• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan hak untuk mendapatkan pekerjaan di Pasal 27 Ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Dengan adanya pasal ini maka hak manusia untuk mendapatkan pekerjaan dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dilindungi oleh undang-undang. Pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia dapat diperoleh baik dengan usaha mandiri ataupun mengikatkan dirinya kepada pihak lain, seperti lembaga negara maupun sebuah perusahaan swasta lainnya. Banyak yang bekerja dengan mengikat dirinya kepada pihak lain maka diperlukan kesepakatan antara masing masing pihak yaitu perusahaan dan pekerja.

Seseorang yang dikatakan sebagai pekerja juga telah dimaknai dengan jelas dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja “Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Sehingga jelas bahwa masing-masing orang mempunyai sebuah hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dilindungi oleh negara lewat undang-undang baik mengenai kewajiban, hak maupun upah. Dalam hubungan antara perusahaan dan juga pekerja tidak lepas dari namanya perjanjian, baik itu kontrak kerja maupun perjanjian kerja. Hal itu merupakan awal dari adanya kesepakatan melalui proses negosiasi diantara masing-masing para pihak. Kesepakatan dalam artian merupakan sebuah hasil yang mempertemukan semua harapan dan kepentingan para pihak yang dicapai melalui proses tawar

(2)

menawar berdasarkan negosiasi.1 Dari sini muncul satu asas agar satu kesepakatan yang dituangkan dalam satu kontrak harus memenuhi asas keseimbangan. Ada beberapa pengertian mengenai asas keseimbangan dilihat dari pengertiannya. Dalam bahasa Belanda asas ini dikenal dengan

“evenwicht-evenwichting” yang berarti keseimbangan yang seimbang.

Sementara dalam bahasa Inggris dikenal dengan “equality-equal- equilibrium” yang bermakna leksikal yaitu sebanding atau sama yang menunjukkan pada suatu keadaan, derajat, posisi, berat dan lain sebagainya.2 Asas keseimbangan ini juga sering disebut sebagai asas proporsionalitas yang tertuju kepada pembagian kewajiban yang tidak hanya terpatok kepada upah yang diterima, tapi wajib untuk dimaknai juga sebagai sebuah asas yang menjadi dasar sebuah pertukaran hak maupun kewajiban pihak-pihak sesuai dengan bagian atau porsinya masing masing.

Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyatakan :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.”

Penjelasan diatas mengenai hubungan timbal balik bisa diambil kesimpulan bahwa hubungan kerja ialah suatu bentuk jalinan hukum yang tercipta antara calon pekerja serta pemberi kerja melalui adanya sebuah perjanjian kerja3.

Sebelum memasuki perjanjian kerja itu, perlu dipahami bahwa dasar perjanjian kerja dapat diartikan dengan sebuah perjanjian, maka dapat dikatakan perjanjian kerja adalah suatu bentuk perjanjian yang dibuat secara khusus yang berisikan kesepakatan suatu pekerjaan.

1 Agus Yudha Hernoko, 2009, Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 1.

2 Ibid, hlm 26

3 Lalu Husni, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 63.

(3)

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Saat kita telah memahami perjanjian kerja adalah bentuk khusus dari sebuah perjanjian, maka perlu memenuhi syarat sah nya sebuah perjanjian yang di atur oleh undang-undang. Pasal 1320 KUHperdata menjelaskan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam perjanjian mengandung berbagai asas yang menjadi sebuah prinsip yang tidak boleh dilanggar. Salah satu prinsip atau asas yang dimiliki dalam perjanjian adalah asas proporsionalitas.

Asas proporsionalitas ini hadir untuk menjadikan terang hak dan kewajiban yang ditinjau dari keseluruhan proses sebuah perjanjian dimulai dari tahapan praperjanjian, pembentukan perjanjian dan pelaksanaan perjanjian. Asas proporsionalitas akan membahas mengenai isi dari hubungan serta kepentingan dari kedua belah pihak. Seperti contoh pemberi kerja dengan pekerja yang dapat dipahami kehadiran asas proporsionalitas bertujuan untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan kerja dengan tujuan menguntungkan kedua belah pihak dan adil bagi kedua belah pihak4. Perjanjian kerja adalah bentuk khusus dari perjanjian yang menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang 13 Tahun 2003 sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyatakan,

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.

