KEPUASAN PERKAWINAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Ida Ayu Indri Novirayanthi
129114012
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“
Bersabarlah, sebab Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik
untukmu;
Bangun dan berusahalah, sebab mimpi, cita-cita dan hidupmu layak
tuk kau perjuangkan;
vii
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Perkawinan
Ida Ayu Indri Novirayanthi
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Hipotesis dalam penelitian adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik analisis data Pearson Product Moment untuk menguji korelasi kedua variabel. Responden penelitian ini adalah 67 orang dewasa yang sudah menikah dengan rentang usia 21-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,583 antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan.
viii
The Relationship of Emotional Intelligence and Marital Satisfaction
Ida Ayu Indri Novirayanthi
Abstract
This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The hypothesis of this study was that there was a positive relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The type of this research was quantitative research and used Pearson Product Moment data analysis techniques to examine correlation between the two variables. Respondents were 67 adults who were married with an age range 21-65 years old. Result of the study showed that there was a significant positive correlation (p<0,05) between emotional intelligence and marital satisfaction (r=0,583).
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya kepada Tuhan atas segala berkat dan penyertaan-Nya
dalam hidup saya sehingga saya mampu menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Selama penulisan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan secara langsung dan
tidak langsung. Oleh karena itu, saya sebagai penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen penguji skripsi.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan
sebagai dosen penguji skripsi.
4. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan informasi, kesabaran, dan semangat dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan tentang psikologi, dan semua
karyawan fakultas Psikologi.
6. Ajik dan Mama yang tak henti memberikan doa, kasih sayang, perhatian,
motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
x
7. Kakak Intan, Adik Uti, Rajong dan Ona atas perhatian, bantuan dan
dukungan yang diberikan kepada penulis .
8. Teman-teman angakatan 2012 Fakutas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
9. Teman-teman Grup B-02 : Romo Yulius, Felinsa, Ce Agnes, Ce Jejes, Ce
Tipha yang tak pernah henti memberi dukungan untuk menyelesaikan
skripsi ini.
10.Teman-teman payung perkawinan: Dira, Anggie, Ken, Igan, Monic,
Devita, dan Ivi, atas kerjasamanya dan diskusinya dalam beberapa bagian
penulisan skripsi ini.
11.Teman-teman genk pisgor: Olivia, Dira, Igan, sebagai teman revisi dan
atas bantuan dalam mengolah data, dukungan dalam mereduksi stress.
12.Teman-teman KKN : Bang Duwi dan Lindi atas canda dan tawanya.
13.Semua pihak yang telah mendukung saya dengan caranya masing-masing,
yang saya tidak bisa sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima dan menghargai segala kritik dan saran dengan terbuka. Semoga skripsi ini
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR BAGAN ... xix
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
xii
2. Manfaat Praktis ... 6
BAB II ... 7
LANDASAN TEORI ... 7
A. Kepuasan Perkawinan ... 7
1. Definisi Perkawinan ... 7
2. Definisi Kepuasan Perkawinan ... 8
3. Aspek Kepuasan Perkawinan ... 8
4. Area Kepuasan Perkawinan ... 9
5. Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Perkawinan ... 12
B. Kecerdasan Emosi ... 15
1. Definisi Kecerdasan Emosi ... 15
2. Aspek Kecerdasan Emosi ... 16
C. Temuan yang Relevan ... 19
D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan ... 20
E. Hipotesis ... 23
BAB III ... 25
METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis Penelitian………. ... .. 25
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25
C. Definisi Operasional ... 25
xiii
2. Kecerdasan Emosi ... 26
D. Responden Penelitian ... 26
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27
1. Penyusunan Blue Print... 27
2. Focus Group Discussion (FGD) ... 29
3. Penulisan Item ... 30
4. Review dan Revisi Item ... 31
5. Penghitungan Validitas Isi ... 32
6. Uji Coba Alat Ukur... 33
F. Pemeriksaan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 36
G. Metode Analisis Data ... 36
1. Uji Hipotesis ... 37
2. Uji Asumsi ... 37
BAB IV ... 39
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Deskripsi Responden dan Data Penelitian ... 39
B. Deskripsi Data Penelitian ... 42
C. Analisis Data Penelitian... . 45
1. Uji Asumsi ... 45
2. Uji Hipotesis ... 46
xiv
D. Pembahasan ... 52
BAB V ... 59
KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. Kesimpulan ... 59
B.Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 61
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan FGD Variabel Kepuasan Perkawinan ... 66
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan FGD Variabel Kecerdasan Emosi... 67
Lampiran 3. Form Penilaian Validitas Isi Kepuasan Perkawinan... 68
Lampiran 4. Form Penilaian Validitas Isi Kecerdasan Emosi ... 78
Lampiran 5. Penilaian Validitas Isi Skala Kepuasan Perkawinan ... 87
Lampiran 6. Penilaian Validitas Isi Skala Kecerdasan Emosi ... 89
Lampiran 7. Inform Consent ... 92
Lampiran 8. Skala Kepuasan Perkawinan dan Kecerdasan Emosi ... 93
Lampiran 9. Uji Reliabilitas dan Analisis Item Skala Kepuasan Perkawinan ... 104
Lampiran 10. Uji Reliabilitas dan Analisis Item Skala Kecerdasan Emosi ... 106
Lampiran 11. Reliabilitas Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 109
Lampiran 12. Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba ... 110
Lampiran 13. Uji Normalitas ... 111
Lampiran 14. Uji Linearitas ... 112
Lampiran 15. Uji Hipotesis ... 113
Lampiran 16. Uji Korelasi Tiap Aspek Kecerdasan Emosi terhadap Kepuasan Perkawinan ... 114
xvi
Lampiran 17.1. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Usia
Perkawinan ... 116
Lampiran 17.2. Uji Beda Kepuasan Perkawinan bedasarkan Pendapatan ... 117
Lampiran 17.3. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Asal Daerah ... 118
Lampiran 17.4. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Usia... 119
Lampiran 17.5. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Jenis Kelamin ... 120
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan ... 28
Tabel 2. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi .... ……… 29
Tabel 3. Skor berdasarkan Pilihan Jawaban ... 31
Tabel 4. Distribusi Item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 34
Tabel 5. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba ... 35
Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin Responden Penelitian ... 39
Tabel 7. Deskripsi Usia Responden Penelitian ... 40
Tabel 8. Deskripsi Asal Daerah Responden Penelitian ... 40
Tabel 9. Deskripsi Usia Perkawinan Responden Penelitian ... 41
Tabel 10. Deskripsi Pendapatan Responden Penelitian ... 42
Tabel 11. Deskripsi Jumlah Anak Responden Penelitian……….. 42
Tabel 12. Statistik Deskriptif Data Kepuasan Perkawinan ... 43
Tabel 12.1. Uji Beda mean teori dan empiris Kepuasan Perkawinan ... 43
Tabel 13. Statistik Deskriptif Data Kecerdasan Emosi ... 44
Tabel 13.1. Uji Beda mean teori dan empiris Kecerdasan Emosi ... 44
Tabel 14. Uji Normalitas ... 45
Tabel 15. Uji Linearitas... 46
Tabel 16. Uji Hipotesis ... 46
Tabel 17. Korelasi Aspek Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Perkawinan ... 47
xviii
Tabel 19. Uji Beda Berdasarkan Pendapatan ... 49
Tabel 20. Uji Beda Berdasarkan Asal Daerah ... 50
Tabel 21. Uji Beda Berdasarkan Usia ... 51
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Bagan Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap pasangan yang telah menikah memiliki harapan bahwa
perkawinan menjadikan hidup mereka lebih bahagia dan terhindar dari masalah.
