PERANAN ORANG TUA MEMBINA KETAATAN ANAK MENDIRIKAN SHOLAT
(Suatu Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Petani, Pedagang dan Neiayan di Desa Kaliwiingi Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes)
TESIS
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis Universitas Pendidikan Indonesia Bandung untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Umum
OLEH:
BUNASAR NIM. 979622
**J^1+.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul "PERANAN ORANG TUA DALAM MEMBINA KETAATAN ANAK MENDIRIKAN SHOLAT (Suatu Studi Deskriptif Terhadap Keluarga Petani, Pedagang dan Neiayan di Desa Kaliwiingi Kecamatan Brebes Kabuparten Brebes)", ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung
resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan adanya
pelanggaran atas itika keilmuan dalam karya saya atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
dung, 6 Agustus 2000
Membuat Pernyataan
*WaAal anaAAa ... £Dlzi£anlaA
(S/wlat, sazaAlaA ma zaf cegaAlaA
(/any mcuigfavt dan A&zsa/tazfaA fezAadap Aencana (/asu/ menimpaAcama; sesa/u/guAm/a f/angr
demddasi da adalaA seAagicvi
dad sefegaA-fegruA peAerjacui .
ff&S&S ml sayapersem/taAAxui, Aepadcu Otanff fajzAa, yang fozcinfa, parapendede/z, 3&z/caA^Aa£aAAu<, fiepo/iaAxutAx/, seda
(9zany-ozany yany deayan
i/Mas luud andd dalcun
PERSETUJUAN PEMBIMBING UNTUK
MENGIKUTI UJIAN TAHAP II
<Lsr^>
Prof. DR. H. Nursid Sumaatmadja Pembimbing I
ABSTRAKSI
Sholat merupakan suatu dialog antara makhluk dengan Sang Pencipta, sebagai wujud atas pengagungan dan penyerahan diri yang setulus-tulusnya kepada-Nya. Apabila dilakukan dengan khusyu' dan istiqomah maka akan menunjukan "jalan yang lurus", jalan yang dapat menghantarkan kepada pembentukan pribadi yang baik, yakni dapat
menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar (Q.S. 29:45).
Lingkungan keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama kepada anak. Orang tua secara llahiah sebagai pendidik pertama,
berkewajiban untuk mendidik anak agar mempunyai pribadi yang baik.
Proses menuju kearah itu, salah satunya meningkatkan kualitas iman dan takwa, dalam bentuk membina anak taat mendirikan sholat. Karena merupakan manivestasi dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Orang tua yang bermatapencaharian sebagai petani, pedagang dan neiayan berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan dalam
keluarga. Kesibukan tersebut semakin sulit untuk berkomunikasi dalam keluarga. Sementara dipihak lain anak sangat membutuhkan bimbingan,
perhatian dan pengawasan dalam pembinaan taat mendirikan sholat. Fokus permasalahan penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan orang tua dalam membina anak mendirikan sholat.
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana keluarga yang bermatapencaharian sebagai petani, pedagang dan neiayan memainkan perannya dalam membina anak taat mendirikan sholat. Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan kepada masyarakat petani,
pedagang dan neiayan. Manfaat teoritis ditujukan bagi pengembangan
teori pembelajaran pendidikan dalam keluarga khususnya membina anak
taat mendirikan sholat, serta penelitian lanjutan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau naturalistik
dengan metode deskriptif. Adapun tehnik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Sedangkan aspek-aspek yang diteliti meliputi metode yang
diterapkan, proses yang dilakukan, penataan situasi rumah dan kepribadian yang diharapkan orang tua.
Hasil penelitian adalah menunjukan adanya motivasi riya karena ingin dipuji orang tua dalam mendirikan sholat. Ada sedikit perbedaan keberhasilan dalam membina anak mendirikan sholat antara keluarga yang bermatapencaharian di darat (petani dan pedagang) dengan yang di
laut.
Kesimpulan, dari metode yang diterapkan, proses yang dilakukan suasana rumah yang kondusif dan relegius mempengaruhi psikologis
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI i
KATA PENGANTAR ii
UCAPAN TERIMA KASIH iv
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN MATRIK x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 13
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 17
D. Definisi Opeional Judul 18
BAB II PERANAN ORANG TUA MEMBINA TAAT MENDIRIKAN SHOLAT SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM DALAM KELUARGA
A. Konsep Pendidikan Umum.; 20
1. Latar Belakang Penyelenggaraan Pendidikan
Umum 20
2. Pengertian Pendidikan Umum 22
3.Tujuan Pendidikan Umum 26
4.Lingkup Kurikulum Pendidikan Umum 30
B. Pendidikan Umum dalam Keluarga 33
C. Pendidikan Agama dalam Rangka Pendidikan Umum 37
D. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan Keluarga 40
1. Konsep Keluarga 40
2. Fungsi Keluarga 42
3. Keluarga sebagai Tempat Pendidikan 50
4. Kewajiban Orang Tua dalam Penfdidikan 57
5. Pembinaan Taat Mendirikan Sholat dalam
Keluarga 69
C. Sholat 71
1. Artidan Makna Sholat .'. 71
La.Arti Sholat 71
1.b. Makna Sholat 73
2. Pentingnya Pengalaman Sholat Wajib dalam
Islam 76
3. Kedudukan Sholat dalam Islam 82
4. Makna Sholat dalam Pembinaan Kepribadian 86
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi dan Pendekatan Penelitian 88
B. Instrumen Penelitian 89
C. Teknik Pengumpulan Data 90
D. Sumber Data Subjek Penelitian 94
E. Pengumpulan Data Penelitian 96
F. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian 99
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Kaliwiingi 103
B. Gambaran Umum Data Penelitian
108
C. Penyajian, Analisis dan Penelusuran Makna
Esensial Data Penelitian 113
1. Keluarga Petani 114
2. Keluarga Pedagang
124
3. Keluarga Neiayan 136
4. Pembahasan 141
D. Temuan Hasil Penelitian 159
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN
A. Kesimpulan 162
B. Rekomendasi Hasil Penelitian 164
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN MATRIK
Gambar 1 Bagan Fish Bone Penelitian 12
Gambar 2 Bagan Keluarga sebagai Sistem Interaktif Educatif 57
[image:9.595.73.477.224.556.2]Gambar 3 Peta Wilayah Kabupaten Brebes 104
Tabel 1 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dalam Sholat 72
Tabel 2 Tujuan Dasar P.U. dalam Sholat 76
Tabel 3 Komposisi Penduduk Desa Kaliwiingi Tahun 2000 105 Tabel 4 Keadaan Penduduk Desa Kaliwiingi Berdasarkan Latar Belakang
Pekerjaan 106
Tabel 5 Keadaan Sarana Pendidikan dan Ibadah 107
Tabel 6 Keadaan Penduduk Desa Kaliwiingi Berdasarkan Latar Belakang
Pendidikan 107
Tabel 8 Jumlah Lulusan SD Kaliwiingi I dan II Tahun 1999 yang
Melanjutkan Sekolah Lanjutan 108
Matrik 1 Proses yang Dilakukan Orang Tua dalam Membina Anak Taat
Mendirikan Sholat 156
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia,
karena pendidikan berperan dalam membina perkembangan kepribadian
manusia secara menyeluruh baik dari aspek kognitif, sikap dan nilai-nilai,
serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang atau warga negara.
Pendidikan juga mempunyai peran dalam meningkatkan harkat dan
martabat serta memelihara dan mengembangkan nilai kebudayaannya.
Oleh karena itu selama manusia hidup di dunia, pendidikan menjadi hal
yang paling utama di antara kebutuhan hidup manusia lainnya, seperti
yang diungkapkan M.I. Soelaeman (1978:1) bahwa, "Pendidikan
merupakan bagian integral dan terjalin dengan kehidupan manusia,
merupakan kebutuhan hidupnya yang pokok, merupakan suatu
kemutlakan bagi kehidupan manusia".
