• Tidak ada hasil yang ditemukan

EUIS KOMARIAH SENIMAN VOKAL SUNDA DI KOTA BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EUIS KOMARIAH SENIMAN VOKAL SUNDA DI KOTA BANDUNG."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………..……. i

PERNYATAAN……… ii

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH………. iii

ABSTRAK……….…..…... vi

DAFTAR ISI………... vii

DAFTAR DIAGRAM ……….…. xi

DAFTAR GAMBAR………. xii

DAFTAR TABEL DAN NOTASI……… xiii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………. 1

B. PERUMUSAN MASALAH………. 9

C. TUJUAN PENELITIAN………... 9

(2)

ii

E. TELAAH PUSTAKA……… 11

F. KERANGKA TEORETIS……… 14

G. METODE PENELITIAN……….. 27

H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA………. 30

I. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN……… 35

J. PENGOLAHAN DATA………. 35

BAB II EKSISTENSI SENI VOKAL SUNDA……… 40

A. SEKILAS TENTANG SAJIAN VOKAL SUNDA ……… 40

B. PENYAJIAN GARAP IRINGAN DALAM VOKAL SUNDA... 48

C. BEBERAPA KETENTUAN BAGI JURU SEKAR……….. 60

D. KREATIVITAS SENIMAN VOKAL SUNDA………... 69

E. GAYA PENYAJIAN VOKAL SUNDA………. 72

BAB III SKETSA KEHIDUPAN TOKOH EUIS KOMARIAH……….. 75

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN EUIS KOMARIAH……… 75

(3)

iii

2. Setelah Berkeluarga……… 79

B. PENDIDIKAN FORMAL……….. 88

C. PENDIDIKA NON FORMAL……… 93

D. CARA MEWARISKAN VOKAL SUNDA……… 97

BAB IV KESENIMANAN EUIS KOMARIAH………... 103

A. KEAHLIAN (SPESIALISASI) PRIBADI……… 103

1. Penguasaan Teknik Vokal………..……… 105

2. Teknik Ornamentasi Lagu………... 107

3. Kepekaan Musikal……….. 110

4. Penguasaan Vokabuler Lagu……….. 111

B. KEMAMPUAN SEBAGAI PENYAJI (PERFORMER) ………. 112

C. KREATIVITAS EUIS KOMARIAH DALAM VOKAL SUNDA. 115 1. Proses Kreasi... 116

2. Hasil Intepretasi wanda papantunan..………. 118

3. Hasil interpretasi wanda panambih………... 125

4. Hasil Karya Cipta………... 145

(4)

iv

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….... 156

A. KESIMPULAN………... 156

B. SARAN……….... 158

DAFTAR PUSTAKA……….. 159

DAFTAR ISTILAH………. 162

LAMPIRAN………. 169

1. Instrumen Penelitian……….. 169

2. Vokabuler lagu……….. 178

3. Daftar nara sumber………. 210

4. Dokumentasi lapangan……… 212

(5)

v

DAFTAR DIAGRAM

1.1 Kerangka Konseptual……… 26

1.2 Metode Penelitian……… 29

1.3 Pengumpulan Data……… 34

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

2. 1 Euis Komariah Sebelum Berkeluarga……… 78

2. 2 Euis Komariah Bersama Keluarga……… 80

2. 3 Euis Komariah Ketika mengisi pertunjukkan di Bank JABAR……… 81

2. 4 Euis Komariah Tampil Di Grand Hotel Bandung……… 82

2. 5 Euis Komariah mengisi pertunjukkan bersama Eka Gandara……… 82

2. 6 Euis Komariah mengisi pertunjukkan bersama grup Dewi Permanik………… 84

2. 7 Euis Komariah bersama ibu-ibu Dharma Wanita Kota Bandung……… 87

2. 8 Euis Komariah mengajar dan workshop di Amerika………... 102

2. 9 Euis Komariah bersama Gangan Garmana mengadakan pertunjukkan di AS..114

(7)

vii

2. 11 Euis Komariah pertunjukkan AS………... 152

2. 12 Euis Komariah mendapat penghargaan dari Walikota Bandung…………. 152

2. 13 Rekaman piringan hitam……… 155

2. 14 Rekaman Kaset Euis Komariah……… 155

DAFTAR TABEL DAN NOTASI 3. 1 Tabel ornamentasi lagu Mupu Kembang Euis Komariah……….… 122

3.2 Tabel ornamentasi lagu Mupu Kembang A. Tjitjah………. 123

3. 3 Tabel ornamentasi lagu Kulu-kulu Bem……… 138

3. 4 Tabel ornamentasi lagu Kulu-kulu Bem………. 140

4.1 Notasi Mupu Kembang Euis Komariah……….. 118

4. 2 Notasi Mupu Kembang A. Tjitjah……… 120

4. 3 Notasi Kulu-kulu Bem Euis Komariah…..………. 128

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karya seni Sunda yang berkembang di Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari masyarakatnya yaitu suku Sunda. Hal tersebut merupakan wujud dari berbagai unsur diantaranya: gagasan, perilaku dan hasil kegiatan masyarakat dalam berbagai bidang antara lain bahasa, kesusatraaan, kesenian, ilmu, teknologi sistem kemasyarakatan, mata pencaharian serta sistem religi. Salah satu karya seni yang sampai saat ini menjadi sorotan yaitu seni karawitan, khususnya karawitan Sunda. Dari sekian banyak kesenian karawitan Sunda, salah satu jenisnya yaitu vokal Sunda. Vokal Sunda lebih dikenal dengan sebutan sekar yang dimaksudkan adalah penyajian lagu-lagu dengan media suara manusia.

Sekar di Jawa Barat terdiri dari beberapa genre diantaranya: Kawih, Cianjuran, Cigawiran, Ciawian, Beluk dll. Genre vokal tersebut memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang sangat khas. Kawih merupakan salah satu genre dalam seni vokal/sekar Sunda yang sudah lama dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Istilah kawih terdapat dalam naskah kuna Sisksakandang Karesian yang ditulis pada tahun 1518 Masehi (Sumardjo, 1996: 120). Di

dalam naskah tersebut dijelaskan ada 14 jenis, diantaranya 11 memakai kata kawih dan tiga lagu tidak memakai kata kawih. 11 lagu yang memakai kata kawih dantaranya: kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalanguan, kawih panyaraman, kawih sisindiran, kawih

(9)

Intan Kartika Wiji, 2010

yang terdapat dalam naskah tersebut tidak ada yang tahu bagaimana menyajikannya. (Danasasmita, 1981: 14).

Pengertian kawih identik dengan vokal/sekar Sunda yang medianya suara manusia. Adapun istilah kawih kepesindenan merupakan salah satu sajian vokal/sekar yang merupakan salah satu bagian dari seni karawitan Sunda dengan menggunakan iringan gending, terutama dalam sajian gamelan berlaras salendro dan pelog pada pertunjukkan wayang golek. Akan tetapi, dalam perkembangannya kepesindenan sering pula disajikan dalam sajian kiliningan, ketuk tilu, celempungan, jaipongan, bajidoran dan sebagainya. Istilah penyaji vokal kawih disebut sinden yaitu lebih mengarah pada profesi seorang wanita yang memiliki keahlian dalam menyanyikan vokal/sekar Sunda. Istilah lain untuk sinden diantaranya juru kawih dan juru sekar. Dengan kata lain, kawih kepesindenan adalah salah satu genre vokal Sunda yang disajikan oleh juru kawih dan membawakan lagu-lagu kawih. Kawih Kepesindenan dibedakan dengan jenis lagu kawih lainnya, seperti kawih Mang Koko-an yang biasanya disebut sebagai kawih kreasi baru (wanda anyar).

Berdasarkan komposisinya, kawih dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: kawih tradisi dan kawih kreasi baru. Supanggah dalam Meriam (1995: 69) menyatakan bahwa: „eksistensi kesenian tradisi sudah sangat lama, secara tidak langsung dan tidak sadar sudah

terseleksi, teruji oleh masyarakat dan zamannya, sehingga mengalami kristalisasi‟. Begitu pula dengan kawih kepesindenan yang sejak dulu disajikan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kawih kreasi baru merupakan hasil gubahan baru, tetapi masih mengacu pada unsur tradisi. Salmun (1961: 211) menyatakan bahwa: kawih kreasi adalah lagu raehan atau lagu

(10)

dikenal dengan pirigannya yakni menggunakan gamelan pelog salendro ataupun kacapi”. Menurut Salmun (1961: 211), munnculnya kawih kreasi baru sekitar tahun 1935, ketika itu

ditandai dengan pemberitaan yang disiarkan oleh radio “NIROM” (Nederlands Indise Radio

Omroep Maatschappij) sebagai berikut:

Ari rekahna raehan tea, babakuna ti barang di urang aya studio radio, malah sakuringeun mah nyebut klasik jeung modern teh, make watesna teh nya ti lebah dinya pisan, ti mimiti ayana wawaran radio. Lamun tea kudu di cekel taunna, bisa jadi kieu: nepi ka taun 1934 ku kuring diasupkeun kana klasik. Ti taun 1935 disakolompokkeun ka nu modern. Tapi ari eta taun teh ari misti di cekel deleg mah ulah. Nyebut kitu soteh sakadar ancer-ancer bae.