Pasangan suami istri pasti memiliki latar belakang yang berbeda, termasuk watak,
kepribadian, cara berpikir dan gaya menyelesaikan masalah. Tidak dapat
dipungkiri bila pasangan sering mengalami konflik dan perselisihan (Smith,
Heaven, & Ciarrochi, 2008).
Setiap pasangan menginginkan kebahagiaan atau kepuasan dalam
perkawinannya. Pada kenyataannya, untuk mencapai kepuasan perkawinan
tidaklah mudah. Battersby (2015) mengatakan bahwa pria merasa lebih puas
dengan hubungan perkawinannya dibandingkan wanita. Kepuasan perkawinan
seseorang ditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan
orang yang bersangkutan (Animasahun & Oladeni, 2012). Dalam pemenuhan
kebutuhan secara materi, pasangan yang memiliki pendapatan yang besar merasa
lebih puas dengan perkawinannya, meskipun memiliki pendapatan yang besar
tidak berarti bebas dari masalah ekonomi (Dean, 2005).
Kepuasan perkawinan didefinisikan sebagai penilaian subjektif pada
kebahagiaan individu, kesenangan, pemenuhan pengalaman selama perkawinan
yang merasakan kepuasan dalam perkawinannya memiliki umur panjang, sehat
secara fisik dan mental, serta merasa lebih bahagia dibandingkan individu yang
tidak puas dengan perkawinannya. Kepuasan perkawinan menjadi kunci faktor
yang kuat dalam memengaruhi kualitas dan stabilitas perkawinan yang
menandakan keberhasilan suatu perkawinan (Ardhianita & Andayani, 2005;
Sternberg & Hoggat, 1997 dalam Li & Fung, 2011). Kepuasan perkawinan
memiliki kurva berbentuk U, yang artinya kepuasan akan menurun setelah 5
tahun pertama atau setelah memiliki anak, dan akan kembali meningkat apabila
anak mereka telah menikah (Hughes, 2012).
Dalam konteks hubungan interpersonal, salah satu yang dapat
memengaruhi kepuasan dalam berhubungan adalah kecerdasan emosi. Goleman
(2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosi bermain peran penting dalam
memunculkan dan memelihara suatu hubungan yang mengacu pada
perkembangan sosial dan kualitas dari sebuah hubungan interpersonal.
Penelitian sebelumnya menemukan hasil bahwa pasangan yang memiliki
kecerdasan emosi yang rendah cenderung memiliki hubungan negatif
dibandingkan dengan pasangan yang salah satunya memiliki kecerdasan emosi
yang tinggi (Brackett, Warner, & Bosco,2005; Zeidner & Kaluda, 2008). Adanya
penelitian mengenai kecerdasan emosi dengan hubungan relasi romantis membuat
perkawinan. Hal ini dikarenakan, untuk melihat apakah kecerdasan emosi dapat
memengaruhi hubungan yang lebih kompleks, yaitu kepuasan perkawinan.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu dalam memotivasi
diri dan bertahan menghadapi keadaan frustasi, mengendalikan dorongan hati,
mengatur suasana hati, dan menjaga agar stressor tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir (Goleman, 2007). Selain itu, kecerdasan emosi merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan kesuksesan dalam hidup dan
kesejahteraan psikologis (Bar-On, 2006; Sasanpour, Khodabakshi, & Nooryan,
2012). Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik dapat mengontrol
emosi mereka dalam keadaan stress yang kuat dan dapat menerima diri.
Sebaliknya, individu dengan kecerdasan emosi yang rendah tidak dapat
mengontrol emosi mereka dalam beberapa situasi dan sering mengalami kesulitan
dalam menerima diri mereka (Toyota, 2011).
Mayer dan Salovey (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi
sangat penting dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Individu yang
memiliki kecerdasan emosi yang baik akan lebih sukses dalam kehidupannya dan
lebih sedikit merasakan perasaan negatif baik terhadap diri dan lingkungan.
Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengenali
emosi, mengelola emosi dan memahami diri dan orang lain dengan baik sehingga
mengendalikan emosi negatif cenderung mendapat penerimaan sosial yang lebih
baik dibandingkan dengan individu yang tidak dapat mengendalikan emosinya.
Bracket, Warner, dan Bosco (2005) menemukan bahwa pasangan yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi menunjukkan tingkat kebahagiaan dalam
relasi romantis yang lebih besar dibandingkan dengan pasangan yang memiliki
kecerdasan emosi yang rendah. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa
kecerdasan emosi dan pola komunikasi berasosiasi positif dengan kepuasan dalam
relasi romantis (Smith, Heaven, & Ciarrochi, 2008).
Mengendalikan emosi, memahami, dan menghargai perasaan anggota
keluarga merupakan faktor penting yang memengaruhi hubungan perkawinan.
Kemampuan-kemampuan kecerdasan emosi bermain peran yang dominan pada
kehidupan perkawinan (Lavaleukar, Kulkarni, & Jagtap, 2010). Pentingnya
mengembangkan kesadaran atas kecerdasan emosi pada diri sebelum atau selama
perkawinan memungkinkan untuk menurunnya masalah di masa mendatang.
Implikasi penelitian ini adalah individu mengetahui bahwa kepuasan perkawinan
merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas dan stabilitas perkawinan.
Salah satu cara agar dapat meningkatkan kepuasan perkawinan adalah dengan
meningkatkan kecerdasan emosi.
Brackett, Warner, dan Bosco (2005) menyebutkan komponen kecerdasan
emosi yang memengaruhi kepuasan suatu hubungan, antara lain seperti
emosi. Hal penting dalam sebuah hubungan adalah individu mengetahui kapan,
dimana, dan bagaimana mereka meminta maaf kepada pasangan (Eslami,
Hasanzadeh, & Jamshidi, 2014). Kecerdasan emosi yang rendah mengakibatkan
hubungan yang tidak puas dan konflik yang tinggi. Tingkat kecerdasan emosi
yang tinggi mengarahkan pada pengendalian perbedaan pendapat yang baik,
dimana konflik menjadi sedikit dan kepuasan dalam hubungan yang kian
meninggi. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tergolong tinggi dapat
berkomunikasi lebih efektif, menangani masalah dengan efektif, dan mampu
meregulasi emosi dengan baik (Fitness, 2001).
Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah
terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan karena
penelitian-penelitian sebelumnya hanya melihat hubungan kecerdasan emosi
dengan kepuasan dalam hubungan romantis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
diketahui pentingnya kepuasan perkawinan. Banyaknya kasus perceraian di
Indonesia diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepuasan dalam perkawinan.
Beranjak dari masalah tersebut, peneliti merasa perlu untuk mengkaji
Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat
hubungan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah
dijabarkan dengan menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan
perkawinan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan referensi
tambahan yang berkaitan dengan kepuasan perkawinan dibidang ilmu
Psikologi Keluarga dan Perkawinan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi
individu yang sudah menikah terkait pengaruh kecerdasan emosi dalam
menciptakan kepuasan di kehidupan perkawian.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepuasan Perkawinan
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai definisi perkawinan, definisi
kepuasan perkawinan, aspek kepuasan perkawinan, area dalam perkawinan, dan
faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan.