Dengan artian adanya syarat serta kewajiban para pihak dalam membuat perjanjian kerja, secara langsung menjadikan proporsionalitas ada di dalam hubungan kerja yang dibuat. Dalam suatu pekerjaan yang

4 Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2007, Hukum Bisnis dalam Perkembangan Manusia Modern, Refika Aditama, Bandung, hlm. 31.

(4)

dikerjakan borongan pastinya pekerja dengan pemberi kerja memiliki suatu dasar yaitu perjanjian kerja borongan atau perjanjian pemborongan pekerjaan, sebagaimana penjelasan perjanjian pemborongan pekerjaan Pasal 1601 huruf b KUHPerdata menyatakan “Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.”5

Perjanjian ini sama halnya dengan sebuah perjanjian timbal balik yang mengandung hak serta kewajiban6. Pekerja harian lepas yang dalam hal ini menjadi pembahasan menarik adalah dalam mendapatkan haknya.

Selain undang-undang yang melindungi setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan, akan tetapi penerapan di lapangan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Ketika pekerja harian lepas sudah menyandang hubungan kerja dengan pemborong, menimbulkan suatu permasalahan hukum bagi pekerja lepas harian karena perjanjian kerja memiliki 2 klasifikasi yaitu perjanjian kerja yang dilaksanakan pada waktu tertentu (PKWT) dan ada juga perjanjian kerja yang waktunya tidak tertentu (PKWTT). Akan tetapi muncul Perjanjian Kerja Borongan yang bisa memunculkan suatu dampak masalah karena nanti akan berhubungan dari hak pekerja yakni pekerja harian lepas dan kewajiban pekerja tersebut. Sehingga jika ketiga jenis perjanjian tidak memberikan kejelasan mengenai hak dan kewajiban mengenai pekerjaan dari pekerja borongan yang adalah pekerja harian lepas, akan memberikan dampak negatif bagi pekerja tersebut. Dan juga saat ketiga perjanjian ini tidak dapat memberikan kepastian bagi pekerja buruh harian lepas untuk pekerjaan borongan maka penerapan asas proporsionalitas pastinya tidak akan berguna.

Sebuah proyek yang sudah berjalan dan selesai di wilayah Banten menjadi bahan penelitian bagaimana penerapan asas proporsionalitas

5 F. X. Djumialdji, 1987, Perjanjian Pemborongan, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 3.

6 Djumialdji, 1995, Hukum Bangunan, Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 4.

(5)

dalam pekerjaan borongan yang di laksanakan suatu perusahaan dengan menggunakan tenaga pekerja harian lepas berdasarkan undang-undang maupun peraturan yang berlaku saat ini mengenai ketenagakerjaan. Agar mendapatkan kejelasan mengenai kelayakan baik itu upah, jaminan kerja, jaminan kesehatan dan hal lain yang menjadi hak dari pekerja. Maka dari itu, menjadi sangat menarik untuk mengkaji dalam satu penelitian yang ditulis dengan judul “ASAS PROPORSIONALITAS PERJANJIAN KERJA BORONGAN BAGI PEKERJA HARIAN LEPAS MENURUT HUKUM DI INDONESIA PADA PROYEK PENINGKATAN REL KERETA API SERANG-MERAK LINTAS RANGKASBITUNG-MERAK ”.

B. Rumusan Masalah

Untuk menguraikan latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas dalam proyek peningkatan rel kereta api Serang-Merak lintas Rangkasbitung-Merak ?

2. Bagaimana menjamin hak dari pekerja harian lepas untuk mewujudkan asas proporsionalitas tersebut ?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam pembahasan penelitian ini menitik beratkan pada :

1. Penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas

2. Bentuk penghambat menerapkan asas proporsionalitas dalam pelaksanaan perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas

(6)

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan dari asas proporsionalitas dari perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk apa saja penghambat untuk menerapkan asas proporsionalitas dalam pelaksanaan perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas.

