan kawin piara ditinjau dari perspektif pemagaran meja perjamuan Tuhan menurut

Calvin. Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode deskriptif-analisis yang di mana

untuk menggambarkan realita yang terjadi. Dari hasil penelitian dalam menerapkan siasat/disiplin

gereja, gereja menerapkan standar ganda yang di mana pasangan kawin piara, dianggap melakukan

dosa prosedur dan mereka dikenakan siasat gereja tanpa melihat nilai-nilai kesucian perkawinan yang

dianut oleh pasangan kawin piara. Sedangkan bagi pasangan menikah yang sesuai aturan-aturan yang

berlaku tetapi mengabaikan nilai-nilai kekudusan dalam perkawinan, tidak dikenakan siasat gereja.

Adanya pemagaran dalam perjamuan kudus bagi pasangan kawin piara. Sibuk mengurusuhi hal-hal

yang bersifat prosedur ini membuat gereja kehilangan tujuan dari perjamuan kudus yang di mana

diperuntuhkan bagi orang berdosa. Semua orang adalah berdosa dan semua diundang Yesus untuk

mengambil bagian dalam perjamuan Tuhan.

Kata kunci: Kawin piara, perjamuan kudus, larangan, dan dosa.

LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk kelangsungan

hidupnya. Sampai pada titik di mana manusia juga sangat membutuhkan seorang pendamping

hidupnya untuk berbagi dalam suka dan duka yang berujung pada pernikahan. Pernikahan

menjadi hal yang penting dalam perjalanan hidup seseorang. Pernikahan Kristen terjadi

ketika sudah melakukan pemberkatan nikah secara sah di gereja. Ada juga

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat yang berkaitan dengan pernikahan seperti yang

terjadi dengan Gereja Protestan Maluku jemaat Haria. Jemaat GPM Haria sendiri merupakan

salah satu jemaat yang berasal di wilayah pelayanan klasis pulau-pulau Lease GPM. Di sini

banyak terjadi hidup bersama di luar ikatan pernikahan yang sah atau lebih dikenal dengan

(10)

2

Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi orang untuk melakukan kawin piara

ialah ekonomi, adat-istiadat dan budaya serta ketidaksetujuan dari pihak keluarga.1 Ekonomi

sangat memperngaruhi hidup manusia di mana tingkat kesejahterahan yang rendah membuat

orang tidak mampu untuk membiayai kebutuhan hidup termasuk pernikahannya sendiri.

Selain itu tidak adanya restu orang tua membuat kedua calon mempelai memutuskan untuk

kawin piara. Kawin piara juga dijelaskan bukanlah budaya asli yang lahir dari budaya

Indonesia karena dibawa masuk oleh penjajah, yaitu Jepang dan Belanda yang mana hal ini

merupakan hal yang kemudian hari diadopsi oleh bangsa Indonesia. Kawin piara disamakan

dengan kumpul kebo. Istilah kumpul kebo (cohabituation) memiliki pengertian sebagai hidup

bersama antara pasangan seorang laki-laki dan wanita tanpa didasari ikatan pernikahan yang

sah.2 Seorang individu mengambil keputusan untuk melakukan kumpul kebo karena didasari

beberapa faktor, di antaranya (a) ketidaksiapan mental untuk menikah, (b) ketidaksiapan

secara ekonomis, dan (c) pengalaman traumatis sebelum dan sesudah pernikahan3.

Kehadiran pasangan kawin piara diterima baik oleh jemaat GPM Haria. Hal ini dapat

dilihat dari keterlibatan pasangan kawin piara dalam berbagai pelayanan yang dilakukan oleh

gereja. Pasangan kawin piara dapat terlibat dalam berbagai pelayanan seperti ibadah unit,

ibadah minggu, pelwata (pelayanan wanita), pelpri (pelayanan pria), ibadah paskah, ibadah

natal, ibadah tahun baru, dan pelayanan lainnya. Bahkan persembahan dan perpuluhan dari

pasangan kawin piara diterima oleh pihak gereja. Pasangan kawin piara juga mempunyai hak

suara dalam pemilihan majelis jemaat (diaken dan penatua). Hal ini menunjukan bahwa

pasangan kawin piara sangat diterima baik oleh gereja. Di sisi lain gereja yang tidak

memperbolehkan pasangan kawin piara untuk mengikuti sakramen perjamuan kudus.

Sakramen perjamuan kudus merupakan salah satu sakramen yang sangat penting bagi

gereja-gereja. Dalam Injil-Injil Sinoptik (Matius 26:17-29, Markus 14:12-25, dan Lukas 22:7-23),

menceritakan perjamuan yang terjadi pada saat itu merupakan perjamuan terakhir yang

dirayakan oleh Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya sebelum Dia disalibkan. Dari kesaksian

ketiga Injil di atas, perjamuan yang dilakukan oleh Yesus dan murid-murid-Nya merupakan

perjamuan biasa. Yesus yang adalah tuan rumah yang mengadakan perjamuan itu dan

murid-murid-Nya menjadi tamu yang diundang Yesus dalam melakukan perjamuan itu.4 Hal

1

Julian, Tuhumury. (2009). Kawin Piara : Tinjauan Sosio-Teologis terhadap keluarga Kristen tanpa status pernikahan di Jemaat GPM Ameth. Universitas Kristen Satya Wacana. Hal. 57

2

A. Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), 149.

3

A. Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, 149

4

(11)

3

pertama adalah bahwa meja di mana orang-orang berbagi adalah meja milik Tuhan, bukan

milik saya atau milik gereja.5 Ini adalah tempat di mana Kristus mengundang orang-orang

untuk makan bersama dan mengingat apa yang telah dilakukan Dia bagi kita orang-orang

yang berdosa, di mana Kristus bekerja untuk semua orang termasuk orang-orang berdosa.

Kristus datang untuk melakukan karya penyelamatan orang-orang berdosa, itu berarti meja

yang dimaksudkan di atas dikelilingi oleh orang-orang yang berdosa.

Kita semua adalah orang berdosa yang diundang Kristus untuk berpartisipasi dalam

sakramen perjamuan kudus. Jika sakramen perjamuan kudus hanya bagi orang-orang yang “tidak berdosa”, maka tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu manusia yang mengambil bagian dalam sakramen tersebut.6 Dapat dilihat bahwa tidak ada larangan atau batasan bagi

semua manusia orang berdosa mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Gereja dalam hal

ini GPM Haria melarang pasangan kawin piara untuk mengikuti sakramen perjamuan kudus

karena mereka belum hidup sah sebagai suami-istri dan mereka dianggap tidak layak untuk

mengambil bagian dalam sakramen perjamuan kudus. Berdasarkan latar belakang inilah

penulis melakukan penelitian tugas akhir dengan menulis judul “Sikap Warga Jemaat GPM

Haria Terhadap Larangan Mengikuti Perjamuan Kudus Bagi Pasangan Kawin Piara.”

Penulisan semirip pernah ditulis oleh Julian Tuhumury dengan melihat kawin piara ditinjau

dari sosio-teologis terhadap keluarga Kristen tanpa status pernikahan di jemaat GPM Ameth.

Yang unik dari penulisan ini ialah penulis ingin melihat keterlibatan pasangan kawin piara

dalam perjamuan kudus dan bagaimana sikap warga jemaat.

Adapun tujuan penelitiannya ialah mendeskripsikan sikap warga jemaat GPM Haria

terhadap larangan mengikuti Perjamuan Kudus bagi pasangan kawin piara. Penelitian ini

bermanfaat untuk memberikan sumbangsi pemikiran bagi sivitas akademika Fakultas Teologi

pada umumnya, dan gereja pada khususnya dalam menyikapi persoalan pasangan kawin piara

dan perjamuan kudus. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman

tentang sikap jemaat GPM Haria terhadap larangan mengikuti perjamuan kudus bagi

pasangan kawin piara. Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode

deskriptif-analisis. Metode deskriptif merupakan suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu

kelas peristiwa pada sekarang. Tujuannya ialah untuk menggambarkan atau melukiskan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta gejala-gejala yang nyata atau

5

Bentley, Wessel. (2011). The reconciliatory role of Holy Communion in the Methodist tradition.

Verbum et Ecclesia, Vol. 32, Issue. 2, pp. 14

6

Bentley, Wessel. (2011). The reconciliatory role of Holy Communion in the Methodist tradition.