Terjemahan:

Merebaknya lagu tradisi ditandai dengan adanya studio radio, bahkan secara pribadi menyebutkan kreasi dan modern itu batasannya sejak ada pemberitaan radio. Kongkritnya sampai dengan tahun 1934 termasuk klasik, dari tahun 1935 termasuk kreasi baru. Namun batasan tahun tersebut tidak pasti, itu hanya sebagai perkiraan.

Dengan demikian, berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 1935 kawih kreasi baru sudah ada. Di Jawa Barat selain ada seni vokal kawih juga ada seni vokal

(11)

Intan Kartika Wiji, 2010

Penyajian dari setiap genre vokal Sunda, memiliki tingkat kesulitan tersendiri misalnya: juru sekar yang menguasai vokal kawih kesulitan dalam menyajikan tembang Sunda

Cianjuran atau sebaliknya, juru sekar yang menguasai vokal kawih, belum tentu menguasai tembang Sunda Cianjuran. Sekarang ini jarang ditemui seorang juru sekar yang bisa

menguasai beberapa jenis vokal Sunda tersebut. Kalaupun ada yang menguasai beberapa jenis vokal Sunda hanya satu atau dua orang juru sekar saja. Juru sekar di dalam vokal Sunda, biasanya memiliki gaya tersendiri yang umumnya mengacu dari cara dan dengan siapa ia belajar, sehingga gaya vokalnya mengacu pada vokal gurunya.

Juru sekar yang dipandang dapat menguasai beberapa jenis vokal dan memiliki gaya

vokal tesendiri adalah EK. Profesi yang dijalani oleh EK sebagai juru sekar yang dikenal dan disenangi oleh masyarakat luas bahkan beberapa orang menyebutnya sebagai seniman vokal Sunda yang bersuara “emas” karena memiliki gaya yang khas dalam menyajikan vokal

Sunda. Karakteristik suara “emas” menurut Wiradireja (wawancara, 10-02-2010) adalah

warna suara yang secara kualitas memiliki teknik yang tinggi, ambitus suara cukup lebar, teknik interpretasi yang tinggi, serta selalu enak didengar setiap menyajikan lagu. Tidak diragukan lagi apabila EK dijadikan salah satu tokoh seniman vokal Sunda. Banyak sekali prestasi yang dimiliki oleh EK diantaranya: menjadi juara di berbagai pasanggiri vokal Sunda, sering pentas dalam beberapa pertunjukkan vokal Sunda baik dalam negeri ataupun di luar negeri, juga beberapa penghargaan dari pemerintah baik di dalam maupun luar negeri. Aktivitas yang dilakukan oleh EK dalam bidang vokal Sunda sangat banyak, dimulai dengan menjuarai berbagai pasanggiri vokal Sunda, sebagai pengajar vokal tembang Sunda Cianjuran di salah satu institusi Seni (STSI Bandung), dan menjadi juri dalam berbagai

(12)

mengajar vokal kawih dan gamelan degung di beberapa Universitas Amerika selama tiga bulan (wawancara, EK 28-01-2010). Sampai saat ini, EK masih aktif melakukan rekaman vokal kawih dan tembang Sunda Cianjuran dalam bentuk kaset dan CD, ia termasuk seorang seniman yang memiliki rekaman kaset cukup banyak (wawancara, Wiratmaja 16-01-2010).

Mengenai vokal Sunda yang dibawakan oleh EK sangat menarik untuk diteliti, karena EK memiliki gaya khas yang dijadikan acuan oleh sebagian juru sekar khususnya di kota Bandung, seperti: Neneng Dinar, Rina Oesman, Elis Rosliani, Mae Nurhayati, dan Rosyanti. Mereka merupakan juru sekar yang menjuarai beberapa pasanggiri kawih Sunda dan tembang Sunda Cianjuran di Damas. Menurut Gan-Gan Garmana dan Ruk-Ruk Rukmana sebagai

salah satu tokoh pemain kacapi yang sering mengiringi EK, dalam menyajikan lagu-lagu selalu menemukan hal-hal baru yakni senggol vokal yang mengejutkan dalam sajian vokalnya. Peneliti memilih Euis Komariah sebagai tokoh dalam subjek pengkajian, adalah karena ia telah memenuhi sejumlah persyaratan sebagai seorang tokoh, sebagaimana telah dirumuskan oleh Waridi (2006: 4), yakni sebagai berikut.

1. Seseorang harus telah ditokohkan oleh masyarakat seni sesuai dengan bidangnya masing-masing.

2. Telah memiliki kontribusi yang kongkrit terhadap bidang yang ditekuninya. Kontribusi tersebut dapat berupa kekaryaan maupun hasil pemikiran yang pada masa berikutnya banyak ditiru atau diacu oleh masyarakat yang menekuni bidang seni seperti yang ditekuni oleh tokoh tersebut.

3. Kekaryaan, cara berkarya, cara penyajian, dan sejumlah pemikirannya dijadikan sebagai salah satu kiblat oleh masyarakat bidang seni yang ditekuninya.

(13)

Intan Kartika Wiji, 2010

5. Memberikan pencerahan dalam bidang seni yang ditekuninya. Mereka masing-masing telah berhasil menjadikan dirinya sebagai ikon-ikon kehidupan seni pada masa hidupnya. Berdasarkan beberapa observasi yang dilakukan, EK telah memenuhi semua persyaratan tersebut sehingga layak untuk ditulis ke dalam bentuk biografi ilmiah. EK sudah diakui sebagai tokoh seniman vokal Sunda khususnya yang ada di kota Bandung terutama para penikmat sajian vokal Sunda dan memiliki julukan “suara emas”, yang dijadikan kiblat oleh

para juru sekar lainnya serta sikapnya yang profesional, sehingga dihargai banyak orang.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berkeinginan menyoroti keberadaan EK sebagai tokoh seniman Sunda yang telah memberikan kontribusi terhadap pelestarian seni vokal Sunda umumnya di Jawa Barat. Adapun pertimbangan lainnya yang mendasari pemilihan topik ini dikarenakan beberapa hal berikut diantaranya, (1) keahlian EK dalam menyajikan vokal Sunda dengan gaya vokal yang khas; (2) proses belajar yang dilakukan oleh EK dalam mempelajari vokal Sunda; dan (3) cara mengajarkan vokal Sunda pada muridnya hingga mampu berprestasi dalam pasanggiri vokal Sunda. Keberadaan EK penting untuk dikaji sesuai dengan pernyaaan Waridi (2001:12) bahwa:

Seorang seniman yang kehadirannya telah memberikan jasa-jasa yang sangat besar dan bermanfaat, seluruh aspek kesenimanan dan konsep pemikiranya perlu disusun secara sistematis, agar dapat disosialisasikan dan lebih berdaya guna dalam kehidupan karawitan baik dalam segi praktis maupun dari segi kajian.

EK memiliki kontribusi dalam sejarah perkembangan vokal Sunda di Jawa Barat. Kontribusi EK dalam berkarya, adalah memunculkan gaya vokal yang khas, dan kreativitasnya dicontoh oleh seniman-seniman generasi penerusnya. Berdsarkan hal-hal tersebut peneliti akan menggali bagaimana proses perjalanan karir EK, dan prestasinya dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda.

(14)

Penelitian ini difokuskan pada: studi biografi terhadap kajian gaya vokal Euis Komariah sebagai seniman vokal Sunda. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang menarik untuk dikaji, yang akan dirumuskan masalahnya dalam bentuk pertanyaan penelitian yakni:

1. Bagaimana latar belakang kehidupan Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda di Bandung?

2. Bagaimana proses belajar vokal yang dilakukan Euis Komariah dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda di Bandung?

3. Bagaimana kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda di Bandung?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan memahami dengan lebih dalam mengenai:

1. Latar belakang kehidupan Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda di Bandung.

2. Proses belajar vokal yang dilakukan Euis Komariah dalam mengembangkan profesinya sebagai seniman vokal Sunda di Bandung.

3. Kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda di Bandung.

D. MANFAAT PENELITIAN

(15)

Intan Kartika Wiji, 2010 1. Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan genre vokal Sunda, khususnya ihwal keragaman gaya dalam vokal Sunda.

2. Bidang Ilmu

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dan acuan di dalam melakukan dan meningkatkan kualitas pembelajaran vokal Sunda, yang biasa dilakukannya oleh guru vokal Sunda baik formal maupun non formal. Selain itu, bagi guru yang belum memiliki metode dan langkah yang jelas di dalam pembelajarannya, maka hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif di dalam melakukan pembelajarannya.

3. Lembaga Pendidikan dalam Bidang Seni Musik

Bagi lembaga-lembaga pendidikan dalam bidang seni musik, hasil penelitian ini diharapkan tidak saja dapat dijadikan sebagai referensi pembelajaran, tetapi juga sebagai salah satu contoh pembelajaran profesional dalam bidang vokal Sunda. Sebagai tambahan wawasan keilmuan khususnya mengangkat tokoh seniman vokal Sunda.