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989,
juga dengan jelas mengemukakan bahwa: ,,.
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
Dari ungkapan tujuan Pendidikan Nasional, tergambar kriteria
manusia yang diharapkan dapat dicapai melalui pelaksanaan pendidikan
nasional, yakni gambaran manusia Indonesia seutuhnya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa inti pokok upaya pendidikan nasional
adalah pengembangan kepribadian, yakni suatu upaya terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya seperti yang telah digambarkan dalam
tujuan pendidikan nasional.
Manusia
seutuhnya
adalah
manusia
yang
mempunyai
keseimbangan lahir dan batin, seperti dikemukakan Soedjatmoko, dkk
(1986:111) bahwa:
Manusia Indonesia seutuhnya, merupakan perwujudan normatif
atau citra ideal manusia Indonesia, yakni pembangunan itu tidak
hanya mengejar kemajuan lahiriah atau batiniah ... melainkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya ... keselarasan antara hubungan manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia, serta lingkungan alam sekitarnya, keserasian
antara bangsa-bangsa ... keselarasan antara cita-cita hidup di
dunia dan mengejar kehidupan di akhirat
Terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya tidak muncul dengan
sendirinya melainkan melalui kegiatan terus menerus yang melibatkan
berbagai pihak. Pembinaan manusia Indonesia seutuhnya bukan hanya
tanggiAng jawab sekolah, melainkan keluarga dan masyarakat berperan
penting dalam mendidik dan menciptakan situasi lingkungan pendidikan
yang mendukung pembinaan manusia seutuhnya. Salah satu aspek guna
membentuk manusia Indonesia seutuhnya , maka yang paling diutamakan
aspek spiritual lebih diutamakan lalu disusul dengan aspek lainnya. Salah
satunya membina taat mendirikan sholat.
Sholat merupakan sarana audiensi hamba-Nya kepada Sang Pencipta, karena di dalamnya terdapat bacaan terpenting (yang tidak
boleh ditinggalkan), yang menurut kesepakatan para ulama, dan ahli hadits, yakni surat Al-Fatihah. Dalam bacaan itu ada pujian dan doa untuk ditunjukkan kepada jalan yang lurus, jalan hidup yang benar menuju dan
mendekat sedekat mungkin kepada Allah SWT. , kebenaran mutlak. Doa
inilah yang pada akhir bacaan itu, segera sesudahnya kita aminkan. Inilah
yang dapat disebut sebagai "inti dialog" seoraog hamba kepada Tuhannya
di dalam sholat.
Situasi sholat sebagai peristiwa menghadap Tuhan diperkuat dengan anjuran untuk membaca doa Iftitah setelah takbiratul ikhram yang
artinya "Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Dia (Allah
SWT.) yang menciptakan seluruh langit dan bumi, secara hanif dan
berserah diri (muslim), dan aku tidaklah termasuk mereka yang musyrik".
"Doa pembukaan ini sesungguhnya diadopsi dari pernyataan Nabi Ibrahim
yang sering disebut sebagai Bapak Monotheisme, setelah dia melalui
"pengembaraan intelektualnya" menemukan Tuhan (Allah SWT.), seperti
yang dituturkan dalam (Q.S. Al-An'am:79).
Pengalaman kedekatan dan keakraban dengan AI-Kra^/^nQ. -:?
\
Maha Pencipta, inilah yang menjadi sumber getaran jiwa seseorang yang
•//
dibacakan menambahi mereka dengan iman, yang dapat membimbing
kepada kerinduan untuk menyandarkan diri dan mempertaruhkan seluruh
hidupnya kepada Maha Pecipta dan Maha Pelindungnya (Q.S. 8:2).
Banyak ilmuwan sosial yang mengatakan agama dalam
hubungannya dengan perbedaan profan dan sakral. Baginya, esensi
agama harus merupakan pengalaman yang luar biasa dan unik, suatu
pengalaman keagamaan (religious experience) yang memiliki dimensi
sakral yang berbeda dengna kehidupan lahiriah sehari-hari. Rudolf Otto,
(1984:91) menegaskan bahwa:
Pengalaman suci begitu unik dan seseorang tidak pernah dapat mengerti dengan jelas deskripsinya, apa yang telah dialaminya.
Sementara pengalaman suci berada di luar konsep etika dan diluar jangkauan rasional, pengalaman itu juga secara universal
menimbulkan kesadaran yang luar biasa tidak terselami dan
mengatasi segala makhluk, sesuatu yang tersembunyi, yang hanya dapat dialami dalam perasaan. Yang suci, yang mysterium
tremendum et fascinosum - sesuatu getaran misterius dan
mempesona. Sesuatu yang luar biasa yang berada di luar
jangkauan akal. Apa yang terkandung di dalamnya, mungkin
merupakan kekuasaan mutlak, unsur kemahakuasaan tertinggi, yang wujud dan sifatnya tidak terukur oleh kita, yang menimbulkan
rasa takut dan aneh.
Dalam hal ini Allah SWT. berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah bila Allah
disebut, hati mereka bergetar, dan bila ayat-ayat-Nya dibacakan menambahi mereka dengan iman, dan mereka itu bertawakal
kepada Tuhannya" (Q.S. 8:2).
Menurut Rudolf Otto (1984:20-21), pengalaman kudus itu
menimbulkan rasa lemah diri penganut agama dihadapan-Nya, Otto
dengan perasaan kagum dan takut, seperti pernah dialami Nabi Musa a.s.
ketika menerima wahyu yang disertai sinar yang menakutkan dan
mengagumkan, (2) seseorang merasa mendapatkan limpahan kesucian
absolut yang tiada taranya, yang tidak mungkin terjangkau oleh
pengalaman lahir,(3) yang suci itu memiliki kekuasaan, kekuatan dan
energi yang luar biasa, (4) pengalaman misterius yang menakutkan itu menyebabkan timbulnya kesadaran akan keluarbiasaan dari yang suci itu,
berbeda dengan yang profan dan bersifat non empirik, (5) seseorang
merasakan pengalaman indah karena tarikan yang suci. Meskipun
menakutkan tetapi juga mengagumkan. Kemudian Edmund Rochdieu
(1954:223-235) mengemukakan bahwa yang kudus itu secara simultan
menimbulkan rasa takut dan cinta, horor dan pesona, teror dan menarik,
yang oleh Durkheim perasaan seperti itu disebut perasaan ambiguity (mendua, berganda dan samar-samar) antara sifat pengasih dan
pembenci, penolong dan membahayakan, menarik dan menakutkan dsb.
Dalam hubungan ini, Spencer dan Inkeles (1982:336) mengemukakan
pendapat Durkheim bahwa pengalaman keagamaan yang ada hubungan yang kudus atau sakral, ataupun ciri-cirinya adalah (1) yang kudus itu
sebagai suatu kekuasaan dan kekuatan yang luar biasa, (2) bersifat
ambiquous dalam arti bersifat moral dan fisikal, human dan kosmik, positif
dan negatif, menarik dan menyebalkan, penolong, tapi juga berbahaya, (3)
bersifat non utulitarian, tidak dapat dikendalikan untuk kepentingan
eksperimen secara sensual, (5) tidak termasuk pengetahuan, diluar
jangkauan logika dan nalar, (6) memperkuat atau mendorong para
pemujanya, (7) menimbulkan kewajiban moral para pemujanya.
Selanjutnya menurut Otto juga pengalaman mysterium tremendem itu
merupakan sumber dan dasar dari semua perilaku religious. Thomas F.
Odeo (dalam Keith A. Roberts, 1984:93), mengikuti pendapat Otto
mengemukakan bahwa semua bentuk religious yang luar biasa itu berasal
dari pengalaman religious yang non rasional. Selanjutnya Otto (dalam
Keith A. Roberts, 1984:93) menegaskan bahwa pengalaman numious
(kudus) itu seharusnya menjadi inti atau jantung hatinya agama. Karena
itu menurutnya, beberapa orang menjadi kurang religious, sebab mereka tidak mengalami numious sebagaimana yang dilukiskan di atas.