(12)

4

realita apa adanya sebagaimana dinyatakan oleh kenyataan itu sendiri.7 Sedangkan jenis

penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu penelitian dengan serangkaian kegiatan atau

proses menjaring informasi dari keadaan yang sewajarnya dalam kehidupan suatu objek

dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun

praktis.8

Penulisan tugas akhir ini terdiri dari beberapa penjelasan yang di antaranya ialah latar

belakang. Latar belakang ini berisikan masalah yang muncul serta alasan yang membuat

penulis mengangkat judul ini. Selain itu ada juga pengertian perjamuan kudus, perjamuan

kudus menurut Injil sinoptis dan Paulus, syarat-syarat mengikuti perjamuan kudus,

perkawinan Kristen, kawin piara di jemaat GPM Haria, pandangan jemaat GPM Haria

terhadap kawin piara, alasan GPM Haria melarang pasangan kawin piara mengikuti

perjamuan kudus, dan sikap jemaat GPM Haria terhadap larangan. Bagian yang terakhir ialah

kesimpulan dan saran penulis. Kesimpulan berupa temuan-temuan dari hasil penelitian dan

pembahasan serta saran yang berupa masukan-masukan dan rekomendasi dari penulis.

PENGERTIAN PERJAMUAN KUDUS

Ada banyak istilah yang digunakan dalam Tradisi Gereja untuk menyebut sakramen.

Kita mengenal dalam Gereja kita istilah perayaan Ekaristi, misa kudus, pemecahan roti,

perjamuan Tuhan, sacrificium dan oblation, “liturgi ilahi” (Gereja Ortodoks Yunani), “Komuni Suci” (Anglikan), “misteri-misteri” (Siria Barat), “pengudusan atau oblation” (Koptik).9 Mengenai hal ini banyak istilah yang muncul dapat dikatakan bahwa banyak sekali

pengertian dan pemahaman anggota Gereja mengenai sakramen ini. Selain itu dalam Kamus

Teologi, sakramen juga berarti janji setia di hadapan umum.10 Bisa diartikan sebagai janji

atau sumpah setia yang diucapkan di hadapan umum. Kata “sakramen” tidak diambil dari

Alkitab, melainkan dari adat-istiadat (Tradisi) Roma Yaitu dari kata “sacramentum” yang

berasal dari bahasa Latin. Kata ini memiliki dua arti sebagai berikut:11

7

Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 89.

8

Jopie Daan Engel, Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen (Salatiga: Widya Sari Press, 2005), 20.

9

E. Martasudjita, Sakramen-sakramen Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 268.

10O‟Collins dan

Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 283.

11

(13)

5

1. Sumpah prajurit, yaitu sumpah kesetiaan yang harus diucapkan oleh seorang prajurit

dihadapan panji-panji kaisar.

2. Uang pertaruhan yang harus diletakan di kuil oleh dua golongan yang sedang

berperkara, sehingga siapa yang kalah di dalam perkara itu akan kehilangan uangnya.

Dari beberapa pengertian tersebut yang dimaksudkan dengan kata sakramen yang diambil

dari adat-istiadat (Tradisi) Roma yang berasal dari bahasa Latin ialah sumpah kesetiaan yang

diucapkan seorang prajurit dihadapan kaisar agar selalu setia kepada kaisarnya dan

merupakan uang taruhan yang diletakan di kuil oleh dua orang yang sedang berperkara. Uang

ini diletakan dikuil agar tidak terdapat penipuan kepada golongan yang menang dalam

perkara tersebut.

Eucharistia merupakan terjemahan Yunani untuk bahasa Yunani birkat yang dalam

perjamuan Yahudi merupakan doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya

penyelamatan Allah.12 Kemudian kata ekaristi menjadi sinonim dengan perjamuan kudus.13

Dapat saya simpulkan dari pengertian ekaristi di atas bahwa ekaristi dapat diartikan sebagai

doa pengucapan syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah yang

kehadiran-Nya secara nyata dalam rupa roti dan anggur. Karena ekaristi mengingatkan kita

pada penyelamatan Allah akan dosa kita, maka ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak

kehidupan umat Kristen. Oleh karena itu ekaristi menjadi pusat hidup gereja. Selain ekaristi

merupukan doa pengucapan syukur atas karya penyelamatan Allah, ekaristi juga merupakan

sakramen yang Maha Kudus. Karya penyelamatan Allah di mana Allah telah mengutus

Putra-Nya untuk mati di atas kayu salib demi dan untuk menebus dosa manusia.

Kata perjamuan Tuhan dalam kamus Alkitab mengandung arti sebagai peringatan akan

kematian Kristus melalui roti yang dimakan dan anggur yang diminum.14 Oleh karena itu, roti

dan anggur yang kita terima dalam perjamuan kudus menjadi lambang tubuh dan darah

Kristus yang telah dicurahkan atas kita.15 Sehingga dengan makan roti dan minum anggur,

kita dijadikan satu dengan Kristus dalam kematian-Nya yang membawa keselamatan.16

Selain itu Perjamuan Kudus mempunyai beberapa arti:17

12

Martasudjita, Sakramen-sakramen Gereja, 268.

13

C. De Jonge, Apa Itu Calvinisme?(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 211.

14

Sumber: Alkitab Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari, 536.

15

E. Martasudjita, Ekaristi (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 337.

16

J. Abineno, Perjamuan Malam (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 12.

(14)

6

1. Perjamuan Kudus adalah suatu perjamuan peringatan.

Yesus menghendaki kita memperingati Dia dengan menggunakan tanda-tanda yang

berupa roti dan anggur. Kita memperingati kematian Yesus. Perjamuan Kudus

mengingatkan kita kepada kejadian yang mengerikan dan menyedihkan di bukit Golgota.

2. Perjamuan Kudus adalah suatu perjamuan persekutuan dengan Yesus yang dimuliakan,

dan dirayakan dengan Roh.

Di dalam perjamuan makan dan minum berlangsung dalam persekutuan dengan Yesus.

Persekutuan itu tidak kelihatan, tidak dapat diraba. Persekutuan itu bersifat rohani.

Persekutuan itu dilaksanakan oleh Roh Kudus. Untuk itu siapa yang makan roti dan

minum anggur dengan kepercayaan, maka ia akan memperoleh hidup yang kekal.

3. Perjamuan Kudus mempunyai arti bagi persekutuan antara orang-orang beriman.

Dengan tenang dalam Perjamuan Kudus kita merasakan “ persekutuan semua orang kudus”. Cawan yang kita terima itu kita teruskan kepada sesama kita. Di situ kita merasa, lebih mendalam daripada pada saat lain-lainnya,bahwa kita adalah orang-orang

berdosa.

4. Perjamuan Kudus adalah suatu perjamuan iman.

Siapa yang mau ikut merayakan Perjamuan Kudus, haruslah ia hidup dari imannya. Pada

Perjamuan Kudus pun kita tidak hidup dari apa yang kelihatan oleh mata kita,

melainkan dari iman, dari kepercayaan.

5. Perjamuan Kudus adalah suatu perjamuan kerinduan dan pengharapan.

Kerinduan akan kedatangan-Nya kembali. Bagi Yesus, Perjamuan kudus itu adalah suatu

perjamuan perpisahan dari murid-murid-Nya. Suatu saat Ia berjanji akan berjumpa

dengan mereka kelak dengan Dia. Perjamuan Kudus merupakan sebuah harapan di mana

Yesus akan datang kembali.

Dari beberapa pendapat mengenai perjamuan Tuhan di atas dapat disimpulkan bahwa

perjamuan Tuhan merupakan perjamuan peringatan akan kematian Yesus Kristus sehingga

roti dan anggur merupakan lambang darah dan tubuh Tuhan supaya setiap kali kita makan

dan minum kita menjadi satu dengan Dia dan melalui kematian-Nya kita memperoleh

(15)

7

PERJAMUAN KUDUS MENURUT INJIL SINOPTIS DAN PAULUS

Kesaksian kitab-kitab Injil sinoptis, perjamuan akhir, yang Tuhan rayakan dengan

murid-murid-Nya „pada malam Ia diserahkan‟ adalah perjamuan Paskah.18 Menurut Injil-injil

sinoptis, Injil Matius (26:17-29). Injil Markus (Markus 14:22-25) dan Injil Lukas (22:7-23),

perjamuan malam ditetapkan oleh Tuhan Yesus. Kesaksian tentang hal itu di sana-sini sedikit

berbeda tetapi isinya sama.19 Dalam ketiga injil sinoptis (Matius 26:26-29, Markus 14:22-25,

Lukas 22:14-20) dijelaskan bahwa “amanat penetapan” perjamuan malam merupakan

eskatologis, karena melalui kematian-Nya pengharapan dan kerinduan akan masa depan serta

penghayatan akan datangnya Kerajaan Allah akan kembali terungkap.20Berdasarkan “amanat penetapan” perjamuan malam dalam Perjanjian Baru, Yesus menyamakan roti dengan tubuh -Nya dan anggur dengan darah--Nya. Tindakan memecahkan roti melambangkan

penyerahan-Nya yaitu pengorbanan diri-penyerahan-Nya, sedangkan memberikan cawan minuman melambangkan

penyerahan-Nya sebagai mitra dalam perjanjian Allah.21 Ini juga dapat dilihat dalam kitab

injil Matius 26:26-28 dan Markus 14:22-25 di mana kedua kitab Injil ini sama-sama

menjelaskan tentang pengorbanan Kristus di atas kayu salib yaitu melalui kematian-Nya

manusia memperoleh keselamatan dan hidup kekal dalam hidupnya. Jadi yang dimaksudkan

dalam kitab-kitab Injil sinoptis ialah perjumuan paskah yang di mana mengingat peristiwa

kebangkitan Yesus Kristus yang telah mengorbankan diri-Nya untuk membebaskan seluruh

umat manusia yang berdosa. Perjamuan ini dikatakan bahwa ditetapkan oleh Tuhan sendiri

dan sekaligus merupakan amanat penetapan.