4. Seniman vokal Sunda

Gaya vokalnya dapat dicontoh dalam rangka menjaga, melestarikan, mewariskan kesenian tradisional, khususnya vokal Sunda.

E. TELAAH PUSTAKA

(16)

kontribusi dalam beberapa buku, hasil penelitian sebelumnya yang dapat membantu dalam membedah juga sebagai pembanding dalam penelitian bidang vokal Sunda.

Enip Sukanda, Ma‟mur Danasasmita, dan Atik Sopandi dalam buku laporan penelitian

“Kawih di Priangan” (1985), menggambarkan perkembangan periodesasi keberadaan lagu

-lagu kawih, dan menjelaskan unsur-unsur yang mendukung dalam sajian kawih Sunda. Selain itu, dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai klasifikasi lagu berdasarkan kelompok usia dan unsur-unsur musikalitas sebagai pendukung dalam lagu-lagu kawih Sunda.

Julia Kartawinata, dalam tesisnya yang berjudul: “Pirigan Kacapi Indung dalam Tembang Sunda Cianjuran: Studi Komparatif Terhadap Gaya Ruk-Ruk Rukmana dan Gaya Gan-Gan

Garmana (2008)”, mengupas tentang eksistensi dan kreativitas Gan-Gan dan Ruk-Ruk dalam

mendalami pirigan kacapi indung memiliki gaya pribadi yang banyak diikuti atau menjadi kiblat bagi seniman kacapi indung lainnya. Penulisan tesis terbagi ke dalam enam bab. Secara umum, tesisnya berisi landasan penelitian yang menjadi pijakan baik secara teoretis maupun kerangka berpikir, untuk mengkaji persoalan pirigan kecapi indung antara gaya Ruk-ruk Rukmana dan gaya Gan-gan Garmana. Tesis ini memaparkan persoalan sejarah, komponen, musikalitas pirigan kecapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran, serta kreativitas seniman tembang Sunda Cianjuran, gaya pirigan dan memaparkan tentang kreativitas dalam tembang Sunda Cianjuran.

Wim Van Zanten dalam bukunya yang berjudul “Tembang Sunda: An Ethnomusicological Study of the Cianjuran Music in West Java” (1987), memaparkan

(17)

Intan Kartika Wiji, 2010

digunakan. Buku ini memaparkan proses penyajian karya sampai dengan hubungan antara aliran musik untuk mengikuti gerakan, serta adanya hubungan antara tembang Sunda Cianjuran dengan musik Sunda jenis lainnya. Adanya perbedaan dengan musik Sunda jenis lainnya juga ditelitinya dengan memperhatikan konsep sosial yang berlaku pada masyarakatnya. Zanten menyimpulkan bahwa adanya perbedaan idiom musikal juga memiliki keterkaitan dengan konsep sosial yang berbeda pada masyarakatnya. Tentang tingkatan aspek sosial pemusik dalam kehidupan bermasyarakatnya, proses pembelajaran yang turun temurun, kelompok-kelompok musik beserta organisasinya yang terlibat dalam tembang Sunda Cianjuran.

Teti Affienti dengan tesisnya yang berjudul “Eksistensi Seniman Apung S Wiratmadja

sebagai Tokoh Dalam pekembangan Seni Tembang Sunda Cianjuran” (2009), yang berisi

tentang pemaparan menganai eksistensi tembang Sunda Cianjuran, yang mencakup beberapa aspek di dalamnya, diantaranya: aspek nilai tembang dan pirigan, sumber lisan dan tulisan dalam tembang Sunda Cianjuran, pola sosial seniman serta perkembangan seniman tembang Sunda Cianjuran serta pandangan masa depan tentang tembang Sunda Cianjuran.

Nano S. dan Engkos Warnika, dalam bukunya “Pengetahuan Karawitan Daerah Sunda” (1983), memuat berbagai seni karawitan yang berada di Jawa Barat. Buku tersebut berisi tentang berbagai seni tradisional khususnya seni karawitan yang ada di Jawa Barat, salah satunya adalah tentang jenis-jenis vokal Sunda, bentuk vokal Sunda, serta sajian vokal Sunda. Buku ini sangat berguna bagi peneliti, sebagai masukan dalam penulisan tesis yang lebih mengarah pada vokal Sunda secara umum.

(18)

masyarakat mengenai sosok Euis Komariah. Buku ini sangat bermanfaat untuk menunjang dalam penulisan penelitian karena memuat latar belakang Euis Komariah dari awal menjajaki karir di dunia seni terutama vokal Sunda. Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu dalam buku ini yaitu Aam Amalia tidak membahas gaya vokal Sunda yang dimiliki oleh EK.

Dengan adanya telaah pustaka tulisan yang telah di paparkan di atas dapat membantu memberikan kontribusi terhadap penulisan dalam penelitian dan diharapkan akan memperkaya pengetahuan serta khasanah sejarah seni lokal sebagai salah satu kebudayaan Indonesia.

F. KERANGKA KONSEPTUAL

(19)

Intan Kartika Wiji, 2010

Sajian vokal Sunda yang dibawakan oleh setiap juru sekar memiliki gaya yang berbeda. Agar segala keunikan-keunikan atau ciri-ciri yang mendasar pada kedua gaya yang dimiliki oleh Euis Komariah dapat diidentifikasi dengan jelas, peneliti melakukan analisis musikal terhadap struktur sajian karya vokal Sunda yang dibawakannya. Menurut Merriam dalam Supanggah, ed, (1995:115), struktur tersebut dapat dilihat melalui elemen-elemen gaya, di antaranya, teba, tingkatan, arah, dan kontur melodi; interval-interval melodi dan pola-pola interval; ornamentasi dan unsur-unsur melodis; struktur formal; tangga nada, mode, durasi nada, bar dan ritme; dan tempo.Dengan demikian, peneliti akan melakukan analisis terhadap berbagai elemen-elemen gaya tersebut agar ciri khas dari vokal Sunda yang diteliti dapat diketahui dengan jelas.

Berdasarkan topik kajian pada penelitian ini, peneliti akan berupaya untuk mengungkap Euis Komariah sebagai tokoh seniman vokal Sunda yang memberikan kontribusi terhadap pelestarian dan perkembangan vokal Sunda, serta mendapat pengakuan dari masyarakat luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pembahasan difokuskan pada persoalan gaya vokal Sunda yang dimiliki EK. Pembahasan tersebut tidak akan terlepas dari beberapa aspek persoalan keberadaan seniman tersebut.

Mengkaji aspek pada gaya vokal Sunda terutama pada elemen-elemen gaya vokal yang dibawakan oleh EK, turut ditentukan juga oleh pengiringnya.Dengan demikian, peneliti akan mengkaji beberapa elemen yang dipelajari dalam vokal Sunda, yaitu menganalisis wilayah melodis, garis melodis (contour), interval-interval dan ornamentasi; meter dan ritem; tempo; tangga nada (modus) dan nada-nada akhir dalam melodi (Krader dalam Supanggah ed, 1995:17). Hal tersebut merupakan bagian dari aspek musikalitas dalam sajian vokal Sunda. Pada dasarnya, perbedaan gaya dalam vokal Sunda merupakan salah satu yang dipengaruhi oleh

(20)

setiap juru sekar sangat ditentukan oleh proses kreativitas yang dilakukan dan dikembangkannya. Kreativitas gaya khas yang muncul dari setiap juru kawih tidak terlepas dari sajian garap musikal yang diciptakan oleh seniman dan yang menyajikannya. Seperti yang dikatakan Waridi (2004:133), bahwa sajian garap pada dasarnya adalah suatu tindakan yang menyangkut imajinasi, interpretasi, dan kreativitas. Secara spesifik Soetarno dalam Waridi (2004: 133) mengungkapkan bahwa: garap dalam karawitan merupakan suatu cara untuk mewujudkan lagu atau kalimat lagu dengan racikan instrumen atas dasar gending.

Seniman vokal Sunda yang diteliti memiliki kemampuan dalam mengembangkan teknik vokal serta teknik penyuaraan, yang telah diakui oleh masyarakat dan dipandang sebagai gaya individu. Gaya individu dapat dilihat dari sajian musikal terutama dari ciri-ciri yang mendasar pada elemen-elemen gaya yang telah disebut Merriam (dalam Supanggah, ed, 1995:115). Aspek-aspek lainnya yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan gaya individu antara lain latar belakang kehidupan dari seniman dalam medalami dunia kesenimanannya sebagai bagian dari sejarah hidupnya.

Sesuai dengan topik kajian pada penelitian ini, peneliti akan berupaya untuk mengungkap sosok seniman vokal Sunda yang banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan vokal Sunda, serta mendapat pengakuan baik dari masyarakat luas terutama di kota Bandung. Dengan demikian, penelitian ini peneliti meminjam konsep-konsep yang digunakan oleh Waridi (2001: 17; 100; 221; 331) dalam bukunya yang berjudul “Martopangrawit Empu Karawitan Gaya Surakarta”, yakni sebuah buku yang mengupas kehidupan Martopangrawit secara mendalam. Dalam mengkaji persoalan gaya vokal Sunda, dilakukan penggalian konsep dan keilmuan yang tepat agar hasil penelitian lebih bermakna.