E. Metode Penelitian

Agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulisan ini menggunakan metode penelitian antara lain : 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dituangkan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif empiris, yaitu suatu teknik penelitian akademis yang menemukan kebenaran dari wawancara langsung untuk mendapatkan data yang akurat. Sedangkan logika ilmiah hukum dapat dilihat dari aspek normatifnya. Logika ilmiah dalam penelitian hukum normatif harus dibangun secara ilmiah dan metode kerjanya harus didasarkan pada hukum normatif, dengan sendirinya sebagai subjek hukum7.

Pertama, pendekatan yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti adalah pendekatan normatif, yang mengkaji pendekatan peraturan perundang-undangan terhadap permasalahan hukum8. Metode pendekatan dari perundang-undangan harus dipahami mengenai dasar serta asas-asas dalam sebuah peraturan perundang- undangan, karena menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis

7 Johnny Ibrahim, 2012, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang, hlm. 57.

8 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 131

(7)

yang memuat norma hukum mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan.”9

Kemudian penelitian ini juga dilakukan dengan pendekatan empiris.

Yaitu dengan menggunakan data-data yang ada di lapangan sebagai sumber data yang utama. Selanjutnya penelitian ini menggunakan pendekatan analitis yang mana pendekatan analitis melihat makna istilah-istilah yang akan digunakan dalam undang-undang dan bagaimana penggunaannya dalam praktek.10. Maka untuk hal ini melakukan analitis terhadap penerapan asas proporsionalitas dalam perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam pasal ini diperlukan karena objek penelitian adalah peraturan perundang-undangan. Bagi kajian hukum, penerapan negara hukum didasarkan pada teori dan konsep bidang hukum, sehingga berhadapan dengan fakta hukum yang menimbulkan kontradiksi antara kajian teori dan penerapan hukum positif. Kesenjangan antara keadaan yang diharapkan (das sollen) dengan kenyataan (das sein) akan menimbulkan pertanyaan apakah persoalan hukum itu benar dari sudut pandang normatif tersebut, sehingga penerapan hukum yang diharapkan itu hanya berjalan dan menjadi harapan atau sekedar dalam menciptakan konflik yang menimbulkan ketidakadilan, ketertiban dan ketidakamanan hukum dalam masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita hukum11. Untuk penelitian ini akan menjadi objek penelitian untuk penerapan asas proporsionalitas secara efektif dan efisien dalam perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas pada proyek peningkatan rel kereta api Serang-Merak lintas Rangkasbitung-Merak.

9 Peter Mahmud Marzuki, 2016, Penelitian Hukum, Cetakan ke-12, Prenada Media, Jakarta, hlm.

137

10 Jonaedi Efendi dan Jhonny Ibrahim, 2016, Penelitian Hukum Normatif dan Empirism, Kencana, Depok, hlm. 138

11 Ibid, hlm. 125

(8)

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan dalam penulisan ilmiah di bidang hukum ini yang terutama atau primer adalah sebuah bahan hukum yang didapatkan dari peraturan dan undang-undang, yang dalam penelitian ini bahan penulisan diperoleh dari :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2022 tentang Cipta Kerja

5. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

6. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

b. Bahan Hukum Sekunder

Yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang dapat melengkapi dan memberikan penjelasan tambahan untuk tercapainya maksud dan tujuan hukum yang sebenarnya, sebagai contoh : pendapat-pendapat ilmiah, kasus-kasus hukum, ilmu hukum, dan temuan-temuan simposium yang berkaitan erat dengan topik penelitian. Bahan hukum sekunder juga mencakup buku-buku dari para ahli hukum yang sangat berpengaruh seperti jurnal hukum, dan pendapat ilmiah.12 Untuk penelitian ini dilakukan dengan cara analisis secara holistik terhadap penerapan dari asas proporsionalitas dalam perjanjian kerja borongan bagi pekerja harian lepas.