Dalam ketiga Injil ini juga dijelaskan bahwa perjamuan makan Yesus dengan

orang-orang berdosa. Perayaan Ekaristi memiliki akar dalam seluruh karya dan hidup Yesus yang

mewartakan Kerajaan Allah. Perjamuan makan Yesus dengan orang-orang berdosa memiliki

konteksnya pada pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah, yakni bahwa Allah berbelas

kasih dan mengundang orang-orang berdosa ke dalam persaudaraan dan persekutuan

dengan-Nya (Mrk 2:16-17; Mat 9:10-13; Luk 5:29-32; bdk. Luk 15:1).22 Perjamuan Kudus bukanlah

untuk orang-orang yang „sehat‟ melainkan untuk orang yang „sakit. Bukan pula untuk orang yang „benar‟, melainkan untuk orang berdosa.23

18

J. Abineno, Pemberitaan Firman Pada Hari-hari Khusus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 137.

19

Abineno, Perjamuan Malam, 13.

20

C. J. Heyer, Perjamuan Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 73.

21

Heyer, Perjamuan Tuhan, 63-67.

22

Martasudjita, Sakramen-sakreamen Gereja, 271.

23

(16)

8

Terkadang yang dimaksudkan dengan orang-orang berdosa disini disalah artikan. Di

dalam P.L. dosa disebut dengan sebuah kata pokoknya berarti: kehilangan (Kel. 20:20; Ams.

8:36) yang di mana jikalau dosa disebut dengan istilah demikian maka yang dimaksud ialah,

bahwa manusia kehilangan tujuannya atau tidak mencapai tujuannya, sebab ia tidak

memperhatikan peraturan yang diadakan oleh Tuhan Allah.24 Selanjutnya di dalam P.L. dosa

juga disebut dengan sebuah kata yang pokoknya berarti: bengkok, keliru, penyimpang dari

jalan, memberontak.25 Di dalam P.B. umpamanya dosa disebut: pelanggaran hukum Allah, perbuatan yang tanpa kasih (1Yoh. 3:4), kejahatan (1 Yoh. 5:17), ketidaktaatan,

ketidaksetiaan, tidak percaya, dan lain sebagainya.26 Dalam Roma 8:7, Paulus

mendefinisikan dosa sebagai keadaan perseteruan antara manusia terhadap Allah karena

manusia tidak menuruti hukum Allah. Dapat disimpulkan dari pemahaman ini adalah bahwa

dosa ialah ketidaktaatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Semua orang adalah

orang yang berdosa. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa semua orang telah berdosa

kecuali Yesus (1 Petrus 2:22). Selain itu dalam Roma 3:23 menyatakan bahwa semua orang

berada dalam dosa. Perbuatan yang kecil, besar, terlihat, dan tersembunyi yang menyeleweng

dari perintah Allah tetaplah merupakan sebuah perbuatan dosa. Dosa kecil atau besar, dosa

terlihat atau tidak kelihatan adalah dosa yang sama. Tidak ada manusia yang sempurna.

Kesempurnaan hanya milik Tuhan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Perjamuan Kudus menurut Injil-injil Sinoptis adalah

persekutuan makan Yesus dengan orang-orang berdosa jadi semua orang yang berdosa

diundang Yesus untuk mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Karena semua manusia

adalah orang berdosa, kita semua boleh ikut dalam perjamuan kudus seperti yang dikatakan

dalam Injil-injil sinoptis. Semua manusia yang berdosa berhak mengambil bagian dalam

perjamuan kudus tanpa terkecuali.

Menurut Paulus, dalam perjamuan kudus sudah terkandung dasar teologis untuk

kesatuan.27 Kesatuan berarti perjamuan menjadi alat pemersatu bukan sebaliknya menjadi

alat perpecahan. Perjamuan kudus oleh Paulus ditempatkan dalam konteks suatu persekutuan

di meja makan, sehingga Paulus mengartikan Perjamuan Kudus dalam pengertian

persekutuan bahwa roti yang dipecah-pecahkan adalah persekutuan (koinonia) dalam tubuh

Kristus, demikian juga cawan pengucapan syukur adalah persekutuan dalam darah Kristus (I

24

Hadiwijono, Iman Kristen, 235.

25

Hadiwijono, Iman Kristen, 235.

26

Hadiwijono, Iman Kristen, 235.

27

(17)

9

kor. 10:16).28 Surat I Korintus 11:24-25 yang ditulis oleh rasul Paulus merupakan perkataan

Tuhan Yesus yang menjadi dasar bagi sakramen perjamuan Kudus.29 Rasul Paulus

mengingatkan jemaat agar tidak menerima Ekaristi secara tidak layak, supaya tidak berdosa

terhadap Tubuh dan Darah Tuhan. Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan

dan minum tanpa mengakui Tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri.

Dari hal ini dapat saya simpulkan bahwa Paulus bergumul dengan syarat-syarat cara

makan dan minum dalam perjamuan Tuhan. Yang dikatakan layak dan tidak layak dalam

mengikuti Perjamuan Kudus ialah bagaimana cara kita bersikap ketika mengikuti perjamuan

kudus. Tidak layak apabila kita makan dan minum dengan berlebihan. Jadi, Paulus hanya

bergumul dengan syarat-syarat cara makan dalam perjamuan kudus dan tidak bergumul

dengan siapa saja yang layak dan tidak layak mengikuti perjamuan kudus.

PERJAMUAN KUDUS MENURUT GPM

Sakramen Perjamuan Kudus merupakan salah satu sakramen yang paling penting di

dalam Gereja-gereja. Perayaan perjamuan kudus di rayakan sebagai peringatan akan apa yang

Allah lakukan bagi kita di dalam Kristus. Dalam hal ini peringatan akan kematian Yesus,

berdasarkan pandangan ini dalam beberapa gereja di Indonesia, orang biasa memakai pakaian

hitam pada perayaan perjamuan kudus30 termaksud Gereja Protestan Maluku. Perjamuan

Kudus merupakan sebuah printah untuk orang yang percaya kepada Kristus yang mengingat penderitaan Kristus (seperti yang dikatak oleh Rasul Paulus “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku”).31

Perjamuan Kudus adalah lambang persekutuan karena kita makan

dan minum bersama sekaligus menjadi peringatan akan perngorbanan Tuhan Yesus. Menjadi

sebuah peringatan harus dipegang oleh orang Kristen kalau orang Kristen melakukan hal-hal

yang bertentangan dengan ajaran Kristus berarti ia tidak menghargai pengorbanan Tuhan

Yesus.32 Perjamuan Kudus ialah sakral dan kudus.33 Jadi Perjamuan Kudus menurut jemaat

GPM Haria ialah suatu peringatan akan pengorbanan Tuhan dan merupakan sesuatu yang

B. J. Boland, Intisari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 75.

30

M. Storm, ApakahPenggembalaan Itu? (Jakarta: GPK Gunung Mulia, 2001), 119.

31

Narasumber: Pdt. J. Leitemia (Ketua majelis jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 14.45 WIT

32

Narasumber: Ibu I. Souisa (Sek. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 17.26 WIT

33

(18)

10

SYARAT-SYARAT MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS

Menurut Injil-injil Sinoptis, syarat mengikuti Perjamuan Kudus adalah orang berdosa.

Sedangkan menurut Paulus, syarat mengikuti Perjamuan Kudus adalah cara makan dan

minum dengan cara yang layak. Syarat yang paling utama ialah orang berdosa. Semua orang

adalah orang berdosa, jadi semua diperbolehkan ikut dalam Perjamuan Kudus. Tetapi dalam

kenyataannya, dapat dilihat bahwa adanya seleksi terhadap orang-orang yang mengambil

bagian dalam Perjamuan Kudus seperti yang dilakukan oleh Calvin. Tentunya ada alasan

mengapa Calvin membuat larangan siapa yang boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam

tanpa aturan dan bebas ini membuat jemaat Jenewa cenderung hidup dalam

perbuatan-perbuatan tidak bermoral seperti mabuk-mabukkan, bermain judi, mencuri, perzinaan dan

tindakan tidak bermoral lainnya. Hal ini yang melatarbelakangi Calvin membuat disiplin

berkaitan dengan siapa saja yang boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus.