(21)

Intan Kartika Wiji, 2010

disiplin ilmu sejarah dan sosiologi. Pendekatan sejarah digunakan untuk melacak jejak kehidupan EK serta proses belajar mengajarnya yang memberikan kontribusi berupa gaya vokal tersendiri dalam dunia vokal Sunda di Jawa Barat. Seperti dikemukakan oleh Sjamsudin (2007: 198), bahwa: “kajian sejarah adalah kajian tentang sebab-sebab dari suatu peristiwa terjadi sehingga hampir merupakan aksioma (kebenaran umum) bahwa segala sesuatu mempunyai sebab-sebab”. Maka, peneliti melakukan kajian dengan cara mendeskripsikan serangkaian kejadian yang terjadi di dalam kehidupan EK sebagai bagian dari masyarakat Sunda. Kemudian pernyataan tersebut dipertegas oleh Kuntowijoyo (2003:45) yang menyatakan bahwa, “rangkaian kejadian yang susul–menyusul tidak saja menjawab mengenai apa yang ada, tetapi mengapa sesuatu itu ada, dan bagaimana terjadinya”. Dalam artian, esensi dari pendekatan ini merupakan keterkaitan antara hubungan kausal, pengaruh, dan perbuatan-perbuatan dengan kesengajaan. Dengan mengkaji realitas sejarah, dapat berarti peneliti juga mengkaji seluruh aspek kehidupan EK. Seperti diungkapkan oleh Narawati (1998: 23) bahwa: “seorang tokoh adalah manusia yang sangat

kompleks kehidupannya, sehingga apabila akan menulis biografinya secara lengkap, maka semua sisi kehidupannya perlu dibahas secara rinci”. Dalam mengkaji seluruh aspek

kehidupan EK melalui beberapa orang terdekatnya. Pendekatan ini dilakukan oleh peneliti untuk meneliti dalam setting penelitian yang merupakan orang-orang yang memberikan informasi „berbatas konteks‟ (context-bound information) yang membantu menjelaskan

gejala-gejala yang diteliti (Alwasilah, 2008).

Peneliti akan mengkaji seniman EK berdasarkan aspek kesejarahan dengan menggunakan pendekatan sinkronis dan diakronis. Seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo (2003: 43) bahwa:

(22)

mengutamakan memanjangnya lukisan yang berdimensi waktu, dengan sedikit saja luas ruangan.

Pendekatan sinkronis dilakukan untuk meneliti karya lagu yang disajikan dan telah diinterpretasi oleh EK, yang sampai sekarang masih eksis dalam pertunjukkan. Kemudian pendekatan diakronis digunakan untuk memaparkan liku-liku perjalanan EK sejak kemunculan awal sebagai juru sekar, hingga ia mampu menjadi tokoh seniman vokal Sunda yang terkenal di masyarakat Jawa Barat.

Teori lain yang digunakan adalah disiplin sosiologi seni yang digunakan untuk menempatkan kesenimanan EK sebagai seniman vokal Sunda pada masyarakat di Jawa Barat. Kehidupan masyarakat, khususnya dalam lingkungan tempat EK tinggal dimana pola didik/asuh yang diterapkan dalam keluarganya sangat berpengaruh terhadap perkembangan gaya vokal beliau yang merupakan suatu kesatuan yang utuh. Menurut Gillin dalam Soekanto (1982:55), bahwa: „interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia‟. Dengan demikian upaya memahami gejala memperhatikan gejala lain yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan persoalan yang dikaji. Seperti yang diungkapkan oleh (Soekanto,1982:18) bahwa: “pendekatan sosiologis, yaitu ilmu yang mempelajari struktur sosial dan

proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial”.

(23)

Intan Kartika Wiji, 2010

disharmonis. Hal tersebut sebagai akibat dari persaingan dan kompetensi di antara gaya-gaya vokal Sunda yang eksis dan diakui oleh masyarakat luas. Apabila ada praktisi yang mencoba melakukan sebuah anomali baik dalam struktur instrumen, komposisi musik, maupun etika pertunjukkannya, maka akan menimbulkan reaksi luar biasa dari praktisi lainnya. Seniman EK merupakan seniman yang berani melakukan penyimpangan sehingga menimbulkan problem-problem musikal terutama diantara seniman vokal Sunda lainnya.

Sosiologi seni meliputi analisa tentang pelaku-pelaku seni dan hal-hal yang mempengaruhi pelaku tersebut secara menyeluruh. Sosiologi seni merupakan salah satu bidang kajian yang juga bersifat pendidikan seni karena menganalisis dan meneliti karya seni dalam hubungannya dengan masyarakat yang terdapat pada realitas. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kemunculan dan perkembangan tokoh seniman EK dengan memperhatikan lingkungan kehidupannya, mengingat EK sebagai tokoh seniman vokal Sunda, eksistensinya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh lingkungan yang didapatkannya.

Hubungan sosial seorang seniman dengan masyarakat atau kelompok manusia lainnya, menjadi suatu persoalan yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini dapat terlihat dari fenomena-fenomena sosial yang kerap terjadi dalam konteks lahirnya perbedaan dalam sajian vokal Sunda. Tokoh seniman vokal Sunda yang diteliti yaitu EK, merupakan salah satu seniman yang berani melakukan inovasi, sehingga menyebabkan munculnya gaya sebagai bagian dari ciri khas pribadi terutama di antara sesama seniman vokal Sunda. Mengenai persoalan lingkungan sosial seniman vokal Sunda sangat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Adler dalam Johnson (2006: 227) bahwa „lingkungan membentuk kepribadian atau mengkontruksi pengetahuan orang, percakapan

(24)

Berdasarkan hal tersebut, maka EK sebagai individu yang menjadi pendukung kebudayaan khususnya dalam seni Sunda, yang memiliki kepribadian unggul tertentu dapat menjadi teladan (reference behavior) pada masyarakat di lingkungannya. Selaras dengan pernyataan sebelumnya konsep kebudayaan diungkap pula oleh Soemardjan dan Soemardi dalam Sumaatmaja (1996: 48) yakni: „kebudayaan adalah hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat‟. Oleh sebab itu, kebudayaan memiliki konsep yang luas yang meliputi segala

aspek perilaku dan kemampuan otentik manusia yang tidak terbatas pada aspek-aspek tradisi, adat istiadat, seni dan kepercayaan. Tetapi kebudayaan meliputi segala aspek yang dihasilkan dari pengalaman, perilaku perasaan, keterampilan, pemikiran, gagasan, dan segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya merupakan bagian dari kehidupan manusia yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan budaya satu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya, karena budaya merupakan suatu proses yang berkembang secara dinamis dari zaman ke zaman.

Manusia dan kesenian akan selalu berdampingan karena keduanya memiliki dan menumbuhkan rasa estetis (keindahan). Hal tersebut diuraikan oleh Dewantara (1962: 329) bahwa: “seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaanya dan besifat indah,

sehingga dapat menggerakkan dijiwa perasaan manusia”. Kesenian yang lahir di daerah

tertentu, yang berkembang sejak dulu, dan turun temurun sebagai seni tradisiona yang berada di daerah setempat. Kesenian di dalam pertumbuhannya mengalami perubahan, baik secara disadari maupun tanpa disadari sesui dengan pola hidup dan pandangan masyarakatnya. Berdasarkan ungkapan Latifah dan Sulastianto (1994: 7) bahwa:

(25)

Intan Kartika Wiji, 2010

Dengan demikian, munculah berbagai ragam kesenian, yang salah satunya yaitu vokal Sunda sebagai ciri khas kebudayaan daerah Sunda. Munculnya seniman dalam konteks seni vokal Sunda tidak lepas dari konsep peradaban yang merupakan refleksi sosial dari perkembangan kebudayaan etnik yang telah mencapai tingkat tertentu. Hal tersebut tercermin pada masyarakat sebagai pendukungnya yang dikatakan beradab atau mencapai peradaban yang tinggi. Dengan kata lain, munculnya seniman dalam kontek seni vokal Sunda tidak lepas dari konsep peradaban yang merupakan refleksi sosial dari perkembangan kebudayaan etnik yang telah mencapai tingkat tertentu. Seperti halnya dengan kemunculan sebuah gaya vokal yang dimiliki EK sebagai hasil/refleksi dari lingkungan masyarakat.

Pada proses regenerasi/pewarisan kebudayaan setiap daerah merupakan produk yang sesuai dengan produk budaya yang sesuai dengan kondisi lingkungan sosial sekitar. Mengenai regenerasi yang berkaitan dengan pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran sangat berpengaruh terhadap munculnya kesenimanan EK, bahkan berpengaruh juga terhadap penerapan nilai sosial dan intelektual dalam mendalami vokal Sunda terutama kemunculan gaya vokal dan menginterpretasi lagu. Seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Palmer, ed, 2006: 75) bahwa: pendidikan merupakan gabungan dua buah sisi. Di satu sisi yaitu individu yang sedang tumbuh, di sisi lain yaitu penerapan nilai sosial, intelektual dan moral.