1. Definisi Perkawinan
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 menyatakan
perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Duval
dan Miller (1985) adalah suatu hubungan yang telah diakui secara sosial
antara pria dan wanita, yang mensahkan hubungan seksual dan adanya
kesempatan untuk mendapatkan keturunan. Perkawinan adalah persatuan yang
diakui secara hukum antara dua orang, umumya seorang pria dan seorang
wanita, dimana mereka bersatu secara seksual, bekerja sama, dan mungkin
melahirkan atau mengadopsi anak (Strong, DeVault & Cohen, 2011).
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan, maka perkawinan
dapat disimpulkan sebagai suatu ikatan antara pria dan wanita yang
memutuskan untuk berkomitmen dengan tujuan membentuk keluarga yang
2. Definisi Kepuasan Perkawinan
Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan kepuasan perkawinan
sebagai terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya
kedekatan. Fowers dan Olson (1993) mendefinisikan kepuasan perkawinan
sebagai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap seluruh
kehidupan perkawinannya, serta pada aspek-aspek khusus yang berhubungan
dengan pasangan. Kepuasan perkawinan menurut Lemme (1995) adalah
penilaian subjektif suami dan istri terhadap hubungan perkawinan yang
cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Menurut
Bradburry, Fincham, dan Beach (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi
mental yang menggambarkan persepsi seseorang tentang kelebihan dan
kekurangan dari suatu perkawinan. Sementara itu, Li dan Fung (2011)
mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai penilaian subjektif individu
mengenai kualitas perkawinan mereka.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
kepuasan perkawinan adalah evaluasi atau penilaian subjektif individu
terhadap pasangan dan perasaan positif yang muncul dalam perkawinan.
3. Aspek Kepuasan Perkawinan
Aspek dalam kepuasan perkawinan mencakup penilaian secara kognitif
3.1 Aspek Kognitif
Aspek kognitif dari kepuasan perkawinan didasarkan pada sikap
evaluatif atau keyakinan dalam mempersepsikan apakah perilaku
pasangan bermanfaat atau merugikan. Aspek kognitif tampak dari cara
individu melakukan evaluasi atau memberikan penilaian (judgement)
terhadap kehidupan perkawinannya, seberapa positif atau seberapa baik
perkawinan yang dijalaninya. Evaluasi tersebut didasarkan pada
informasi-informasi yang diperoleh dari pengalaman.
3.2 Aspek Afektif
Aspek afektif dari kepuasan perkawinan didasarkan pada penilaian
pada perasaan yang dirasakan individu terhadap pasangan dalam
kehidupan perkawinannya. Aspek afektif dalam kepuasan perkawinan
digunakan untuk mengamati perasaan individu tentang perkawinan dari
waktu ke waktu. Evaluasi tersebut didasarkan pada informasi yang
diperoleh dari pengalaman kehidupan perkawinannya.
4. Area Kepuasan Perkawinan
Berdasarkan definisinya, kepuasan perkawinan dapat dilihat dari
beberapa area yang telah dijabarkan oleh Olson dan Olson (2000), yaitu:
4.1Kepribadian.
Kepribadian adalah pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif,
sepanjang waktu dan pada berbagai situasi yang berbeda (Wade & Tarvis,
2009). Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Hal ini
berarti bagi pasangan yang menikah membawa perbedaan-perbedaan
tersebut dalam hubungan perkawinan. Area ini menjelaskan mengenai
penilaian individu terhadap sifat-sifat pasangan dan perilaku dalam
perkawinan.
4.2Komunikasi.
Komunikasi adalah proses pertukaran pesan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Pasangan yang tidak bahagia sering mengeluh bahwa
mereka tidak berkomunikasi, akan tetapi tidak mungkin jika dalam suatu
hubungan tidak terjadi komunikasi. Area ini menjelaskan mengenai
perasaan individu terhadap kehadiran percakapan, kontak fisik, senyuman,
dan keterbukaan komunikasi yang terjadi.
4.3Resolusi Konflik
Konflik adalah permasalahan yang dapat terjadi karena seseorang
tidak menyetujui sebuah kejadian atau situasi dalam kehidupan
perkawinan. Apabila pasangan melihat konflik sebagai hal yang negatif dan
menghindar untuk membicarakan hal tersebut, maka hubungan mereka
akan mengalami kesengsaraan. Konflik akan semakin besar apabila
pasangan tidak memahami bagaimana cara untuk mengatur dan
pasangan terhadap masalah dan strategi penyelesaian masalah pada
hubungan. Area ini berfokus pada keterbukaan pasangan untuk menyadari
dan menyelesaikan masalah serta strategi yang digunakan untuk
menyelesaikan perdebatan.
4.4Pengaturan keuangan.
Ekonomi merupakan sebuah alasan penting untuk perkawinan.
Banyak masalah terjadi ketika salah satu pasangan berfikir pasangannya
harus lebih berhati-hati dalam menggunakan uang. Mengelola keuangan
agar tetap stabil merupakan masalah bagi sebagian besar pasangan yang
telah menikah. Area ini berfokus pada sikap dan kekhawatiran mengenai
masalah pengaturan ekonomi.
4.5Aktivitas waktu luang.
Bersantai, menonton TV atau melakukan rekreasi merupakan
aktivitas yang biasa dilakukan saat individu memiliki waktu luang.
Menghabiskan waktu bersama pasangan merupakan aspek penting untuk
menunjang kedekatan satu sama lain. Terlebih ketika sudah memiliki anak,
karena sebagian banyak waktu akan habis untuk mengurus anak dan
pekerjaan. Area ini mengkaji mengenai preferensi untuk menghabiskan
4.6Hubungan seksual.
Sebagian pasangan tidak malu untuk mengekspresikan kasih sayang
mereka satu sama lain, namun beberapa pasangan merasa enggan untuk
mengekspresikan perasaannya terlebih dahulu, begitu juga dalam
mengekpresikan keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Area ini
menjelaskan tentang perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan
seksual.
4.7Pola Pengasuhan.
Orangtua bertanggung jawab untuk perkembangan anak-anak mulai
dari harga diri, rasa tanggung jawab, nilai-nilai, kesehatan fisik, dan
emosional serta kebutuhan sosial dan emosi anak. Area ini menjelaskan
mengenai penilaian dan perasaan tentang memiliki dan cara membesarkan
anak.
5. Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Perkawinan
Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) menjelaskan beberapa faktor
yang memengaruhi kepuasan perkawinan, diantaranya adalah sebagai berikut:
5.1 Pola Interaksi.
Pola interaksi antara pasangan dapat memengaruhi seberapa puas
mereka dengan perkawinan mereka. Pola yang paling sering
dihubungkan dengan ketidakpuasan perkawinan adalah permintaan atau
cederung menuntut suami untuk melakukan perubahan pada perilakunya
karena tidak puas dengan perilaku pasangannya, sementara suami akan
cenderung menghindar dari tuntutan istri. Pola seperti ini memiliki
dampak yang jelas bagi kepuasan perkawinan. Peningkatan tuntutan
menyebabkan peningkatan penghindaran di mana suami dituntut untuk
menyelesaikan konflik yang dapat menyebabkan penurunan pada
kepuasan perkawinan.