Orang yang tidak diperbolehkan ikut dalam perjamuan kudus adalah orang-orang yang

melakukan perbuatan-perbuatan tersebut (mabuk-mabukan, mencuri, zina). Perjamuan Tuhan

memegang tempat yang tinggi dalam teologi Calvin. Hal ini dimaksudkan untuk diterima

oleh orang-orang yang layak (yang memiliki iman yang benar dan pertobatan).

Selain itu, latar belakang Calvin membuat membuat disiplin ini karena Calvin ingin

membersihkan mistik perilah roti anggur yang disembah. Manfaat pertama mengambil bagian

dalam perjamuan Tuhan adalah dengan makan tubuh dan darah-Nya kita menjadi satu dengan

Kristus dalam rangka Dia hidup di dalam kita dan kita hidup di dalam-Nya. Konsep ini

menjadi sangat penting karena telah menjadi peleburan sejati sehingga Calvin mengklaim

bahwa tanpa mempercayai hal ini maka tidak akan ada keselamatan yang diperoleh.35 Maka

yang terjadi adalah roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darah Tuhan dianggap

sama saja dengan tubuh dan darah Kristus. Artinya makan roti berarti makan tubuh Kristus

34

De Jonge, Apa Itu Calvinisme, 8.

35

Ester P, Widiasih. (2013). Fencing The Lord’s Table. Sola Experientia, Vol. 1, Issue 2, pp. 167-182,

(19)

11

dan minum anggur adalah minum darah Kristus. Hal inilah yang dikritisi oleh Calvin. Oleh

karena itu roti dan anggur itu sendiri tidak boleh dianggap sama saja dengan tubuh dan darah

yang di dalam surga itu, melainkan harus dipandang sebagai tanda dan materai anugrah dan

kasih Tuhan di dalam Yesus Kristus.36

Larangan siapa yang boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus tentunya

berhubungan erat dengan disiplin/siasat gereja. Disiplin gereja atau yang biasa juga disebut

potesta iudicans merupakan kuasa yang dipakai untuk menjaga kesucian gereja, dengan cara

menerima mereka yang telah lulus suatu ujian dan menyingkirkan mereka yang ada di luar

kebenaran atau melakukan hal-hal yang tidak benar di dalam hidup mereka.37 Seperti kita

ketahui bahwa setiap kita membahas disiplin/siasat gereja, kita tidak bisa terlepas dari Calvin.

Kita akan melihat apa itu disiplin gereja, bagaimana disiplin gereja diterapkan, tujuan disiplin

gereja, serta masa berlaku disiplin gereja. Sebelum Calvin, kehidupan jemaat mula-mula

menganggap kehidupan yang suci yang berkenan kepada Allah sesuatu yang penting (mis. 1

Tes. 2:12) dan melihat pelanggaran terhadap kesusilaan sebagai bahaya untuk keselamatan

(mis. 1 Kor. 6:9-10).38 Juga jelas bahwa sejak permulaan gereja, orang-orang yang berdosa

berat dapat dikucilkan dari jemaat (ump. 1 Kor 5:1-8; Mat. 18:15-18). Pengucilan dari

persekutuan gerejawi, yang telah terdapat di agama Yahudi (bnd. Yoh 9:22, 34), di gereja

secara khusus dikaitkan dengan perjamuan kudus (bnd. 1 Kor. 11:27-32), lambang

keselamatan yang diperoleh oleh orang-orang percaya dan yang dapat hilang oleh cara hidup

yang bertentangan dengan hukum Allah.39 Sejak permulaan selalu ada kelompok-kelompok

yang berpegang secara ketat pada pemahaman bahwa orang-orang Kristen harus hidup suci

sesuai perintah-perintah Kristus dan dapat kehilangan keselamatan kalau mereka berdosa dan

bagi mereka gereja itu kudus karena anggota-anggotanya suci.40 Akan tetapi pemahaman

yang menjadi lebih umum dalam gereja adalah bahwa kekudusan gereja tidak terletak pada

manusia, melainkan pada Allah yang mengaruniakan keselamatan melalui gereja-Nya jadi

gereja adalah kudus karena memberikan hal-hal yang kudus yakni Firman dan

sakramen-sakramen, kepada orang-orang berdosa.41 Disiplin gereja, termasuk pengucilan dari

persekutuan perjamuan kudus, adalah terutama alat untuk mendorong orang-orang berdosa

36

Berkhof dan Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 175.

37

(20)

12

untuk menyesali dosanya dan bertobat.42 Yang dimaksudkan oleh Calvin dengan disiplin

adalah ketertiban di dalam gereja, usaha untuk menghindari dan menghilangkan dosa. Tujuan

utama disiplin adalah mempertahankan kesucian gereja sebagai persekutuan yang merayakan

perjamuan kudus, supaya nama Allah tetap dipermuliakan dan tidak dicemarkan.43

Jadi dapat saya disimpulkan bahwa maksud Calvin membuat disiplin/siasat gereja

untuk menjaga kesucian gereja dengan cara menerima mereka yang melakukan perintah

Allah dan menjauhkan mereka yang tidak melakukan perintah-Nya. Siasat/disiplin gereja

dibuat dengan tujuan agar orang dapat memperoleh keselamatan dengan cara orang yang

melakukan dosa mengaku dosanya lalu menyesali dosa yang dilakukan dan bertobat dari

perbuatan dosa yang dilakukan. Selain itu disiplin/siasat yang dibuat oleh Calvin hanya

berlaku untuk jemaat di Jenewa pada saat itu. Disiplin yang dibuat Calvin berlaku untuk

jemaat di Jenewa dan tidak terpikirkan oleh Calvin bahwa displin ini akan berlaku di segala

zaman bagi gereja-gereja yang beraliran Calvinist.

PERKAWINAN KRISTEN

Pandangan agama Kristen mengenai perkawinan dimulai dengan melihat perkawinan

sebagai suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan dan memandang perkawinan sebagai

tata-tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan.44 Hal ini dapat dilihat dalam kisah penciptaan di

mana Tuhan menciptakan seorang wanita untuk mendampingi Adam. Gustrude Nystrom

menambahkan, yang menjadi dasar utama dari perkawinan menurut Alkitab adalah kasih

yang tulus dari dua orang, satu pada yang lainnya, sehingga mereka menentukan untuk hidup

bersatu dalam suka dan duka hingga diceraikan oleh kematian.45 Kasih di sini ialah kasih

agape, kasih Tuhan, kasih yang tidak mencari keuntungan sendiri, kasih yang melayani, yang

memelihara, yang melindungi dan mendukung.46 Dari dasar perkawinan ini, dapat dilihat

bahwa tujuan dari pekawinan itu sendiri ialah saling membantu dan saling melengkapi.

Hakikat perkawinan sebagai persekutuan seumur hidup, suami-istri terpanggil untuk

memelihara untuk menjadi semakin kokoh dan tak terpisahkan.47 Perkawinan secara Kristen

perlu disahkan baik oleh pemerintah maupun gereja sebab perkawinan adalah suatu ikatan

42

De Jonge. C, Apa Itu Calvinisme?, 147.

43

De Jonge. C, Apa Itu Calvinisme?, 151.

44

J. Verkuyl, Etika Kristen, 54.

45

Soerjono, Perkawinan yang Bahagia (Surabaya: Yakin, 1982), 07.

46

J. Verkuyl, Etika Kristen, 61.

47

(21)

13

resmi, bukan bedasarkan pada ikatan menurut selera, cinta sama cinta dan sebagainya.48

Ketentuan-ketentuan pernikahan Kristen yang sah apabila pasangan calon mempelai

mengikuti pemberkatan nikah di gereja. Letak kekudusan dalam perkawinan yang berkenan

kepada Allah dapat dilihat dalam Efesus 5:22-33. Intinya ialah suami harus mengasihi

istrinya sama seperti Kristus mengasihi jemaatnya dan istri harus tunduk kepada suami sepeti

jemaat yang tunduk kepada Kristus yang adalah kepala jemaat. Saling mengasihi merupakan

hal yang penting dalam membangun sebuah rumah tangga Kristen.

Dapat disimpulkan bahwa perkawinan Kristen dilihat sebagai perkawinan yang

semulanya sudah ditentukan oleh Tuhan yang menciptakan seorang wanita untuk menemani

satu orang pria. Hal ini berarti sifat perkawinan Kristen ialah monogami yang di mana satu

untuk pasangannya dan pasangannya hanya untuk dia. Saling setia satu dengan yang lain

sampai maut yang memisahkan merupakan dasar dari perkawinan itu sendiri. Pernikahan

yang sah menurut pernikah Kristen adalah bagi mereka yang melakukan pernikahan di gereja.

