• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UPAYA MEMERANGI DAN MEMBERANTAS KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UPAYA MEMERANGI DAN MEMBERANTAS KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

130 Abstract: The special agency tasked with eradicating and eradicating corruption in Indonesia, called the Corruption Eradication Commission, has the authority to coordinate and supervise, including conducting investigations, investigations, and prosecutions, while regarding the formation, organizational structure, work procedures and responsibilities, duties and authorities and its membership is regulated by Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission. The authority of the Corruption Eradication Commission (hereinafter referred to as KPK) in conducting investigations, investigations, and prosecutions of criminal acts of corruption includes corruption crimes that: a. involving law enforcement officers, state administrators, and other people who are related to criminal acts of corruption committed by law enforcement officers or state administrators; b. receive attention that disturbs the public; and/or c. concerning state losses of at least Rp. 1,000,000,000.00 (one billion rupiah)

Keywords: Corruption, extraordinary crimes, the Corruption Eradication Commission

Abstrak :Badan khusus yang bertugas membasmi dan memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia bernama Komisi Pemberantasan Korupsi, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya ditulis KPK) dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang : a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Kata kunci : Korupsi, kejahatan luar biasa, Komisi Pemberantasan Korupsi

Pendahuluan

Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas, karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.

Korupsi merupakan ancaman terhadap cita- cita menuju masyarakat adil dan makmur1.

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama ini tidak saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk

1 Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta : Sinar Grafika.2008), hlm. 2

mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Tipikor tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan luar biasa2.

Secara sederhana, tindak pidana korupsi dapat dipahami sebagai suatu perbuatan curang, yaitu dengan menyelewengkan atau menggelapkan keuangan negara yang dimaksudkan untuk memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan negara atau penyelewengan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi dan orang lain3. Tindak pidana korupsi

2 Hamzah,Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum PidanaNasional dan Internasional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006), hlm. 27

3 Agustin, Oly Viana, dkk., “Politik hukum penguatan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistemketatanegaraan”, Jurnal Konstitusi, EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UPAYA MEMERANGI DAN MEMBERANTAS KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

1

Dedi Mawardi,

2

M. Irayadi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Jl. Kramat Raya Nomor. 25, Senen-Jakarta Pusata Provinsi D.K.I Jakarta

Email:

1

dedimardii@gmail.com,

2

irayadi@iblam.ac.id

(2)

131 juga merupakan bentuk kejahatan yang

dilakukan secara sistematis dan terorganisir dengan baik, serta dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam tatanan sosial masyarakat.

Oleh karena itu, kejahatan ini sering disebut dengan istilah white collar crime atau kejahatan kerah putih serta ruang lingkupnya bersifat lintas negara4.

Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi. Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang- undangan, antara lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi5.

Namun demikian aktivitas dari tindak pidana korupsi ini semakin tidak terkendali, perbuatan ini tidak saja akan berdampak terhadap kehidupan nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya6. Praktik korupsi terjadi hampir di

Vol. XVI No. 2 (Juni 2019), Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi, hlm. 31

4 Suatu perbuatan (atau tidak berbuat) dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana yang dilakukan oleh pihak professional, baik oleh individu, organisasi, atau sindikat kejahatan, ataupun dilakukan oleh badan hukum, sebagaimana dikutip dalam Diktat Mata Kuliah Kriminologi, Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas.

5 A Tauda, Gunawan, “Kedudukan Komisi Negara Independen Dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Jurnal Pranata Hukum Vol VI No. 2 (Juli 2011), Megister Ilmu Hukum Fakkultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 36

6 Ibid.

setiap lapisan birokrasi, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, serta telah pula menjalar hingga ke dunia usaha. Korupsi tidak saja akan menggerus struktur kenegaraan secara perlahan, akan tetapi menghancurkan segenap sendi-sendi penting yang terdapat dalam negara7.

Tindak pidana korupsi seakan memiliki perlakuan khusus tidak seperti tindak pidana yang lain seperti halnya pencurian atau perzinahan yang banyak sekali terjadi dikalangan masyarakat, karena korupsi masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) sehingga perlu adanya aturan hukum yang mampu menembus segala bentuk modus operandi sehingga keuangan atau perekonomian negara tidak dirugikan8.