Pola interaksi ini dapat memengaruhi beberapa area dalam
perkawinan, seperti komunikasi, resolusi konflik, pengaturan keuangan,
hubungan seksual, dan pola pengasuhan. Jika pola interaksi dalam suatu
hubungan perkawinan tidak baik, akan berpengaruh pada cara pasangan
berkomunikasi, bersifat aktif atau pasif. Pola interaksi yang baik
mendorong pasangan untuk menyelesaikan masalahnya dalam
perkawinannya. Selain itu, pola interaksi yang baik juga dapat
berpengaruh pada pengaturan keuangan, pola pengasuhan, dan hubungan
seksual.
5.2Dukungan Sosial.
Dukungan sosial dipercaya berhubungan dengan fungsi
perkawinan yang baik agar tercipta hubungan yang sehat dalam keluarga.
pasangannya telah memberikan kontribusi terhadap kepuasan
perkawinan.
Dukungan sosial dapat memengaruhi beberapa area kepuasan
perkawinan, seperti pengaturan keuangan, aktivitas waktu luang, dan pola
pengasuhan. Apabila individu menerima dukungan sosial dari pasangan
atau kerabat terdekat, maka itu dapat membantu individu dalam
melakukan pengaturan keuangan, terpenuhinya kebutuhan aktivitas waktu
luang, serta tidak berperan seorang diri dalam mengasuh dan mendidik
anak.
5.3Kekerasan.
Dalam kehidupan perkawinan, kekerasan fisik sangat dekat
kaitannya dengan kepuasan perkawinan. Individu yang terlibat dalam
perkawinan dengan orang yang kasar secara fisik lebih cederung tidak
puas dengan perkawinannya daripada individu yang tidak terlibat dalam
hubungan yang kasar.
Adanya kekerasan dalam perkawinan merepresentasikan cara
individu dan pasangannya dalam menyelesaikan masalah dalam
perkawinannya. Selain itu, individu yang memiliki pasangan yang sering
melakukan kekerasan akan menilai sikap dan kepribadian pasangan
terhadap pasangannya. Hal ini akan menyebabkan sebuah perkawinan
tidak harmonis dan bahagia.
B. Kecerdasan Emosi
Pada sub bab ini akan membahas mengenai definisi dan aspek kecerdasan
emosi.
1. Definisi Kecerdasan Emosi
Mayer dan Salovey (1997) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan untuk mengamati perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain,
untuk membedakan diantara mereka dan menggunakan informasi tersebut
untuk mengarahkan pikiran dan tindakan seseorang.
Mayer dan Salovey (dalam Mayer, Salovey, & Caruso, 2004)
menambahkan definisi kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk merasa
secara akurat, menilai, dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk
mengakses dan membangkitkan emosi agar membantu pikiran, kemampuan
untuk memahami emosi dan pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan
meregulasi emosi untuk meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual.
Bar-On (2006) menggambarkan kecerdasan emosi sebagai susunan
emosi yang saling berhubungan dan kompetensi sosial, keterampilan dan
perilaku yang merupakan dampak dari perilaku yang cerdas. Goleman (2007)
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi keadaan
frustasi, mengendalikan dorongan hati, mengatur suasana hati dan menjaga
agar stressor tidak melumpuhkan kemampuan berpikir.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijabarkan, kecerdasan
emosi adalah kemampuan untuk merasa secara akurat, menilai, dan
mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengakses dan membangkitkan
emosi agar membantu pikiran, kemampuan untuk memahami emosi dan
pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan meregulasi emosi untuk
meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual (Mayer dan Salovey
dalam Mayer, Salovey, & Caruso, 2004).
2. Aspek Kecerdasan Emosi
Mayer dan Salovey (dalam Mayer & Salovey, 1997; Salovey &
Grewel, 2005) membagi kecerdasan emosi menjadi empat aspek, yaitu:
2.1 Mempersepsikan emosi (perceiving emotion)
Mempersepsi emosi adalah kemampuan untuk mendeteksi dan
mengenali emosi dan melibatkan kemampuan untuk mengenali emosi
pada diri sendiri dan orang lain melalui ekspresi wajah, gambar, dan
suara. Mempersepsi emosi merupakan representasi yang paling dasar dari
kecerdasan emosi karena dengan mempersepsi emosi memungkinkan
terjadinya pemrosesan informasi yang terkait dengan emosi (Salovey &
2.2 Menggunakan emosi ( using emotion to facilitate thoughts)
Menggunakan emosi adalah kemampuan untuk memanfaatkan
emosi untuk memfasilitasi berbagai macam aktivitas kognitif, seperti
berpikir, bekerja, membuat keputusan, dan penyelesaian masalah.
Misalnya, ketika seseorang harus menyelesaikan tugas yang sulit dan
membosankan yang membutuhkan penalaran deduktif dan perhatian
terhadap detail dalam waktu yang singkat, manakah yang lebih baik,
mengerjakan tugas tersebut dengan mood senang atau mood sedih?
Berada dalam sedikit mood sedih akan membantu seseorang untuk
bekerja dengan hati-hati dan sesuai metode. Sebaliknya, mood senang
dapat menstimulasi pikiran yang kreatif dan inovatif. Individu yang
cerdas secara emosi dapat menguasai seutuhnya perubahan mood-nya
agar sesuai dengan tugas atau pekerjaan yang mereka miliki (Salovey &
Grewal, 2005). Emosi juga dapat memfasilitasi pikiran dengan membuat
individu mempertimbangkan banyak perspektif dari lingkungan atau
orang lain (Mayer & Salovey, 1997).
2.3 Memahami dan menganalisa emosi (understanding emotions)
Memahami dan menganalisa emosi adalah kemampuan memahami
pengetahuan terkait emosi dan mengerti relasi diantara emosi yang
kompleks. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk sensitif dengan
sangat senang. Aspek ini juga mencakup kemampuan untuk mengenali
dan mendeskripsikan bagaimana emosi berkembang seiring waktu,
seperti bagaimana terkejut dapat berubah menjadi duka (Salovey &
Grewal, 2005).
Emosi cenderung terjadi dalam rangkaian yang berpola, misalnya
marah yang semakin intens meningkat, lalu diekspresikan, dan kemudian
berubah menjadi rasa puas atau rasa bersalah, tergantung pada situasi dan
kondisinya. Penalaran terhadap urutan emosi pun terjadi, misalnya
individu yang merasa tidak dicintai akan menolak perhatian dari orang
lain karena ia merasa takut dengan penolakan di masa mendatang.
Penalaran tentang perkembangan emosi dalam relasi interpersonal inilah
yang merupakan pusat dari kecerdasan emosi (Mayer dan Salovey, 1997).
2.4 Mengatur dan meregulasi emosi ( managing emotions)
Mengatur dan meregulasi emosi adalah kemampuan dalam aspek
yang paling tinggi dalam kecerdasan emosi. Kemampuan ini terkait
kemampuan meregulasi emosi secara sadar, baik dalam diri sendiri
ataupun dalam orang lain untuk meningkatkan perkembangan emosi dan
kecerdasan. Individu yang cerdas secara emosi mampu memanfaatkan
emosi, termasuk yang negatif, dan mengelolanya untuk mencapai tujuan
C. Temuan yang Relevan
Brackett, Warner, dan Bosco pada tahun 2005 melakukan perekrutan 172
responden yang terlibat hubungan romantis selama lebih dari tiga bulan. Survey
yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur kecerdasan emosi
(MSCEIT) dan Quality of Relationship Inventory (QRI). Hasil penelitian ini
adalah pasangan yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah cenderung
memiliki relasi yang lebih buruk daripada pasangan yang salah satu atau
keduanya memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.