Ada pun bentuk-bentuk perkawinan yang berlaku di Indonesia diantaranya bentuk “perkawinan jujur”, “perkawinan semanda”, perkawinan bebas(mandiri), “perkawinan campuran”, dan “perkawinan lari”.49

1. Perkawinan Jujur

Perkawinan jujur merupakan perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang

(barang) jujur, pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat yang

mempertahankan garis keturunan bapak (patrilineal). Pemberian uang/barang jujur

(Gayo: unjuk; Batak: boli, tuhor, parunjuk, pangoli; Nias:beuli niha; Lampung: segreh,

seroh, daw, adat; Timor-Sawu: belis,wellie dan Maluku: beli, wilin) dilakukan oleh

pihak kerabat calon suami kepada pihak kerabat calon istri, sebagai tanda pengganti

pelepasan mempelai wanita keluar dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya,

pindah dan masuk ke dalam persekutuan hukum suaminya.

2. Perkawinan Semanda

Kebalikan dari perkawinan jujur, perkawinan semanda pada umumnya berlaku di

lingkungan masyarakat adat yang matrilineal, dengan maksud mempertahankan garis

keturunan pihak ibu (wanita). Dalam perkawinan semanda, calon mempelai pria dan

48

Nurhani Ni Komang, “Perkawinan Orang Asing” (S.Si. Teol., UKSW, 2009),26.

49

(22)

14

kerabatnya tidak melakukan pemberian uang jujur kepada pihak wanita, sebagaimana di

Minangkabau berlaku adat pelamaran berlaku dari pihak wanita kepada pihak laki-laki.

3. Perkawinan Bebas (Mandiri)

Bentuk perkawinan ini pada umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat yang

bersifat parental (keorangtuaan), seperti berlaku di kalangan masyarakat Jawa, Sunda,

Aceh, Melayu, Kalimantan, dan Sulawesi, dan di kalangan masyarakat Indonesia yang

modern, di mana kaum keluarga atau kerabat tidak banyak lagi campur tangan dalam

keluarga/rumah tangga.

4. Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran menurut hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di antara

suami dan istri yang berbeda suku bangsa, dan/atau berbeda agama yang dianut.

5. Perkawinan Lari

Perkawinan lari dapat terjadi di suatu lingkungan masyarakat adat, tetapi yang

terbanyak berlaku adalah di kalangan masyarakat Batak, Lampung, Bali,

Bugis/Makassar, dan maluku. Di daerah-daerah tersebut walaupun kawin lari ini

merupakan pelanggaran adat, namun terdapat tata tertib cara menyelesaikannya sesuai

dengan hukum adat yang berlaku dalam persekutuan masayarakat.

Dapat disimpulkan bahwa banyaknya bentuk-bentuk pernikahan yang terjadi di

Indonesia dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Bentuk perkawinan yang terakhir yaitu

kawin lari akan berujung pada yang namanya kawin piara.

KAWIN PIARA DI JEMAAT GPM HARIA

Jemaat yang menjadi tempat penelitian penulis adalah Jemaat GPM Haria. Jemaat

GPM merupakan salah satu jemaat yang berasal di wilayah pelayanan klasis pulau-pulau

Lease GPM dengan jumlah jemaat 6240 jiwa. Masing-masing jumlah laki-laki 3148 jiwa dan

jumlah perempuan 3092 jiwa, yang terdiri dari 12 sektor dan 38 unit pelayanan dengan 76

majelis jemaat yang terdiri dari 38 penatua dan 38 diaken.

Secara ekonomi, Jemaat GPM Haria dapat digolongkan menengah ke bawah. Hal ini

dilihat berdasarkan pekerjaan anggota jemaat yang sebagian besar adalah buru tani, disusul

(23)

15 TABEL I

Mata Pencaharian Warga Jemaat GPM Haria

No Pekerjaan Jumlah

1. Nelayan 330

2. Petani 514

3. Pegawai swasta 60

4. PNS 156

5. Pengusaha 64

6. TNI/Polri 11

7. Siswa 1.500

8. Tidak bekerja 3.605

Sumber : Statistik Jemaat GPM Haria tahun 2015

Sedangkan jika dilihat dari tingkat pendidikan, Jemaat GPM Haria ini sangat

bervariasi. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT).

Lihat tabel II.

TABEL II

Tingkat Pendidikan Warga Jemaat GPM Haria No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tidak sekolah 1109

2. SD 2564

3. SMP 1705

4. SMA 773

5. D2 19

6. S1/S2 70

Sumber : Statistik Jemaat GPM Haria tahun 2015

Jemaat GPM Haria merupakan jemaat terbesar yang berada di wilayah pelayanan

klasis pulau-pulau Lease. Jemaat dengan mata pencaharian terbesar adalah petani dan

nelayan serta tingkat pendidikan jemaat terbanyak ialah SD. Masalah ekonomi memang

menjadi sumbernya. Tingkat pendidikan rendah yang banyak membuat banyak jemaat susah

untuk mencari pekerjaan yang taraf hidupnya lebih tinggi. Akhirnya banyak yang memilih

(24)

16

Di jemaat terbesar yang berada di wilayah pelayanan klasis pulau-pulau Lease ini,

masih terjadi praktek kawin piara. Kawin piara adalah kesepakatan hidup bersama antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa adanya pemberkatan nikah di gereja.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kawin piara di jemaat GPM Haria adalah ekonomi.

Faktor yang pertama ialah ekonomi dikarenakan tidak adanya biaya untuk membiayai

perkawinan.50 Faktor yang paling besar dalam hal ini faktor ekonomi karena ketika

melangsungkan pernikahan, pasangan ini ingin semua keluarganya berkumpul dan rata-rata

orang yang kawin piara adalah mereka yang ekonominya rendah. 51 Selain faktor ekonomi,

faktor yang lain ialah tidak mendapat restu dari orang tua. Faktor yang kedua ialah tidak ada

restu dari orang tua dan akhirnya mereka memutuskan untuk kawin lari dan kawin piara.

Tidak adanya restu orang tua karena orang tua tidak senang dengan pilihan anaknya sebab

orang tua melihat latarbelakang pilihan anaknya. Tentunya hal ini merupakan penghalang

bagi kedua pasangan yang ingin melangsunkan pernikahan. Tidak mendapat restu dari orang

tua akhirnya kedua pasangan ini dengan kesepakatan bersama memilih untuk kawin piara. 52

Dapat dilihat bahwa pada dasarnya faktor ekonomi sangat mempengaruhi seluruh

aspek kehidupan manusia termasuk pada tingkat seseorang memutuskan untuk kawin piara.

Dari data statistika jemaat GPM Haria, tingkat pengaguran sangat banyak. Faktor ekonomi

mempunyai peranan yang sangat penting karena pasangan yang ingin menikah dan tidak

mempunyai biaya pernikahan untuk membayar adat dan administrasi pernikahan (karena

tidak adanya pekerjaan), maka atas keputusan bersama pasangan ini memilih untuk hidup

bersama sebagai suami istri tanpa adanya pernikahan yang sah menurut ketentuan atau aturan

gereja tetapi pasangan kawin piara ini tetap menjaga nilai-nilai kekudusan dalam perkawinan

seperti cinta kasih, kesetiaan, dan kejujuran. Selain ekonomi, faktor yang membuat anggota

jemaat GPM Haria memilih kawin piara adalah tidak adanya persetujuan dari orang tua.

Tidak ada restu dari orang tua laki-laki atau perempuan di lihat dari latar belakang calon

anaknya (bibit, bebet dan bobot calon menantunya). Di jemaat GPM Haria, faktor yang kedua

ini presentasinya sedikit di bandingkan dengan faktor ekonomi.

Selain itu dilihat dari gambaran umum jemaat GPM Haria, saya dapat disimpulkan

juga bahwa faktor dengan presentasi yang kecil lainnya ialah faktor pendidikan. Tingkat

pendidikan yang rendah membuat membuat pemahaman seseorang terbatas dan mengambil

50

Narasumber: Ibu M. Loupatty (jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 21.47 WIT

51

Narasumber: Ibu I. Souisa (Sek. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 17.26 WIT

52

(25)

17

jalan pintas tanpa pikir panjang. Banyak anak yang tingkat sekolah rendah atau dapat

dikatakan putus sekolah, menikah usia dini sangatlah terjadi. Tingkat pendidikan yang rendah

dengan mata pencaharian yang terbilang kadang cukup dan tidak untuk menghidupi

kehidupan jemaat, kawin piara menjadi pilihan yang di ambil bagi pasangan yang saling

sayang tetapi tidak mempunyai uang untuk membiayai pernikahan mereka.