Namun semangat untuk memberantas korupsi terkadang tidak diimbangi dengan kapasitas atau kualitas seorang pejabat publik maupun aparat penegak hukum kita,mengingat masih banyak sekali tindak pidana korupsi di Indonesia termasuk tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para penagak hukum itu sendiri,sehingga sering kali muncul bahasa bahwa hukum Indonesia itu tajam kebawah dan tumpul keatas. Dalam hal ini menurut penulis bukan kemudian instrumen hukumnya yang lemah tetapi aparatur penegaknya lah yang perlu di perbaiki9.

Metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa10.

Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus

7 KPHA. Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi, (Surabaya, Penerbit Indonesia Lawyer Club, 2010), hlm. 42

8 Indriati,Etty, Pola dan Akar Korupsi, (Jakarta : PT. Gramedia pustaka Utama. 2014), hlm. 53

9 Ibid.

10 Totok Sugiarto, Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.18, No.1 Juni 2013, hlm. 188–196

(3)

132 tersebut yang selanjutnya disebut Komisi

Pemberantasan Korupsi, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi11.

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya ditulis KPK) dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang : a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c.

menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)12.

Dengan pengaturan dalam Undang- Undang ini, KPK: 1) dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif; 2) tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan;

3) berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism); 4) berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan13.

11 Ibid.

12 Fitria, “Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara penunjang dalam sistem ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Nestro Megisster Hukum, Vol II No 2 (2012), Universitas Tanjungpura, hlm. 58-70

13 Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi-Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi,

Oleh karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan sistimatis sehingga diperlukan upaya yang luar biasa pula dalam memberantasnya. Oleh karenanya, KPK sejak awal memang didesain dengan kewenangan luarbiasa (superbody) agar mampu mengungkap praktik licik-kotor serta menembus benteng pertahanan koruptor yang paling kuat sekalipun. Terbukti dengan kewenangan yang kuat seperti penyadapan, penyidikan, tanpa harus menempuh prosedur perizinan, serta menggunakan teknik investigasi modern seperti surveillance dan audit forensic, KPK perlahan mampu mengembalikan kepercayaan publik.

Pemerintah Indonesia sangat memberi perhatian serius dalam upaya pemberantasan korupsi dengan menguatkan lembaga dan peran KPK14.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menetapkan judul artikel ini adalah : Eksistensi Komisi Pemberantasan Tindak Piddana Korupsi Dalam Upaya Memerangi dan Memberantas Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa

Rumusan Masalah

Adapun rumusan dalam penelitian ini Bagaimana eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya memerangi dan memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa?.

Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan

mendeskripsikan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya memerangi dan memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa ?

Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penulisan jurnal adalah yuridis normatif yaitu menganalisis kaitan antara peraturan perundang- undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan yang dibahas. Penelitian ini akan menganalisis masalah hukum, fakta, dan gejala hukum lainnya yang berkaitan dengan pendekatan hukum, kemudian di peroleh gambaran yang menyeluruh mengenai masalah yang akan di teliti. Penelitian yang berbentuk deskriftif analisis ini hanya akan menggambarkan keadaan objek atau persoalan dan tidak

(Jakarta, Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi.2006), hlm. 29

14 Ibid.

(4)

133 dimaksudkan mengambil atau menarik

kesimpulan yang berlaku umum mengenai eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam upaya memerangi dan memberantas tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa15.

Pembahasan dan Penelitian

Upaya pemberdayaan dalam rangka mengenal eksistensinya, KPK telah didukung oleh ketentuan-ketentuan yang bersifat strategis antara lain:

1. ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memuat perluasan alat bukti yang sah serta ketentuan tentang asas pembuktian terbalik;

2. ketentuan tentang wewenang KPK yang dapat melakukan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap penyelenggara negara, tanpa ada hambatan prosedur karena statusnya selaku pejabat negara;

3. ketentuan tentang

pertanggungjawaban KPK kepada publik dan menyampaikan laporan secara terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan;

4. ketentuan mengenai pemberatan ancaman pidana pokok terhadap Anggota Komisi atau pegawai pada KPK yang melakukan korupsi; dan

5. ketentuan mengenai pemberhentian tanpa syarat kepada Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi16.19 Dalam proses pembentukan KPK, tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia yang akan memimpin dan mengelola KPK. Undang- Undang ini memberikan dasar

15 Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010), hlm. 81

16 Totok Sugiarto, Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Loc. Cit

hukum yang kuat sehingga sumber daya manusia tersebut dapat konsisten dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK)17.

KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari 5 (lima) orang yang merangkap sebagai Anggota yang semuanya adalah pejabat negara. Pimpinan tersebut terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat sehingga sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kinerja KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi tetap melekat pada KPK18.

Berdasarkan ketentuan ini maka persyaratan untuk diangkat menjadi anggota KPK, selain dilakukan secara transparan dan melibatkan keikutsertaan masyarakat, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan harus melalui uji kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang kemudian dikukuhkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Di samping itu untuk menjamin perkuatan pelaksanaan tugas dan wewenangnya, KPK dapat mengangkat Tim Penasihat yang berasal dari berbagai bidang kepakaran yang bertugas memberikan nasihat atau pertimbangan kepada KPK.

Sedang mengenai aspek kelembagaan, ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan masyarakat luas tetap dapat ikut berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah yang dilakukan oleh KPK, serta pelaksanaan program kampanye publik

17 Penjelasan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

18 Donal Fariz, “Pemerintahan Joko Widodo Dan Serangan Politik Terhadap KPK”, Jurnal Anti Korupsi Integritas,Vol V No. 2 (Desember 2019), Komisi Pemberantasan Korupsi, hlm. 38-54

(5)

134 dapat dilakukan secara sistematis dan

konsisten, sehingga kinerja KPK dapat diawasi oleh masyarakat luas19.

Untuk mendukung kinerja KPK yang sangat luas dan berat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, maka KPK perlu didukung oleh sumber keuangan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam UndangUndang ini, KPK dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara, dan jika dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, KPKdapat membentuk perwakilan di daerah provinsi. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK di samping mengikuti hukum acara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga dalam Undang- Undang ini dimuat hukum acara tersendiri sebagai ketentuan khusus (lex specialis)20.

Di samping itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, maka dalam UU KPK diatur mengenai pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi di lingkungan peradilan umum, yang untuk pertama kali dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan tindak pidana korupsi tersebut bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh majelis hakim terdiri atas 2 (dua) orang hakim Pengadilan Negeri dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc. Demikian pula dalam proses pemeriksaan baik di tingkat banding maupun tingkat kasasi juga dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri atas 2 (dua) orang hakim dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc. Untuk menjamin kepastian hukum, pada tiap tingkat pemeriksaan ditentukan jangka waktu secara tegas21.

19 Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Op. Cit, hlm. 51.

20 Yustiono, Eris, (2005), Revitalisasi Isu-Isu Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Salah Satu Upaya Meminimalkan Korupsi, Jurnal Ilmu Administrasi, Vol 2, No.3, hlm. 38

21 Komisi Pemberantasan Korupsi,

Untuk mewujudkan asas

proporsionalitas, dalam UU KPK ini diatur pula mengenai ketentuan rehabilitasi dan kompensasi dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan tugas dan wewenangnya bertentangan dengan UU KPK atau hukum yang berlaku. Terbukti dengan kewenangan yang kuat seperti penyadapan, penyidikan, tanpa harus menempuh prosedur perizinan, serta menggunakan teknik investigasi modern seperti surveillance dan audit forensic, KPK perlahan mampu mengembalikan kepercayaan publik. Pemerintah Indonesia sangat memberi perhatian serius dalam upaya pemberantasan korupsi dengan menguatkan lembaga dan peran KPK22.

Jadi KPK memiliki tugas dan peran melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervise;

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan;

melakukan tindakan pencegahan; dan melakukan pemantauan (monitoring) penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Sementara itu kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; meletakkan sistem pelaporan; meminta informasi kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait; melaksanakan dengar pendapat dengan instansi yang berwenang; meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi23.