Smith, Heaven, dan Ciarrochi (2008) melakukan penelitian kepada 82
pasangan heteroseksual yang tinggal bersama dalam satu atap. Sebanyak 67
pasangan telah menikah dan 15 pasangan lainnya tidak menikah. Penelitian ini
menggunakan tiga alat ukur, yaitu Trait Emotional Intelligence-Short Form
(TEIQue-SF); Communication Patterns Questionnaire (CPQ); Perceived
Relationship Quality Components (PRQC) Inventory. Peneliti menemukan bahwa
penilaian individu atas kecerdasan emosi mereka, perkiraan kecerdasan emosi
pasangan, dan persepsi mengenai pola komunikasi konflik merupakan prediktor
yang secara konsisten memengaruhi kepuasan dalam hubungan romantis.
Pasangan yang tidak menghindari konflik merupakan pasangan yang sangat puas
dalam relasi mereka.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
romantis pada responden yang berpacaran dan telah menikah. Pada penelitian
sebelumnya tidak menghubungkan dengan kehidupan perkawinan dan peneliti
belum menemukan penelitian yang menghubungkan secara langsung antara
kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan. Oleh karena itu, pada penelitian
kali ini peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi
dan kepuasan perkawinan.
D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan
dan meregulasi emosi untuk memfasilitasi pikiran dan mencapai suatu tujuan.
Kecerdasan emosi berhubungan dengan keterampilan dalam mengamati perasaan
dan emosi diri sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut untuk
mengarahkan pikiran dan tindakan.
Salah satu aspek dasar kecerdasan emosi adalah mempersepsikan emosi
pada diri sendiri dan orang lain. Salah satu kemampuan dalam merasakan emosi
adalah mengenali emosi. Selain itu, kemampuan lainnya adalah terbuka terhadap
perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Individu
yang mampu terbuka terhadap perasaannya mudah terbuka dalam menyadari dan
memecahkan masalah pada kehidupan perkawinannya. Kedua hal ini membuat
emosi dan pendapat sehingga individu menilai dan merasakan hal positif terhadap
pasangannya.
Kemampuan individu dalam mengekspresikan emosi mereka dengan tepat
berdampak pada bagaimana individu mengekspresikan emosi positif pada
pasangan dan berkomitmen untuk setia. Sebaliknya, individu yang kurang mampu
dalam mengekspresikan emosi mereka, memiliki kesulitan dalam
mengekspresikan kasih sayang pada pasangan dan memiliki komitmen yang
cenderung rendah untuk setia. Individu yang mampu mengekspresikan kasih
sayang kepada pasangannya memiliki perasaan positif terhadap pasangannya.
Aspek kecerdasan emosi lainnya adalah menggunakan emosi untuk
memfasilitasi pikiran. Individu yang dapat menggunakan emosinya mampu
mempertimbangkan beberapa sudut pandang dan mampu menguasai perubahan
suasana hati. Hal ini akan memengaruhi individu dalam mengambil keputusan
dan mendiskusikan masalah dengan pasangan, sebaliknya individu yang tidak
dapat mempertimbangkan sudut pandang orang lain cenderung mengambil
keputusan sendiri tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu.
Memahami dan menganalisa emosi merupakan aspek kecerdasan emosi
yang ketiga. Kemampuan ini terkait dengan pengetahuan tentang emosi dan relasi
diantara emosi yang kompleks (Mayer & Salovey, 1997). Kemampuan ini
berkaitan dengan aspek afektif dalam kepuasan perkawinan. Memahami dan
dirasakan oleh individu di sepanjang usia perkawinannya. (Bradburry, Fincham &
Beach, 2000)
Aspek kecerdasan emosi lainnya adalah mampu mengatur dan meregulasi
emosi. Individu yang mampu mengatur emosinya lebih mudah dalam memahami
dan menghargai perasaan anggota keluarga (Lavaleukar, Kulkarni, & Jagtap,
2010). Individu yang mampu meregulasi emosi lebih dapat menyelesaikan
masalah dengan suasana hati yang tenang.
Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa individu yang memiliki
kecerdasan emosi yang tinggi lebih merasa puas terhadap hubungan mereka
dibandingkan dengan pasangan memiliki kecerdasan emosi yang rendah
(Brackett, Warner & Bosco, 2005). Individu yang mampu untuk memahami
emosi—makna emosi, bagaimana emosi berbaur bersama, bagaimana emosi
berkembang dari waktu ke waktu—merupakan orang yang memiliki kapasitas
untuk memahami aspek penting dari sifat manusia dan hubungan interpersonal
(Salovey, Mayer, Caruso, Yoo, 2008). Individu yang memiliki kecerdasan emosi
yang baik juga memiliki penilaian dan perasaan positif kepada pasangan. Hal ini
akan berdampak pada perkawinan yang memuaskan. Jadi, dapat disimpulkan
Bagan 1.
Bagan Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan.
Kecerdasan Emosi
Terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
Mampu mengekspresikan
kasih sayang pada pasangan dan berkomitmen untuk setia.
Individu akan memiliki
perasaan positif terhadap
pasangan dan kehidupan
Merasa nyaman berkomunikasi dengan pasangan, terutama dalam berbagi emosi dan dan mendiskusikan masalah dengan pasangan
Mampu mengetahui
pengetahuan tentang emosi
dan relasi emosi yang
Mampu mengamati perasaan-perasaan yang dirasakan oleh
individu disepanjang
perkawinan
Mampu mengatur emosi
dalam diri dan orang lain. Mudah memahami dan
menghargai perasaan anggota
keluarga, serta dapat
E. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara
kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Semakin tinggi kecerdasan emosi
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis survei
korelasional, yang bertujuan untuk menguji korelasi antara kcerdasan emosi
dengan kepuasan perkawinan.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan.
2. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional dirumuskan berdasarkan definisi konseptual pada
masing-masing variabel.
1. Kepuasan Perkawinan
Kepuasan perkawinan adalah evaluasi atau penilaian subjektif individu
terhadap pasangan dan perasaan positif yang muncul dalam perkawinan.
Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala kepuasan
perkawinan yang disusun berdasarkan dua aspek, yaitu aspek kognitif dan
perkawinan, yaitu (a) kepribadian; (b) komunikasi; (c) resolusi konflik; (d)
pengaturan keuangan; (e) aktivitas waktu luang; (f) hubungan seksual; serta
(g) anak dan pengasuhan.
2. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasa secara akurat,
menilai, dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengakses dan
membangkitkan emosi agar membantu pikiran, kemampuan untuk memahami
emosi dan pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan meregulasi emosi
untuk meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Kecerdasan Emosi
diukur menggunakan skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan empat
aspek dari kecerdasan emosi, yaitu (a) mempersepsi emosi; (b) menggunakan
emosi; (c) memahami dan menganalisa emosi; serta (d) mengatur dan
meregulasi emosi.
D. Responden Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan orang dewasa berusia 21-65 tahun
yang telah menikah sebagai responden penelitian. Teknik pemilihan responden
dalam penelitian ini menggunakan metode non probability purposive sampling
jenis purposive sampling, yaitu pemilihan responden berdasarkan ciri-ciri tertentu
yang berkaitan dengan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
yang sudah menikah, memiliki anak, dan tinggal bersama dengan pasangan.