PANDANGAN JEMAAT GPM HARIA TERHADAP KAWIN PIARA

Kawin piara adalah kesepakatan hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan tanpa adanya pemberkatan nikah di gereja tetapi mereka setia pada nilai-nilai

kekudusan dalam perkawinan. Kawin piara bukan cara hidup seorang Kristen (hidup

seorang Kristen apabila sebelum membangun rumah tangga ia harus melalui proses

pernikahan) serta kawin piara merupakan sebuah praktek hidup kekafiran, hidup yang tidak

sesuai dengan kehendak Allah.53 Pasangan kawin piara adalah pasangan yang berdosa

(memang semua orang berdosa, tetapi pasangan kawin piara melakukan dosa secara

sadar).54 Selain itu kawin piara dianggap dosa, kawin piara dianggap sebagai sebuah

praktek perbuatan zina.55 Dipandang melakukan dosa dan zina oleh jemaat karena belum

menikah secara sah di gereja tetapi sudah hidup sebagai suami-istri, lalu yang menjadi

pertanyaan saya ialah yang dimaksud dengan dosa, dosa dalam perkawinan itu seperti apa?

Apakah tidak ikut aturan tetapi saling setia ataukah ikut aturan tetapi dalam pernikahan

terjadi KDRT? Lalu apakah pasangan kawin piara yang saling setia terhadap pasangannya

dianggap zina ataukah yang sudah menikah sah di gereja tetapi dalam membangun kehidupan

rumah tangganya ia tidak setia (selingkuh)?

Berbicara tentang dosa, seperti pembahasan sebelumnya kata dosa selalu disalah

artikan. Dosa dalam P.L berarti: kehilangan (Kel. 20:20; Ams. 8:36), yang juga bengkok,

keliru, penyimpang dari jalan, memberontak.56 Dosa dalam P.B disebut: pelanggaran hukum Allah, perbuatan yang tanpa kasih (1Yoh. 3:4), kejahatan (1 Yoh. 5:17), ketidaktaatan,

ketidaksetiaan, tidak percaya, dan lain sebagainya.57 Dapat disimpulkan dari pemahaman ini

adalah bahwa dosa ialah ketidaktaatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Semua

53

Narasumber: Pdt. J. Leitemia (Ketua majelis jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 14.45 WIT

54

Narasumber: Ibu I. Souisa (Sek. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 17.26 WIT

55

Narasumber: Pdt. J. Leitemia (Ketua majelis jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 14.45 WIT

56

Hadiwijono, Iman Kristen, 235.

57

(26)

18

orang adalah orang yang berdosa. Pasangan kawin piara, pasangan yang sah secara hukum

juga dianggap berdosa apabila mengabaikan nilai-nilai kekudusan dalam pernikahan.

Sebelumnya telah dikatakan bahwa hakikat dalam perkawinan adalah cinta kasih.

Kekudusan sebuah perkawinan dapat dilihat dalam Efesus 5 yang mengatakan bahwa suami

harus mengasihi istrinya sama seperti Kristus mengasihi suaminya. Dalam perkawinan

apabila tidak ada cinta kasih dan tidak ada rasa saling menghargai satu dengan yang lain,

menurut saya itulah dosa yang sesungguhnya dalam pernikahan. Kemudian pasangan ini

dianggap melakukan praktek zina, yang dikatakan apabila tidak ada cinta kasih sehingga

membuat pasangan kita mencari orang lain. Zina yang sebenarnya adalah perbuatan mendua

yang sangat dilarang dalam perkawinan. Dalam hal ini dapat saya simpulkan bahwa pasangan

kawin piara dianggap melakukan dosa karena belum mengikuti aturan yaitu menikah secara

sah. Dosa disini dipahami sebagai formalitas. Pemahaman tentang dosa tidak terbatas pada

aturan-aturan yang berlaku saja tetapi dosa juga sebenarnya menunjuk pada sikap dan

perbuatan kita. Kenapa saya katakan seperti itu? Nanti hal ini dapat dilihat dalam

pembahasan selanjutnya. Yang pasti pandangan negatif terhadap pasangan kawin piara

membuat mereka tidak dilibatkan dalam perjamuan kudus.

ALASAN GPM HARIA MELARANG PASANGAN KAWIN PIARA MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS

Menururt Pdt. J. Leitemia Perjamuan Kudus merupakan sebuah perintah untuk orang

yang percaya kepada Kristus yang mengingat akan penderitaan Kristus (seperti yang

dikatakan oleh Rasul Paulus “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku”).58 Menjadi

peringatan untuk mengingat bagaimana Yesus sebelum malam ia diserahkan untuk

disalibkan, Ia makan dan minum bersama-sama dengan para murid-Nya untuk mengingat

peristiwa sengsara Yesus yang rela menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa umat

manusia yang berdosa. Selain perjamuan kudus merupakan sebuah perintah peringatan akan

sengsara Yesus, Perjamuan Kudus merupakan sakramen yang kudus untuk itu siapa yang

mau ikut dalam Perjamuan Kudus ia harus memeriksa hatinya.59Perjamuan Kudus itu merupakan perjamuan yang sakral, kudus dan suci.60 Karena perjamuan kudus merupakan

58

Narasumber: Pdt. J. Leitemia (Ketua majelis jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 14.45 WIT

59

Narasumber: Pnt. Nick Loupatty (Bend. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 15.25 WIT

60

(27)

19

perjamuan yang suci, kudus dan sakral, untuk itu perjamuan tidak boleh dikuti oleh

sembarangan orang. Di GPM, yang boleh mengikuti perjamuan kudus hanyalah bagi mereka

yang sudah sidi dan tidak terlibat dalam disiplin gereja. Menurut tradisi di GPM selain belum

sidi, yang telah kenal tindakan disiplin Gereja seperti yang belum menikah tetapi sudah

tinggal satu rumah (kawin piara), tidak diperbolehkan ikut dalam Perjamuan Kudus.61

Gereja Protestan Maluku merupakan bagian dari aliran calvinist dan melakukan

disiplin gereja seperti yang dilakukan Calvin di jemaat Jenewa. GPM juga memberlakukan

disiplin gereja berkaitan dengan keikutsertaan seseorang dalam mengikuti perjamuan kudus.

Yang diperbolehkan mengikuti perjamuan kudus adalah bagi anggota jemaat yang sudah sidi

dan tidak terlibat dalam disiplin gereja. Pasangan kawin piara dianggap terlibat dalam disiplin

gereja karena belum menikah secara sah dan diangggap melakukan perzinahan. Dari sepuluh

orang yang saya wawancarai, hanya ada tiga anggota jemaat yang beranggapan bahwa

pasangan kawin piara bukanlah pasangan yang berbuat zinah. Kawin piara bukan merupakan

sebuah perzinahan. Dikatakan zinah apabila sudah menikah lalu melakukan kawin piara

dengan orang lain.62 Seseorang yang berbuat zina apakah sama dengan pasangan kawin piara yang setia dengan pasanganya saja? Saya pikir ini tidak sama. Kita dapat kembali ke masa

lalu pada zaman Abraham dan Sarah. Jauh sebelum agama masuk saya pikir Abraham dan

Sarah juga hidup dalam kehidupan kawin piara. Tidak ada pemberkataan nikah atas kedua

orang ini tetapi kedua pasangan ini saling setia serta seisi keluarga diberkati Tuhan. Hal ini

dapat dilihat bahwa kawin piara tidak selalu identik dengan zina.

Calvin pada jemaat di Jenewa melarang orang yang berbuat zina dan bukan orang

yang kawin piara untuk tidak mengikuti perjamuan kudus. Kita sudah kehilangan apa yang

sebenarnya dimaksudkan oleh Calvin. Jenewa baru saja merdeka dan membebaskan diri dari

uskup Jenewa maka Jenewa cenderung hidup tanpa aturan, otonom dan bebas. Hidup tanpa

aturan dan bebas ini membuat jemaat Jenewa cenderung hidup dalam perbuatan tidak

bermoral seperti mabuk-mabukkan, mencuri, perzinaan dan tindakan tidak bermoral lainnya.

Hal ini yang melatarbelakangi Calvin membuat disiplin berkaitan dengan siapa saja yang

boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus. Orang yang tidak diperbolehkan ikut

dalam perjamuan kudus adalah orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut

dan perbuatan kejahatan lainnya. Siasat/disiplin yang dibuat oleh Calvin dengan tujuan agar

tetap menjaga kekudusan dan kesucian gereja serta memberikan kesempatan kepada kita

61

Narasumber: Ibu I. Souisa (Sek. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 17.26 WIT

62

(28)

20

untuk menyesali perbuatan kita dan bertobat. Untuk itu Calvin membuat larangan agar

orang-orang seperti ini tidak mengikuti perjamuan kudus agar mereka membenahi kehidupan

mereka. Larangan yang di buat Calvin tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa

siasat/disiplinnya itu berlaku secara universal dan di segala zaman.