(26)

Pembelajaran merupakan sebuah proses belajar dan mengajar, proses pembelajaran dalam prosesnya bisa dilakukan baik secara formal ataupun nonformal. Belajar pada prinsipnya dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa secara individu. Karena pada hakikatnya belajar merupakan proses untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap. Gage dan Spear dalam Yasmin (2003: 99) mendefinisikan bahwa: „belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui

pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru‟.

Di dalam sebuah proses pembelajaran tentunya selain belajar ada juga yang mengajar/pengajar. Ada beberapa teori tentang mengajar diantaranya menurut Slameto (2003:

29) bahwa: “Mengajar ialah menyerahkan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan

kecakapan kepada anak didik kita. Atau usaha mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi berikutnya sebagai generasi penerus”. Pada prinsipnya seorang pengajar

bertanggung jawab untuk membina murid dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya untuk mengaplikasikan ilmu yang di dapatnya, sehingga mereka betul-betul mampu mandiri dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan teori-teori yang telah dialami melalui aplikasi ilmu, pengetahuan dan keterampilan.

Aplikasinya adalah pembelajaran pengetahuan secara matang dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi yang merupakan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, sehingga mereka mampu memindahkan pengetahuan ke dalam dirinya. Seperti yang dikemukakan Gagne dalam Yamin (2003: 6) bahwa: „keterampilan strategi kognitif sampai pada derajat tertentu

dapat dikembangkan menjadi lebih baik dengan pendidikan formal, dan siswa berkembang dengan sendiri, berfikir menjadi mandiri‟.

(27)

Intan Kartika Wiji, 2010

di dalamnya terdapat sebuah esensi bahwa proses menyajikan imitasi vokal Sunda dengan benar adalah suatu keharusan. Pembelajaran yang terdapat di dalamnya merupakan suatu proses alami yang membangun sebuah naluri untuk menyajikan vokal Sunda secara benar. Cara tersebut dapat dimulai dari proses mendengarkan, dan kemudian mengikuti secara aural/oral saja. Menurut Walters (1989:5), proses belajar seperti itu disebut dengan istilah audition.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan mengungkap latar belakang kehidupan EK dengan mengkaji realitas segala aspek kehidupannya yang menghasilkan sajian seni vokal Sunda terutama gaya vokal khas yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan perjalanan liku-liku hidup EK sejak pertama mengenal seni, hingga mampu tampil sebagai seniman vokal Sunda serta beliau mampu mengajarkan pada generasi berikutnya.

Kerangka konseptual dalam studi yang dibuat peneliti digunakan sebagai payung dalam melakukan penelitian, dan digambarkan dengan diagram berikut:

Diagram 1. 1

(28)

G. METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan payung etnomusikologi, dengan menggunakan data kualitatif.

Namun demikian, penelitian ini memaparkan mengenai studi biografi Euis Komariah sebagai

seniman vokal Sunda. Sejalan dengan pandangan Bogdan dan Biklen (1982: 27-30) yang menyatakan bahwa:

Sajian vokal Sunda

Ruang Lingkup Etnomusikologi

Kajian terhadap gaya vokal

Metode data kualitatif Paradigma kualitatif

- Kesejarahan

- Sosiologi

Analisis musikal

- Faktor yang mempengaruhi terbentuknya gaya vokal

- Pengaruh gaya vokal

terhadap perkembangan

sajiannya

(29)

Intan Kartika Wiji, 2010

Ciri penelitian kualitatif adalah: Pertama, mendasarkan diri pada natural setting dalam memperoleh data langsung dimana peneliti itu sendiri menjadi instrumennya. Kedua, mengutamakan data dalam bentuk kalimat dan gambar-gambar. Ketiga, lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan produk. Keempat, dalam menganalisis data dilakukan secara induktif. Kelima, mengutamakan pada makna yang dapat ditangkap dengan alat-idra.

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan tiga cara, yakni wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hal tersebut dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian, terutama yang berhubungan dengan latar belakang kehidupan serta hasil kongkrit berupa gaya vokal yang dimiliki EK. Pengumpulan data tersebut dilakukan pada EK sebagai tokoh seniman yang diangkat dalam penelitian ini, serta beberapa tokoh masyarakat terdekat yang mengetahui lika liku kehidupannya dan beberapa murid yang pernah belajar dengan EK. Dalam analisis data peneliti menggunakan cara analisis interaktif. Penelitian ini berupaya untuk mencari fakta yang mendasar di dalam hubungannya dengan kehidupan EK, yang berpayung pada penelitian etnomusikologi yang dibantu oleh beberapa disiplin ilmu diantaranya sejarah hidup dan sosiologi seni. Seperti yang diungkapkan oleh Meyer dalam Waridi dan Murtiyoso (2005: 66) sebagai berikut.

Pada tahun 1970-1980an dapat dilihat perkembangan kesatuan teori etnomusikologi: penyatuan pendekatan antropologi, musikologi; topik studi mengarah pada tujuannya dari lagu-lagu musik ke pengkajian kreativitas musikal dan pertunjukkan, dan dari fokus koleksi repertoar musik ke fokus pengkajian proses-proses musikal.

(30)

Metode penelitian dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Diagram 1. 2

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif

- Fakta-fakta

- Hubungan antar fenomena

Kesejarahan sosiologi

Pengklasifikasian vokal Sunda

(31)

Intan Kartika Wiji, 2010

H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk mengungkap gaya vokal Sunda yang dimiliki Euis Komariah dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.

1. Wawancara

Penelitian ini memerlukan banyak data maka wawancara dilakukan dengan nara sumber utama yang dilakukan pada Euis Komariah serta beberapa informan lain seperti guru yang masih hidup salah satunya A. Tjitjah, teman seangkatan dan adik angkatan seperti Ida Widawati, Iyus Wiradireja, beberapa murid (Neneng Dinar, Rosyanti) serta beberapa tokoh seniman lainnya (Apung Wiratmaja, Enip Sukanda) yang berhubungan dengan seni vokal Sunda sebagai sumber data. Teknik wawancara yang dilakukan menggunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan cara peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan dengan menggunakan protokol (format) wawancara (Moleong, 2006:190). Wawancara tersebut diantaranya mengenai latar belakang kehidupan dan gaya vokal EK. Teknik wawancara dilakukan kepada setiap nara sumber untuk menggali informasi secara mendalam (in-depth

Proses kreasi

(32)

interview) terkait dengan persoalan gaya vokal Sunda dalam bentuk rekaman untuk kemudian

ditranskripsikan serta dianalisis.

Teknik wawancara lainnya yakni wawancara tidak terstruktur, teknik ini digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal, dengan responden yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, serta lebih mengetahui informasi yang diperlukan (Moleong, 2006: 190-191). Hal tersebut dilakukan tatkala peneliti ingin menanyakan persoalan sejarah hidup dan keragaman gaya vokal Sunda secara mendalam pada seorang subjek tertentu dalam waktu dan cara bertanya yang berbeda, misalnya dalam suatu pertemuan yang tidak direncanakan (sebuah kejadian sosial antara peneliti dan informan). Wawancara jenis ini, adalah dengan: “peneliti mengajukan pertanyaan secara spontanitas dan luwes, tidak harus sesuai dengan urutan yang dirancang tetapi sesuai kondisi” (Mistortoify, 2003:18). Dengan kata lain, wawancara tidak terstruktur lebih bersifat alami, otobiografis, mendalam, naratif atau nondirektif (Blaxter, Hughes & Thight, 2006:258).

Dalam pelaksanaannya peneliti menampilkan sudut pandang emik, dalam arti fenomena keragaman gaya vokal Sunda yang dikonstruksi oleh informan, sementara peneliti hanya menerjemahkannya. Hal tersebut ditujukan agar informan mengemukakan pendapatnya secara langsung yang dilihat dari beberapa aspek diantaranya: faktor lingkungan sekitarnya, proses pembelajaran dan pengalaman pentas, serta penguasaan terhadap lagu yang disajikan. Peneliti mencoba menemukan bidang atau topik yang diperlukan dari informan terkait dengan gaya vokal Sunda.