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena peneliti ingin melihat bagaimana
individu menilai dan perasaan terhadap pasangan dan seputar perkawinan,
termasuk pola pengasuhan anak.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode skala untuk
memperoleh data mengenai kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi. Prosedur
penyusunan skala kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi, meliputi
penyusunan blue print, Focus Group Discussion (FGD), penulisan item, review
dan revisi item, perhitungan IVI-I dan IVI-S, serta uji coba alat ukur.
1. Penyusunan Blue Print
Peneliti menyusun blue print kepuasan perkawinan dan blue print
kecerdasan emosi
1.1 Penyusunan Blue Print Kepuasan Perkawinan
Berdasarkan tujuh area dalam kehidupan perkawinan, peneliti
menyusun blue print di mana masing-masing area mengandung aspek
kognitif dan aspek afektif. Setiap area, terdapat empat item favorable (F)
dan empat item unfavorable (UF). Pernyataan favorable yaitu
pernyataan-pernyataan yang bila disetujui menunjukkan sikap positif atau
unfavorable adalah pernyataan-pernyataan yang bila disetujui
mencerminkan sikap negatif atau tidak menyukai objek yang menjadi
sasaran perhatian (Supratiknya, 2014).
Total keseluruhan item kepuasan perkawinan adalah 56 item.
Peneliti menyusun item-item skala kepuasan seperti dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1.
Blue-Print Skala Kepuasan Perkawinan.
Aspek Konteks
Kognitif Afektif Jumlah
F UF F UF
1.2 Penyusunan Blue Print Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi memiliki empat aspek, yaitu (a) mempersepsi
emosi; (b) menggunakan emosi; (c) memahami emosi dan; (d) meregulasi
emosi. Berdasarkan keempat aspek tersebut, peneliti menyusun item di
mana masing-masing aspek terdapat delapan item favorable dan delapan
item unfavorable. Total keseluruhan item kecerdasan emosi adalah 64
item. Peneliti menyusun item-item skala kecerdasan emosi seperti dapat
Tabel 2.
Blue-print Skala Kecerdasan Emosi.
No Area F UF Jumlah
2. Focus Group Discussion (FGD)
Tujuan peneliti melakukan FGD adalah untuk mengidentifikasi
tingkah laku yang dianggap sebagai indikator, baik pada variabel kepuasan
perkawinan maupun kecerdasan emosi dan untuk memahami konteks calon
responden penelitian. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apakah indikator
indikator tersebut muncul dalam kehidupan perkawinan. FGD dilaksanakan
pada tanggl 8 Desember 2016 dengan 5 orang wanita yang sudah menikah.
Daftar pertanyaan FGD untuk kepuasan perkawinan dapat dilihat pada
lampiran 1.
Hasil FGD mengenai kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa
perilaku-perilaku yang muncul dalam kehidupan sehari-hari responden terkait
kepuasan perkawinan meliputi: menerima kelebihan dan kekurangan
menggunakan dan menikmati waktu luang bersama pasangan, dan pasangan
menunjukkan perilaku seksualnya seperti menggenggam, memeluk dan
mencium responden
Setelah melakukan FGD mengenai kehidupan perkawinan, peneliti
melakukan istirahat sejenak lalu kembali melakukan FGD terkait dengan
kecerdasan emosi. Daftar pertanyaan FGD untuk kecerdasan emosi yang
diajukan oleh peneliti dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil FGD mengenai
kecerdasan emosi menunjukkan bahwa perilaku-perilaku yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari responden terkait kecerdasan emosi meliputi:
mengetahui dan merasakan perasaan yang sedang dirasakan, mengetahui
penyebab dari emosi, cenderung menunda pekerjaan ketika gelisah, serta
meminta pendapat orang lain untuk menemukan jalan keluar dari masalah.
3. Penulisan Item
Peneliti menyusun item-item kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi
berdasarkan hasil FGD yang telah dilakukan. Skala kepuasan perkawinan
terdiri dari 56 item, yaitu 28 item favorable dan 28 item unfavorable.
Item-item skala kecerdasan emosi yang disusun peneliti berjumlah 64 Item-item, terdiri
dari 32 item favorable dan 32 item unfavorable.
Peneliti menggunakan metode penskalaan likert yang terdiri dari empat
pilihan jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S),
nilai 2 untuk Tidak setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).
Sebaliknya, masing-masing item unfavorable diberi nilai 1 untuk Sangat
Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai
4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Ringkasan skor berdasarkan pilihan
jawaban dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.
Skor berdasarkan Pilihan Jawaban.
Kategori Jawaban Skor
Favorable Unfavorabel
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sesuai (S) 3 2
Sangat Sesuai (SS) 4 1
4. Review dan Revisi Item
Dalam penelitian ini, pemeriksaan item didapatkan melalui penilaian
(review) oleh dosen pembimbing skripsi yang dilakukan selama proses
pembuatan item meliputi ketepatan definisi konseptual, pemilihan kata dalam
setiap item, serta kesesuaian item dengan indikator-indikator kepuasan
perkawinan dan kecerdasan emosi. Selanjutnya, peneliti melakukan revisi
item guna mengevaluasi masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing
skripsi terkait item-item yang telah disusun. Setelah itu, peneliti melanjutkan
5. Penghitungan Validitas Isi
Uji validitas isi dilakukan oleh professional judgement yaitu dosen
pembimbing skripsi dan lima orang yang sedang menyusun skripsi. Dalam
melakukan uji validasi isi, peneliti menggunakan dua perhitungan, yaitu
perhitungan IVI-I dan IVI-S. IVI-I adalah indeks validitas isi pada taraf item,
sedangkan IVI-S adalah indeks validasi isi skala. Suatu item dapat dikatakan
relevan apabila nilai IVI >0,78. Jika item memiliki nilai kurang dari <0,78,
maka item perlu diperbaiki atau digugurkan. Setelah menghitung IVI-I,
peneliti melakukan perhitungan IVI-S. Sebuah skala disebut memiliki validasi
isi yang baik jika nilai IVI-S >0,90 (Supratiknya, 2016).
Hasil perhitungan IVI-I skala kepuasan perkawinan, terdapat 7 item
yang memiliki nilai yang <0,78. Selanjutnya, peneliti memperbaiki 7 item
tersebut dan melakukan validasi ulang sehingga item-item tersebut memiliki
nilai 1,00. Setelah seluruh item memiliki nilai IVI-I >0,78, peneliti melakukan
perhitungan IVI-S. Hasil yang didapatkan pada perhitungan IVI-S adalah
0,91. Hal ini berarti skala kepuasan perkawinan memiliki validitas isi yang
baik.
Berdasarkan hasil perhitungan IVI-I skala kecerdasan emosi, terdapat 3
item yang memiliki nilai <0,78. Peneliti memperbaiki 3 item tersebut dan
melakukan validasi ulang sehingga item-item tersebut memiliki nilai IVI-I
hasil sebesar 0,92. Hal ini berarti skala kecerdasan emosi memiliki validitas
isi yang baik.
6. Uji Coba Alat Ukur
Peneliti melakukan uji coba skala untuk melihat apakah item-item yang
disusun sudah baik dan bisa digunakan untuk mengambil data penelitian.