12Ibid, hlm. 393

(9)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah sebuah bahan hukum yang memberikan suatu petunjuk yang mendukung atau penjelasan bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder13. Bahan hukum tersier yang akan dipergunakan adalah kamus-kamus hukum dan lain- lain.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan suatu perihal yang pasti dengan adanya suatu ketentuan atau ketetapan.14 Prinsipnya, hukum harus aman dan adil.

Yang dimaksud dengan kebijakan tindakan dan keadilan tentu saja bahwa suatu kebijakan tindakan harus mendukung suatu tatanan yang dianggap wajar karena mengandung dan mempunyai keadilan dan berlaku, tentunya hukum dapat menjalankan fungsinya secara memadai. Kepastian hukum dan keadilan bukan sekedar tuntutan moral. Suatu undang-undang memiliki reputasi buruk atau hanya dapat menjadi undang-undang jika jelas dan tidak adil. Konsep hukum tersebut mengandung dua ciri yaitu jelas dan adil.15

Teori kepastian hukum Menurut Gustva Radbruch yang digunakan ialah “sicherkelt des Rechts selbts” yang berarti kepastian tentang hukum. Empat hal yang memiliki hubungan dengan adanya suatu makna dari kepastian hukum. Yang pertama menerangkan bahwa hukum positif adalah hukum yang berbentuk sebuah undang-undang (gesetzliches Recht). Kedua, bahwa hukum itu adalah sebuah fakta (Tatsachen), bukan sesuatu hal rumusan mengenai penilaian yang akan dilakukan oleh seseorang, seperti “berkemauan baik” dan “sopan”.

13 Ibid, hlm 393

14 CST Kansil, dkk, 2009, Kamus Istilah Hukum, Jala Permata, Jawa Barat, hlm. 385.

15 Hidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Refika Aditama, Bandung, hlm. 79-80

(10)

Ketiga, bahwa fakta wajib dirumuskan dan ditata dengan cara yang jelas dan tepat dalam upaya untuk menghindari pemaknaan yang tidak tepat dan juga harus mudah untuk dijalankan. Keempat, hukum positif idealnya tidak boleh sering diubah-ubah16.

Masalah kepastian hukum dalam penuntutan tidak dapat dipisahkan dari perilaku manusia. Kepastian hukum juga merupakan sesuatu yang sangat rumit, sehingga banyak kaitannya dengan faktor di luar hukum.

Lebih khusus lagi, apa yang dikatakan Radburch tentang kepastian adalah kepastian adanya aturan atau kepastian akibat aturan (sicherkelt des Rechts selbts)17.

Kepastian hukum harus menjadi jaminan kesejahteraan umum dan keadilan bagi tercapainya tujuan hukum yang menghendaki ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban dalam masyarakat, khususnya bagi pekerja dan pengusaha. Dalam beberapa kasus, hukum dapat menjadi ukuran keberanian untuk bertindak.

b. Teori Keadilan

Penghormatan terhadap manusia (acceptio personarum) dan kebangsawanan (dignitas), menurut Thomas Aquinas, merupakan dasar keadilan distributif. Menetapkan nilai aktual bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai keadilan dan pemerataan dalam keadilan distributif.

Akan tetapi berdasarkan kesamaan antara dua hal (equalitas rei ad rem)18. Bentuk kesamaan tersebut yaitu :

1) Kesamaan proporsional (acqualitas proportionis) 2) Kesamaan kuantitas atau jumlah (aqualitas quantitas)

16 Atjipto Rahardjo, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, Uki Press, Jakarta, hlm. 135-136

17 Hidarta , op.cit, hlm. 89.

18 E. Sumaryono, 2002, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 90.

(11)

2. Kerangka Konsep a. Perjanjian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan,

“Perjanjian itu persetujuan tetulis atau lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing sepakat akan mentaati apa yang tertera dalam persetujuan itu”19.

Sedangkan menurut dari J. Satrio dalam memahami definisi dari perjanjian bisa dilihat dari Pasal 1233 KUHPerdata yang bahwasanya “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.” Dapat ditafsirkan perikatan lahir karena adanya perjanjian atau undang-undang, dapat dikatakan undang-undang dan perjanjian adalah sumber perikatan20”.

b. Perjanjian Kerja

Perjanjian Kerja adalah salah satu turunan dari perjanjian secara umum yang memiliki masing-masing keunikan yang membedakan dari yang lain. Karena keseluruhan suatu bentuk perjanjian itu harus berlandaskan asas hukum, aturan sahnya perjanjian serta adanya subjek dan obyek yang diperjanjikan.