(33)

Intan Kartika Wiji, 2010

Dalam kerja lapangan, peneliti mendapatkan data dengan cara melakukan observasi atau pengamatan secara langsung di kediaman EK di Kopo. Menurut Marianto (2006:55), segala sesuatu baru ada ketika ia diobservasi. Artinya, partisipasi aktif dari observer mempengaruhi hasil atas apa yang diobservasi. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai participant observer, yaitu dengan cara mengikuti berbagai kegiatan EK secara langsung di lapangan (28-01-2010 dan 10-02-2010). Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti mengetahui secara langsung berbagai hal yang berkaitan dengan gaya vokal Sunda yang dimiliki EK, termasuk fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Dalam pelaksanaannya peneliti terjun langsung ke lapangan serta mengungkap hal-hal yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, berbagai hal yang berkaitan dengan seluruh sisi kehidupan EK, akan mempermudah peneliti dalam mendeskripsikan, menganalisis, dan memaknai gejala-gejala atau fenomena yang terjadi di lapangan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dan peralatan yang diperlukan selama observasi, seperti alat perekam audio visual untuk merekam seniman vokal Sunda dalam mempraktekan dan menyajikan berbagai karya-karya vokal Sunda, baik secara personal kepada peneliti maupun secara umum dalam sajian vokal Sunda. Kamera foto digunakan untuk mendokumentasikan semua kegiatan observasi tersebut. Pengamatan dilakukan terhadap tokoh seniman vokal Sunda yang berlokasi di Kopo Bandung, serta beberapa tempat yang biasa digunakan oleh seniman dalam menyajikan vokal Sunda, seperti kegiatan-kegiatan pelatihan rutin dan pertunjukan resmi. Seperti yang diungkapkan Moleong (2006:175), sebagai berikikut:

(34)

3. Studi Pustaka

Data dari sumber sekunder diperoleh dalam bentuk tulisan atau bacaan yang berupa buku sumber, tesis, jurnal penelitian seni, laporan penelitian, artikel budaya, tulisan hasil seminar, dokumen pribadi, dan karya ilmiah lainnya yang bahasannya terkait dengan gaya vokal Sunda yang dimiliki Euis Komariah serta proses regenerasi vokal sunda. Selain itu dibutuhkan bacaan atau tulisan yang terkumpul dipilih yang memiliki kesesuaian atau yang cukup relevan dengan penelitian ini.

Selain melakukan beberapa teknik pengumpulan data juga diperlukan sumber-sumber lainnya seperti: dokumentasi dari berbagai rekaman, menyaksikan pergelaran-pergelaran di berbagai pentas, juga menyaksikan pembelajaran vokal disanggarnya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tehnik triangulasi, yaitu dengan cara mengumpulkan informasi (data) sebanyak mungkin dari berbagai sumber (manusia, latar, dan kejadian) melalui bebagai pendekatan. Seperti yang digambarkan dalam diagram berikut:

Diagram 1. 3

Pengumpulan Data

Nara sumber (pelaku , saksi dan pengamat):

- Seniman Euis Komariah

- Pakar/tokoh seniman Sunda

(35)

Intan Kartika Wiji, 2010

I. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN

Lokasi dan subjek penelitian dilakukan di beberapa tempat salah satunya daerah Kopo Bandung. Alasan memilih sanggar yang dimiliki EK karena banyak mencatak juru sekar/vokal Sunda yang handal dan berprestasi dalam berbagai pasanggiri vokal terutama vokal tembang Sunda Cianjuran. Hal tersebut dilakukan untuk memaparkan lebih jelas mengenai latar belakang kehidupan EK. Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah gaya vokal yang dimiliki Euis Komariah. Sedangkan untuk menganalisis gaya vokal EK sendiri cukup dengan mendengarkan beberapa rekaman audio dari EK.

J. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Pengumpulan data

observasi

Studi dokumentasi dokumentasi Interviu/wawancara

terstruktur Tidak terstruktur

(36)

Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa informasi yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa sumber (guru dan murid), beberapa orang terdekat serta menganalisis rekaman audio lagu yang dibawakan oleh Euis Komariah. Pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu analisis data sebelum di lapangan, analisis data selama di lapangan, dan analisis data setelah di lapangan. Analisis data sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, yang digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Analisis data selama di lapangan dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung. Ketika wawancara, peneliti telah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono, 2006:337).

(37)

Intan Kartika Wiji, 2010

pada pertanyaan penelitian, yangkemudian data-data tersebut diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis yaitu “reduksi data dengan cara

merangkum, memilih hal-hal pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.“ (Sugiyono, 2006: 338). Hal tersebut dilakukan

untuk mengambil data yang penting, mengkategorisasi data yang diperlukan sesuai dengan pertanyaan penelitian.

Tahapan yang kedua yaitu melakukan penyajian data seperti yang diungkapkan Alwasilah (2006: 165) bahwa:

Penyajian data dimaksudkan untuk mereduksi data berupa pembentukan gaya serta pengaruh terhadar proses kreasi seniman, dari yang kompleks menjadi lebih sederhana, berdasarkan interpretasi peneliti terhadap data, dan menyajikan data sehingga tampil secara menyeluruh.

Penyajian data disajikan dalam bentuk uraian, peta konsep serta hubungan antar kategori. Hal tersebut diungkapakan oleh Sugiyono (2006: 341) bahwa “yang peling sering digunakan adalah menyajikan data dalam penelitian kualitataif adalah dengan teks yang berbentuk naratif”.

Tahapan yang ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Studi ini sifatnya sementara dan biasanya mengalami perubahan berdasarkan berjalannya waktu sehingga mendapatkan temuan dan interpretasi baru. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Alwasilah (2006: 163) bahwa: “setiap kejadian terus menerus dibandingkan dengan kejadian

sebelumnya, maka dimungkinkan ditemukannya dimensi tripologis dan hubungan-hubungan baru”. Oleh karena itu, dengan penarikan kesimpulan adalah sebagai temuan data yang

(38)

kesimpulan peneliti yang dikolerasikan dengan nara sumber berdasarkan bukti yang valid. Analisis data dapat dilihat dari diagram berikut ini:

Diagram 1. 4

Analisis Data

Untuk menganalisis karya, peneliti dibantu dari sampel-sampel karya sajian vokal Sunda yang telah ada, yang didapat dari hasil dokumentasi auditif yakni bentuk rekaman sajian vokal Sunda baik berupa kaset audio, MP3, maupun Audio dan Video CD. Setelah semua sajian vokal Sunda yang di sajikan oleh Euis Komariah berhasil didapatkan, peneliti melakukan pengklasifikasian dan analisis berdasarkan elemen-elemen gaya untuk dicari keunikan-keunikan atau ciri-ciri musikal yang mendasar dan mendeskripsikannya ke dalam bentuk laporan.

Dalam proses pengumpulan data, makin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit, dan untuk menghindari terjadinya penumpukan data, peneliti segera melakukan analisis terhadap data-data yang telah diperoleh.

Kumpulan Data Reduksi data

Penyajia data Kesimpulan dan

(39)

BAB III

SKETSA KEHIDUPAN TOKOH EUIS KOMARIAH

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang kehidupan, pendidikan, cara belajar dan cara mewariskan (proses regenerasi) vokal Sunda Euis Komariah. Hal tersebut dilakukan untuk menelusuri tentang kiprah awal EK memasuki dunia vokal Sunda, dan faktor apa saja yang mempengaruhinya sehingga memiliki gaya vokal yang khas dan dijadikan kiblat bagi beberapa seniman vokal Sunda lainnya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai kajian vokal Sunda gaya Euis Komariah sebagai seniman vokal Sunda. Hal tersebut di fokus pada latar belakang kehidupan, proses regenerasi, serta kontribusi Euis Komariah dalam seni vokal Sunda.

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN EUIS KOMARIAH

1. Sebelum Berkeluarga

(40)

oleh neneknya. Banyak saudara dari ibu dan ayahnya, namun yang berkecimpung di dunia seni hanya EK saja, dari kedua orang tuanya sendiri tidak ada yang berkecimpung di dunia seni. Ternyata bakat seni EK diturunkan dari buyutnya yang bernama Mama Enur (nama lengkapnya Nurhafidz).

Masa kecil EK berpindah-pindah tempat tinggal terutama pada waktu EK menginjak SR (sekarang SD) diantaranya pernah tinggal di daerah Wangisagara, kecamatan Majalaya dan Jalan Cagak, Kecamatan Pacet, Kewadanaan Ciparay. Tahun 1958 saat EK berusia 9 tahun, mulai mengikuti pentas di berbagai panggung dengan grup/kelompok kesenian dari Majalaya dan menjuarai berbagai perlombaan vokal Sunda. Seringnya EK pentas sesekali ia bertemu dengan Bapak Wedana, sejak saat itu EK sering diundang untuk kaul dalam pergelaran wayang golek dengan dalang Abah Sunarya (alm) yang merupakan ayah kandung Asep Sunandar Sunarya. Sebelum pertunjukan wayang golek dimulai biasanya EK menyajikan lagu-lagu kawih kepesindenan, lagu-lagu yang dibawakan biasa dibawakan seperti: Dermayon, Ekek Paeh, Tablo dan sebagainya. Sejak pertunjukan itu nama EK semakin terangkat dan dikenal dalam masyarakat luas.

EK setelah menyelesaikan sekolah dari SR/SD ke SMP pindah tempat tinggal ke Bandung tepatnya di gang Maos Bandung dan bersekolah di SMPN 5 Bandung di jalan Jawa. Ketika bersekolah di SMPN 5 Bandung sudah mulai mengisi acara di RRI untuk Siaran Angkatan Bersenjata, setiap pukul 07. 30 malam. Menurut Wiraatmadja (wawancara, 09-01-2010) bakat nyanyi EK sudah terlihat sewaktu kecil saat EK bersekolah di bangku SMP mahir bernyanyi dan menjuarai pasanggiri (lagu-lagu Mang Koko).