Hal yang membuat saya terkejut ketika saya melakukan wawancara dengan beberapa

orang dan mereka mengatakan bahwa memang di jemaat GPM Haria pasangan kawin piara

tidak mengikuti perjamuan kudus tetapi yang berzina ada mengikuti perjamuan kudus.

Seperti yang dikatakan oleh In Souisa bahwa memang ada yang melakukan perbuatan zina

mengambil bagian dalam perjamuan kudus dan kami sudah tahu bahwa ia berzina atau

selingkuh tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti. Kalau kawin piara

sudah jelas kita lihat dengan kasat mata jadi itu merupakan bukti besar. Kalau yang berzina

memang kita tahu bahwa ia berzina tetapi gereja tidak mempunyai bukti dan tidak mau

mengambil resiko karena tidak ada bukti.63 Hal ini dapat dilihat dengan jelas seperti yang saya katakan sebelumnya bahwa jemaat GPM Haria melihat dosa yang dilakukan kawin piara

hanya dari sudut pandang dosa prosedur. Memang benar pasangan kawin piara tidak

mengikuti prosedur atau aturan yang ada tetapi belum tentu mereka tidak saling mengasihi.

Zina merupakan kebalikan dari kawin piara artinya bahwa pasangan yang menikah sesuai

prosedur atau aturan yang ada tetapi dalam membangun rumah tangganya mereka tidak

menerapkan nilai-nilai kekudusan dalam pernikahan mereka. Calvin dengan jelas-jelas

mengatakan bahwa zina tidak diperbolehkan dan tidak ada larangan bagi pasangan kawin

piara tetapi yang saya lihat adalah hal yang sebaliknya yang terjadi di dalam jemaat GPM

Haria. Karena pasangan kawin piara disamakan dengan zina yang terlihat dengan kasat mata

dan zina yang sesungguh tidak dilihat dengan kasat maka maka hal ini membuat gereja

berdiam diri. Gereja lebih mengurusi hal-hal yang bersifat prosedur saja tetapi nilai-nilai

yang terkandung di dalam pernikahan itu sendiri diabaikan. Saya pikir pasangan yang tidak

ikut aturan tetapi menjalankan nilai-nilai kekudusan dalam perkawinan dan pasangan yang

menikah sesuai aturan tetapi mengabaikan nilai-nilai kekudusan dalam sebuah perkawinan

perlu ada menerapan disiplin atau siasat gereja yang sama.

Hal yang perlu diperhatikan juga adalah perjamuan itu sendiri. Seperti pada awal

bagian ini dikatakan bahwa perayaan perjamuan kudus dirayakan sebagai peringatan akan

apa yang Allah lakukan bagi kita di dalam Kristus. Dapat dilihat dalam kitab injil Matius

63

(29)

21

26:26-28 dan Markus 14:22-25 di mana kedua kitab Injil ini sama-sama menjelaskan tentang

pengorbanan Kristus di atas kayu salib yaitu melalui kematian-Nya manusia memperoleh

keselamatan dan hidup kekal dalam hidupnya. Makan roti dan minum anggur dalam

perjamuan kudus menggambarkan darah dan tubuh Yesus yang diserahkan bagi manusia.

Selain itu dalam I Kor 11:27 dan 29 mengingatkan kita bahwa kita harus layak ketika makan

dan minum dalam perjamuan kudus. Layak dan tidak layak yang dimaksudkan di sini bukan

berkaitan dengan orang yang berdosa dan tidak berdosa. Yang dimaksud dengan “makan roti dan minum cawan Tuhan dengan cara yang tidak layak” ialah makan dan minum yang tidak sesuai dengan suasana di dalam perjamuan itu.64 Makan dan minum yang berlebihan sampai

mabuk anggur. Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan roti dan minum

anggur tanpa mengakui tubuh dan darah Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya

sendiri. Jelaslah dalam surat I Kor jelas yang dimaksud adalah cara makan dan minum yang

layak. Layak dan tidak layak tidak diperhitungkan bagi manusia karena perjamuan kudus

merupakan perjamuan untuk orang-orang berdosa.

Setiap orang berdosa berhak mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Perjamuan

Kudus bukanlah untuk orang-orang yang „sehat‟ melainkan untuk orang yang „sakit‟. Bukan pula untuk orang yang „benar‟, melainkan untuk orang berdosa.65

Setiap kita yang mengambil

bagian dalam Perjamuan Kudus harus menyadari diri bahwa kita semua adalah orang yang

berdosa karena Perjamuan di peruntuhkan bagi orang-orang berdosa. Kita dan pasangan

kawin piara adalah manusia berdosa yang diselamatkan Allah. Perjamuan kudus

diperuntuhkan bagi manusia yang berdosa. Semua manusia di muka bumi ini adalah berdosa

untuk itu kita manusia yang berdosa tidak boleh membatasi siapa saja yang boleh ikut dan

tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus. Kalau kita membatasi perjamuan kudus tidak boleh

diikuti oleh pasangan kawin piara sedangkan manusia-manusia yang berbuat dosa lainnya

yang tidak kelihatan mengikuti perjamuan kudus berarti kita menjadikan perjamuan kudus

sebagai hukuman. Kenapa saya katakan seperti ini, karena ketika orang berdosa yang ingin

mengikuti perjamuan kudus dan gereja melarangnya maka saya rasa perjamuan kudus

merupakan hukuman dan bukan lagi perjamuan kudus bukan lagi untuk memperoleh

keselamatan. Kalau perjamuan hanya untuk orang yang layak maka pada saat perjamuan,

tidak ada satu orang pun yang datang untuk mengikuti perjamuan kudus.

64

Hadiwijono. Inilah Sahadatku. Hal.175

65

(30)

22

SIKAP JEMAAT GPM HARIA TERHADAP LARANGAN MENGIKUTI PERJAMUAN KUDUS BAGI PASANGAN KAWIN PIARA

Dari faktor penyebab dan alasan gereja melarang pasangan kawin piara mengikuti

perjamuan kudus, maka dari hasi penelitian dilihat bahwa jemaat GPM Haria menerima hal

itu. Menerima kalau pasangan ini tidak boleh ikut dalam perjamuan kudus. Kalau saya

sendiri masih memegang prinsip orang tua dulu. Kalau bagi siapa yang anaknya masih

kumpul kebo atau kawin piara, maka anak itu tidak boleh masuk dalam perjamuan asa yang

kudus.66 Hal melarang ini sudah ada sejak dulu dan berlaku sampai sekarang. Dulu memang adanya larangan secara terang-terangan dan keras. Karena sekarang jemaat sudah di bentuk

dengan hal yang demikian, maka dengan sendirinya pasangan kawin piara sadar bahwa hal

yang lakukan itu adalah hal yang salah dan mereka sendiri yang menarik diri agar tidak

terlibat dalam perjamuan kudus karena takut ada bencana yang menimpa kehidupan mereka

seperti anaknya sakit bagi yang sudah memiliki anak. Dan jika ditanyakan apakah terlepas

dari aturan yang ada, pasangan kawin piara bisa mengikuti perjamuan kudus? Semua yang

saya wawancarai menjawab hal yang sama bahwa tetap tidak bisa. Memang jemaat GPM

Haria menerima hal itu walaupun ada yang berpendapat bahwa kawin piara yang setia bukan

zina.

Mereka tidak berani menentang aturan yang sudah ada sejak dulunya. Orang tua juga

mempunyai peranan penting dalam hal ini. Mengapa saya katakan seperti itu? Salah satu

faktor yang mempengaruhi anak mengambil keputusan untuk kawin piara adalah tidak ada

restu dari orang tua. Karena orang tua tidak setuju itu berarti orang tua juga ikut melakukan

dosa karena menciptakan kekerasan dan berbuat tidak adil maka orang tua juga harus

dikenakan disiplin. Berarti orang tua yang membuat anak mereka mengambil keputusan

untuk kawin piara tidak diperbolehkan ikut dalam perjamuan kudus.

Menurut Yeti Mahakena, saya tidak bisa menolak mereka ikut dalam perjamuan

kudus tetapi harus ada kesadaran dari mereka. Pada saat dulu memang dilarang dengan

sangat keras tetapi lama-kelamaan pasangan kawin piara ini juga diundang dalam pesta

perjamuan kudus seperti yang dikatakan oleh ketua majelis jemaat GPM Haria (Undangan

untuk ikut dalam perjamuan kami sampaikan kepada semua orang. Kami tidak lagusung

melarangan pasangan kawin piara untuk ikut tetapi dengan sendiri mereka sadar bahwa

mereka tidak bisa ikut dalam Perjamuan Kudus. Hidup dalam tradisi ini yang kuat sehingga

66

(31)

23

dengan sendiri hal ini membatasi langkah mereka.). Seperti yang sudah saya katakan bahwa

jemaat GPM Haria hidup dalam tradisi yang kuat dan akhirnya menimbulkan kesadaran

sendiri tanpa dilarang. Artinya bahwa jemaat GPM haria tetap saja hidup dalam tradisi yang

kuat ini. Bahkan kalau ada yang ingin mendobrak masalah ini dengan alasan dan bukti-bukti

yang kuat, maka tidak dapat dipungkiri bahwa orang tersebut akan dianggap orang yang aneh

dan pemberontak karena ingin menghancurkan tradisi yang sudah ada dalam waktu yang

begitu lama.