Perjanjian Kerja menurut Bahasa Belanda ialah Arbeidsoverenkoms, yang memiliki beberapa pengertian, salah satu pengertian menilik dari Pasal 1601a KUHPerdata menyatakan

“Perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”

19 Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, hlm. 458

20 J. Satrio, 2007, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, hlm. 3

(12)

c. Perjanjian Kerja Borongan

Perjanjian untuk melakukan pemborongan pekerjaan dapat ditemukan di dalam Pasal 1601b KUHPerdata yang berbunyi,

“Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.

Selain itu juga dijelaskan dalam Pasal 64 dan Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja antara lain menyebutkan bahwa pemborongan pekerjaan adalah proses dimana suatu perusahaan melimpahkan sebagian pelaksanaannya kepada perusahaan yang lainnya dengan membuat perjanjian tertulis yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sebaliknya, pekerja borongan adalah pekerja yang pekerjaannya diukur dalam satuan atau volume. Pemborongan pekerjaan adalah bentuk kebijakan atau aktivitas perusahaan, sedangkan pekerjaan borongan adalah status yang terkait dengan bagaimana upah diterima. Akibatnya, kontrak pekerjaan dan pekerjaan borongan jelas berbeda.

d. Asas Proporsionalitas

Asas Proporsionalitas adalah suatu pemahaman mengenai hak serta kewajiban yang sesuai proporsi meliputi segala aspek kontraktual secara keseluruhan21. Konteks hubungan dan kepentingan kedua belah pihak, yaitu antara pengusaha atau pebisnis dan pekerja, hal ini dibahas dalam rangka menegakkan prinsip proporsionalitas. Tujuan lain prinsip ini, antara lain, untuk

21 Agus Yudha Hernoko, op.cit, hlm. 78-79.

(13)

memastikan hubungan tetap menguntungkan dan adil..22 Asas proporsionalitas juga dikenal dengan istilah “equitability contract”

dengan unsur justice serta fairness yang bermakna suatu hubungan yang seimbang, yang tidak memihak dan adil. Dalam sebuah hubungan tersebut pada dasarnya proporsional adalah lazim menjadi sebuah kewajaran.

Dengan berpatokan kepada asas aequitas praestasionis, yaitu asas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Tidak dapat dipungkiri bahwa para pihak tidak pernah ada persamaan. Namun, para pihak dalam kontrak tidak berada di tempat yang sama saat mereka menandatanganinya.

Akan tetapi pihak yang lebih dominan tidak boleh menggunakan ketidaksetaraan ini untuk memaksakan kehendaknya secara tidak adil kepada pihak lain. Prinsip proporsionalitas mensyaratkan keadilan dalam keadaan seperti itu. Doktrin “keadilan berkontrak” yang berusaha mengawasi prinsip kebebasan berkontrak yang begitu dominan pada hakekatnya terkandung dalam prinsip proporsionalitas.

e. Pekerja

Pekerja merupakan orang yang bekerja untuk mendapatkan hak berupa upah atau dalam bentuk lain sebagai balasan atas pekerjaan yang dilakukan. Penjelasan mengenai pekerja memiliki dua unsur yang mana orang yang bekerja serta dibayar atau menerima balasan dari pekerjaan yang dilakukan dalam bentuk lain23. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti

22 Ibid

23 Maimun, 2003, Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Pradya Paramita, Jakarta, hlm 13.

(14)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyatakan :

“Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”

Maka dari itu pekerja adalah bagian dari tenaga kerja, tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja karena dibawah perintah dari si pemberi kerja. Undang-undang juga menyatakan sebagai berikut, “Pekerja adalah setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Buruh atau pekerja adalah mereka yang bekerja atas perintah majikan/majikannya dan mendapat gaji atau imbalan dalam bentuk lain sebagai akibat hubungan kerja. Pekerja menurut definisi di atas adalah mereka yang secara kontraktual diwajibkan untuk mendapatkan imbalan dari majikannya atau dari orang yang mempekerjakannya.

f. Pengusaha

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang 13 tahun 2003 sebagaimana telah dirubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa pengusaha ialah :

a) Orang/perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan yang dimilikinya sendiri

b) Orang/perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berdiri sendiri yang menjalani perusahaan yang bukan dimilikinya c) Orang/perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang

bertempat di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana yang dimaksud berkedudukan diluar Indonesia.