(41)
(42)

Gambar 2.1

Euis Komariah sebelum berkeluarga, (koleksi pribadi Euis Komariah)

2. Setelah berkeluarga

(43)

juru sekar/vokal Sunda, namun EK membebaskan anaknya untuk mendalami apapun dan tidak mau memaksakan kehendak pada anaknya.

Setelah anak ketiga lahir EK pun dan lebih menekuni karirnya, dengan menghasilkan beberapa rekaman lagu-lagu Sunda baik pop Sunda, kawih ataupun tembang Sunda Cianjuran. Rupanya Gugum Gumbira masih beropsesi menginginkan anak laki laki, sehingga EK mengandung kembali anak yang keempat. Anak yang keempat lahir anak perempuan lagi pada 26 Februari 1978 yang bernama Sonda Utami Dewi Gumbira dan lebih berminat pada lagu-lagu pop. Walaupun EK melahirkan anak perempuan lagi Gugum pun tetap menyayangi anak-anaknya, dan semenjak itu EK memutuskan tidak terlalu beropsesi memiliki anak laki-laki dan dengan iklas membesarkan keempat orang anaknya.

Gambar 2.2

Euis Komariah dan keluarga, (koleksi pribadi Euis Komariah)

(44)

keluarganya. Dengan demikian ia lebih bebas mengembangkan bakatnya terutama dalam bidang seni vokal Sunda. Kehidupan EK setelah berkeluarga cukup rumit, tetapi dengan kasabaran dan kegigihannya dalam berkesenian EK tetap eksis hingga sekarang. Euis Komariah sendiri merupakan seorang seniman yang tergolong pada professional terintegrasi (intergrated professional), yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman serta kebutuhan.

Seperti yang di ungkapkan oleh Becker dalam Soedarsono ( 2003: 360) bahwa:

Ada 4 jenis seniman diantaranya: Maverick: yang mengejar kebaruan tanpa pertimbangkan peminat; Folk Artist: yang gayanya mengikuti tradisi yang sudah ada; Naïve Artist: bukan artist tetapi berlagak seperti artist, karena ada gaya seni yang gampang ditiru; Integrated artist: yang mengikuti perkembangan zaman.

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang dilakukannya sebagai berikut.

Gambar 2.3

(45)

gambar 2.4

Euis Komariah saat tampil di Grand Pasundan Bandung, ( dokumen foto tribun Jabar)

Gambar 2.5

Pertunjukan Euis Komariah berdutt dengan Eka Gandara, (dokumen Euis Komariah)

a. Sebagai Ketua Lingkung Seni Dewi Pramanik

(46)

saat itu adalah Gagar Garwati (adik Gugum), Sri, Neneng, Itjeu, Eros, Entin, Ade, Wetty, dan Mamah Dasimah. Dengan peniup Suling Hajah Rokayah dan pemain kendangnya Mang Tosin dengan manajernya Gugum suaminya sendiri.

Grup tersebut ketika itu sangat sukses dengan panggilan pentas yang cukup banyak. Grup Dewi Pramanik pun bertambah sibuk, walaupun belum memiliki gamelan sendiri, maka jika ada pentas selalu menyewa gamelan. Dengan Pentas di mana-mana akhirnya mereka menabung, hasilnya dibelikan seperangkat gamelan besi, karena gamelan perunggu harganya belum terjangkau. Saat itu EK dan Gugum masih tinggal di rumah mertua, tahun 1972 memutuskan untuk pindah dari rumah mertua dan bidup mandiri bersama Gugum. Ketika itu perekonomina keluarga belum stabil, Gugum belum diangkat PNS, mereka berdua bahu-membahu saling membantu. Penghasilan manggung pun cukup membantu untuk keperluan rumah tangga. Bersamaan dengan itu, grup Dewi Pramanik pun semakin dikenal oleh masyarakat. Panggilan pentas semakin banyak. Dan sejak saat itu grup tersebut sudah bisa mendatangkan pelatih-pelatih seniman Sunda dari papan atas, seperti Bapak Tjarmedi yang merupakan suami Ibu Imik Suwarsih, salah satu sinden terkenal di Jawa Barat.

Tahun 1972, grup Dewi Pramanik sering mengisi acara di TVRI Jakarta berupa gending karesmen diantaranya: Mungdinglaya Saba Langit, Ngisikan-ngisikan Pijanarieun, Ngilikan-ngilikan Pisalakieun dengan naskah Wahyu Wibisana dan iringan gamelan degung dan salendro. Saat itu EK juga sepanggung dengan Idris Sardi, EK ngawih lagu Es Lilin sambil

(47)

Gambar 2.6

Euis Komariah sedang mengisi pertunjukan musik degung beserta grup Dewi Permanik, (Dokumen pribadi Euis Komariah)

b. Sebagai pendiri dan pengelola studio Rekaman Jugala

EK produktif mengeluarkan banyak album, dan pertama kali berkecimpung di dunia rekaman dari tahun 1967-1969-an yang awalnya rekaman lagu-lagu pop Sunda salah satunya Modjang Bandoeng, tahun 1970-1978-an rekaman lagu-lagu kepesindenan, kawih degung,

kawih Mang Koko, serta tembang Sunda Cianjuran. EK diperkirakan menghasilkan banyak rekaman jika dihitung hingga sekarang beliau memiliki sekitar 50 volume lebih album pop Sunda, tembang Sunda Cianjuran, kawih degung, kawih Mang Koko, jaipongan, dan

kiliningan. Setelah sukses dalam rekaman dan pergelaran di mana-mana dan kehidupan ekonomi menjadi lebih baik, Gugum dan EK memiliki gagasan untuk membuat strudio rekaman sendiri. Akhirnya pada tahun 1980 EK dan Gugum mendirikan studio rekaman dan sanggar seni Jugala dengan menyewa studio di Jalan Jakarta. Selain sebagai pendiri studio juga merangkap sebagai produser rekaman.

(48)

sendiri dan Mamah Iyar Wiyarsih, yang merupakan juru sekar tekenal, selain sebagai teman pentas, Mamah Iyar pun merupakan guru kawih kepesindenan. Ketika itu usaha studio rekaman sangat maju dan mulai dilirik oleh para grosir kaset. Bahkan pada tahun 1978, aset dari studio rekaman Jugala berkisar sampai ratusan juta rupiah perbulan.

Dengan penghasilan studio rekaman yang sedikit berlebih memiliki tanah yang cukup luas, akhirnya tahun 1980 mendirikan studio rekaman sendiri di sekitar rumah. Studio Jugala semakin terkenal kualitasnya dan mulai banyak yang rekaman. Tahun 1983, dikeluarkan peraturan pemerintah yang mengharuskan kaset dikenakan bea cukai. Sehingga kaset yang sudah beredar di tarik kembali karena harus ditempeli bea cukai. Beberapa kotak kaset banyak yang retak dan harus diganti, sehingga memerlukan biaya yang cukup banyak. Kemudian ditambah lagi kesibukan Gugum yang sangat meningkat, dimana saat itu dia sebagai PNS dan mendapatkan kenaikan tingkat. Akhirnya Gugum melepas usaha rekaman Jugala serta EK pun sibuk berkarir di luar Jugala. Hingga saat ini Jugala masih ada, akan tetapi aktifitasnya tidak seperti dulu.

c. Sebagai Ketua Dharma Wanita Dinas Pendapatan Kota Bandung dan Pariwisata

Kodya Bandung

(49)

Gambar 2.7

Foto Euis Komariah beserta ibu-ibu Dharma Wanita Kota Bandung, (dokumentasi pribadi Euis Komariah)

d. Sebagai Ketua Paguyuban Seniman Tembang

Kiprahnya di dunia seni vokal khusunya vokal Sunda, akhirnya beberapa seniman Sunda memilih EK sebagai ketua paguyuban seniman tembang di Bandung dari tahun 2000 samapai sekarang. Adapun kegiatan yang dilakukan sebagai ketua paguyuban yang salah satunya mendukung beberapa penyelenggaraan pasanggiri, seperti Nonoman Sunda, P dan K, RRI, Yayasan Budi Istri, Paguyuban Pasundan, Dharma Wanita, Bkow, KORPRI, Pemda Kota

Bandung. Sebagai pengajar vokal Sunda khususnya tembang Sunda Cianjuran baik secara formal ataupun non formal. Selain itu EK sering menjadi juri dalam berbagai pasanggiri. Awal menjadi juri tahun 1973an, biasanya menjadi juri dipasangkan dengan beberapa orang diantaranya: Uking Sukri, M. Bakang, A. Tjitjah, Saodah, Abah Apung, Enip, Iyus Wiradiredja dll.