Kesimpulan

Dalam perspektif tata negara Indonesia, eksistensi KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman. keberadaan KPK secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai bentuk politik

Memahami untuk Membasmi-Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Op. Cit., hlm. 24

22 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

23 Ibid.

(6)

135 hukum pemberantasan korupsi di tanah air.

Dengan demikian KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam system ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. KPK bukan merupakan bagian dari eksekutif/pemerintah, legislatif/Dewan rakyat ataupun yudikatif/peradilan. Menurut saya dalam hal ini dimaksudkan agar KPK bebas dari kepentingan- kepentingan polistis dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kenyataannya memang KPK dalam menjalankan salah satu tugasnya yaitu melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi telah menangkap beberapa tokoh/pejabat dari eksekutif, legislative maupun yudikatif.

Ada perubahan kedudukan KPK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal 3, KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kekuasaan manapun" adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak- pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.

Daftar Pustaka

Chazawi, Adami, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2016)

Danil, Elwi, Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, (Jakarta: Rajawali Pers. 2016)

Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta : Sinar Grafika.2008)

Hamzah,Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006)

Hartanti,Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.

2005)

Indriati,Etty, Pola dan Akar Korupsi, (Jakarta :

PT. Gramedia pustaka Utama. 2014) Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami

untuk Membasmi-Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi.2006)

KPHA. Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi, (Surabaya, Penerbit Indonesia Lawyer Club, 2010)

Soerjono, Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2010) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- UndangNomor 4 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Agustin, Oly Viana, dkk., “Politik hukum penguatan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistemketatanegaraan”, Jurnal Konstitusi, Vol. XVI No. 2 (Juni 2019), Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi.

Agustiwi, Asri, “Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Di Indonesia” jurnal ilmu hukum,Vol. VIII No 1 (Maret 2014), Fakultas Hukum Universitas Surakarta.

A Tauda, Gunawan, “Kedudukan Komisi Negara Independen Dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia”, Jurnal Pranata Hukum Vol VI No. 2 (Juli 2011), Megister Ilmu Hukum Fakkultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Donal Fariz, “Pemerintahan Joko Widodo Dan Serangan Politik Terhadap KPK”, Jurnal Anti Korupsi Integritas,Vol V No.

2 (Desember 2019), Komisi Pemberantasan Korupsi.

Fitria, “Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara

penunjang dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Nestro Megisster Hukum, Vol II No 2 (2012), Universitas Tanjungpura Titon Slamet Kurnia, Tata Konstitusional

Abnormal dan Implikasi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

(7)

136 36/PUU-XV/2017, Jurnal Konstitusi,

Volume 17, Nomor 1, Maret 2020 Totok Sugiarto, Peranan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.18, No.1 Juni 2013, hlm. 188–196.

Yustiono, Eris, (2005), Revitalisasi Isu-Isu Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Salah Satu Upaya Meminimalkan Korupsi, Jurnal Ilmu Administrasi, Vol 2, No.3.

Referensi

Dokumen terkait

man, bahwa seorang animator dapat mengkreasi sebuah objek atau efek yang tidak mampu dihasilkan camera man. Seorang animator mampu membuat visualisasi angin topan,

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Harga serta kualifikasi dengan ini Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa mengumumkan pemenang

Website ini berfungsi untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dan kegiatan lain serta situasi dan kondisi di sekolah tersebut kepada para orang

Tabel 2.3 Jumlah Mata Air, Debit Rerata Tahunan dan Volume Tahunan di Wilayah Sungai UPT PSDAW di Provinsi Jawa Timur tahun 2012

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh pengetahuan dan sikap pasien terhadap pemanfaatan ulang

Pendidikan islam pada masa Turki Usmani mengalami perkembangan setelah terjadinya pembaharuan system pendidikan islam, dari mulai lembaga Pendidikan, Kurikulum dan

Citizen science programs may not use financial technologies directly, but they work to enhance understanding of ecosystems, fill information gaps, create big data,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan kehandalan terhadap kepuasan pasien rawat inap peserta BPJS di Rumah