Pengalaman keagamaan (dalam hal ini sholat) merupakan"
"pertemuan"dengan"sesuatu"yang berada di luar jangkauan pengalaman
fisik, dengan sesuatu kekuasaan yang melampaui penampilan benda dan
peristiwa, dengan kekuasaan yang tinggi yang dianggap sebagai dasar
eksistensi, yang sakral dan menimbulkan kekaguman yang mendalam dan
daya tarik yang luar biasa. Dari pengalaman keagamaan (dalam sholat )
akan menimbulkan kepercayaan, amal dan organisasi keagamaan yang
menjawab masalah-masalah dasar melalui sistem kepercayaan dan
menyediakan sarana penyesuaian melalui hubungan dengan "sesuatu"
yang berada di luar jangkauan empirik. Maka dalam kesadaran akan
manusia menemukan hakekat dirinya. Dalam hal ini Titus H.H (1984:419)
mengemukakan bahwa pengalaman keagamaan yakni rasa kehadiran
Tuhan secara langsung, suatu pemahaman tentang kekekalan. Dalam
bentuk ini "aku" seseorang ditingkatkan menjadi kesadaran terhadap
Tuhan.
Di samping itu dalam sholat terdapat takbiratul ikhram yakni takbir
yang pertama (yang wajib diucapkan,), sebagai proses mendirikan sholat.
Takbir ini merupakan suatu pengakuan pengagungan terhadap Allah
SWT. (tiada sesuatu yang besar kecuali Allah SWT.). Maka momen sholat
menuntut seseorang agar seluruh sikap dan perhatiannya ditujukan
semata-mata kepada objek seruan, yakni Pencipta seluruh alam raya itu,
dalam sikap sebagai seorang hamba yang sedang menghadap Tuhannya.
Sikap lahir dan batin yang tidak relevan dengan sikap menghadap Tuhan
menjadi terlarang. Oleh karena itu dalam pelaksanaan sholat "seolah-olah
engkau melihat-Nya, dan kalaupun engkau tidak melihat-Nya, maka
sesungguhnya Dia melihat engkau" (HR. At-Tirmidzi). Pelaksanan sholat yang demikian diharapkan seolah-olah dirinya ada Zat yang Maha Besar,
yang setiap saat selalu mengawasi dan mengontrolnya, sehingga dalam
perjalanan hidupnya selalu berhati-hati untuk menghindari perbuatan keji
dan mungkar. (Q.S. 29:45). Kemudian ditutup dengan taslim (salam) akhir
bacaan sholat yang merupakan simbol pembukaan hubungan sesama
manusia, sesama makhluk di alam raya jagad ini. Karena mengandung
8
perbuatan baik sebagai kelanjutan logis sikap pasrah yang tulus itu dan ini
merupakan pangkal kesejahteraan (salamah, selamat) di dunia dan di
akhirat (Q.S. 31:22).
Dengan demikian sholat menjadi alat pendidikan rohani manusia
yang efektif, mampu memelihara jiwa serta memupuk kesadaran. Semakin
banyak sholat dilakukan dengan kesadaran, berarti sebanyak itu rohani
dan jasmani dilatih berhadapan dengan Zat yang Maha Suci, efeknya
membawa kepada kesucian rohani dan jasmani, membentuk pribadi
kaffah yang dipancarkan melalui sikap, perbuatan, tutur kata, daya nalar,
daya berfikir dsb. yang menuju kepada kebaikan, dan dapat menghindari
pada perbuatan keji dan mungkar.
Karena kedudukannya sebagai sarana dialog manusia dengan
Tuhannya, sehingga sholat dijadikan sebagai tiang agama, sebagai mana
yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:
"Sholat itu adalah tiang agama, maka barang siapa mendirikan
sholat, berarti dia telah menegakkan agama. (Sebaliknya), barang siapa meninggalkan sholat, berarti dia telah meruntuhkan pondasi
agama" (Ahmad Seadie, 1996:36).
Berdasarkan hakekat dan pengalaman sholat di atas maka
hendaknya orang tua menanamkan sikap taat mendirikan sholat kepada
anak sejak usia dini, walaupun pelaksanaan sholat anak kecil (yang belum
akil baligh) belum diwajibkan, baru tahap anjuran, tapi hal itu perlu karena
untuk pembentukan kebiasaan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Al-Ghazali, "apabila anak-anak dibiasakan untuk mengamalkan apa-apa
kebaikan tadi akibat positifnya ... ". Di samping sebagai persiapan untuk
memasuki tahap kewajiban. Karena sholat mulai diwajibkan untuk
dilaksanakan pada anak yang sudah akil baligh. Dalam hal ini Rasulullah
bersabda "Ajarkanlah sholat kepada anak-anakmu sejak umur tujuh tahun
dan pukullah mereka kalau enggan melakukannya sejak umur sepuluh
tahun" (HR. Abu Dawud dan Attirmidzi, A. Seadie, 1996:23).
Dengan demikian, maka pembinaan taat mendirikan sholat pada
hakekatnya adalah proses membina pribadi yang baik. Karena dengan
menegakkan sholat seseorang akan tercegah untuk melakukan perbuatan yang negatif. Oleh karena itu salah satu langkah guna terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya, maka terlebih dahulu membina
pribadi-pribadi yang baik yang dapat menghidari dari perbuatan cela, baik dalam
pandangan nilai agama maupun nilai budaya masyarakat. Wahana
pembinaan sholat seperti yang diuraikan di atas, harus melalui
pendidikan, salah satunya pendidikan dalam keluarga.
Keluarga telah kita kenali sebagai salah satu wahana yang sangat
penting dalam pelaksanaan pendidikan pada anak. Karena keluarga
merupakan pusat terjadinya penyemaian pertama bagi perkembangan anak, baik dalam segi fisik maupun psikis. Dalam hal ini Duval (1964:29)
menyebutkan; "Family are the nurturing center for human personality".
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu penanggungjawab
10
bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang memberikan
pendidikan dasar yang berkenaan dengan keagamaan, dengan demikian
keluarga dipandang sebagi peletak dasar pembinaan taat mendirikan
sholat. Kedudukan keluarga sebagai tempat pendidikan sangat vital, bagi
kelangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi pembinaan
bangsa pada umumnya.
Sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang telah
diuraikan di atas, maka lingkungan keluarga sangat penting artinya dalam membina aspek spiritual pada anak (taat mendirikan sholat) yang
merupakan kewajiban seorang muslim. Karena lingkungan keluarga yang
pertama-tama dikenal oleh anak dan keluargalah yang pertama-tama
memberikan pendidikan kepada anak.
Anak-anak Desa Kaliwiingi Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, pada umumnya dalam kebiasaan melakukan sholat wajib lima waktu
termasuk dalam kategori cukup baik terutama pada anak usia SD kelas
tiga ke atas, sedangkan pada anak usia Taman Kanak-Kanak (BALITA)
dapat dikatakan agak kurang. Maka dalam penelitian ini ingin mengetahui langkah-langkah apa yang dilakukan orang tua dalam proses pembinaan
anak taat mendirikan sholat.