Sikap yang hanya menerima saja tradisi yang sekian lama terjadi tanpa mengetahui

sebab Calvin membuat larangan ini membuat kita menjadi hakim karena kita ikut melarang

orang yang berdosa terlibat dalam perjamuan kudus. Janganlah kita kehilangan tujuan dari

perjamuan itu sendiri yang semua orang-orang berdosa dipanggil untuk bersekutu bersama

makan dan minum yang menjadi peringatan akan Yesus. Jadi dapat dilihat bahwa memang

benar pada dasarnya jemaat GPM Haria menyetujui adanya larangan bagi pasangan kawin

piara dalam mengikuti perjamuan kudus. Hal ini ditandai dengan sikap jemaat yang

menerima adanya larangan terserbut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian yang telah saya jabarkan, dapat disimpulkan bahwa Gereja Protestan

Maluku adalah gereja yang beraliran Calvinis dan mengikuti disiplin yang di buat oleh

Calvin. Salah satunya adalah larangan siapa yang boleh ikut dan tidak boleh ikut dalam

Perjamuan Kudus. Orang yang dianggap tidak layak atau berada dalam disiplin gereja tidak

boleh ikut dalam Perjamuan Kudus termasuk pasangan kawin piara. Dalam hal perlakuan

orang kawin piara, gereja harus menerapkan standar ganda dalam penerapan disiplin/siasat

gereja, yang dimana:

1. Bagi pasangan kawin piara, mereka dikenakan disiplin/siasat gereja dengan alasan

perkawinan mereka tidak sesuai dengan aturan-aturan formal dan prosedur yang

berlaku. Kesetian mereka pada nilai-nilai kekudusan dalam perkawinan tidak

menjadi bahan pertimbangan.

2. Pasangan-pasangan nikah yang mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan

formal yang ditetapkan oleh gereja tetapi yang mengabaikan nilai-nilai kekudusan

(32)

24

Selain itu jemaat GPM Haria memahami dosa sebagai dosa prosedur. Dosa belum

dilihat secara luas yaitu belum melihat dosa dalam mengabaikan nilai-nilai kekudusan dalam

perkawinan seperti kesucian, kesetiaan, saling menghargai, kejujuran, keadilan dan cinta

kasih.

Ada beberapa saran yang ingin saya sampaikan sehubungan dengan hasil penelitian

yang telah dilakukan di antaranya :

a. Kepada GPM Haria

Gereja harus memberhentikan atau tidak lagi melakukan standar ganda untuk

pasangan kawin piara dalam mengikuti perjamuan kudus. Selain itu, gereja harus

memperluas paham tentang kesucian kehidupan perkawinan. Gereja bukan hanya

sibuk mengurusi prosedur atau aturan-aturan formal dalam perkawinan tetapi lebih

dari itu gereja harus memperhatikan nilai-nilai yang diajarkan dalam perkawinan

Kristen.

b. Kepada Fakultas Teologi

Lebih mempersiapkan calon-calon pekerja Tuhan dengan memberikan pemahaman

yang mendalam mengenai perjamuan kudus agar pemimpin-pemimpin gereja

nantinya tidak kehilangan makna dan tujuan dari perjamuan kudus itu bagi seluruh

jemaatnya serta bagaimana menyikapi masalah larang kawin piara dalam mengikuti

(33)

25 Daftar Pustaka

Buku

Abineno, J. L. Ch. Pemberitaan Firman pada hari-hari khusus. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1981.

Abineno, J. L. Ch. Perjamuan Malam. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

Abineno, J. L. Ch. Sekitar Etika dan Soal-soal Etis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Aritonang. Berbagai Aliran Didalam Dan Disekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2007.

Berkhof, Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Berkhof. L. Teologi Sistematika 5: Doktrin Gereja. Jakarta: Lembaga Reformed Injili

Indonesia, 1997.

Boland, B. J. Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Dariyo. A. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2004.

De Jonge, C. Apa Itu Calvinisme. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Duyverman, M. E. (2008). Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung

Mulia.

Engel, J. D. (2005). Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen. Salatiga: Widya Sari

Press.

Farrugia, O‟Collins. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Guthrie, D. Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, eskatologi, etika. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009.

Hadiwaryono,Purwo. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius, 1992.

(34)

26

Hadiwijono, H. Inilah Sahadatku. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Heyer, C.J. Perjamuan Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.

Kingsbury, J. D. Injil Matius Sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.

Martasudjita, E. Sakramen-sakramen Gereja. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Martasudjita, E. Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius, 2005.

M. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Niftrik, G. C. Van & Boland, B. J. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Parker, Thomas Henry Louis. John Calvin: A Biography. Philadelphia: The westminster

Press, 1975.

Pide, A. Suriyaman. Hukum Adat. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Soerjono. Pernikahan Yang Bahagia. Surabaya: Yakin, 1982.

Storm, M. Apakah Penggembalaan itu?. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Verkuyl, J. Aku Percaya: uraian tentang Injil dan seruan untuk percaya. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2001.

Walgito, B. Bimbingan dan Konseling Pernikahan. Yogyakarta: Andi, 2000.

Wantjik, S. Hukum Pernikahan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976.

Wouden, van. Klen, Mitos dan Kekuasaan. Jakarta: PT. Temprint, 1985.

Jurnal

Bentley, Wessel. (2011). The reconciliatory role of Holy Communion in the Methodist

tradition. Verbum et Ecclesia, Vol. 32, Issue. 2, pp. 11-16.

Roger, Keesing. (1981). Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontemporer Vol II.

(35)

27

Ester P, Widiasih. (2013). Fencing The Lord‟s Table. Sola Experientia, Vol. 1, Issue 2, pp. 167-182.

Skripsi

Julian, Tuhumury. (2009). Kawin Piara : Tinjauan Sosio-Teologis terhadap keluarga Kristen

tanpa status pernikahan di Jemaat GPM Ameth. Universitas Kristen Satya Wacana.

Ni Komang, Nurhani. (2009). Perkawinan Orang Asing. Universitas Kristen Satya Wacana.

Sumber

Narasumber: Ibu I. Souisa (Sek. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 17.26 WIT

Narasumber: Ibu M. Loupatty (jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 21.47 WIT

Narasumber: Ibu M. Mahakena/Tamaela (Pnt. Jemaat GPM Haria). 24 Sep 2015, pukul 08.17

WIT

Narasumber: Bpk. Y. Mahakena (anggota jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 20.30

WIT

Narasumber: Pdt. J. Leitemia (Ketua majelis jemaat GPM Haria). 22 Sep 2015, pukul 14.45

WIT

Narasumber: Pnt. Nick Loupatty (Bend. Jemaat GPM Haria). 23 Sep 2015, pukul 15.25 WIT

Narasumber: Victor Manuhutu (Diaken jemaat GPM Haria). Senin, 2 Nov 2014, pukul 04.00

Gambar

TABEL I

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses manajemen kemitraan yang dilakukan oleh petani Subak Batusangian, mengetahui manfaat yang diperoleh bagi petani

Setelah dilakukan tindakan menggunakan model pembelajaran project based learning dengan pendekatan saintifik pada siklus II, diperoleh rata-rata skor aktivitas

Bobot basah dan kering yang tinggi pada kom- binasi perlakuan aplikasi siram formula kaldu ayam kampung selain disebabkan tanaman tidak terinfeksi sklerotium, juga karena

Diberitahukan kepada Jemaat bahwa akan dilayankan Sakramen Perjamuan Kudus pada hari Minggu, 2 Juli 2017 dalam ibadah pkl. Bertempat di gereja Pembina Pdt. 3) Bagi warga Sidi

Untuk mengatur kualitas pelayanan panti asuhan, Kementrian Sosial bekerja sama dengan Save the Children, telah menyusun Standar Pengasuhan Nasional Pengasuhan untuk

Sedangkan tengkorak Jawa berdasarkan jenis kelamin keduanya menunjukkan kecenderungan frekuensi yang sama pada karakter jumlah “1”. Penelitian lainnya menunjukkan

Untuk Perjamuan Kudus bulan Juli ini, Perjamuan Kudus Rumahan masih ditiadakan, untuk itu bagi jemaat yang biasanya dilayani dengan kunjungan, dimohon pihak

Segenap jemaat, anggota dan simpatisan GPBB diundang mengikuti Perjamuan Kudus yang akan diadakan pada hari Minggu, 03 Juli 2016.. Sensuramorum untuk jemaat diadakan pada hari