(15)

Pengusaha merupakan orang yang mungkin atau tidak mungkin untuk menjalankan bisnis yang mereka miliki. Pekerja bekerja dengan adanya hubungan kerja yang pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja mendapatkan upah/imbalan dalam bentuk lain.

Pengusaha ialah mereka yang memiliki kemampuan untuk mengelola usahanya atau tidak, karena sebagai pemberi kerja adalah pengusaha dalam hubungan kerja dengan pekerja.

g. Perusahaan

Perusahaan merupakan sebuah makna ekonomis yang sering dipakai didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

Seorang pemilik perusahaan akan dipanggil dengan sebutan pengusaha. Menurut CST Kansil,

“Seseorang yang baru dapat menjalankan suatu perusahaan, jika ia dengan baik serta teratur dalam bertindak keluar untuk pekerjaan tertentu untuk memperoleh sebuah keuntungan dengan berbagai cara yang mana menurutnya lebih hanyak mempergunakan modal daripada menggunakan tenaganya sendiri.”24

G. Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan tulisan penelitian ini agar dapat dipahami dan dimengerti secara jelas maka menggunakan sistematika penulisan yang tepat dan teratur. Sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut:

24 C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.

28-29.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan hal yang menjadi latar belakang, rumusan suatu masalah yang akan dibahas, tujuan dari penelitian, manfaat yang didapat dari penelitian, kerangka teori, kerangka konseptual, metode penelitian, dan juga cara yang diatur dalam penulisan semuanya tercakup dalam bagian pendahuluan ini.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bagian ini memuat dasar-dasar teori yang digunakan dan berkaitan erat dengan pokok permasalah dalam bidang hukum ketenagakerjaan untuk membahas Perjanjian Kerja Borongan bagi Pekerja Buruh Harian Lepas.

BAB III PENERAPAN DARI ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN KERJA BORONGAN BAGI PEKERJA HARIAN LEPAS DALAM PROYEK PENINGKATAN REL KERETA API SERANG-MERAK LINTAS RANGKASBITUNG MERAK.

Bab ini menjelaskan sejauh mana asas proporsionalitas diterapkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan

BAB IV JAMINAN HAK DARI PEKERJA HARIAN LEPAS UNTUK MEWUJUDKAN ASAS PROPORSIONALITAS Berisikan uraian hak-hak yang diterima oleh pekerja harian lepas dalam proyek peningkatan rel kereta api Serang-Merak lintas Rangkasbitung-Merak

BAB V PENUTUP

Pada bagian ini dapat dirumuskan sebagai bagian akhir yang berisi kesimpulan dan saran

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian untuk menentukan staf selama ini dilakukan secara manual dan tentunya penilaian tersebut masih bisa dipengaruhi dengan factor yang lain, maka dari itu penelitian

- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan

[r]

Oleh karena itu pada penelitian melakukan proses analisis untuk mengetahui penggunaan internet melalui data jaringan yang terjadi pada jaringan internet di prodi Ilmu Komputer,

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul Analisis Kordinasi Rele Jarak dan Rele arus Lebih pada Saluran 150 Kv di UPT Jember adalah benar-benar

Sebuah sistem database terdistribusi berisikan sekumpulan site, di mana tiap- tiap site dapat berpartisipasi dalam pengeksekusian transaksi-transaksi yang mengakses data pada satu

Pada Planetary gear type, roda gigi digunakan untuk meneruskan tenaga dari hydraulic motor menuju keoutput shaft dari swing device untuk menggerakan swing circle