Pembinaan taat mendirikan sholat di sini diartikan anak
11
diharapkan nantinya kewajiban mendirikan sholat akan menjadi suatu
kebiasaan anak dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk jelasnya dalam penelitian ini, dapat dilihat pada gambar di
Objek
1. Televisi 1. Radio
2. Hiasan dinding
Kaligrafi Al-Qur'an
1. Situasi rumah relatif
(ada/kurang) mendukung 2. Tempat sholat keluarga
(tersedia/tidak tersedia)
3. Perangkat shc'at
(tasbih, peci, sajadah)
4. Nasehat
5. Teladan dan pembiasaan
Keluarga 1. Keluarga Petani 2. Keluarga
Pedagang
[image:22.842.92.766.109.523.2]3. Keluarga Neiayan
Gambar 1
Bagan Fish Bone Penelitian
1. Buku metode Iqro 2. Buku tata cara sholat
.2
Ada perbedaan keberhasilan
dalam pembinaan
13
B. Identifikasi Masalah
Manusia diciptakan Allah SWT. dalam struktur yang terbaik di
antara makhluk yang lainnya, yang terdiri atas unsur jasmaniah dan
rohaniah yang juga dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam struktur
tersebut Allah SWT. memberikan seperangkat kemampuan dasar yang
dapat berkembang, yang dalam psikologi disebut potensi sedangkan
dalam agama Islam disebut fitrah. Fitrah ialah potensi laten atau kekuatan
terpendam yang ada dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir.
Adapun jumlah fitrah yang ada pada diri manusia itu cukup banyak salah
satunya fitrah agama.
Fitrah agama yang dimaksud adalah kecenderungan kepada yang
baik (hanif)
yang berkembang menjadi keimanan. Sebagaimana yang
dikemukakan H.M. Arifin (1993:26):
Adapun kemampuan dasar yang menyebabkan manusia menjadi
makhluk berketuhanan atau beragama itu adalah karena di dalam jiwa manusia terdapat suatu instink religious atau naturaliter atau gharizah diniyyah.Dengan demikian anak pada dasamya sejak dilahirkan telah
membawa fitrah agama, yakni kecenderungan jiwa untuk menerima
kepercayaan tauhid serta mengakuinya. Salah satu wujud dari
kepercayaan yakni taat mendirikan sholat. Namun, manusia tidak selalu
setia pada fitrahnya karena di dalam diri manusia terdapat sifat
kelemahan. Sebagaimana yang dikemukakan Nurcholish Madjid
14
Kelemahan itu bukan kejahatan an sich, tetapi menjadi pintu masuknya
kejahatan pada manusia. Karena kelemahan itu manusia tidak selalu setia
pada fitrahnya sendiri".
Oleh karena itu, fitrah agama yang dibawa anak sejak lahir harus
dikembangkan dengan memberikan pendidikan agama sedini mungkin
dengan berdasarkan pada perkembangan perasaan ke-Tuhanan yang
ada pada diri anak. Dalam hal ini Abdurrahman S.Abdullah (1991:56)
mengemukakan "ada satu penafsiran yang menyatakan bahwa fitrah itu
berarti bentuk yang diberikan kepada manusia pada saat penciptaannya,
dan manusia harus mengerahkan fitrah itu kepada iman billah". Proses
untuk mengerahkan fitrah itu kepada iman billah salah satunya pembinaan
taat melaksanakan sholat.
Dengan demikian anak setelah dilahirkan tidak sekaligus dijadikan
Allah SWT. untuk beriman kepada-Nya, akan tetapi melalui proses di
mana lingkungan keluarga sangat mempengaruhinya.
Masa anak adalah masa yang sangat ideal untuk pembentukkan
pembiasaan yang baik karena jiwa mereka sedang tumbuh dan
memerlukan pembinaan. Dalam hal ini al-Ghazali dalam Zainuddin
(1991:106) mengemukakan:
Apabila anak itu dibiasakan untuk mengamalkan apa-apa yang
baik, diberikan pendidikan ke arah itu pastilah ia akan tumbuh di
atas kebaikan tadi akibat positifnya ... sebaliknya jika anak sejak kecil sudah dibiasakan mengerjakan keburukan dan dibiarkan saja tanpa dihiraukan pendidikan dan pengajarannya, yakni sebagaimana halnya seorang yang memelihara binatang, maka
15
Selanjutnya M. Athiyah al-Abrasyi (1990:116) juga mengemukakan:
Masa anak-anak merupakan masa terekamnya segala sesuatu
perbuatan dan ucapan yang baik dan buruk. Karena sifat
pembawaan dari anak-anak itu ialah bisa menerima yang baik dan
bisa pula yang buruk sekaligus. Oleh karena itu, anak akan tumbuh
dan berkembang menjadi merah atau putih tergantung dari dasar pendidikan yang diberikan keluarga dalam hal ini orang tua kepada
anaknya.
Agar anak selalu setia dengan fitrah agamanya (taat mendirikan
sholat) maka anak perlu mendapatkan didikan dan pembinaan dengan
cara keteladanan dan pembiasaan yang sesuai dengan perkembangan
jiwanya. Karena keteladanan dan pembiasaan tersebut akan membentuk
sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap tersebut akan menjadi
bagian dari kepribadiannya.
Mengembangkan fitrah agama (taat mendirikan sholat) pada diri
anak pertama kali harus diawali dari orang tua. Karena mendidik anak,
bagi orang tua pada dasamya salah satu tanggung jawab llahiah. Oleh
karena itu, bagaimana pun sibuknya, orang tua berkewajiban meluangkan
waktunya untuk mendidik anaknya dalam hal taat melaksanakan sholat.
Al-Ghazali dalam Thoha Abdul Baqir Surur (1988:189) mengemukakan;
"Anak-anak adalah amanah di tangan ibu bapaknya, jiwanya yang suci
adalah seumpama mutiara amat bemilai belum terukir dan berbentuk,
mutiara itu dapat menerima segala ukuran dan bentuk dan dapat pula
dibawa ke arah yang ia suka".
Kemudian dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Muslim,
16
"Dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia berkata; Rasulullah saw.
bersabda;"Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, maka kedua ibu bapaknya yang meyahudikan, atau menasranikan, atau
memajusikannya".
Dengan demikian, maka orang tua mempunyai peranan yang
sangat dominan dalam mengarahkan anak menjadi seorang muslim.
Salah satunya yakni membina ketaatan anak dalam mendirikan sholat.
Karena sholat merupakan manivestasi dari keimanan dan ketakwaan
seseorang kepada Allah SWT.
Anak yang dijadikan sebagai obyek pembinaan yakni mereka yang
masih berusia BALITA sampai usia Sekolah Dasar, karena perkembangan
agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman
yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa
anak) dari umur nol - dua belas tahun, (Zakiah Daradjat, 1973:58). Masa
itu juga amat baik dalam upaya pembentukan pembiasaan, seperti
pepatah mengatakan "belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu,
belajar di waktu besar bagai mengukir di atas air".
Orang tua yang mata pencahariannya petani, pedagang dan
neiayan berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan dalam keluarga.
Dalam hal ini pembinaan taat mendirikan sholat . Orang tua yang mata
pencahariannya sebagai petani berangkat kerja dari pagi hari sampai sore
hah, dan orang tua yang mata pencahariannya neiayan berangkat kerja
dari malam hari sampai siang hari, dan orang tua yang mata
pencahariannya pedagang berangkat kerja dari pagi hari sampai siang
17
dalam keluarga. Sementara di pihak lain anak masih sangat
membutuhkan bantuan bimbingan, perhatian dan pengawasan dalam taat
mendirikan sholat.
Oleh karena itu muncul pertanyaan pokok dalam penelitian ini, apa
saja yang dilakukan orang tua dalam membina anak taat mendirikan
sholat.
Untuk sampai pada fokus permasalahan tersebut di atas maka
penelusurannya perlu dipandu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:
1. Metode apakah yang diterapkan orang tua dalam membina
anak taat mendirikan sholat ?
2. Bagaimanakah proses yang dilakukan orang tua dalam
membina anak taat mendirikan sholat ?
3. Bagaimanakah penataan situasi rumah yang dapat menunjang
proses pembinaan anak taat mendirikan sholat ?