Pengambilan data uji coba dilakukan pada bulan Maret 2017 dengan jumlah
responden 67 orang. Dalam uji coba alat ukur, responden uji coba yang
digunakan oleh peneliti memiliki kesamaan karakteristik dengan responden
penelitian. Peneliti melakukan uji coba untuk mendapatkan skala dengan taraf
reliabilitas yang memadai melalui analisis item.
Analisis item dilakukan untuk menguji kualitas sebuah skala psikologi
yang dilihat dari setiap itemnya (Azwar, 2011). Tujuan dari analisis item
adalah memilih item-item yang akan membentuk sebuah skala yang bersifat
homogen atau memiliki daya diskriminasi yang baik (Supratiknya, 2014).
Seleksi item dilakukan dengan metode rasional, yaitu dengan
menghitung korelasi tiap item dengan skor total dari 56 item yang terdapat
pada skala kepuasan perkawinan dan 64 item yang terdapat pada skala
kecerdasan emosi. Perhitungan korelasi item total dapat menunjukkan item
item terbaik dalam mengukur konstruk atau isi yang sedang diukur. Semakin
tinggi korelasi item dengan skor total, semakin baik juga item yang
pemilihan item. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30
dianggap memuaskan dan dapat digunakan, sedangkan item yang memiliki
koefisien korelasi kurang dari 0,30 dianggap sebagai item yang kurang baik
dan tidak dapat digunakan.
Analisis item dalam penelitian ini menggunakan program SPSS for
windows 16 dengan melihat Corrected Item Total Correlation pada Reliability
Statistics. Berdasarkan data yang ada dari 56 item kepuasan perkawinan,
terdapat 21 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi yang
kurang dari 0,30. Setelah itu, peneliti melakukan eliminasi item untuk
menyeimbangkan jumlah item tiap aspek. Eliminasi item dilakukan dengan
cara menggugurkan item yang memiliki koefisien korelasi diatas 0.30 namun
memiliki nilai paling rendah. Peneliti mengeliminasi 2 item lainnya, sehingga
item yang tersisa untuk skala kepuasan perkawinan adalah 33 item dari 56
item. Distribusi item-item yang telah diseimbangkan pada masing-masing area
kepuasan perkawinan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4.
Distribusi item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba.
No Area Favorable Unfavorable Jumlah
1 Kepribadian 1, 15 8, 20, 28 5
2 Resolusi Konflik 9, 21, 24, 27 2 5
3 Pengaturan Keuangan 3, 30 10 3
4 Pola Pengasuhan 11, 32 4, 22, 28 5
5 Waktu Luang 5, 17, 23, 31 12 5
6 Komunikasi 13, 25, 33 6, 18 5
7 Hubungan Seksual 7, 16, 19, 29 14 5
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa sebaran data tiap area tidak seimbang,
pada aspek kepribadian, resolusi konflik, pola pengasuhan, waktu luang,
komunikasi, dan hubungan seksual berjumlah 5, sedangkan area pengaturan
keuangan berjumlah 3. Peneliti memutuskan untuk tidak menyeimbangkan
setiap area karena peneliti mencoba menyesuaikan dengan keadaan di
lapangan. Selain itu juga agar tidak banyak item yang digugurkan pada area
lainnya.
Skala kecerdasan emosi memiliki jumlah 64 item, terdapat 29 item yang
memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah dengan jumlah responden 63
orang. Sebanyak 29 item digugurkan karena tidak memenuhi syarat koefisien
korelasi. Untuk menyeimbangkan jumlah item tiap aspek, peneliti
menggugurkan item kecerdasan emosi hingga menjadi 24 item dari 64 item.
Distribusi item-item yang telah diseimbangkan pada masing-masing
aspek-aspek kecerdasan emosi dapat dilihat dalam tabel 5.
Tabel 5.
Distribusi item Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba.
No Area Favorable Unfavorable Jumlah
1 Mempersepsi Emosi 1, 22 5, 9, 18, 21 6
2 Menggunakan Emosi 6, 12, 19 2,10,14 6
3 Memahami Emosi 11, 13, 15 7, 20,23 6
4 Mengatur dan
meregulasi emosi
3,17,24 4, 8, 16 6
F. Pemeriksaan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Peneliti melakukan analisis reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha
Cronbach dengan bantuan program SPSS for Windows versi 16.00. Berdasarkan
data statistik, koefisien reliabilitas skala kepuasan perkawinan sebesar 0,882 dan
0,864 untuk skala kecerdasan emosi. Selanjutnya, peneliti melakukan eliminasi
item yang tidak memenuhi syarat batasan koefisien korelasi. Setelah melakukan
seleksi item, reliabilitas skala kepuasan perkawinan meningkat menjadi 0,930 dan
reliabilitas skala kecerdasan emosi meningkat menjadi 0,876. Hasil ini
menunjukkan bahwa skala kepuasan perkawinan dan skala kecerdasan emosi
memiliki reliabilitas yang baik dan dapat digunakan. Batas nilai alpha cronbach
adalah 0,6 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang kurang baik, sedangkan nilai
alpha cronbach 0,7 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang dapat diterima dan
nilai alpha cronbach 0,8 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang baik (Sekaran,
1992 dalam Priyatno, 2012).
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik
korelasi Pearson Product Moment. Asumsi dalam pengujian Pearson Product
1. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan uji hipotesis dengan teknik korelasi. Peneliti menggunakan teknik
korelasi pearson product moment karena data penelitian memenuhi syarat uji
asumsi.
Salah satu syarat untuk menggunakan teknik korelasi product moment
adalah jika uji asumsi terpenuhi, yaitu data memiliki sebaran atau distribusi
data yang normal, dan linear. Sebaliknya, jika uji asumsi tidak terpenuhi maka
pengolahan data menggunakan uji statistik non-parametrik. Teknik korelasi
yang biasa digunakan adalah teknik korelasi spearman rho (Siregar, 2013).
2. Uji Asumsi
Uji asumsi dasar digunakan untuk mengetahui pola dan varian serta
kelinearitasan dari suatu populasi (data). Apakah populasi atau data
berdistribusi normal atau tidak, dan untuk menguji kelinearitasan data
(Siregar, 2013).
2.1Uji Normalitas
Dalam penelitian korelasi perlu dilakukan uji normalitas karena semua
perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Uji
program SPSS for windows versi 16. Data dengan sebaran yang normal
memiliki taraf signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) (Santoso, 2010).
2.2Uji Linearitas
Penelitian ini melakukan uji linearitas untuk melihat apakah data-data
yang diuji memiliki hubungan yang linear atau tidak. Suatu hubungan
dapat dikatakan linear jika memiliki taraf sigifikasi kurang dari 0,05
(p<0,05), sebaliknya hubungan antarvariabel dikatakan tidak linear jika
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Responden dan Data Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2017 hingga
tanggal 20 Maret 2017 dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden
secara langsung maupun dengan bantuan orang lain yang memberikan kepada
tetangga atau kerabat dekat. Pengambilan data secara langsung dilakukan dengan
cara memberikan kuesioner kepada responden yang berdomisili di daerah Sanur,
Kesiman, dan Panjer, Kota Denpasar, Provinsi Bali.
Penelitian ini melibatkan 67 responden dengan rentang usia 21 tahun hingga
65 tahun yang berada di Denpasar. Data demografik yang diperoleh peneliti
antara lain:
1. Deskripsi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan data demografik, responden terdiri dari 35 orang laki-laki
dan 36 orang perempuan. Tabel 6 menunjukkan deskripsi data responden
penelitian yang dilihat berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 6.