B. PENDIDIKAN FORMAL

(50)

formal sampai KOKAR/sejajar dengan SMA. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dipaparkan mengenai kegiatan EK pada masa-masa sekolah.

a. Sekolah Rakyat (SR)

Pendidikan EK di Sekolah Rakyat (SR) sekarang SD ditempuh selama enam tahun di dua sekolah, yaitu sebagai berikut.

a. SR Wangisagara

Pada tahun 1955, EK memasuki SR Wangisagara, Majalaya Kabupaten Bandung. EK sudah mengenal lagu-lagu pupuh saat bersekolah dari kelas satu di Sekolah Rakyat (SR). Lagu-lagu pupuh tersebut diketahui dari pelajaran bahasa Sunda. Saat itu EK tinggal bersama neneknya Ma Iming, mungkin karena Ma Iming sering mendengar EK ngahariring (bernyanyi), ketika mendengar kabar ada sebuah tempat latihan kawih kepesindenan di Pangkalan (salah satu nama daerah di Majalaya), kemudian Ma Iming mengajak EK untuk ikut berlatih. Jarak rumah ke tempat latihan cukup jauh sekitar tiga kilometer, karena Ma Iming sudah mngetahui EK memiliki bakat bernyanyi, maka meskipun jarak menuju tempat latihan sangat jauh Ma Iming bersedia mengantar untuk berlatih. Latihan kawih kepesindenan biasanya dilakukan malam hari setelah pulang sekolah dan mengaji.

EK latihan vokal dengan Bapak Ansorudin, yang merupakan Juru tulis Desa yang dikenal segala bisa. Walaupun belajar kawih kepesindenan, tetapi tidak diiringi dengan gamelan, iringannya hanya dengan dua kacapi, kendang, rebab, dan goong. Terkadang EK berlatih bernyanyi untuk wayang catur bersama Ceu Uwat Karwita yang merupaka salah satu sinden terkenal di Majalaya. Meskipun baru dalam tahap latihan EK sudah sering dimintai untuk ngawih dalam pertunjukan acara pesta pernikahan/sunatan. Apabila jarak tempat pertunjukan

tidak terjangkau kendaraan, terkadang digendong karena masih anak-anak. EK tinggal di Wangisagara hingga kelas tiga SR/SD dan kelas tiga pindah ke SR/SD Lembur Awi.

(51)

Ketika kelas tiga, Ma Iming kemudian pindah ke Jalan Cagak, Kecamatan Pacet, Kewadanaan Ciparay. Tempatnya lebih ramai dibanding tempat tinggal dulu. EK pun pindah sekolah ke SR/SD Negeri Lembur Awi. Saat itu mulailah EK diikutsertakan lomba-lomba kawih Sunda. EK sering bertemu dengan Bapak Wedana dalam sebuah pertunjukan dan

karena melihat bakatnya Pak Wedana sering mengudang EK untuk pentas dalam pergelaran wayang golek. Ketika itu EK sering membawakan lagu Dermayon, Ekek Paeh, dan Tablo. Pengaruh seorang Wedana pada saat itu memiliki kekuatan yang cukup besar, tentunya bagi EK yang hanya gadis kecil kemudian diminta untuk pentas dalam sebuah pertunjukkan bergengsi membuat namanya terangkat.

(52)

b. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

EK meneruskan sekolahnya di SMP Negeri 5 Bandung, di Jalan Jawa. Di sekolah tersebut EK bertemu dengan Pak Atot Rasoma yang merupakan guru sekolah dan sesepuh dalang di jamannya. Pak Atot sering mendengar dan melihat penampilan EK, kemudian mulai diajak untuk mengisi acara Siaran Angkatan Bersenjata di RRI Bandung setiap pukul 07.30 malam seminggu sekali. Waktu siaran EK banyak membawakan berbagai kawih Sunda, yang diiringi oleh Mang Eber sebagai pemain kacapi dan Mang Oyo pemain sulingnya. Kegiatan EK selama di Bandung selain bersekolah dan siaran, juga belajar degung dengan bapak Sukanda, yang merupakan salah satu perintis gamelan degung cukup terkenal saat itu.

Bapak Sukanda membentuk grup degung yang dinamai degung Cahaya Medal, yang terdiri dari gadis-gadis kecil yang masih duduk di bangku SMP, kecuali peniup suling oleh Pak Sukanda sendiri. EK pun menjadi anggota dalam grup tersebut, grup ini mulai dikenal karena masih jarang pemain degung saat itu apalagi anggotanya gadis semua. Ketika itu kesenian degung banyak peminatnya, dan grup degung Cahaya Medal pun sering diundang untuk manggung dalam acara pesta penikahan/sunatan. Selain belajar degung, EK pun belajar tari Sunda dari Mang Ulis serta Pak Sari Redman, di pendopo. Dengan bakat menarinya EK pun sering diikutsertakan dalam beberapa pertunjukkan.

Suatu ketika di sekolah ada perlombaan antara sekolah yang dinamai PORAK (Pekan Olahraga dan Kesenian) dan biasanya diadakan setahun sekali. EK pun sering diikutsertakan untuk mengikuti pasanggiri/perlombaan seni Sunda, baik anggana sekar (penyanyi solo), rampak sekar ataupun panembrama (vokal grup). Tahun 1962 diselenggarakan pasanggiri

(53)

berhasil menjadi juara dua, sedangkan juara satu dimenangkan oleh Itjeu putri dari Gan Ali seorang tokoh Cianjuran.

c. Sekolah Menengah Atas (SMA)

Setelah bersekolah di SMP 5 Bandung melanjutkan EK sekolah ke SMA Pasundan Bandung. EK tinggal bersama Rahmat Sukmaputra sampai kelas satu SMA, dan memutuskan untuk kembali tinggal bersama Ma iming dan Apa dengan mengontrak rumah di Gang Pa Utja, sekitar jalan Mohammad Toha (Cigereleng) Bandung. Suatu hari EK diajak oleh Kang Rauf Wiranatakusuma yang merupakan saudara sepupunya ke rumah Oom Kosaman Jaya bersama Oom Tan Deseng. Beliau berdua mengajak berduet untuk rekaman dalam lagu-lagu pop Sunda/Indonesia sekalian latihan. Dalam rekaman tersebut untuk yang pertama kali menghasilkan serangkaian lagu yang beredar dengan dua judul piringan hitam. Lagu pop Sunda yang sangat top saat itu diantaranya Neang Popotongan, kuda Lumping dan lain-lain. Saat itu lagu-lagu pop Sunda sangat diminati dan sering ditayangkan di TVRI Jakarta. Kemudian rekaman yang ke dua berduet bersama Agus Syarief, dengan lagu andalan Warung Cikopi, pada saat itu lagu tersebut sangat terkenal hingga sekarang pun masih sering diperdengarkan.

(54)

Yuliani dan Omari, yang dipasangkan dengan Oman, Gugum Gumbira, Slamet, Wawan dan Bibing. Lagu-lagu yang dibawakan diantaranya Polostomo naek Geboy. Dikarenakan ada beberapa permasalahan EK berpindah sekolah dari SMA Pasundan ke KOKAR (SMKI/SMKN 10 Bandung sekarang) dan menamatkan sekolahnya disekolah tersebut.

C. PENDIDIKAN NON FORMAL

Pendidikan non formal yang dilakukan secara khusus oleh EK terutama dalam bidang seni, Awal Ek mengenal vokal Sunda sejak umur 8 tahun sekitar tahun 1957 terutama lagu-lagu pupuh, kawih Mang Koko dan kawih degung. Ketika usia itu pula mulai mengikuti dan mendalami latihan vokal kawih kepesindenan di sebuah perkumpulan seni di Majalaya, untuk pertama kali lagu yang diajarkan yaitu lagu-lagu ageung diantaranya: renggong Bandung, Udan Mas, Banjaran Sinom, lagu-lagu jalan dan sebagainya. EK tidak belajar khusus, hanya

ikut latihan saja “sujratna” (mengalir begitu saja/apa adanya) dengan iringan kacapi,

kendang, rebab dan goong di Majalaya. Biasanya latihan vokal Sunda seminggu dua kali dengan mengikuti suara rebab yang diajarkan oleh Bapak Anshorudin, beliau adalah juru tulis desa, terkadang berlatih untuk wayang catur bersama Ceu Uwat Karwati (salah satu pesinden terkenal di daerah Majalaya). Menurut beberapa penduduk ketika EK menghabiskan masa kecilnya yaitu di sekitar Majalaya dan Ciparay, membenarkan bahwa EK telah berkiprah dalam seni vokal Sunda sejak kecil sekitar berumur 9 tahunan, EK sering di panggil untuk pentas dalam acara pernikahan/sunatan. Biasanya yang mengundang kelompok seni tersebut merupakam saudagar kaya karena untuk mengundang tim kesenian tersebut bayaranya cukup mahal.

Gambar

Gambar 2.1  Euis Komariah sebelum berkeluarga,
Gambar 2.2 Euis Komariah dan keluarga,
Gambar 2.3 Dokumen foto Euis Komariah ketika mengisi acara pertunjukan
gambar 2.4 Euis Komariah saat tampil di Grand Pasundan Bandung,
+4

Referensi

Dokumen terkait