4. Bagaimanakah kepribadian yang diharapkan orang tua dari
anak taat mendirikan sholat ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menyingkap peranan orang tua dalam
membina anak taat mendirikan sholat, secara operasional tujuan
18
taat mendirikan sholat dalam empat keluarga yang mempunyai
mata pencaharian yang berbeda yaitu petani, pedagang dan
neiayan.
b. Untuk mengetahui perbedaan peranan orang tua yang mempunyai
mata pencaharian yang berbeda yaitu petani, pedagang dan
neiayan dalam upaya membina anak taat mendirikan sholat.
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan bagi orang tua dalam
mendidik anaknya di lingkungan keluarga yang berorientasi pada
pembinaan ketaatan anak dalam mendirikan sholat.
b. Dapat dijadikan masukkan bagi masyarakat khususnya masyarakat
neiayan, petani dan pedagang dalam upaya membina anak taat
mendirikan sholat.
c. Dapat dijadikan masukkan bagi Pendidikan Umum dalam
menyusun berbagai jenis, bentuk kegiatan pendidikan dalam
keluarga khususnya dalam mengembangkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT. yang merupakan salah satu
terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
D. Definisi Operasional Judul
1. Peranan orang tua membina anak taat mendirikan sholat yang
dimaksud dalam pengertian disini adalah upaya orang tua yang
19
membiasakan anak agar selalu mendirikan sholat baik sholat wajib
maupun sholat sunnah. Sehingga diharapkan kewajiban
melaksanakan sholat akan menjadi bagian dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Taat mendirikan sholat yang dimaksud disini ialah selalu mendirikan sholat tepat pada waktunya.
3. Sholat yang dimaksud disini ialah sholat wajib lima waktu
Penelitian disini difokuskan kepada anak usia BALITA sampai usia
Sekolah Dasar, karena peneliti beranggapan bahwa masa tersebut
adalah sangat tepat dalam upaya pembentukan pembiasaan,
seperti yang telah dikemukakan oleh Zakiah Daradjat di atas. Tapi
anggapan ini bukan berarti menafidkan bahwa pembinaan sholat
pada anak remaja (yang sudah akil baligh) kurang tepat. Namun
alangkah lebih tepatnya apabila pembiasaan taat mendirikan sholat
dimulai sejak anak usia dini, seperti pepatah mengatakan "belajar di
waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagai mengukir di atas air". Begitu juga sabda Rasulullah saw.
."Ajarkanlah sholat sejak anak umur tujuh tahun. Pukullah mereka
kalau enggan melakukannya sejak umur sepuluh tahun (HR. Abu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan menggunakan pendekatan naturalistik. Metode ini dipilih
karena masalah yang dikaji adalah menyangkut hal-hal yang sedang
berlangsung dalam masyarakat, khususnya dalam keluarga. Dengan
harapan dapat dikumpulkan sebanyak mungkin, dengan tetap
memperhatikan segi kualitias data.
Pendekatan naturalistik dipilih dengan alasan data tentang
gejala-gejala yang akan diperoleh dari lapangan lebih banyak menyangkut
perbuatan dan kata-kata dari responden yang sedapat mungkin tidak
dipengaruhi dari luar, sehingga bersifat alami, apa adanya. Subino
Hadisubroto (1988:2) berpendapat bahwa "data yang dikumpulkan melalui
penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata daripada angka-angka".
Meskipun demikian, peneliti jelas tidak mengabaikan data yang bersifat
dokumen, sepanjang data tersebut memang menunjang pencapaian
tujuan penelitian.
89
B. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti langsung melibatkan
diri sebagai instrumen. Keterlibatan peneliti secara langsung
memungkinkan data yang diperoleh akan lebih bermakna (Uus Ruswandi,
2000:55). Menurut S. Nasution (1988:6) mengemukakan bahwa peneliti
merupakan "key instrument" artinya peneliti sebagai alat penelitian utama,
walaupun menggunakan rekaman atau kamera, peneliti tetap memiliki
peranan utama. la tidak menggunakan alat-alat seperti test atau angket
seperti lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif. Hanya manusia
sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia,
membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung
dalam ucapan atau perbuatan responden.
Keterlibatan langsung peneliti dilapangan sangat menentukan hasil
penelitian, karena dalam penelitian kualitatif data-data yang sifatnya
primer harus langsung didapatkan oleh peneliti sendiri tidak boleh
diwakilkan kepada orang lain. Hal ini sangat penting artinya, karena
hal-hal yang berkenan dengan pengamatan dan suasana yang terjadi
dilapangan akan sulit dianalisis secara mendalam oleh peneliti bila
data-data pokok penelitiannya diperoleh dari tangan kedua atau ketiga.
Dalam menjaring data, peneliti harus berpedoman pada
prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
90
b) Peneliti memperhatikan setiap situasi secara totalitas, respon yang
spontan dari objek penelitian dapat mempertinggi tingkat kredibilitas
penelitian.
c) Peneliti harus peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan.
d) Peneliti berusaha memahami dan menyelami objek penelitian.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
a. Observasi
Tehnik observasi secara intensif digunakan untuk memperoleh data
tentang pelaksanaan pendidikan dalam keluarga khususnya upaya
orang tua dalam pembinaan anak taat melaksanakan sholat.
Jenis obsevasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni
tidak menggunakan pedoman yang berisi sebuah daftar kegiatan yang
dilakukan orang tua terhadap anak, tetapi pengamatan dilakukan
secara spontanitas, menangkap apa saja yang terjadi pada saat orang
_"i
tua melaksanakan pendidikan dalam keluarga upaya pembinaan taat
melaksanakan sholat.
Dengan diharapkan peneliti lebih dapat memahami apa-apa yang
mereka telah lakukan dan apa-apa yang sedang dikerjakan serta
91
yang diperoleh memiliki makna setiap informasi dikaitkan dengan
konteksnya.
Menurut M. Q. Patton (S. Nasution, 1988:59-60) manfaat pengamatan
secara langsung adalah:
a) Dengan berada dilapangan peneliti mampu memahami konteks
data dalam keseluruhan situasi, dapat memperoleh pandangan
holistik.
b) Pengalaman
langsung
memungkinkan
peneliti menggunakan
pendekatan induktif, dan membuka kemungkinan melakukan
discovery.
c) Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati
orang, khususnya orang berada dalam lingkungan itu, dan yang
tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
d) Peneliti memperoleh gambaran yang lebih konprehensif.
e) Memperoleh kesan-kesan pribadi.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan. Wawancara dilakukan dengan cara yang tidak terstruktur,
dimana responden mendapat kebebasan dan kesempatan untuk
mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan perasaannya tanpa diatur
92
keterangan peneliti mengadakan wawancara yang lebih terstruktur dan
disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh subjek
penelitian, dengan kata lain data pertama mengandung non directive,
yaitu menurut pikiran dan perasaan subjek penelitian. Sedangkan
dalam kegiatan selanjutnya data bersifat directive yaitu ditinjau dari
pandangan peneliti. Pada akhirnya wawancara beralih dari tidak
terstruktur menjadi lebih terstruktur.
S. Nasution (1988) mengemukakan dalam melaksanakan wawancara
setidak-tidaknya dihadapkan kepada dua hal. Pertama kita harus
secara mengadakan interaksi dengan subjek penelitian. Kedua, kita
menghadapi kenyataan, adanya pandangan orang lain yang mungkin
berbeda dengan pandangan kita.