Deskripsi Jenis Kelamin Responden Penelitian.
Keterangan Jumlah Total
Jenis Kelamin Laki-laki 33 67
2. Deskripsi responden penelitian berdasarkan Usia
Berdasarkan 71 responden, peneliti mengelompokkan responden
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dewasa awal (20-45 Tahun) dan
dewasa madya (46-65 Tahun). Pada kelompok dewasa awal, terdapat
responden sebanyak 35 orang, dan sebanyak 36 responden berada pada
kelompok masa dewasa madya. Tabel 7 menunjukkan deskripsi data responden
penelitian berdasarkan usia.
Tabel 7.
Deskripsi Usia Responden Penelitian.
Keterangan Jumlah Total
Usia 20- 45 Tahun 35 67
46-65 Tahun 32
3. Deskripsi responden penelitian berdasarkan asal daerah
Data menunjukkan bahwa sebanyak 37 responden memiliki asal daerah
yang sama dengan pasangannya. 34 responden lainnya memiliki asal daerah
yang berbeda dengan pasangannya. Tabel 8 menunjukkan deskripsi responden
penelitian berdasarkan asal daerah responden dan pasangan.
Tabel 8.
Deskripsi Asal Daerah Responden dan Pasangan.
Keterangan Jumlah Total
Asal Daerah Responden dan Pasangan
Satu Daerah 35
67
Beda Daerah 32
4. Deskripsi responden penelitian berdasarkan usia perkawinan
Berdasarkan data demografik, sebanyak 42 responden telah menikah
lainnya memiliki rentang usia1-15 tahun. Tabel 9 menunjukkan deskripsi
responden penelitian berdasarkan usia perkawinan.
Tabel 9.
Deskripsi Usia Perkawinan Responden Penelitian.
Keterangan Jumlah Total
Usia Perkawinan Responden
1-15 Tahun 25
67
>15 Tahun 42
6. Deskripsi responden penelitian berdasarkan pendapatan
Data menunjukkan pendapatan dalam sebulan dari masing-masing
responden. Sebanyak 29 responden memiliki pendapatan yang kurang dari Rp
2.500.000. Responden yang memiliki pendapatan yang lebih dari Rp 2.500.000
terdapat sebanyak 42 responden. Tabel 10 menunjukkan deskripsi responden
penelitian berdasarkan pendapatan dalam satu bulan.
Tabel 10.
Deskripsi pendapatan responden penelitian.
Keterangan Jumlah Total
Pendapatan Responden
< Rp 2.500.000 29
67
> Rp 2.500.000 38
7. Deskripsi responden penelitian berdasarkan jumlah anak
Berdasarkan data demografik, tabel 11 menunjukkan deskripsi data
jumlah anak yang dimiliki responden. Sebanyak 49 responden memiliki 1
orang sampai 2 orang anak, dan sebanyak 22 responden memiliki anak yang
Tabel 11.
Deskripsi jumlah anak responden penelitian.
Keterangan Jumlah Total
Jumlah Anak Responden
1-2 45
67
>2 22
B. Deskripsi Data Penelitian
Pada sub bab ini, peneliti membahas mengenai reliabilitas data skala dan
statistik deskriptif data penelitian.
1. Reliabilitas Data Penelitian
Peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan Alpha Cronbch
untuk mengukur koefisien reliabilitas data kepuasan perkawinan dengan
program SPSS for windows versi 16. Hasil menunjukkan bahwa skala kepuasan
perkawinan memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.942 dengan jumlah 33 item.
Untuk skala kecerdasan emosi diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.872 dengan
jumlah 24 item.
2. Statistik Deskriptif Data Penelitian
Sub bab ini membahas mengenai statistik deskriptif data kepuasan
perkawinan dan kecerdasan emosi beserta uji beda mean teoretis dan mean
empiris masing-masing variabel.
2.1Deskriptif data kepuasan perkawinan
Peneliti melakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran
adalah skor alat ukur, sedangkan skor empiris diperoleh dari hasil
penelitian. Hasil analisis deskriptif data kepuasan perkawinan dapat dilihat
pada tabel 12.
Table 12.
Deskriptif data kepuasan perkawinan.
Statistik Kepuasan Perkawinan
Teoretis Empiris
Skor Minimal 33 67
Skor Maksimal 132 132
Mean 82,5 105,85
Standar Deviasi 16,5 13,198
Dalam tabel deskripsi statistik, diketahui variabel kepuasan
perkawinan memiliki mean teoretis sebesar 82,5 dan berdasarkan hasil
analisis diperoleh mean empiris sebesar 105,85. Peneliti melakukan
analisis uji beda dengan mengunakan teknik One-sample t-test pada
program SPSS for windows versi 16 untuk mengetahui tingkat
perbedaannya. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 12.1
Table 12.1
Hasil uji beda mean teoretis dan mean empiris kepuasan perkawinan.
Kepuasan perkawinan
Test value = 82,5
Sig (2-tailed) Mean Difference
0,000 23,351
Data tabel 12.1 menunjukkan adanya perbedaan sebesar 23,351
dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara mean teoretis dan mean empiris.
Temuan ini menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat kepuasan
2.2Deskriptif data kecerdasan emosi.
Data tabel analisis deskriptif, diketahui bahwa kecerdasan emosi
memiliki mean sebesar 60, dan berdasarkan hasil analisis diperoleh mean
sebesar 77,91. Hasil analisis deskriptif data kecerdasan emosi dapat dilihat
pada tabel 13.
Tabel 13.
Deskriptif data kecerdasan emosi
Statistik Kecerdasan Emosi
Teoretis Empiris
Skor Minimal 24 58
Skor Maksimal 96 98
Mean 60 77,91
Standar Deviasi 12 8,547
Untuk mengetahui perbedaan antara mean teoretis dan mean
empiris, peneliti melakukan analisis uji beda One-sample t-test pada
program SPSS for windows versi 16. Hasil uji beda dapat dilihat pada
tabel 13.1.
Table 13. 1
Hasil uji beda mean teoretis dan mean empiris kecerdasan emosi.
Kecerdasan emosi
Test value = 60
Sig (2-tailed) Mean Difference
0,000 17,910
Berdasarkan hasil analisis, terdapat perbedaan sebesar 17,910
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa responden memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tergolong
C. Analisis Data Penelitian
Sub bab ini membahas mengenai analisis data penelitian yang sudah
dilakukan oleh peneliti. Sebelum pengujian hipotesis, peneliti melakukan uji
asumsi terlebih dahulu.
1. Uji Asumsi
Dalam uji asumsi, terdapat 2 macam uji, yaitu uji normalitas dan uji
linearitas.
1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik
Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel
14.
Tabel 14. Uji Normalitas.
Kolmogorov-Smirnova
Statistik df Sig.
Kepuasan Perkawinan 0,089 67 0,200
Kecerdasan Emosi 0,097 67 0,200
Berdasarkan data dalam tabel 14 dapat dilihat bahwa signifikansi
data kepuasan perkawinan sebesar 0,200 (p>0,05), sedangkan nilai
signifikansi pada kecerdasan emosi sebesar 0,200 (0,05). Hasil uji
normalitas menunjukkan bahwa distribusi data kepuasan perkawinan dan