Dalam melaksanakan wawancara peneliti dapat melakukan tiga
macam pendekatan, sebagaimana yang dikemukan S. Nasution
(1988:74) yakni:
a) Dalam bentuk percakapan informal, mengandung unsur
spontanitas, kesantaian, tanpa pola atau arah yang ditentukan.
b) Menggunakan lembaran berisi garis besar pokok-pokok, topik atau
masalah yang dijadikan pegangan dalam pembicaraan.
c) Menggunakan daftar pertanyaan yang lebih terinci, namun bersifat
terbuka yang telah dipersiapkan lebih dahulu dan akan diajukan
93
Penggunaan tehnik wawancara yang dilakukan kepada orang tua
atau anak, tentu berbeda dalam pelaksanaannya. Kepada orang
tua dilakukan secara terang-terangan dengan alasan (1) antara
peneliti dengan subjek penelitian telah terbina kepercayaan tentang
kerahasiaan informasi, di samping telah dipahami fungsi dan
pentingnya data penelitian ini, (2) karena pada akhirnya peneliti
harus mengadakan cek ulang untuk mempertanggungjawabkan
secara moral terhadap mereka tentang kebenaran informasi dan
untuk melengkapi hal-hal yang kurang lengkap dan kurang sesuai.
Terhadap anak wawancara dilakukan secara tersamar. Hal ini
dilakukan untuk menghindari sifat kepura-puraan atau bermain
sandiwara atau dapat mengaburkan data yang diharapkan.
C. Studi Dokumentasi
Dalam penelitian dokumen ini, misalnya kartu pribadi dan laporan
kemajuan pendidikan anak di sekolah yang dijadikan bahan triangulasi
untuk mengecek kesesuaian data yang memperjelas keadaan subjek
penelitian.
a) Peneliti berusaha mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
b) Peneliti berusaha untuk memperhatikan setiap peristiwa secara
keseluruhan.
c) Peneliti berusaha mengkaitkan keadaan dan lingkungan sekitar subjek
94
d) Agar data yang diperoleh adalah data yang valid, maka peneliti
berusaha memahami segala sesuatunya secara teliti.
Catatan-catatan lapangan sangat diperlukan dalam menjaring data
kualitatif, seperti dikemukakan Bogdan dan Biklen(1982) bahwa catatan
lapangan merupakan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat,
dialami dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data refleksi terhadap
data kualitatif.
D. Sumber Data dan Subjek Penelitian 1. Subjek Data
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dan sekunder. Sumber data primer ialah sumber data yang paling
utama yang diperoleh dari subjek penelitian. Sedangkan sumber data
sekunder yakni sumber data yang diambil dari hasil penelitian orang lain.
Data yang diperoleh dari sumber primer yaitu dari orang tua dan
anak yang menjadi objek penelitian. Yang dimaksud orang tua disini
adalah ayah dan ibu kandung dalam kondisi lengkap. Sedangkan anak
yang dimaksud ialah anak kandung yang hidup dengan orang tua sejak
dilahirkan sampai usia Taman Kanak-kanak (BALITA) dan usia Sekolah
Dasar pada saat penelitian ini berlangsung. Alasan dijadikannya orang tua
menjadi sumber data primer, karena orang tua merupakan pihak yang
mempunyai kedudukan tinggi dan terhormat, juga bertanggungjawab
95
pembinaan taat melaksanakan sholat. Anak dan orang tua dijadikan data
primer karena alasan pelaksanaan pembinaan taat melaksanakan sholat
terjadi jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak.
Sedangkan dari sumber data sekunder antara lain (1) catatan
mengenai prestasi belajar dan pengembangan kepribadiannya di sekolah
Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar yang dianggap penting dalam
penelitian ini dan memiliki arti bagi kehidupannya, (2) catatan tidak resmi
seperti buku harian orang tua yang dianggap penting dan ada
hubungannnya dengan tujuan penelitian ini.
2. Subjek Penelitian
Selanjutnya keluarga yang dijadikan subjek penelitian adalah keluarga yang mempunyai kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki anak laki-laki usia Taman Kanak-kanak (BALITA) dan usia
Sekolah Dasar sampai kelas enam. Alasan dijadikannya objek
penelitian usia di atas karena pada usia tersebut merupakan masa
pertumbuhan pertama yang masih sangat membutuhkan bimbingan
langsung dari orang tua, sebagaimana dikemukakan Zakiah Daradjat
(1993:58-59):
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa-masa anak) dari umur 0-12
tahun. Seorang anak yang pada masa itu tidak mendapatkan didikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan,
maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung kepada sikap
96
Dalam penelitian disini difokuskan kepada anak laki-laki, karena
dalam aplikasi pembinaan tahap pelaksanaan sholat antara anak laki-laki
dengan perempuan ada perbedaan (walaupun tidak terlalu signifikan) hal
ini agar penelitian lebih jelas dan sesuai dengan sasaran studi.
b) Yang mata pencahariannya sebagai petani, pedagang dan neiayan.
Dengan demikian maka-keluarga yang dijadikan subjek penelitian
adalah:
(a) Keluarga yang mata pencahariannya sebagai petani dan dalam kondisi
lengkap yakni ada ayah, ibu dan anak. Sedangkan anak yang
dimaksud ialah anak laki-laki yang masih berusia Taman Kanak-kanak
(BALITA) dan berusia Sekolah Dasar.
(b) Keluarga yang mata pencahariannya sebagai pedagang dan dalam
kondisi lengkap yakni ada ayah, ibu dan anak laki-laki yang masih
berusia Taman Kanak-kanak (BALITA) dan berusia Sekolah Dasar.
(c) Keluarga yang mata pencahariannya sebagai neiayan dan dalam kondisi lengkap yakni ada ayah, ibu dan anak laki-laki yang masih berusia Taman Kanak-kanak (BALITA) dan berusia Sekolah Dasar.
E. Pengumpulan Data Penelitian
Rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam
beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan awal, tahap orientasi, tahap
member check dan tahap triangulasi.
97
Tahap ini dilakukan dalam bentuk diskusi dengan teman-teman satu
angkatan dan beberapa dosen PPS UPI Bandung dan selanjutnya
dikonsultasikan dengan dosen pembina mata kuliah Studi Individual
dan kemudian dituangkan dalam bentuk desain penelititan.
2. Tahap Orientasi
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap orientasi ini antara lain sebagai
berikut:
a. Mencari informasi tentang kondisi Desa Kaliwiingi Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes dan masyarakatnya secara umum
dengan survey dan wawancara dengan kepala desa dan tokoh masyarakat setempat.
b. Mencari informasi yang bersifat umum guna memperoleh fokus
penelitian yang telah peneliti mulai sejak survey pendahuluan.
c. Melakukan survey ke lokasi penelitian khususnya lingkungan
keluarga.
3. Tahap Eksplorasi
Tahap ini merupakan kegiatan penggalian data secara mendalam,
dengan mengenal lebih dekat kepada subjek penelitian, mengadakan
pengamatan permulaan terhadap lingkungan keluarga subjek
penelitan. Kegiatan-kegiatan dan interaksi antara orang tua dan anak,
baik interaksi dengan kata-kata maupun interaksi dengan perilaku,
kemudian diadakan kegiatan partisipasi bersama subjek penelitian
98
dengan anak. Juga kegiatan yang lebih mendalam dilakukan dalam
tahap ini adalah:
a. Menyusun instrumen, pedoman wawancara yang berkembang
pada waktu dilapangan merupakan instrumen pembantu peneliti
dan mengenal lebih dekat dengan subjek penelitian.
b. Memilih sumber data yang sesuai dengan kriteria dan fokus
penelitian.
c. Mencari data yang sesuai dengan permasalahan penelitian.
d. Menetapkan data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan
yang sedang dikaji dalam penelitian ini.
e. Melakukan kegiatan penyusunan hasil laporan yang meliputi
kegiatan
mendiskripsikan,
menganalisis,
menafsirkan
data
penelitian, secara terus-menerus sampai diperkirakan mencapai
gejala ketuntasan.
4. Tahap Member Check
Yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
a. Menyusun laporan penelitian yang diperoleh pada tahap eksplorasi
yang terjadi dalam keluarga.
b. Meminta tanggapan informan guna mencek tentang kebenaran
data yang telah disusun.
c. Mengoreksi dan melengkapi hal-hal yang dirasa masih kurang atau
99
5. Tahap Triangulasi
Pada tahap ini dilakukan pengecekan, pemeriksaan dari data yang
telah diperoleh dari lapangan terutama untuk memperoleh keabsahan
data. Hal ini sebagaimana dikemukakan Moleong "merupakan tahap
pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh yang memanfaatkan
sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu".
Pada tahap ini dilakukan cara-cara sebagai berikut:
a. Membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara dengan
orang tua.
b. Membandingkan informasi dari orang tua dengan informasi dari anak atas masalah yang sama.
c. Membandingkan wawancara ketika subjek penelitian sendirian
dengan ketika ada orang lain.
d. Membandingkan situasi dan kondisi subjek penelitian dengan
situasi dan kondisi orang luar lainnya.
e. Membandingkan data yang diperoleh dan pendekatan yang sama
dalam rentang waktu yang berbeda.
F. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian
Soft data atau data lunak adalah merupakan data yang telah
terkumpul dari lapangan, berupa uraian-uraian yang penuh deskripsi
100
lainnya yang berkaitan dan diperoleh melalui observasi, wawancara dan
studi dokumentasi. Kegiatan menganalisis merupakan kegiatan yang
sangat penting dalam penelitian terutama untuk memberikan makna
terhadap data yang dikumpulkan.
Untuk mengatur, mengolah data, mengorganisasikan data
diperlukan ketekunan dengan penuh kesungguhan dalam memberikan
makna, sekaitan dengan analisis data, Patton (1990) menjelaskan bahwa
"analisis data adalah proses mengatur data, mengorganisasikan ke dalam
suatu pola, katagori dan satu uraian dasar". la membedakan dengan
penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pola urutan, dan mencari hubungan di antara
dimensi-dimensi uraian. S. Nasution (1988:126) mengemukakan bahwa "analisis
data adalah sebagai proses yang merinci upaya secara formal untuk
menemukan thema dan merumuskan hipotesis (ide) sebagai yang
disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada
thema dan hipotesis itu". Dari ketiga rumusan tersebut, Lexy J. Moleong
(1988:88) mengemukakan bahwa "analisis data adalah proses
pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, katagori dan
satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan thema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja sebagai yang dirasakan data".
Dalam penelitian kualitatif tidak ada ketentuan untuk mengikuti satu
pola baku yang dijadikan pijakan dalam menganalisis data, sehingga
101
masalah penelitiannya sesuai dengan pendapat tersebut, Subino
Hadisubroto (1988:20) mengemukakan sebagai berikut:
... dalam analisis data kuantitatif itu metodenya sudah jelas dan
pasti, sedangkan dalam analisis data kualitatif metode seperti itu
belum tersedia. Penelitilah yang berkewajiban menciptakannya sendiri. Oelh sebab itu ketajaman dan ketepatan analisis data
kualitatif ini sangat tergantung kepada ketajaman melihat data oleh
peneliti serta kekayaan pengalaman dan pengetahuan yang telah
dimiliki peneliti.
Penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan berfikir induktif.
Poespoprodjo (1986:17) mengemukakan bahwa: "suatu jalan pikiran
disebut induksi manakala berupa penarikan kesimpulan yang umum
(berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal-hal
yang khusus (beberapa/sedikit).
Dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam kehidupan
berkeluarga
banyak
terdapat
peristiwa
induksi.
Hal
ini
seperti
dikemukakan oleh Pranjoto Soetjoatmojo (1988:18) "bahwa banyak
contoh peristiwa induksi, baik dari peristiwa ilmu maupun kehidupan
sehari-hari". Untuk mendapatkan gambaran tekniknya ditelaah melalui
tahap sebagai berikut: mencari hubungan antar data yang diperoleh,
i-nereduksi data, mendisplay data, menyusun draf dan sub judul,
selanjutnya diperhalus dengan langkah-langkah (a) mengolah data, (b)
memilah data primer dan sekunder dan lain-lainnya, (c) memilah data
yang tingkat keterhandalannya rendah, dan (d) mencari data pendukung
bagi data yang ditingkat kerterhandalannya rendah. Kegiatan yang
102
selanjutnya dimaknakan dengan bahasa yang baik dan benar kemudian
disimpulkan.
S. Nasution (1988) dalam menganalisis data penelitian kualitatif
dapat dilakukan dengan langkah-langkah (a) reduksi data, (b) display
BABV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis dan temuan penelitian pada bab sebelumnya, dapat
diketengahkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sholat yang dilakukan oleh orang tua dari keempat keluarga (petani,
pedagang dan neiayan) membawa kepada sikap hidup yang pasrah
kepada Allah melalui optimismenya menghadapi realita kehidupan,
sopan santun dalam bertindak, bertutur kata, mempunyai
kepedulian terhadap pendidikan anak (khususnya mendidik anak
taat mendirikan sholat), mengerti akan hak dan kewajiban sebagai
orang tua dalam keluarga, semangat mencari ilmu (terutama ilmu
agama), dapat hidup bermasyarakat dengan baik serta mempunyai
kepedulian terhadap kebersihan lingkungan terutama lingkungan
rumah.
2. Peranan orang tua membina anak taat mendirikan sholat melalui
metode keteladanan, pembiasaan dan penciptaan situasi rumah
yang religius menjadikan anak tertarik mendirikan sholat.
3. Proses yang dilakukan orang tua dalam membina anak taat
mendirikan sholat melalui pertama kali dari keteladanan orang tua
taat mendirikan sholat, memberikan nasehat, ajakan kemudian
untuk belajar baca Al-Quran dititipkannya kepada guru ngaji dan
163
untuk meningkatkan pengetahuan agama disekolahkan di
Madrasah Diniyah. Dari proses ini menjadikan termotivasi
mendirikan sholat.
4. Suasana rumah yang kondusif dan bernuansa relegius menjadikan
tersugesti melakukan sholat.
5. Taatnya anak mendirikan sholat menjadikan dia patuh kepada
kedua orang tua, kakak dan menyayangi adiknya, suka membantu
pekerjaan orang tua dan bersikap sopan santun.
6. Dari perbedaan mata pencaharian, berimplikasi pada perbedaan
dalam keberhasilan pembinaan anak taat mendirikan sholat. Orang
tua(ayah dan ibu) yang pekerjaannya di darat (pedagang dan
petani) mempunyai kesempatan yang luas dalam pembinaan
tersebut. Hal ini menjadikan lebih berhasil dalam pembinaan bila
dibandingkan dengan orang tua yang mata pencahariannya melaut.
B. Rekomendasi Hasil Penelitian
Bertolak dari temuan dan kesimpulan hasil penelitian maka peneliti
kemukakan beberapa rekomendasi hasil penelitian:
1. Bagi Orang Tua
a. Untuk pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, bagaimana pun
diperlukan keterpaduan antara ayah dan ibu secara bersama.
164
melakukan kerja sama dan pengertian antara keduanya,
sehingga tidak ada salah satu yang dominan dalam membina
anak taat melaksanakan sholat. Dengan demikian kurang tepat
bila pelaksanaan pendidikan dalam keluarga diserahkan kepada
ibu atau ayah saja.
b. Mengingat pembinaan anak taat mendirikan sholat bersumber
kepada Kitab Al-Qur'an dan Al-Hadist, yakni "Dirikanlah sholat,
sesungguhnya sholat dapat mencegah perbuatan keji dan
munkar" (Q.S. 29:45) dan Al-Hadits yakni "Sholat adalah tiang
agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia
menegakkan agama (Sebaliknya) dan barang siapa
meninggalkan (tidak mengerjakannya) berarti ia meruntuhkan
agama" (HR. Baihaqy), maka keduanya harus menjadi acuan
dalam pembinaan tersebut.
c. Mengingat pendidikan keluarga memiliki peranan yang sangat
menentukan, maka diperlukan usaha yang maksimal dalam
membina anak taat mendirikan sholat.
d. Mengingat status orang tua akan dialami semua orang maka
dipandang wajar persoalan pendidikan dalam keluarga juga
dipelajari oleh semua orang.
2. Bagi Sekolah
a. Mengingat hasil pendidikan dalam keluarga berlangsung jauh
165
agama di sekolah, maka pada dasamya anak telah memiliki
pola dalam menerima pendidikan agama. Oleh karena itu
sekolah dapat memanfaatkan pola tersebut sebagai dasar untuk
memberikan pendidikan agama terhadap anak didik di sekolah.
b. Perlunya kerja sama dan keterpaduan yang baik antara sekolah,
orang tua dengan masyarakat dalam membina anak taat
mendirikan sholat, agar tidak terjadi saling menyalahkan jika
ada anak menyimpang dari yang diharapkan.
3. Bagi Penelitian Lanjutan
Mengingat penelitian ini hanya memfokuskan pada tahap
pembentukan pembiasaan pada anak untuk mendirikan sholat,
maka tentu masalah yang berkaitan dengan tataran makna sholat dalam sikap hidup dan kehidupan tidak mendapatkan perhatian
sewajamya. Oleh karena itu untuk memperkaya dan melengkapi
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an
Abdurrahman S. Abdullah, 1991, Landasan dan Tujuan Pendidikan
Menurut Al-Qur'an Serta Implementasinya, CV. Diponegoro,
Bandung
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 1991, Ilmu Pendidikan, Rineke Cipta, Jakarta
Adiwikarta, Sudarja, 1988, Sosiologi Pendidikan; Isyu dan Hipotesis Tentang Hubungan dengan Masyarakat, Depdikbud, Dirjen, Jakarta
Ahmad Seadie, 1996, Penuntun Sholat Lengkap, Rineke Cipta, Jakarta
Agus Sujanto, 1987, Psikologi Perkembangan, Rosda Karya, Bandung
Alberty and Alberty, 1965, Reorganizing The High Seolc Curriculum, New York : The Macmillan Company
Ali Ahmad (tt), Antara Filsafat dan Pendidikan Pengantar Filsafat
Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya
Ali Saefullah, 1989, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Usaha
Nasional, Surabaya
Ardhana, Wayan, 1986, Dasar Kependidikan, FIP-IKIP Malang
Arifin, H.M., 1993, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan
Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Bumi Aksara,
Jakarta
Athiyah al-Abrasyi, M, (Alih bahasa Prof. H. Bustami A. Gani dan Djohar
Hahry L.I.S.), Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang,
Jakarta
Bogdan Bikler, 1982, Qualitatif Research for Education an Introduction to Theory and Method, Boston allyn and bacan
Bukhari, 1981, So/7/7?Bukhari, Beirut Darul Fikri
Daradjat, Zakiah, 1973, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta
Duval, 1962, Family Development, JB. Leppin Cott Company,
Philodelphia, New York
Edmund, R.1954, Affective Dynamism and Religious Sentiment, Cross Current, Spring-Summer
Faridah, 1992, Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Umum dan Mata Kuliah
Dasar Umum (MKDU) Serta Kedudukan MKDU Dalam Pengembangan Program Pendidikan Umum di Perguruan Tinggi,
Tesis IKIP Bandung
Hadisubroto, Subino, 1988, Pokok-Pokok Pengumpulan Data, Penafsiran
Data dan Rekomendasi dalam Penelitian Kualitatif, IKIP Bandung
Hasan Langgulung, 1995, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa
Psikologi dan Pendidikan, Al Husna, Jakarta
Hasby ash Siddieqy, 1966, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta
Harsojo, 1977, Pengantar Antropologi,Aksara Baru, Bandung
Harvard Comitte, 1950, General Education in Free Society, New York, Mcgraw hill book company
Henry, Nelson B., 1952, The Fifty-Fifty Year Book of National Society For
Studi of Education, Chicago, The University of Chicago Pers
Henry, Nelson B., 1952, General Education, Chicago Illinois, University of Chicago Press
International Dictionary of Education, 1973, Mc Graw Hill Book Company
Keith A. Roberts, 1957, Religion of Sociological Perspective, The Dorsey
Press
Madjid, Nurcholish, 1993, Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan,
Paramadhina, Jakarta
M.D. Dahlan, 1991, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Qur'an dan Implementasinya, Diponegoro, Bandung
M.I. Soelaeman, 1978, Pendidikan Dasar Keluarga, IKIP Bandung
_, 1991, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga di Sekolah dan di Masyarakat (Ed. 1), Diponegoro,
Bandung
, 1992, Peranan Pendidikan Keluarga dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pendidikan (Mimbar Pendidikan) No. 2, Bandung
, Universitas LH. CV. Al-Fabeta
_, 1994, Suatu Telaah Tentang Manusia Religi Pendidikan, P2LPTK, Dirjen Dikti Depdikbud, Jakarta
Moleong, Lexy, J., 1988, Metodologi Penelitian Kualitatif, P3T, Depdikbud,
Jakarta
Muhaimin dan Abd. Mujib, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasional, Trigenda Karya,
Bandung
Muhaimin, Syahminan, 1991, Konsep Pendidikan Islam Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, Ramdhoni, Solo
Muhammad Quthb, 1993, Konsepsi Pendidikan Islam, Alma'arif, Bandung
Mulyana, Rohmat, 1999, Cakrawala Pendidikan Umum Suatu Upaya
Mempertegas Body Knowledge, IMA-PU, UPI Bandung
Muslich Shabir, 1990, Bimbingan Sholat Lengkap, Mujahidin, Semarang
Nasarudin Razak,1993, Dienul Islam,Alma'arif, Bandung
Harris, C.W.,1960, Encyclopedia of Educational Research, The Macmillan Company, New York
Nasution, S.,1988, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung
Noor Syam, M.,1986, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya
Nursyid Sumaatmadja, 1989, Studi Lingkungan Hidup, Alumni Bandung
Phenix, Philip H.,1962, Ralms of Meaning, New York Mc. Graw-Hill Book
Poespoprodjo, 1986,
Filsafat Moral, Kesusilaan dalam Teori dan Praktek,
Remaja Karya, Bandung
Pranjoto Soejatmoko, 1988,
Filsafat llmu Pendidikan,
PPLPTK, IKIP
Bandung
Purwanto, Ngalim, 1993, llmu Pendidikan Teoritis dan Prakter, Remaja
Karya Bandung
Roland Robertso, ed.,1997, Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi
Sosiologi, Rajagrafindo Persada, Jakarta
Rudolf Otto, 1923, The Idea the Holy Trans, by John W. Hervey, Oxford
University Press, London
Slameto, 1988, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Bina
Aksara, Jakarta
Soejatmoko, dkk., 1986,
Masalah Sosial Budaya Tahun 2000,
Tiara
Wacana, Yogyakarta
Soejono Soekamto, 1985,
Sosiologi Pengantar,
Rajawali Pers, Jakarta
Spencer dan Inkeles, 1982,
Foundations of Modern Sociologi,
Prentice-Hall, inc., Englewood Cliffs, New JerseySyahminan, Zaini, 1978,
Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam,
Usaha Nasional, SurabayaUndang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989,
Sinar
Grafika, Jakarta
Uus Ruswandi, 2000, Pembinaan Akhlak Remaja, Tesis UPI Bandung
Thoha Abdul Surur, 1988, Pendidikan Anak Dalam Islam, Tarsito,
Bandung
Tim Depag Rl., 1988,
Islam Untuk Disiplin llmu Antropologi,
P3T, Dirjen
Dikti Depdikbud, Jakarta
Titus, H.H., dkk.,1984, Persoalan-Persoalan Filsafat, Terjemahan Prof.
H.M. Rasyidi, Bulan Bintang, Jakarta
Vembriarto, ST.,1988, Pengantar Perencanaan Pendidikan, Andi Offset,
Jakarta